Supriyadi, Supriyadi (2007) Pemikiran tentang hakim ad hoc sebagai jawaban terhadap pasal 135 ayat (1) undang-undang no. 5 th.1986. Jurnal Transmisi, 3 (2).
Full text not available from this repository.Abstract
Sebagaimana dinyatakan dalam penjelasan umum butir 1 Undang-Undang (UU) no. 5 th. 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara, bahwa pemerintah melalui aparaturnya di bidang tata usaha negara (TUN), diharuskan berperan positif aktif dalam kehidupan masyarakat. Tentu hal ini tidak lepas dari kompleksnya (complexity social) dalam negara modern (welfare state).
Dalam pelaksanaan tugas pemerintah yang semakin kompleks, administrasi negara memerlukan keleluasaan untuk menentukan kebijaksanaan. Dibalik itu, peluang timbulnya benturan kepentingan yang dapat mengarah ke perselisiha/per-sengketaan antara badan dan pejabat TUN dengan orang atau badan hukum perdata suatu saat akan menjadi kenyataan.
Suatu hak yang mungkin akan terjadi, persoalan yang disengketakan itu agak bersifat spesifik dan penanganannya membutuhkan keahlian khusus, sementara pengadilan/hakim TUN wajib memeriksa dan memutus perkara yang diajukan kepadanya (lihat pasal 22 A. B. junto pasal 14 ayat (1) UU no. 14 th. 1970), tetapi hakim TUN yang tersedia belum memadai, maka seagai alternative pemecahan diperlukan tenaga ahli dari luar pengadilan sebagai hakim ad hoc dalam majelis yang akan memeriksa dan memutus segketa dimaksud agar tugas pengadilan dapat berfungsi dengan baik.
Sehubungan dengan ikhwal di atas, UU no. 5 th. 1986 menyisipkan salah satu ketentuan dalam pasal 135 ayat (1) yang berbunyi, dalam hal pengadilan memeriksa dan memutus perkara tata usaha negara tertentu yang memerlukan keahlian khusus, maka ketua pengadilan dapat menunjuk seorang hakim ad hoc sebagai anggota majelis.
Dari ketentuan pasal 135 ayat (1) di atas, nampak ada dua unsure yang sekaligus dapat dimasalahkan, yaitu:
1. Perkara TUN tertentu yang memerlukan keahlian khusus.
Kalau ada perkara/sengketa TUN tertentu, anggapan kita pasti ada perkara TUN yang bersifat umum, sehingga masalahnya apa yang menjadi sengketa TUN tersebut dan perkara TUN yang bagaimana sehingga diperlukan keahlian khusus;
2. seorang hakim ad hoc
Dari unsure kedua ini dapat dipertanyakan mengapa diperlukan hakim ad hoc dan adakah kebaikan/kelebihan bila menggunakan hakim ad hoc.
Item Type: | Article |
---|---|
Uncontrolled Keywords: | Hakim, pasa 135 ayat 1 Undang-undang No. 5 th. 1986 |
Divisions: | Fakultas Hukum > S1 Hukum |
Depositing User: | tassa Natassa Auditasi |
Date Deposited: | 20 Feb 2022 07:37 |
Last Modified: | 20 Feb 2022 07:37 |
URI: | https://eprints.unmer.ac.id/id/eprint/2633 |
Actions (login required)
View Item |