This is a preview of the print version of your report. Please click "print" to continue or "done" to close this window.

done

or Cancel

 
Similarity Index
24%
Similarity by Source
Internet Sources:
23%
Publications:
2%
Student Papers:
3%

Public Services Management di Era Reformasi Birokrasi Praptining Sukowati Public Services Management di Era Reformasi Birokrasi Oleh : Praptining Sukowati Editor & Layout : Vicky Nelwan Cover : Dewi Fransiska Edisi Pertama Cetakan Kedua, November 2009 ISBN : 978-602-8540-73-5 Begin Match to source 51 in source list: http://kimia.um.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/Binder1_SNKP-2014-Atribut+Daftar-isi.pdfHak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1),(2) dan (6).End Match Diterbitkan Oleh : @ 2009 Program Pascasarjana UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ii Kata Pengantar Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Begin Match to source 37 in source list: https://mafiadoc.com/daftar-isi-daftar-isi-i-_59bf54051723dde101d2330c.htmlPemerintah masih menghadapi berbagai permasalahan yang harus diselesaikan secara bertahap, sistemik, danEnd Match berkesinam- bungan. Begin Match to source 37 in source list: https://mafiadoc.com/daftar-isi-daftar-isi-i-_59bf54051723dde101d2330c.htmlBeberapa permasalahan utama yang masih dihadapi dalam rangka pembangunan bidang hukum dan aparatur adalah pelaksanaan efektivitas peraturan perundang-undangan, peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum, penghormatan, pemajuan, dan penegakan hak asasi manusia (HAM), penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, peningkatan kualitas pelayanan publik, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; serta dalam pemantapan dan perluasan reformasi birokrasi.End MatchBegin Match to source 128 in source list: http://jtrap.ppj.unp.ac.id/index.php/J-TRAP/article/download/7/1/Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor63/KEP/M.PAN/7/2003,End Match memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public service sebagai "a service such as transport or health care that agovernment or an official organization provides for people in general in a particular society". Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus diemban Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. pemerintah baik diEnd Match tingkat Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. pusat maupun di daerah.End Match Adanya Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfpatologi birokrasi, seperti pungli, korupsi, kolusi, nepotisme, diskriminasi pelayanan, proseduralisme dan berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien, telah mengakibatkan terpuruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintahan kita. Buruknya pelayanan publik tidak hanya pada masa orde baru yang sentralistik, tapi juga masih menggurita pada masa sekarang.End MatchBegin Match to source 37 in source list: https://mafiadoc.com/daftar-isi-daftar-isi-i-_59bf54051723dde101d2330c.htmlSementara itu pembangunan bidang aparatur negara dilakukan melalui reformasi birokrasi untuk meningkatkan profesionalisme aparatur negara dan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik di pusat dan di daerah agar mampu mendukung keberhasilan pembangunan di bidang-bidang lainnya.End Match Buku "Public Services Management di Era Reformasi Birokrasi', yang ditulis oleh Praptining Sukowati, mahasiswa kami di Program Doktor Ilmu Administrasi Publik ini mengulas tentang i bagaimana kewajiban Begin Match to source 163 in source list: https://es.scribd.com/document/357398980/Muluk-2009-Peta-Konsep-Desentralisasi-dan-Pemerintahan-Daerah-pdfdan peran pemerintah daerah dalam memberikan layanan publik.End Match Selain itu juga memberikan gambaran dan analisis nyata tentang implementasi kebijakan pelayanan publik di Indonesia. Buku ini menarik untuk dibaca baik di kalangan aparatur publik, kalangan akademisi (baik dosen atau mahasiswa S1,S2 dan S3) serta masyarakat yang menginginkan terwujudnya Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014peningkatan penyelenggaraan tata kelola pemerintahan yang baik danEnd Match penyelenggaraan Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014pelayanan publik.End Match Di mana dalam penyelenggaraan tersebut Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014mencerminkan supremasi hukum dan penegakan hak asasi manusiaEnd Match yang Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014didukung oleh aparatur negara yang bersih, berwibawa, bertanggung jawab serta profesional.End Match Dalam Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014halEnd Match ini diperlukan adanya upaya untuk mencapai sasaran tersebut meliputi antar lain Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014peningkatan efektivitas peraturan perundang-undangan, peningkatan kinerja lembaga di bidang hukum, peningkatan penghormatan, pemajuan, dan penegakan HAM, peningkatan penyelenggaraan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), peningkatan kualitas pelayanan publik,, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi,End Match dan Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014pemantapan pelaksanaan reformasi birokrasi. iiEnd Match Kata Begin Match to source 56 in source list: https://mahasiswa-tpb-ipb.blogspot.com/2011/02/pkn-bab-1.htmlPengantar Perubahan yang terjadi diEnd Match Indonesia akibat reformasi Begin Match to source 56 in source list: https://mahasiswa-tpb-ipb.blogspot.com/2011/02/pkn-bab-1.htmldewasa ini terasa begitu cepat sehingga menyebabkan seluruh tatanan yang ada di dunia ini ikut berubah, sementara tatanan yang baru belum terbentuk. Hal ini menyebabkan sendi-sendi kehidupan yang selama ini diyakini kebenarannya menjadi usang. Nilai-nilai yang menjadi panutan hidup telah kehilangan otoritasnya, sehinggaEnd Match masyarakat Begin Match to source 56 in source list: https://mahasiswa-tpb-ipb.blogspot.com/2011/02/pkn-bab-1.htmlmenjadi bingung.End Match Guna merespon kondisi tersebut, perlu mengantisipasi agar tidak menuju ke arah keadaan yang lebih memprihatinkan. Salah satu solusi yang dilakukan dalam menjaga nilai-nilai panutan hidup dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui reformasi birokrasi pelayanan publik. Buku “Public Services Management di Era Reformasi Birokrasi”, diluncurkan pada waktu yang tepat, dimana mengupas tentang penyelenggaraan pelayanan publik yang efektif. Dalam hal ini peran pemerintah sangat vital dalam menjamin berlangsungnya suatu pelayanan yang efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawab- kan. Namun demikian usaha yang dilakukan perlu memahami kondisi internal dari fungsi pelayanan publik yang selama ini dilaksanakan, sehingga kebijakan yang dibuat dapat realistis dan tidak melepaskan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang kendali pelayanan publik. Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi pentingEnd Match pemerintah di samping Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853distribusi, regulasi, dan proteksi. Fungsi tersebut merupakanEnd Match aktualisasi Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853riil kontrak sosial yang diberikan masyarakat kepada pemerintah dalamEnd Match konteks Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853hubungan Principal-Agent. Berdasarkan kerangka kerja tersebut, pemerintah selanjutnya melakukan proses pengaturan alokasiEnd Match sumberdaya publik Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853dengan cara menyeimbangkan aspek penerimaan danEnd Match pengeluaraan Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853untukEnd Match memaksimalisasi penyelenggaraan Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853kebutuhan pelayanan kolektif. Preskripsi tersebut hampir bertolak belakang denganEnd Match praksis Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853pelayanan publik yang dimotori pemerintah, termasuk untuk konteks Indonesia kontemporer. Sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan sebelumnya, pemerintah justruEnd Match menimbulkan Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853banyak masalah bagi publik yangEnd Match menjadi Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853kliennya. Sangat masuk akal jikaEnd Match pemerintah Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853kemudian mendapat berbagai stigma negatif. Jauh dari menjadi bagian dari solusiEnd Match (a part Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853of solution), pemerintah justru menjadi bagian dari masalah (a part ofEnd Match iii Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853problem), bahkan masalah utama, dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik.End Match Sinyalemen terakhir ini bukan tanpa dasar, Begin Match to source 55 in source list: https://slideplayer.info/slide/2810118/fenomena mal praktek pelayanan publik sudah menjadi bagian integral dari penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia. HalEnd Match itu Begin Match to source 55 in source list: https://slideplayer.info/slide/2810118/dapatEnd Match dilacak Begin Match to source 55 in source list: https://slideplayer.info/slide/2810118/dari banyaknya keluhan yangEnd Match dilontarkan Begin Match to source 55 in source list: https://slideplayer.info/slide/2810118/masyarakat berkaitan dengan buruknya kinerja pelayanan publik. Pelayanan yangEnd Match bertele Begin Match to source 55 in source list: https://slideplayer.info/slide/2810118/-tele dan cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan- pungutan tambahan, perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi masyarakat, pelayanan yang diskriminatif,End Match dan sederetan persoalan lainnya adalah potret kelabu yang mengafirmasi sinyalemen di atas. Sistem pemerintahan yang sentralistis yang berjalan selama beberapa tahun lalu dianggap sebagai pemerintahan yang tidak kondusif bagi pembangunan regional. Kebijakan pembangunan pemerintah pusat telah menciptakan pola pembangunan yang seragam yang tidak memenuhi tuntutan lokal yang sangat bervariasi. Selain itu, kebijakan pembangunan selama itu telah menciptakan ketergantungan pemerintah daerah dan pejabatnya pada pola ”mohon petunjuk ke atasan dan menunggu instruksi dari pusat”. Pada gilirannya, pemerintah daerah tidak memiliki kapasitas yang memadai untuk menciptakan kebijakan-kebijakan pembangunan yang mampu merespon kebutuhan lokal. Sehingga diperlukan reformasi birokrasi dalam manajemen pelayaanan publik dalam rangka membangun good governance dalam pemerintah daerah. Semoga buku ini dapat memberikan pencerahan tentang paradigma manajemen pelayanan