Santosa, Anang (1999) 4-S pariwisata: antara Kuta dengan Surabaya. Jurnal Pariwisata Pesona, 2 (1). pp. 36-40. ISSN 1410-7252
Full text not available from this repository.Abstract
Keberadaan prostitusi dalam industri pariwisata kita memang tidak pernah "direstui" walau secara realistis hampir di setiap destinasi wisata tersedia "fasilitas" untuk itu. Ini mengisyaratkan, tentu supaya Indonesia tidak dianggap turut menawarkan sex sebagai daya tarik wisata.
Sebagai salah satu pusat pariwisata, Kuta memang berbagai sarana yang dibutuhkan wisatawan, seperti Hotel, Travel buerau diskotik, cafe dan lain-lain. Disini juga sun, sea, sand, sex tersedia lengkap dengan segala pesona. Khusus untuk industri sex di Kuta mungkin berbeda dengan di tempat lain. Tidak hanya perempuan yang ditawarkan kaum lelakipun tersedia. Bahkan, keberadaan gigolo di Kuta kabarnya sudah terkenal di luar negeri.
Menurut sebuah sumber, gigolo-gigolo di Kuta memiliki bervariasi kelas dari yang asal sabet konsumen hingga yang selektif dalam memilih user. Hal yang menarik, pelanggan ternyata bukan cuma turis asing, tetapi juga tante-tante girang yang datang dari berbagai kota. Penghasilan para gigolo itu rata-rata tergolong besar. Bahkan, konon ada yang bertarif sampai Rp 5.000.000 pelayanan semalam suntuk.
Sementara di Surabaya, bisnis sex yang ada dapat dikatakan lebih bersifat 'konvensional' karena yang ditawarkan adalah perek. Di beberapa lokasi, para penjaja cinta itu dikelola seacara profesional oleh germo yang sekaligus memfasilitasi segala kebutuhan operasional. Ada pula yang beroperasi secara "independen", baik yang memiliki marketing channel maupun yang tidak menggunakan jasa murketer atau salesman. Sebagian besar dari mereka adalah gadis-gadis yang masih belasan tahun yang masih berstatus pelajar. atau mahasiswi. Kehidupan para gigolo dan perek tersebut juga akrab dengan narkotika serta obat-obatan berbahaya. Meski tidak semua, baik gigolo di Kuta maupun perek di Surabaya. seringkali atau setidaknya pernah bersentuhan dengan benda-benda terlarang itu.
Prostitusi, narkotika dan obat-obatan berbahaya barangkali terlanjur menjadi lahan bisnis se rumpun yang satu sama lain saling melengkapi. Namun apabila menimbang, bahwa prostitusi bukanlah budaya bangsa kita tentunya ada yang perlu dilakukan. Sekalipun tidak dapat menghapuskan tetapi minimal kita tidak membiarkan prostitusi menjadi elemen dari glamour pariwisata kita, sehingga industri pariwisata Indonesia tetap dikenal indahtanpa harus menawarkan sex di dalamnya.
Item Type: | Article |
---|---|
Additional Information: | Nama : Anang Santosa |
Uncontrolled Keywords: | Sex, industri pariwisata, gigolo, perek, prostitusi |
Divisions: | Program Diploma Kepariwisataan > D3 Perhotelan |
Depositing User: | Gendhis Dwi Aprilia |
Date Deposited: | 04 Jan 2022 01:04 |
Last Modified: | 07 Feb 2022 03:29 |
URI: | https://eprints.unmer.ac.id/id/eprint/1488 |
Actions (login required)
View Item |