publik secara sistemik Begin Match to source 137 in source list: https://edoc.pub/modul-pkn-pdf-free.htmldengan pengembangan civicEnd Match intellegence, Begin Match to source 137 in source list: https://edoc.pub/modul-pkn-pdf-free.htmlcivic participation, and civicEnd Match responcibility Begin Match to source 137 in source list: https://edoc.pub/modul-pkn-pdf-free.htmldari “civic education”End Match serta sebagai Begin Match to source 137 in source list: https://edoc.pub/modul-pkn-pdf-free.htmlwahanaEnd Match pemerintah daerah dalam mewujudkan reformasi birokrasi yang diharapkan dapat menghasilkan sumber daya aparatur publik yang berkualitas dengan keahlian profesional serta berkeadaban khas Indonesia dan Pancasila. Malang, Juli 2009 DIRJEN PUM DEPDAGRI, DR. KAUSAR AS, MSI iv Pengantar Penulis Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02Puji syukurEnd Match kami Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02panjatkanEnd Match kehadirat Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02Tuhan Yang Maha Esa karena kuasa danEnd Match limpah-Nya kami telah dapat menyelesaikan buku ”Public Services Management di Era Reformasi Birokrasi” ini. Penulisan buku ini terilhami dengan adanya fenomena bahwa peningkatan kualitas pelayanan publik tidak hanya ditentukan oleh perangkat birokrasi di tingkat eksekutif maupun di tingkat manajerial. Lebih dari itu, kualitas nyata pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh perangkat birokrasi di tingkat operasional. Pada tingkatan ini sangat diperlukan institusi pemerintah daerah dengan dukungan perangkat birokrasinya yang memiliki kompetensi inti (core competence) dan ketrampilan inti (core skills) terutama menyangkut pelayanan dibidang pendidikan, kesehatan, keamanan dan keterti-- ban, maupun pelayanan sosial (street level public organization). Disadari bahwa saat ini masih terdapat ketimpangan dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang infrastruktur. Dengan berefleksi melihat kedalam, bagaimana pelayanan publik dikelola, diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap duduk permasalahan yang telah menyebabkan ketimpangan-ketimpangan tersebut. Buku ini mencoba mengupas inti-inti refleksi yag perlu kita lihat, untuk kemudian dikelompokkan, sehingga dapat lebih mudah mengurai dan membentuk kerangka penyelesaiannya. Akan tetapi masih banyak isu/permasalahan lain yang belum terangkum dalam tulisan ini, yang juga dirasakan penting kita refleksikan bersama. Semoga setelah berefleksi dan menjawab pertanyaan reflektif tersebut, kita dapat lebih tegas menentukan langkah dan memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan di masa yang akan datang. Harapan penulis, kiranya tulisan ini dapat menambah wacana publik khususnya di lingkungan akademisi (baik teman sejawat ataupun para mahasiswa S1, S2 dan S3) dalam rangka membantu menemukan pokok permasalahan dan memformulasikan solusi terhadapnya. Dalam kesempatan ini penulis juga Begin Match to source 124 in source list: http://www.slideshare.net/juhaerisusanto/tesis-juhaeri-pengaruhpemasaranonlinehargadanpelayananterhadapkeputusanpembelianpadawebsitepagarkanopidotcommengucapkan terimakasih tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantuEnd Match penyelesaian buku Begin Match to source 124 in source list: http://www.slideshare.net/juhaerisusanto/tesis-juhaeri-pengaruhpemasaranonlinehargadanpelayananterhadapkeputusanpembelianpadawebsitepagarkanopidotcomini. SemogaEnd MatchBegin Match to source 161 in source list: https://id.scribd.com/doc/153093029/KTI-ULFAH-YULIANIAllah SWT membalas semua kebaikan yangEnd Match telah Begin Match to source 161 in source list: https://id.scribd.com/doc/153093029/KTI-ULFAH-YULIANIdiberikan.End Match Malang, Oktober 2009 Begin Match to source 161 in source list: https://id.scribd.com/doc/153093029/KTI-ULFAH-YULIANIPenulisEnd Match v vi Manusia lahir untuk hidup Tidak hanya untuk hidup pendek , tetapi untuk hidup panjang Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-05-21Tidak hanya untukEnd Match hidup panjang, Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-05-21tetapi juga untukEnd Match hidup sejahtera Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-05-21Tidak hanya untukEnd Match hidup sejahtera, Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-05-21tetapi juga untukEnd Match hodup bahagia Tidak hanya untuk hidup panjang, sejahtera dan bahagia saja, namun juga untuk hidup yang bermakna… Untuk dapat mencapai hidup panjang sejahtera, bahagia dan bermakna manusia memerlukan ilmu pengetahuan, disamping Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfiman dan takwa kepada Tuhan Yang Maha Esa….End Match (Prof Darji Darmodiharjo, SH) Buku ini penulis persembahkan kepada Suamiku tercinta MRR Vicky Nelwan vii viii Begin Match to source 168 in source list: https://eprints.uns.ac.id/31939/1/S311508006_pendahuluan.pdfDaftar Tabel Tabel 1 : PerbedaanEnd Match Karakteristik antara Barang Begin Match to source 168 in source list: https://eprints.uns.ac.id/31939/1/S311508006_pendahuluan.pdfdanEnd Match Jasa .... Begin Match to source 168 in source list: https://eprints.uns.ac.id/31939/1/S311508006_pendahuluan.pdfTabel 2End Match : Pengelompokan Barang dan Jasa berdasarkan Ciri Dasar Exclusion dan Consumption ................... Tabel 3 : Perbedaan istilah Desentralisasi, Dekonsentrasi .......... Tabel 4 : Corak Birokrasi di Negara Asia Tenggara.................. Tabel 5 : The Five Cs’ Changing Government’s DNA............... 5 6 22 154 206 ix Begin Match to source 162 in source list: https://id.123dok.com/document/4yrn87zo-nepotisme-kepala-desa-pada-pelayanan-publik-studi-analisis-kepala-desa-purba-sinombah-kecamatan-silimakuta-kabupaten-simalungun.htmlDaftar Gambar Gambar 1 : Partisipasi dalam Pelayanan PublikEnd Match ................... Gambar 2 : Model Kesenjangan dari Kualitas Pelayanan..... Gambar 3 : Anatomi Urusan Pemerintah Daerah.................. Gambar 4 : Manfaat Hasil Evaluasi Mandiri (Self Assesment) dalam Rangka Pelaporan KD Gambar 5 : Penyelenggaraan Pemerintah Daerah ............... Gambar 6 : Perspektif Birokrasi ........................................... Gambar 7 : Langkah Penyusunan Standar Pelayanan ........ Gambar 8 : Wajah Pelayanan Publik di Beberapa Negara dan Indonesia ..................................................... Gambar 9 : Alur Pikir Reformasi Birokrasi ............................ Gambar10 : Reformasi Birokraasi ......................................... Gambar 11 : Korupsi di Indonesia ......................................... 12 15 26 28 59 73 106 169 218 240 246 x Daftar Isi Kata Pengantar (Dirktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang) ............ Kata Pengantar (Dirjen PUM Depdagri) ................................................................................... Pengantar Penulis Halaman Persembahan Begin Match to source 170 in source list: https://de.scribd.com/doc/131606550/1Daftar Tabel Daftar Gambar Daftar Isi BAB IEnd Match DESENTRALISASI OTONOMI DAERAH & LAYANAN PUBLIK ? Pelayanan Publik ..................................................................... ? Begin Match to source 166 in source list: https://id.123dok.com/document/qvrj4d0y-desentralisasi-dan-otonomi-daerah-di-ind-1.htmlDesentralisasi dan Otonomi Daerah ....................................... ? DesentralisasiEnd Match Layanan Publik dalam Begin Match to source 166 in source list: https://id.123dok.com/document/qvrj4d0y-desentralisasi-dan-otonomi-daerah-di-ind-1.htmlOtonomi DaerahEnd Match ......... ? Dinamika Begin Match to source 166 in source list: https://id.123dok.com/document/qvrj4d0y-desentralisasi-dan-otonomi-daerah-di-ind-1.htmldanEnd Match Problematika Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah ...................................................... ? Peranan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pelayanan Publik ...................................................................................... BAB II REFORMASI BIROKRASI DALAM MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK ? Peran Birokrasi ........................................................................ ? Peran Birokrasi dalam Penyelenggaraan Pelayanan Publik... ? Tantangan Birokrasi dalam Layanan Publik ........................... ? Pemberdayaan Masyarakat Dalam Penyelenggaraan Layanan Publik ....................................................................... ? Reinventing Government dan Optimalisasi Pelayanan Begin Match to source 172 in source list: https://vdocuments.site/metallerin-mobilizasyonu.htmli iii iii v Ix X xi 1End Match 18 36 44 57 65 72 77 82 86 xi BAB III KEBIJAKAN & STANDARISASI LAYANAN PUBLIK ? Kebijakan Layanan Publik ....................................................... 95 ? Standarisasi Layanan Publik ................................................... 101 ? Standar Pelayanan Publik di Daerah ...................................... 120 ? Masalah dan Realita Penyelenggaraan Layanan Publik ........ 127 ? Perubahan Peranan Pemerintahan Daerah Dalam Pelayanan Publik ....................................................................................... 134 BAB IV MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK DI BEBERAPA NEGARA ? Inggris dan Reformasi Sektor Publik ....................................... 142 ? Pengalaman Pemerintah Australia .......................................... 148 ? World Bank dan 10 Crazy ....................................................... 153 ? Pelayananan Publik di Jepang ................................................ 154 ? Pelayanan Publik di Selandia Baru ......................................... 160 ? Kanada dan PEMS .................................................................. 163 ? Pengalaman Negara Malaysia ................................................ 164 ? Pelajaran Penting Pelayanan Publik Bagi Indonesia .............. 166 BAB V TRANSFORMASI MODEL NEW GOVERNANCE DALAM MANAJEMEN LAYANAN PUBLIK ? Model New Governance ........................................................ 175 ? New Governance dalam Manajemen Layanan Publik 182 ? Aspek Etika Dalam Pelayanan Publik .................................... 188 xii BAB VI MEMBANGUN GOOD GOVERNANCE DALAM REFORMASI BIROKRASI LAYANAN PUBLIK ? Good Governance dan Layanan Publik ................................. 193 ? Peran Pemerintah Daerah & Alternatif Model Layanan Publik ..................................................................................... 201 ? Reformasi Birokrasi dan Good Governance………………….. 204 ? Pemberdayaan Masyarakat Madani Dan Percepatan Perwujudan Good Governance .............................................. 230 ? Reformasi Birokrasi dan Pemberantasan KKN 238 BAB VII PENUTUP ........................................................................ 249 Daftar Pustaka Profil Penulis xiii 1 BAB I Desentralisasi Otonomi Daerah dan Layanan Publik Pelayanan Publik D alam Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfkonteks Indonesia , penggunaan istilah pelayanan publikEnd Match (public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfservice) dianggap memiliki kesamaan arti dengan istilah pelayanan umum atau pelayanan masyarakat. Oleh karenanya ketiga istilah tersebut dipergunakan secara interchangeable, dan dianggap tidak memiliki perbedaan mendasar. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dinyatakan pengertian pelayanan. Pelayanan adalah suatu usaha untuk membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan orang lain. Sedangkan pengertian service dalam Oxford (2000) didefinisikan sebagai “a system that provides something that theEnd Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfneeds, organized byEnd Match the government Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfor a private company”. Oleh karenanya, pelayanan berfungsi sebagai sebuah sistem yang menyediakan apa yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sementara istilah publik, yang berasal dari bahasa InggrisEnd Match (public), Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfterdapat beberapa pengertian, yang memiliki variasi arti dalam bahasa Indonesia, yaitu umum, masyarakat, dan negara.End Match Public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfdalam pengertian umum atau masyarakat dapat kita temukan dalam istilahEnd Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfoffering (penawaran umum),End Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfownership (milik umum), danEnd Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfutility (perusahaan umum),End Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfrelations (hubungan masyarakat),End Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfservice (pelayanan masyarakat),End Match public Begin Match to source 28 in source list: http://repository.unmuhjember.ac.id/826/1/JURNAL.pdfinterest (kepentingan umum) dll.End MatchBegin Match to source 46 in source list: Insteng Lantemona, Ventje Ilat, Hendrik Manossoh. Sedangkan dalam pengertian negara salah satunya adalah public authorities (otoritas negara), public building (bangunan negara), public revenue (penerimaan negara) dan public sector (sektor negara). Dalam hal ini, pelayanan publik merujukkan istilah publik lebih dekat pada pengertian masyarakat atau umum. Namun demikian pengertian publik yang melekat pada pelayanan publik tidak sepenuhnya sama dan sebangun dengan pengertian masyarakat.End Match Nurcholish (2005: 178) memberikan pengertian publik sebagai sejumlah orang yang mempunyai kebersamaan berfikir, perasaan, harapan, sikap dan tindakan yang benar dan baik berdasarkan nilai- nilai norma yang mereka miliki. Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. Keputusan MenteriEnd Match Negara Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. Pendayagunaan Aparatur NegaraEnd Match (Meneg PAN) Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. NomorEnd Match 63 Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. /KEP/M.PAN/End Match 7/2003, memberikan pengertian pelayanan publik yaitu segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Selanjutnya dalam Oxford (2000) dijelaskan pengertian public service sebagai “a service such as transport or health care that a government or an official organization provides for people in general in a particular society”. Fungsi pelayanan publik adalah salah satu fungsi fundamental yang harus diemban Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. pemerintah baik diEnd Match tingkat Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. pusat maupun di daerah.End Match Fungsi ini juga diemban oleh BUMN/BUMD dalam memberikan dan menyediakan layanan jasa dan atau barang publik Dalam konsep pelayanan, dikenal dua jenis pelaku pelayanan, yaitu penyedia layanan dan penerima layanan. Penyedia layanan atau service provider (Barata, 2003: 11) adalah pihak yang dapat memberikan suatu layanan tertentu kepada konsumen, baik berupa layanan dalam bentuk penyediaan da penyerahan barang (goods) atau jasa-jasa (services). Penerima layanan atau service receiver adalah pelanggan (customer) atau konsumen (consumer) yang menerima layanan dari para penyedia layanan. Istilah publik Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfberasal dari bahasa InggrisEnd Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfyang berarti umum, masyarakat, atau negara. Yang mempunyai arti umum misalnyaEnd Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfof fering (penawaran umum),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfownership (milik umum),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfutility (perusahaan umum). Yang berarti masyarakat misalnyaEnd Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfrelation (hubungan masyarakat),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfservice (pelayanan masyarakat),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfopinion (pendapat masyarakat), danEnd Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfinterest (kepentingan masyarakat). Yang berarti negara misalnyaEnd Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfauthorities (otoritas negara),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfbuilding (gedung negara),End Match public Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfrevenue (penerimaan negara), danEnd Match public sector Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdf(sektor negara).End Match 2 Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfPelayanan publik berhubungan dengan pelayanan yang masuk kategori sektor publik, bukan sektor privat. Pelayanan tersebut dilakukan oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN/BUMD. Ketiga komponen yang menangani sektor publikEnd Match tersebut Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfmenyediakan pelayanan publik seperti kesehatan, pendidikan, keamanan dan ketertiban, bantuan sosial, dan penyiaranEnd Match (John wilson, 1993). Begin Match to source 32 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4116/13/BAB II.pdfDengan demikian yang dimaksud pelayanan publik adalah pelayanan yang diberikan oleh negara dan perusahaan milik negara kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan dasarnya dalam rangka menciptakan kesejahteraan masyarakat.End Match Adapun berdasarkan status keterlibatannya dengan pihak yang melayani terdapat 2 (dua) golongan pelanggan, yaitu: (a) pelanggan internal, yaitu orang-orang yang terlibat dalam proses penyediaan jasa atau proses produksi barang, sejak dari perencanaan, pencitaan jasa atau pembuatan barang, sampai dengan pemasaran barang, penjualan dan pengadministrasiannya. Dan (b) pelanggan eksternal, yaitu semua orang yang berada di luar organisasi yang menerima layanan penyerahan barang atau jasa. Pada prinsipnya pelayanan publik berbeda dengan pelayanan swasta. Namun demikian terdapat persamaan di antara keduanya, yaitu: 1. Keduanya berusaha memenuhi harapan pelanggan, dan mendapatkan kepercayaannya. 2. Kepercayaan pelanggan adalah jaminan atas kelangsungan hidup organisasi. Sementara karakteristik khusus dari pelayanan publik yang membedakannya dari pelayanan swasta adalah: 1. Sebagian besar layanan pemerintah berupa jasa, dan barang tak nyata. Misalnya perijinan, sertifikat, peraturan, informasi keamanan, ketertiban, kebersihan, transportasi dan lain sebagainya. 2. Selalu terkait dengan jenis pelayanan-pelayanan yang lain, dan membentuk sebuah jalinan sistem pelayanan yang bersaka regional, atau bahkan nasional. Contohnya dalam hal pelayanan transportasi, pelayanan bis kota akan bergabung dengan pelayanan mikrolet, bajaj, ojek, taksi dan kereta api untuk membentuk sistem pelayanan angkutan umum di Jakarta. 3. Pelanggan internal cukup menonjol, sebagai akibat dari tatanan organisasi pemerintah yang cenderung birokratis. Dalam dunia pelayanan berlaku prinsip utamakan pelanggan eksternal lebih dari pelanggan internal. Namun situasi nyata dalam hal hubungan antar lembaga pemerintahan sering memojokkan petugas pelayanan agar mendahulukan pelanggan internal. 4. Efisiensi dan efektivitas pelayanan akan meningkat seiring dengan peningkatan mutu pelayanan. Semakin tinggi mutu pelayanan bagi masyarakat, maka semakin tinggi pula kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Dengan demikian akan semakin tinggi pula peran serta masyarakat dalam kegiatan pelayanan. 5. Masyarakat secara keseluruhan diperlakukan sebagai pelanggan tak langsung, yang sangat berpengaruh kepada upaya-upaya pengembangan pelayanan. Desakan untuk memperbaiki pelayanan oleh polisi bukan dilakukan oleh hanya pelanggan langsung (mereka yang pernah mengalami gangguan keamanan saja), akan tetapi juga oleh seluruh lapisan masyarakat. 6. Tujuan akhir dari pelayanan publik adalah terciptanya tatanan kehidupan masyarakat yang berdaya untuk mengurus persoalannya masing-masing. Secara umum, pelayanan dapat berbentuk barang yang nyata (tangible), barang tidak nyata (intangible), dan juga dapat berupa jasa. Layanan barang tidak nyata dan jasa adalah jenis layanan yang identik. Jenis-jenis pelayanan ini memiliki perbedaan mendasar, misalnya bahwa pelayanan barang sangat mudah diamati dan dinilai kualitasnya, sedangkan pelayanan jasa relatif lebih sulit untuk dinilai. Walaupun demikian dalam prakteknya keduanya sulit untuk dipisahkan. Suatu pelayanan jasa biasanya diikuti dengan pelayanan barang, misalnya jasa pemasangan telepon berikut pesawat teleponnya, demikian pula sebaliknya pelayanan barang selalui diikuti dengan pelayanan jasanya. Namun demikian, secara garis besar, pelayanan dibedakan menjadi 2 (dua) jenis saja, yaitu barang dan jasa. Berikut ini adalah karakteristik pelayanan dari Gronroos (1990) yang menjelaskan perbedaan antara pelayanan barang dan jasa. Tabel 1 Perbedaan Karakteristik antara Barang & Jasa Barang Jasa Sesuatu yang berwujud Sesuatu yang tidak berwujud Satu jenis barang dapat berlaku untuk banyak orang (homogen) Satu bentuk pelayanan kepada seseorang belum tentu sesuai/sama dengan bentuk jasa pelayanan kepada orang lain (heterogen) Proses produksi dan istribusinya terpisah dengan proses konsumsi Proses produksi dan distribusi pelayanan berlangsung bersamaan pada saat dikonsumsi Berupa barang/benda Berupa proses/kegiatan Nilai utamanya dihasilkan di perusahaan Nilai utamanya dihasilkan dalam proses interaksi antara penjual dan pembeli. Pembeli pada umumnya tidak terlibat dalam proses produksi Pembeli terlibat dalam proses produksi Dapat disimpan sebagai persediaan Tidak dapat disimpan Dapat terjadi perpindahan kepemilikan Tidak ada perpindahan kepemilikan Sumber: Gronroos (1990) Lebih lanjut Savas (1987) mengelompokkan jenis-jenis barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dan individu ke dalam 4 (empat) kelompok berdasarkan konsep exclusion dan consumption dalam hal pengelolaan penyedian pelayanan publik. Ciri dari exclusion akan melekat pada barang/jasa Begin Match to source 46 in source list: Insteng Lantemona, Ventje Ilat, Hendrik Manossoh. jika pengguna potensialnya dapat ditolak menggunakannya kecualiEnd Match kalau yang bersangkutan Begin Match to source 46 in source list: Insteng Lantemona, Ventje Ilat, Hendrik Manossoh. dapat memenuhiEnd Match persyaratan-persyaratan Begin Match to source 46 in source list: Insteng Lantemona, Ventje Ilat, Hendrik Manossoh. yangEnd Match ditentukan penyedianya. Barang/jasa tersebut hanya dapat dipindah tangankan apabila terjadi kesepakatan antara pembeli dan pemasok. Sedangkan dari segi consumption adalah bahwa barang konsumsi merupakan barang atau jasa yang dapat dipergunakan secara bersama-sama atau kolektif oleh banyak orang tanpa ada pengurangan kualitas maupun kuantitasnya. Tabel 2 Pengelompokan Barang dan Jasa berdasarkan Ciri Dasar Exclusion dan Consumption Exclusion Konsumsi Individual Consumption Konsumsi Kolektif Mudah mencegah orang lain untuk ikut menikmati Barang privat Barang semi publik Sulit mencegah orang lain untuk ikut menikmati Barang semi privat Barang publik Sumber : Savas, (1987) Barang privat Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual dan tidak dapat diperoleh oleh si pemakai tanpa persetujuan pemasoknya. Bentuk persetujuan biasanya dilakukan dengan penetapan dan negosiasi harga tertentu, serta transaksi pembelian. Contoh: makanan, pakaian. Barang semi privat Barang dan jasa jenis ini dikonsumsi secara individual, namun sulit mencegah siapapun untuk memperolehnya meskipun mereka tidak mau membayar, atau biasa disebut juga sebagai barang semi privat. Contoh dari barang semi privat ini adalah pembelian radio ketika dinyatakan, si pemilik tidak dapat mencegah orang lain untuk tidak ikut mendengarkan. Barang semi publik Barang dan jasa jenis ini umumnya digunakan secara bersama- sama, namun si pengguna harus membayar dan mereka yang tidak dapat/mau membayar dapat dengan mudah dicegah dari kemungkinan menikmati barang tersebut. Semakin sulit atau mahal mencegah seseorang konsumen potensial dari pemanfaatan toll goods semakin serupa barang tersebut dangan ciri barang publik (Collective Goods). Atau biasa disebut juga dengan barang semi publik. Misal: Jalan Tol, Jembatan Timbang. Barang publik Begin Match to source 72 in source list: https://ribuanpengunjung.wordpress.com/2009/12/28/page/3/Barang dan jasa ini umumnya digunakan secara bersama-sama dan tidak mungkin mencegah siapapun untuk menggunakannya, sehinggaEnd Match masyarakat Begin Match to source 72 in source list: https://ribuanpengunjung.wordpress.com/2009/12/28/page/3/(pengguna) pada umumnya tidak bersedia membayar berapapun tanpa dipaksa untuk memperoleh barang ini. Misalnya jalan rayaEnd MatchBegin Match to source 80 in source list: http://www.diskusiakuntansi.com/2018/06/sistem-pengendalian-manajemen_26.htmldan taman. Dari keempat pengelompokan barang tersebut, penyediaan jenis barang privat dan semi privat,End Match dapat Begin Match to source 80 in source list: http://www.diskusiakuntansi.com/2018/06/sistem-pengendalian-manajemen_26.htmlmurni dilakukan oleh swasta. Sedangkan penyediaan barang semi publikEnd Match dapat Begin Match to source 80 in source list: http://www.diskusiakuntansi.com/2018/06/sistem-pengendalian-manajemen_26.htmldilakukanEnd Match baik Begin Match to source 80 in source list: http://www.diskusiakuntansi.com/2018/06/sistem-pengendalian-manajemen_26.htmloleh pemerintahEnd Match maupun Begin Match to source 80 in source list: http://www.diskusiakuntansi.com/2018/06/sistem-pengendalian-manajemen_26.htmlswasta.End Match Khusus untuk penyediaan jenis barang publik haruslah oleh pemerintah. Selanjutnya Nurcholis (2005: 180) secara rinci Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. membagi fungsi pelayanan publik ke dalam bidang-bidangEnd Match sebagai berikut: 1. Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Pendidikan.End Match 2. Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Kesehatan.End Match 3. Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Keagamaan.End Match 4. Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Lingkungan:End Match tata kota, kebersihan, sampah, penerangan. 5. Rekreasi: taman, teater, musium, turisme. 6. Sosial. 7. Perumahan. 8. Pemakaman/krematorium. 9. Registrasi penduduk: kelahiran, kematian. 10. Air minum. 11. Legalitas (hukum), seperti KTP, paspor, sertifikat, dll. Dalam Keputusan Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik, pengelompokan pelayanan publik secara garis besar adalah sebagai berikut: 1. Pelayanan Administratif 2. Pelayanan Barang 3. Pelayanan Jasa Dari berbagai jenis pengelolaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah tersebut, timbul beberapa persoalan dalam hal penyediaan pelayanan publik. Persoalan-persoalan tersebut diidentifikasi Wright (dalam LAN, 2003: 16) sebagai berikut: 1. Kelemahan yang berasal dari sulitnya menentukan atau mengukur output maupun kualitas dari pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. 2. Pelayanan yang diberikan pemerintah memiliki ketidakpastian tinggi dalam hal teknologi produksi sehingga hubungan antara output dan input tidak dapat ditentukan dengan jelas. 3. Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlPelayanan pemerintah tidak mengenal “bottom line” artinya seburuk apapun kinerjanya, pelayanan pemerintah tidak mengenal istilah bangkrut.End Match 4. Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlBerbeda dengan mekanisme pasar yang memiliki kelemahan dalam memecahkan masalah eksternalities, organisasi pelayanan pemerintah menghadapi masalah berupa internalities. Artinya, organisasi pemerintah sangat sulit mencegah pengaruh nilai-nilai dan kepentingan para birokrat dari kepentingan umum masyarakat yang seharusnya dilayaninya. Di sisi lain, sektor swasta berperan dalam hal penyediaan barang dan jasa yang bersifat privat. Situasi persaingan selalu timbul dalam penyelenggaraan penyediaan barang dan jasa oleh sektor swasta. Ada kalanya pemerintah juga menyediakan layanan barang privat. Untuk menghindari crowding out effect, dimana pemerintah lebih berperan sebagai kompetitor pemain pasar lainnya, perlu diatur secara jelas, mana barang dan jasa yang harus diserahkan ke swasta, mana yang dapat dikerjakan secara bersama-sama, danEnd Match mana ang Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlmurni dikerjakan oleh pemerintah.End Match Partisipsi Masyarakat dalam Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlPelayananEnd Match Publik Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlPelayanan publik adalah identik dengan representasi dari eksistensi birokrasi pemerintahan, karena berkenaan langsung dengan salah satu fungsi pemerintah yaitu memberikan pelayanan. Oleh karenanya sebuah kualitas pelayanan publik merupakan cerminan dari sebuah kualitas birokrasi pemerintah. Di masa lalu, paradigma pelayanan publik lebih memberi peran yang sangat besar kepada pemerintah sebagai sole provider. Peran pihak di luar pemerintah tidak pernah mendapat tempat atau termarjinalkan. Masyarakat dan dunia swasta hanya memiliki sedikit peran dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Pada tahun 1990-an terjadi reformasi di sektor publik. Hal ini terjadi karena terjadi kesalahan dalam memahami (mitos) upaya perbaikan kinerja pemerintah. Berkenaan dengan hal tersebut, Osborne & Plastrik (1996: 13) menjelaskan 5 mitosEnd Match di seputar Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlreformasi sektor publik, yaitu: 1. Mitos Liberal, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang lebih dan bekerja lebih banyak (spending more and doing more). Dalam kenyataannya, menganggarkan banyak uang kepada sistem yangEnd Match disfuingsional Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmltidak menghasilkan hasil yang signifikan. 2. Mitos Konservatif, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui pembelanjaan yang dikurangi dan bekerja lebih sedikit (spending less and doing less). Dalam kenyataannya, penghematan yang dilakukan pemerintah terhadap anggarannya tidak menolong kinerja pemerintah menjadi lebih baik. 3. Mitos Bisnis, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalu penyelenggaraanEnd Match pemeritahan Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlyang meniru teknik penyelenggaraan bisnis. Dalam kenyataannya, walaupun metafora bisnis dan teknik manajemen seringkali menolong, namun ada perbedaan kritis antara realitas sektor publik dan bisnis. 4. Mitos Pekerja, bahwa kinerja pegawai pemerintah dapat meningkat apabila mempunyai uang yang cukup. Dalam kenyataannya kita harus mengubah cara sumber daya dimanfaatkan jika kita ingin mengubah hasil. 5. Mitos Rakyat, bahwa pemerintah dapat diperbaiki melalui perekrutan sumber daya manusia yang lebih baik. Dalam kenyataannya, masalahnya bukan terletak pada sumber daya, akan tetapi sistemlah yang menjebak mereka. Oleh karenanya berkenaan dengan reformasi di sektor publik, salah satu prinsip penting yang merubah paradigma pelayanan publik adalah prinsip streering rather than rowing. Berkenaan dengan prinsip ini, pemerintah diharapkan untuk lebih berperan sebagai pengarah daripada sekedar pengayuh. Fungsi pengayuh bisa dilakukan secara lebih efisien oleh pihak lain yang profesional. Prinsip ini menjelaskan bahwa pemerintah tidak dapat secara terus menerus bekerja sendirian, dan harus mulai mengubah paradigma pelayanan agar tujuan dari penyelenggaraan pelayanan dapat tercapai lebih baik lagi. Masih banyak prinsip-prinsip yang dikenalkan dalam konsep ini, namun intinya adalah semuanya mengubah cara pandang kita terhadap cara kerja pemerintahan. Semangat entrepreneurial government ini lebih didasarkan pada pengalaman yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan di Amerika Serikat. Konsep lain yang sebenarnya telah lebih dulu eksis dan memiliki kemiripan dengannya adalah NewEnd Match Publik Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlManagement (NPM) yang dipelopori oleh Inggris dengan gerakan privatisasi pada masa kepemimpinan Margaret Thatcher. Pada masa Thatcher, privatisasi untuk pertama kalinya diselenggarakan terhadap perusahaan milik negara dengan tujuan untuk menyehatkan perusahaan negara. Gerakan ini menjadi tren di dunia manajemen BUMN. Banyak negara yang kemudian meniru pola privatisasi Inggris ini, termasuk juga New Zealand, dan menyebar ke seluruh dunia. Dengan paradigma baru di bidang pelayanan yang dilandasi oleh filosofi entrepreneurial government dan new public management inilah maka cara pandang tradisional terhadap peran pemerintah dalam menyelenggarakan pelayananEnd Match public Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlharuslah diubah. Osborne dan Plastrik (1996) menjelaskan 5 strategi penting untuk mewujudkannya, yaitu: 1. Strategi inti: menciptakan kejelasan tujuan 2. Strategi konsekuensi: menciptakan konsekuensi untuk kinerja 3. Strategi pelanggan: menempatkan pelanggan di posisi penentu 4. Strategi pengendalian: memindahkan pengendalian dari puncak dan pusat 5. Strategi budaya: menciptakan budaya wira usaha Dalam perspektif lain, secara umum pergeseran paradigma pelayanan adalah pergeseran dari birokrasi yang “dilayani” menjadi birokrasi yang “melayani”. Fungsi pelayanan yang diemban dan melekat pada birokrasi, tidak serta merta menempatkan warga masyarakat sebagai kelompok pasif. Dalam hal ini partisipasi masyarakat dalam pelayanan harus ditingkatkan, karena sejalan dengan misi pemberdayaan yang harus lebih diutamakan (empowering rather than serving). Pemberdayaan ini akan menuntun pada adanya peningkatan partisipasi warga masyarakat dalam pelayanan publik. Partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik dikenal dengan konsepEnd Match coproduction. Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlKonsep ini dikenal pertama kali dan dikembangkan sejak tahun 1980-an, ketika pakar administrasi publik dan politik urban membangun teori yang menjelaskan kegiatan kolektif dan peran kritis dari keterlibatan warga masyarakat dalam penyediaan pelayanan barang dan jasa. Pada dasarnya teori co- production mengkonseptualisasi pemberian layanan baik sebagai sebuah penataan maupun proses, di mana pemerintah dan masyarakat membagi tanggung jawabEnd Match (conjoint Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlresponsibility) dalam menyediakan pelayanan publik. Sehingga di sini kita tidak lagi membedakan warga masyarakat sebagai pelanggan tradisional dengan pemerintah sebagai penyedia layanan. Kedua pihak dapat bertindak sebagai bagian dari pemberi layanan. Secara singkat, teori co-production dalam pelayanan publik dapat dipahami dengan memahami konsep-konsep pelanggan dan produksi di sektor publik, yaitu consumer produser, regular producer dan co-production. Menurut Parks consumer producers adalah pihak yang berhubungan dengan produksi yang pada akhirnya akan mengkonsumsi akhir dari produk yang dibuatnya. Di sisi lain, regular producers adalah yang menyelenggarakan proses produksi, yang akan merubah output menjadi pembayaran, yang pada akhirnya akan membelanjakannya untuk barang dan jasa lainnya. Dalam hal ini co- production memerlukan kedua pihak berkontribusi input pada proses produksi untuk barang dan jasa tertentu. Dengan kata lain, dalam banyak pelayanan, proses produksi output dan outcome memerlukan partisipasi aktif dari penerima layanan barang dan jasa. Menurut Cooper sebagaimana dikutip oleh McLaverty (2002: 15) menjelaskan bahwa partisipasiEnd Match publik Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.html—terutama dalam proses pengambilan keputusan—adalah sarana untuk memenuhi hak dasar sebagai warga. Pada akhirnya tujuan dari partisipasi publik adalah untuk mendidik dan memberdayakan warga. Sedangkan menurut Marschall (2004: 231), tujuan dari partisipasi publik adalah pada dasarnya untuk mengkomunikasikan dan mempengaruhi proses pengambilan keputusan sebagaimana juga membantu dalam pelaksanaan pelayanan. Heller dalam Rich (1995: 660) menjelaskan dua bentuk dasar partisipasi, yaitu partisipasi akar rumput (grass-root participation) yang mengacu pada organisasi dan gerakan sosial yang didasarkan pada inisiatif warga yang memilih tujuan dan metoda mereka sendiri, dan partisipasi mandat pemerintah (government-mandated participation) yang melibatkan persyaratan hukum di mana akan ada kesempatan bagi masukan warga terhadap pengambilan keputusan (kebijakan) atau pelaksanaan sebuah lembaga. Secara sederhana Cooper (Lynch, 1983: 14-15) membedakan partisipasi ke dalam partisipasi tidak langsung (indirect participation) dan partisipasi langsung (direct participation). Partisipasi tidak langsung, misalnya, partisipasi dalam hal penyelenggaraan negara dengan memilih wakilnya untuk duduk di kursi parlemen. Sama halnya ketika menyuarakan pendapat untuk kepentingan penyelenggaraan pemerintah melalui media massa dan sebagainya. Sementara partisipasi langsung bias berupa keterlibatan secara langsung warga dalam penyelenggaraan pemerintah, seperti menjadi komisi penasihat, aktivitas dengar pendapat, keterlibatan diEnd Match kelompo-kkelompok Begin Match to source 1 in source list: http://alunalunkota.blogspot.com/2014/08/program-multiguna-pemerintah-kota.htmlkepentingan dan partisipasi dalam lembaga pemerintah yang menyelenggarakan kegiatan pemberian pelayanan umum. Oleh karenanya penyelenggaraan pelayanan umum haruslah mendapat dukungan partisipasi dari masyarakat. Konsep partisipasi masyarakat terhadap fungsi pelayanan yang diberikan pemerintah dapat berupa partisipasi dalam hal mentaati pemerintah, membangun kesadaran hukum, kepedulian terhadap peraturan yang berlaku, dan dapat juga berupa dukungan nyata dengan membantu secara langsung proses penyelenggaraan pelayanan umum.End Match Gambar berikut menjelaskan konsep dasar peran pemerintah sebagai penyedia layanan umum dan peran warga masyarakat sebagai pengguna atau penerima layanan sekaligus peran dalam membantu penyelenggaraan pelayanan publik (co-produser). Gambar 1 Partisipasi dalam Pelayanan Publik Services Government Co-producer Citizenry Participation Sumber: Suwarno, Yogi. (2005: 5) Dalam gambar di atas dikenal istilah co-produser, yang berarti penghasil jasa atau layanan. Co-produser ini adalah warga atau sebagian dari warga masyarakat yang terlibat dalam penyelenggaraan pemberian layanan umum, sebagai bentuk partisipasi. Ini berangkat dari konsep ko-produksi yang dijelaskan oleh Ostrom. Dalam definisinya Ostrom (1996: 86) menjelaskan bahwa “coproduction as the process hrough which inputs used to produce a good or service are contributed by individuals who are not “in” the same organization“ , yaitu bahwa co-production adalah proses di mana input yang digunakan untuk menghasilkan barang atau jasa diberikan oleh individu yang bukan berasal dari organisasi yang sama. Keterlibatan warga dalam memproduksi layanan yang seharusnya dilakukan oleh pemerintah adalah termasuk kegiatan koproduksi dalam pelayanan umum. Sejalan dengan itu, Bjur dan Siegel dalam Lynch (1983: 41) telah meneliti bahwa kegiatan co-produksi sebenarnya dapat dirancang untuk melayani berbagai jenis tujuan dari partisipasi warga. Hal ini menunjukkan hubungan yang kuat antara partisipasi warga dengan kegiatan pelayanan umum. Government co-producer Citizenry Service Participation Pentingnya peran aktif kedua belah pihak dalam menyelenggarakan pelayanan publik dapat dijelaskan dalam konteks partisipasi. Partisipasi publik berhubungan erat dengan kedua belah pihak; pemerintah dan masyarakat. Melalui sisi pemerintah, kita bisa melihat penerapan kebijakan dan pengunaan teknik-teknik manajemen dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat sekaligus dalam rangka penegakkan peraturan, sedangkan pada sisi masyarakat adalah keterlibatan dalam berdisiplin dan menaati aturan, serta dukungan langsung dalam proses pemberian pelayanan publik. Peran pada sisi pemerintah, penggunaan teknik-teknik manajerial dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dilakukan dengan cara menyiapkan dan memanfaatkan seluruh sumber daya organisasi yang dimiliki untuk mencapai tujuan. Sedangkan peran pada sisi masyarakat adalah partisipasi aktif baik dalam hal ketaatan, maupun dukungan langsung dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Kualitas Pelayanan Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Kualitas pelayanan telah menjadi salah satu isu penting dalam penyediaan layanan publik di Indonesia.End Match Kesan buruknya pelayanan publik selama ini selalu menjadi citra yang melekat pada institusi penyedia layanan di Indonesia. Selama ini pelayanan publik selalu identik dengan kelambanan, ketidakadilan, dan biaya tinggi. Belum lagi dalam hal etika pelayanan di mana perilaku aparat penyedia layanan yang tidak ekspresif dan mencerminkan jiwa pelayanan yang baik. Kualitas pelayanan sendiri didefinisikan Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlsebagai suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapanEnd Match (Goetsch & Davis, 2002). Oleh karenanya kualitas pelayanan berhubungan dengan pemenuhan harapan atau kebutuhan pelanggan. Penilaian terhadap kualitas pelayanan ini dapat dilihat dari beberapa sudut pandang yang berbeda (Evans & Lindsay, 1997), misalnya dari segi: 1. Product Based, di mana kualitas pelayanan didefinisikan sebagai suatu fungsi yang spesifik, dengan variabel pengukuran yang berbeda terhadap karakteristik produknya. 2. User Based, di mana kualitas pelayanan adalah tingkatan kesesuaian pelayanan dengan yang diinginkan oleh pelanggan. 3. Value Based, berhubungan dengan kegunaan atau kepuasan atas harga. kesenjangan yang berhubungan dengan harapan pelanggan, persepsi manajemen, kualitas pelayanan, penyediaan layanan, komunikasi eksternal, dan apa yang dirasakan oleh pelanggan. Secara mendetail, kesenjangan-kesenjangan tersebut dapat diidentifikasi pada gambar berikut ini: Gambar 2 Model Kesenjangan dari Kualitas Pelayanan Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Marketing Research Orientation UpwardEnd Match Communication Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Gap 1 Levels of Management Management Commitment to Service QualityEnd Match Reliability Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Goal Setting Gap 2End Match Responsiveness Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Task Standardization Perception of Feasibility GAP 5End Match Assurance Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31(Service Quality) Teamwork Employee-Job Fit Empathy Perceived Control Gap 3 Supervisory ControlEnd Match System Tangibles Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Role Conflict Role Ambiguity Horizontal CommunicationEnd Match Propensity to Overpromise Begin Match to source 59 in source list: Submitted to University of East London on 2013-08-31Gap 4 Propensity toEnd Match Overpromise Sumber: Begin Match to source 181 in source list: Submitted to University of Gloucestershire on 2010-06-07Delivering Quality Service, Zeithaml, et. al., (1990),End Match hal.131 Penjelasan terhadap kelima kesenjangan tersebut adalah sebagai berikut: 1. Kesenjangan antara harapan pelanggan (Expected Service) dengan persepsi manajemen (Management Perception of Customer Expectation). Hal ini terjadi disebabkan karena kurang dilakukannya survey akan kebutuhan pasar atau kurang dimanfaatkannya hasil penelitian secara tepat serta kurang terjadinya interaksi antara penyedia pelayanan dan pelanggan. Penyebab lainnya adalah kurang terjadinya komunikasi antara pihak manajemen dengan petugas penyedia pelayanan (customer contact personel), padahal dari merekalah paling banyak diperoleh informasi tentang hal-hal yang menjadi harapan pelanggan. Terakhir adalah faktor klasik dari terlalu banyaknya jenjang birokrasi dalam unit pelayanan juga merupakan salah satu faktor munculnya kesenjangan ini. 2. Kesenjangan antara persepsi manajemen (Management Perception of Customer Expectation) dengan spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality Specification). Kesenjangan ini terjadi ketika komitmen manajemen kurang dalam mewujudkan kualitas pelayanan, serta kurang tepatnya persepsi manajemen terhadap kualitas pelayanan yang diinginkan pelanggan, demikian pula dengan tidak adanya standarisasi dalam penyediaan pelayanan, dan tidak adanya penetapan tujuan yang jelas dalam penyediaan pelayanan. 3. Kesenjangan antara spesifikasi kualitas pelayanan (Service Quality Specification) dengan penyampaian pelayanan (Service Delivery). Kesenjangan ini terjadi karena muncul konflik peran dalam diri pegawai dalam hal keinginan untuk memenuhi harapan pelanggan dengan keinginan untuk memenuhi harapan pimpinan. Selain itu juga adalah teknoloi yang tidak sesuai dalam mendukung pelayanan, tidak ada evaluasi dan penghargaan, serta kurang kerjasama internal. 4. Kesenjangan antara komunikasi eksternal kepada pelanggan (External Communication to Customers) dengan proses penyampaian pelayanan (Service Delivery). Penyebab kesenjangan ini adalah tidak adanya komunikasi horizontal dalam organisasi. 5. Kesenjangan antara pelayanan yang diharapkan pelanggan (Expected Service) dengan pelayanan yang dirasakan oleh pelanggan (Percieved service). Kesenjangan kelima ini menunjukkan dan menggambarkan ukuran dari tingkat kepuasan masyarakat terjadap kinerja organisasi pelayanan. Berbeda dengan kesenjangan sebelumnya, kesenjagan kelima ini menitikberatkan pada sisi pelanggan. Desentralisasi dan Otonomi Daerah P enyelenggaraan otonomi daerah seperti Begin Match to source 165 in source list: https://pt.scribd.com/document/61813820/revisi3diamanatkan dalam Tap MPR RI No. XV/1998.End Match Terdapat beberapa hal penting dalam ketetapan ini antara lain berisi : • • Penyelenggaraan otonomi daerah merupakan pemberian kewenangan yang luas, nyata, bertanggung jawab dengan prinsip demokratisasi dan keadilan. Penyelenggaraan otonomi daerah dilakukan secara proporsional, yang diwujudkan dalam pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berkeadilan serta perimbangan keuangan pusat dan daerah; • Dari aspek penguatan keuangan daerah, otonomi daerah dilaksanakan dengan memperhatikan potensi daerah, luas daerah, kondisi geografis, jumlah penduduk dan tingkat pendapatan daerah. Sebagai tindak lanjut Tap MPR RI tersebut, telah dikeluarkanlah Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahEnd Match yang mengganti Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014UU No.End Match 5 Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014TahunEnd Match 1974. UU ini secara subtansial mengamanatkan kepada daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Basis otonomi daerah tersebut adalah daerah Kabupaten dan daerah Kota yang didasarkan pada azas desentralisasi, adapun daerah propinsi merupakan Begin Match to source 123 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12wakil pemerintah pusatEnd Match yang Begin Match to source 123 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12menyelenggarakan urusanEnd Match administrasi Begin Match to source 123 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12yangEnd Match dan Daerah. Di dalamnya Begin Match to source 123 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12disebutkan bahwa Perimbangan KeuanganEnd Match antara Pemerintahan Begin Match to source 123 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12Pusat dan DaerahEnd Match adalah suatu sistem pembiayaan pemerintahan dalam kerangka negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara Pemerintahan Pusat dan Daerah serta pemerataan antar daerah secara proporsional, demokratis, adil, dan transparan dengan memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah, sejalan dengan kewajiban dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan. Munculnya harapan akan adanya penyelenggaraan otonomi yang lebih baik tersebut juga didukung oleh adanya UU Begin Match to source 92 in source list: http://www.konstruksia.org/flip/2012121/files/res/other/search.txtNomor 25 tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antaraEnd Match Pemerintahan Begin Match to source 92 in source list: http://www.konstruksia.org/flip/2012121/files/res/other/search.txtPusatEnd Match Penerapan otonomi Begin Match to source 92 in source list: http://www.konstruksia.org/flip/2012121/files/res/other/search.txtdaerahEnd Match di Indonesia berbarengan dengan tantangan globalisasi yang sangat luas, dimana keduanya diperlukan bagi masyarakat untuk menyesuaikannya, karena keduanya membawa dampak dan konsekuensi. Namun dalam penerapan otonomi daerah juga terdapat beberapa kendala yang bisa menghambat, terutama secara kelembagaan. Diduga akan ada beberapa kendala kelembagaan di dalam pelaksanaan otonomi daerah (Anwar, 2000), misalnya : • Belum terdapat persepsi yang seragam tentang penerapan otonomi daerah, diantara instansi pusat maupun daerah. • Tingkat kemampuan daerah sebagian masih jauh dari yang diharapkan, yang terutama kemampuan keuangan daerah selama ini masih cenderung “tergantung” pada pemerintahan pusat. • Sumberdaya aparat pemerintah daerah dan masyarakat yang masih rendah yang belum sepenuhnya menunjang terlaksananya otonomi daerah. Apabila dilihat maksud yang ingin dicapai dengan otonomi daerah yaitu menggali potensi yang dimiliki daerah untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, maka LSM secara langsung mempunyai peranan yang besar dalam mendukung tercapainya tujuan otonomi daerah tersebut. Daerah-daerah yang sumber pendapatan asli daerahnya sangat rendah, sumberdaya alam masih belum terolah atau tidak potensial akan merasa pesimis melaksanakan otonomi daerah tersebut. Mereka membayangkan bantuan dana pembangunan yang selama ini diterima dari pusat dalam jumlah yang cukup besar akan mengalami penurunan cukup drastis. Proyek-proyek pembangunan yang sudah dirancang selama ini bakal akan diberlakukan di kabupaten dan kota, maka banyak Pemda yang merasa pesimis diberlakukan otonomi daerah dan merasa sulit, terutama mendapatkan APBD bagi kelangsungan pembangunan selanjutnya. Dampak Penerapan Otonomi Daerah (Ida, 2000) dapat diperkirakan akan meliputi setidaknya hal-hal sebagai berikut : • Eksistensi PEMDA tak mustahil akan berkembang menjadi raja-raja kecil, dengan berbagai kewenangannya, sementara masyarakat sendiri masih terbiasa dengan pola lama yang tak mau peduli dengan perilaku penyimpangan birokrasi. Memang dalam UU tentang PEMDA yang baru peran legislative (DPRD I dan II) terkesan demikian kuat dalam upaya melakukan kontrol terhadap eksekutif, namun bukan berarti secara otomatis akan menghilangkan tradisi KKN. Apalagi kemudian kalau sumberdaya manusia anggota legislatif nanti sampai terkalahkan oleh para birokrat yang sudah terbiasa dan terlatih, maka kemungkinan kontrol yang dilakukan akan sangat sulit. • Potensi sumberdaya alam dari setiap daerah yang berbeda akan berimplikasikan pada masalah pembiayaan yang bersumber dari pendapatan daerah. Para politisi di tingkat lokal sendiri, belum tentu mampu memikirkan masalah- masalah krusial seperti ini, kendati dalam otonomi daerah peran mereka sebenarnya sangat menentukan. • Operasionalisasi program pembangunan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, karena masih lemahnya daerah akan memudahkan pemerintahan pusat untuk melakukan tekanan-tekanan psikologis, sehingga akan terus memungkinkan berlangsungnya praktek pola birokrasi lama seperti adanya korupsi, kolusi, dan nepotisme. Diberlakukannya Otonomi Daerah, harus kita sadari bahwa bersamaan pula adanya desakan dari arus globalisasi bagi masyarakat, antara lain menimbulkan beberapa tantangan; pertama, berbagai produk akan menghadapi persaingan yang sengit dengan produk yang datang dari luar. Bagi semua hasil produksi termasuk dari pertanian, industri mikro dan keluarga tidak ada jalan lain kecuali meningkatkan daya saing produk. Dalam posisi SDM rendah kualitas dan teknologi yang tidak tepat, maka akan kalah bersaing. Kedua, arus globalisasi akan mengundang semakin terbukanya peluang investasi asing, sehingga perusahaan domestik harus bersaing dengan usaha asing di negerinya sendiri. Untuk itu diperlukan kebijakan pemerintah tentang perlunya penyertaan partner lokal , agar usaha domestik ikut maju. Ketiga, adanya arus globalisasi, maka berbagai bentuk perlindungan bagi sekelompok pelaku ekonomi, apapun alasannya tidak dibenarkan lagi. Dan keempat, adanya tekanan kompetisi akan menyebabkan pengusaha mencari peluang upah buruh semurah- murahnya. Untuk ini, maka pemerintah dalam melindungi warganya perlu menetapkan upah minimum sesuai harkat dan hajat hidup kemanusiaan. Dengan kata lain sebenarnya adanya globalisasi, kita tidak dapat mundur atau menghindarinya karena komitmen sudah diberikan. Masalahnya adalah bagaimana “tanda-tanda peringatan” harus diberikan/diketahui, agar masyarakat kita dapat ikut bisa menjadi pemain yang menang, dan bukan Kebijakan Otonomi Daerah di Indonesia tidak terlepas dari konsep desentraIisasi, yang diartikan sebagai mengembalikan administrasi yang terpusat (reversing the concentration of administration), dan memberikan kekuasaan pada pemerintah local (conferring powers of local government). Tidak ada satupun pemerintah dari suatu negara dengan wilayah yang luas dapat menentukan kebijaksanaan secara efektif ataupun dapat melaksanakan kebijaksanaan dan program-programnya secara efisien melalui sistem sentralisasi (Bowman & Hampton, 2007). Dari pandangan ini kita dapat melihat urgensi dari kebutuhan akan pelimpahan ataupun penyerahan sebagian kewenangan Pemerintah Pusat baik dalam konotasi politis maupun administratif kepada organisasi atau unit diluar Pemerintah Pusat itu sendiri. Apakah pelimpahan ini akan lebih menitik beratkan pada pilihan devolusi, dekonsentrasi, delegasi ataupun bahkan privatisasi, hal ini tergantung dari para pengambil keputusan politik di negara yang bersangkutan. Dari berbagai Begin Match to source 65 in source list: http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-I.pdfvariabel yang menentukan sistem pembentukanEnd Match Pemerintah Begin Match to source 65 in source list: http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-I.pdfDaerah, faktor area dan kewenangan merupakan salah satu unsur utama.End Match Suatu Begin Match to source 65 in source list: http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-I.pdfpembagian pemerintahan yang berdasarkan area baik untuk kepentingan demografis, politis, administratif, ekonomis, sejarah dan budaya selalu memerlukan adanya pendelegasian kewenangan (power).End Match Dibanyak Begin Match to source 65 in source list: http://abdulkadir.blog.uma.ac.id/wp-content/uploads/sites/362/2018/01/BAB-I.pdfnegaraEnd MatchBegin Match to source 88 in source list: https://pramudyarum.wordpress.com/2016/06/11/naskah-akademik-rancangan-peraturan-daerah-tentang-urusan-pemerintah-yang-menjadi-kewenangan-kabupaten-gresik/di dunia keempat bentuk tersebut diterapkan oleh Pemerintah, walaupun salah satu bentuk mungkin mendapatkan prioritas dibandingkan bentuk-bentuk lainnya (Rondinelli & Cheema, 1983).End Match Sering Begin Match to source 88 in source list: https://pramudyarum.wordpress.com/2016/06/11/naskah-akademik-rancangan-peraturan-daerah-tentang-urusan-pemerintah-yang-menjadi-kewenangan-kabupaten-gresik/secaraEnd Match umum timbul kerancuan dalam penggunaan istilah desentralisasi dengan istilah dekonsentrasi. Untuk itu pada tabel3 dibawah ini akan membantu untuk membedakan pemakaian istilah desentralisasi dan dekonsentrasi. Tabel 3 Perbedaan Begin Match to source 104 in source list: http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/928/mod_resource/content/1/BAB III Tipe Pemerintahan Lokal dan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia.docxistilah Desentralisasi, DekonsentrasiEnd Match Terms Begin Match to source 104 in source list: http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/928/mod_resource/content/1/BAB III Tipe Pemerintahan Lokal dan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia.docxassociated with: DeconcentrationEnd Match Decentrlisation Organising Begin Match to source 104 in source list: http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/928/mod_resource/content/1/BAB III Tipe Pemerintahan Lokal dan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia.docxPrinciple Deconcentration (FrenchEnd Match Writers) Decentralisation (French Writers) Deconcentration (UN Report) Devolution (UN Report) Bureaucratic Decentralisation Democratic Decentralisation Administrative Decentralisation Political Decentralisation Tructure in Field Administration Local Government which the principle Regional Administration Local Self Government dominates Prefectoral Administration Begin Match to source 104 in source list: http://fisip.ilearn.unand.ac.id/pluginfile.php/928/mod_resource/content/1/BAB III Tipe Pemerintahan Lokal dan Asas-Asas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah di Indonesia.docxMunicipal Administration Practice Delegation of Power Devolution of PowerEnd Match Sumber: Mawhood, 1983:3-4 Kekuasaaan negara dijalankan melalui berbagai lembaga untuk kepentingan masyarakat. Dengan demikian konsentrasi kekuasaan pada suatu badan atau lembaga terhindarkan dan menjadi berkurang. Bila disarikan dari pendapat BC Smith, 1985, secara universal dalam penyelenggaraan pemerintahan mengenal Begin Match to source 164 in source list: https://zombiedoc.com/perencanaan.html7 (tujuh) elemen dasarEnd Match dalam penyelenggaraan Begin Match to source 164 in source list: https://zombiedoc.com/perencanaan.htmlpemerintahan,End Match yaitu: Begin Match to source 164 in source list: https://zombiedoc.com/perencanaan.html1. Urusan pemerintahanEnd Match yang diberikan kepada daerah, di mana kewenangan tersebut merupakan isi otonomi yang menjadi dasar bagi daerah untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat. 2. Lembaga yang merupakan wadah atau organisasi untuk melaksanakan otonomi yang diberikan kepada daerah. 3. Personil yang mempunyai kecakapan untuk menjalankan otonomi yang menjadi kewenangan daerah. 4. Sumber-sumber keuangan untuk membiayai pelaksanaan otonomi daerah. 5. Unsur perwakilan yang merupakan perwujudan demokrasi dari wakil-wakil rakyat di daerah yang telah mendapatkan legitimisi melalui Pemilu sebagai unsur penyelenggaraan pemerintahan daerah. 6. Manajemen publik yang merupakan produk akhir penyelenggaraan pemerintahan daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang dilakukan secara efisien, efektif, dan akuntabel. 7. Pembinaan dan pengawasan dari Pemerintah berupa penetapan pedoman, arahan, supervisi, monitoring dan evaluasi dalam implementasi otonomi daerah. Desentralisasi dalam bentuk partisipasi dapat diterjemahkan secara luas sehingga meliputi desentralisasi secara politis, administratif, fungsional, maupun ekonomis. Desentralisasi secara ekonomis berarti terjadi pembentukan badan usaha milik daerah atau penyerahan sebagaian fungsi pemerintah daerah kepada usaha swasta. Sedangkan desentralisasi secara fungsional berarti pembentukan lembaga fungsional untuk menjalan urusan tertentu dari pemerintah daerah. Dalam kebijakan pemerintahan daerah di Indonesia, decentralization within cities diterjemahkan secara langsung dalam dua pengertian yakni desentralisasi secara administratif dan politik. Desentralisasi secara administrasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah diwujudkan dalam bentuk pemerintahan kelurahan. Pemerintahan kelurahan pada dasarnya dipilih dan dibentuk untuk memberikan layanan kepada masyarakat yang memiliki corak perkotaan. Nilai dasar yang hendak dikembangkan dalam penyelenggaraan pemerintah kelurahan adalah efisiensi struktural sehingga kebutuhan masyarakat perkotaan yang lebih bersifat majemuk, dinamis, individualistis lebih terpenuhi. Aparat pemerintah kelurahan seluruhnya diisi berdasarkan prosedur pengangkatan (selected officer) sehingga merupakan pejabat birokrasi dengan jalur karir yang terintegrasi dengan perangkat daerah lainnya. Secara umum, karena merupakan bagian integral dari pemerintah daerah maka akuntabilitas pemerintah kelurahan lebih kuat pada pemerintah daerah dibandingkan kepada masyarakat. Desentralisasi secara politis dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menyerahkan sebahagian urusan dan dana yang ada kepada pemerintah desa. Pemerintahan desa dipilih dan dibentuk dengan dasar melestarikan nilai-nilai tradisional yang sudah berkembang dalam corak masyarakat pedesaan. Corak masyarakat demikian bercirikan adanya iklim paguyuban, cenderung statis, dan cenderung homogen. Nilai dasar yang hendak dikembangkan dalam pemerintahan desa adalah partisipasi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Pejabat pemerintah desa diisi berdasarkan prosedur pemilihan (elected officer). Dengan demikian, masyarakat sejak awal telah terlibat secara langsung dalam menentukan pejabat pemerintahan desa. Pamong desa ini tidak memiliki jalur karir birokrasi yang terintegrasi dengan perangkat daerah lainnya. Karena dipilih oleh pejabat birokrasi dengan jalur karir yang terintegrasi dengan perangkat daerah lainnya. Secara umum, karena merupakan bagian integral dari pemerintah daerah maka akuntabilitas pemerintah kelurahan lebih kuat pada pemerintah daerah dibandingkan kepada masyarakat. Berdasarkan karakteristik pemerintahan desa sebagaimana dijelaskan di atas maka unit pemerintahan ini merupakan laboratorium yang tepat untuk menjalankan perspektif new public service. Posisi penting desa sebagai pengejawantahan pemerintahan lokal dalam demokratisasi administrasi publik didukung pula oleh Diana Conyers yang mengatakan bahwa tingkatan yang lebih tepat bagi partisipasi ideal adalah pada level komunitas desa. Pendapat ini dilatari alasan bahwa partisipasi membutuhkan batasan-batasan masyarakat dan keterjangkauan masyarakat terhadap proses partisipasi. Dengan mempertimbangkan bahwa tidak mudah menentukan batas-batas masyarakat dan bahwa tidak satupun komunitas yang sifatnya sederhana dan merupakan kesatuan yang homogen maka partisipasi masyarakat akan dapat berlangsung ideal justeru pada tingkatan pemerintahan desa. Dukungan penerapan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan pada level desa juga dikemukakan oleh Timothy D.,ada tiga pertimbangan mendasar mengapa hal ini terjadi. Pertama, penerapan secara lebih nyata subsidiarity principle, yakni prinsip yang menyatakan bahwa keputusan seharusnya dibuat pada level yang paling dekat dengan rakyat sepanjang ia masih layak dan tidak memerlukan koordinasi regional dan nasional. Kedua, pengutamaan capaian partisipasi yang efektif yang diyakini sebagai situasi partisipasi ketika warga memiliki peluang yang sama dan memadai untuk mengungkapkan keinginan mereka, mengajukan pertanyaan tentang agenda tertentu, dan mengartikulasikan alasan untuk mengesahkan suatu kebijakan. Ketiga, penguatan sistem demokrasi pada aras lokal merupakan basis utama bagi penguatan sistem demokrasi pada jenjang pemerintahan yang lebih tinggi sehingga sistem demokrasi suatu negara akan menjadi lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan mengacu pada pendapat Box, Conyers, dan Sisk, maka dapat dimengerti mengapa perspektif new public service mestinya dapat diterapkan secara lebih efektif pada pemerintahan desa dibandingkan tingkatan pemerintahan lainnya. Terlepas dari polemik yang ada dalam penerapan UU No. 32 tahun 2004 dan sejumlah masalah yang masih tersisa, secara mendasar kini pemerintahan desa dianggap jauh lebih demokratis dibandingkan pengaturan dalam UU No. 5 tahun 1979 karena adanya pengakuan terhadap keanekaragaman, partisipasi masyarakat, otonomi asli dan demokratisasi. Kondisi ini sebenarnya merupakan landasan yang kuat bagi penerapan perspektif baru administrasi publik, new public service. Karena partisipasi masyarakat yang ideal lebih dapat terlaksana pada komunitas yang lebih kecil maka sesuai dengan subsidiarity principle perspektif baru administrasi publik akan terlaksana dengan lebih baik pada pemerintahan desa. Jika penyelenggaraan pemerintahan desa dapat berlangsung secara partisipatif maka partisipasi masyarakat dalam tingkatan pemerintahan yang lebih tinggi dapat diharapkan dapat terjadi. Pelayanan publik Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. merupakan tugas dan fungsi utamaEnd Match pemerintah Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. daerah. Hal iniEnd Match berkaitan Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. dengan fungsiEnd Match dan tugas utama Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. pemerintahEnd Match secara umum, yaitu memberi pelayanan kepada masyarakat. Dengan pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat maka pemerintah akan dapat mewujudkan tujuan Negara yaitu menciptakan kesejahteraan masyarakat. Pelayanan kepada masyarakat tersebut terintegrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Pemberlakukan otonomi daerah yang dimulai sejak tahun 1999 nampaknya mendapatkan reaksi berbeda-beda dari satu daerah dengan daerah lainnya. Dalam pasal 18 (1) UU Begin Match to source 97 in source list: http://ptun-makassar.go.id/author/irvan-mawardi/No 32 tahun 2004 tentangEnd Match Otonomi Begin Match to source 97 in source list: http://ptun-makassar.go.id/author/irvan-mawardi/Daerah disebutkan bahwa,End Match Negara Kesatuan Republik Indonesia Begin Match to source 99 in source list: Rosdalina Bukido. dibagi atas daerah-daerahEnd Match provinsi Begin Match to source 99 in source list: Rosdalina Bukido. dan daerahEnd Match provinsi Begin Match to source 99 in source list: Rosdalina Bukido. dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiapEnd Match provinsi, Begin Match to source 99 in source list: Rosdalina Bukido. kabupaten, dan kota mempunyai pemerintahan daerah.End Match Pemerintah Daerah mempunyai kewenangan untuk Begin Match to source 97 in source list: http://ptun-makassar.go.id/author/irvan-mawardi/mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.End Match Anatomi urusan pemerintah daerah dapat digambarkan sebagai berikut: Gambar Begin Match to source 110 in source list: http://www.menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen-2/paparan/category/19-kedeputian-kelembagaan?download=2644:fgd-kebijakan-dan-implementasi-pembentukan-lembaga-lain-di-daerah-kepala-biro-organisasi-bangka-belitung-15-maret-2013 Anatomi UrusanEnd Match Pemerintah Daerah Begin Match to source 110 in source list: http://www.menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen-2/paparan/category/19-kedeputian-kelembagaan?download=2644:fgd-kebijakan-dan-implementasi-pembentukan-lembaga-lain-di-daerah-kepala-biro-organisasi-bangka-belitung-15-maret-201URUSAN PEMERINTAHAN ABSOLUTEnd Match CONCURRENT Begin Match to source 110 in source list: http://www.menpan.go.id/publikasi/unduh-dokumen-2/paparan/category/19-kedeputian-kelembagaan?download=2644:fgd-kebijakan-dan-implementasi-pembentukan-lembaga-lain-di-daerah-kepala-biro-organisasi-bangka-belitung-15-maret-201(Mutlak urusan Pusat) (Urusan bersama Pusat, Provinsi, dan Kab/Kota)End Match - Hankam Begin Match to source 76 in source list: https://docplayer.info/136306348-Pemerintah-pusat-dan-daerah.htmlPILIHAN/OPTIONALEnd Match - Moneter Begin Match to source 76 in source list: https://docplayer.info/136306348-Pemerintah-pusat-dan-daerah.html(Sektor Unggulan)End Match - Yustisi Begin Match to source 76 in source list: https://docplayer.info/136306348-Pemerintah-pusat-dan-daerah.htmlContoh: pertanian, industri, perdagangan,End Match - Politik Luar Negeri Begin Match to source 76 in source list: https://docplayer.info/136306348-Pemerintah-pusat-dan-daerah.htmlpariwisata, kelautan dsbEnd Match - Agama Begin Match to source 76 in source list: https://docplayer.info/136306348-Pemerintah-pusat-dan-daerah.htmlWAJIB/OBLIGATORY (Pelayanan Dasar) Contoh: kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, pekerjaan umum, dan perhubungan SPM (Standar Pelayanan Minimal) Sumber:End Match Kausar, 2007 Sayangnya, banyak orang hanya melihat sisi negatif dari pemberian otonomi daerah. Pertama, otonomi dianggap melahirkan raja-raja kecil di daerah yang cenderung menyalahgunakan kewenangannya yang dimiliki. Kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat tidak berhasil diturunkan sampai ke masyarakat pada tingkat bawah(grassroot level) melainkan telah dibajak oleh elit- elit lokal (elite capture). Kedua,otonomi daerah dianggap telah membiakkan benih- benih baru yang kemudian menghasilkan pelaku-pelaku korupsi baru. Selama masa pelaksanaan otonomi daerah banyak kasus korupsi yang melibatkan pejabat baik eksekutif maupun legislatif daerah. Ketiga, otonomi daerah dianggap telah menghidupkan kembali semangat primordialisme antar daerah. Dalam kenyataan, memang, beberapa daerah mempraktikkan seleksi pegawai ataupun promosi jabatan atas dasar ikatan kedaerahan. Sementara itu, sisi positif otonomi tidak mendapatkan perhatian yang memadai. Memang, sisi negatif di atas banyak terjadi dalam praktik otonomi daerah yang secara efektif berlaku sejak 2001. Akan tetapi, sisi negatif selama berlangsungnya otonomi di tahap awal, semestinya harus dipahami sebagai fenomena transisi dan sebagai gejala yang wajar terjadi di negara manapun. Sebaliknya, hanya sedikit orang yang menyoroti aspek-aspek positif yang muncul bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah itu sendiri. Beberapa daerah dengan kewenangan yang ada telah melakukan banyak inovasi dengan menciptakan peraturan-peraturan daerah yang diharapkan bisa memperbaiki pelayanan publik. Karena itu, tulisan ini akan menyoroti beberapa aspek positif dari pemberlakuan otonomi daerah, terutama dari sisi peningkatan inovasi oleh pemerintah daerah dalam memberikan pelayanan publik yang mendorong iklim berinvestasi lebih baik. Gambar 4 MANFAAT HASIL EVALUASI MANDIRI (SELF ASSESMENT) DALAM RANGKA PELAPORAN KDH LPPD PEMERINTAH DESENTRALISASI • URUSAN WAJIB • URUSAN PILIHAN TUGAS PEMBANTUAN • URUSAN PUSAT • URUSAN PROPINSI • URUSAN KAB/KOTA URUSAN PEMERINTAHAN UMUM IPPD MASYARAKAT DESENTRALISASI FP UPU LKPJ DPRD DESENTRALISASI • 28 URUSAN WAJIB • 8 URUSAN PILIHAN PROGRAM KEGIATAN PEMBIAYAAN LAPORAN SEKTOR /URUSAN DEP/LPND • PENDIDIKAN • KESEHATAN • DSTNYA LAKIP/INPRES 7/99 LAPORAN KEUANGAN DAN KINERJA PP NO 8/05 LAPORAN PERENCANAAN PP NO 39/06 LAPORAN LAINNYA Sumber: Depdagri, 2008 Quo Vadis Otonomi Daerah Hakikat dan spirit otonomi daerah sesuai dengan UU No.32 Tahun 2004 dan adalah distribusi dan pembangunan kewenangan berdasarkan asas desentralisasi, dekosentralisasi, dan perbantuan pada strata pemerintahan guna mendorong prakarsa lokal dalam membangun kemandirian daerah dalam wadah NKRI. Regulasi UU No.32 Tahun 2004 merupakan manisfestasi dari aktualisasi spirit otonomi daerah yang bermuatan political sharing, financial sharing, dan empowering dalam mengembangkan kapasitas daerah (capacity building), peningkatan SDM dan partisipasi masyarakat. Implementasi kebijakan otonomi secara efektif dilaksanakan di Indonesia Begin Match to source 18 in source list: https://koepoe2biroe.blogspot.com/2013/01/desentralisasi-dalam-kerangka-otonomi.htmlmemberikan proses pembelajaran berharga, terutama esensinya dalam kehidupan membangun demokrasi, kebersamaan, keadilan, pemerataan, dan keanekaragaman daerah dalam kesatuan melalui dorongan pemerintah untuk tumbuh dan berkembangnya prakarsa awal (daerah dan masyarakatnya) menuju kesejahteraan masyarakat. Prinsip dasar otonomi daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah secara konsepsional adalah: pendelegasian kewenangan (delegation of autority), pembagian pendapatan (income sharing), kekuasaan (dicreation), keanekaragaman dalam kesatuan (uniformity in unitry), kemandirian lokal , pengembangan kapasitas daerah (capacity building). Implementasi otonomi daerah memberi dampak positif dan negatif dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah. Dampak positif yang menonjol adalah tumbuh dan berkembangnya prakarsa daerah menuju kemandirian daerah dalam membangun. Dampak negatifnya yang paling mengemuka timbulnya friksi pusat-daerah dan antar daerah, terutama dalam pengelolaan sumberdaya alam, kewenangan dan kelembagaan daerah. Salah satu penyebabnya bersumber dari harmonisasi kebijaksanaaan dengan kebijaksanaan otonomi daerah, misalnya peraturan pertanahan, tata ruang, penanaman modal, perdagangan, perikanan dan kelautan, jalan, UMKMK, Perda yang counter productive, dan sebagainya. Akibatnya ketergantungan daerah terhadap Pemerintah Pusat sangat tinggi yang mengakibatkan kreativitas masyarakat lokal berserta seluruh perangkat daerah dan kota menjadi tak terbedayakan sedangkan kebijakan yang represif telah membunuh secara dini aspirasi daerah untuk menuntut keadilan atas kekayaan alam yang dimililiknya. Pemerintah Pusat yang telah mengalami kesulitan sumber dana agaknya juga sangat kewalahan menghadapi persoalan dan gejolak yang terjadi di aras lokal. Berarti selama lebih dari 52 tahun Merdeka, Indonesia gagal melakukan konsolidasi dan persatuan daerah yang adil dan merata. Mungkin saja, karena mempertahankan kekuasaan sebuah rezim lebih diutamakan bahkan cenderung berlebihan sehingga urusan daerah bukan demi kemandirian tetapi justru dalam format mempertahankan kekuasaan,End Match dalam Otonomi Daerah posisi Gubernur secara politis memang terpinggirkan. Ini disebabkan karena unit pelaksana Otonomi Daerah berada pada tingkat kabupaten dan kota. Undang-undang tidak mengatur secara hierarkis antara gubernur dan bupati/walikota. Jadi Gubernur tidak lagi menjadi atasan walikota atau bupati. Dengan sendirinya kekuasaan mereka hanya terbatas pada kekuasaan administratif. Persoalan yang sangat mendasar adalah implementasi yang tidak teratur karena memang dibiarkan seperti itu. Ketidakteraturan tersebut salah satunya dikarenakan lemahnya kepemimpinan. Dalam menghadapi perubahan tersebut, agar dapat adaptif dengan perkembangan zaman diperlukan : • Sumber daya Aparatur Pemerintah Daerah yang mempunyai orientasi baru sesuai dengan tuntutan global. • Kepemimpinan yang memberikan keteladanan. • Peningkatan kemampuan birokrasi pemerintah daerah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya dalm menciptakan lapangan kerja dan menyediakan pendidikan yang murah dan berkualitas. Kebijakan otonomi daerah diharapkan mampu memelihara integrasi nasional dan keutuhan bangsa Indonesia. Dengan otonomi daerah dapat mewujudkan hubungan kekuasaan menjadi lebih adil, proses demokrasi di daerah berjalan baik dan adanya peningkatan kesejahteraan di daerah. Daerah memiliki kepercayaan lepada pemerintah pusat yang akhirnya dapat memperlancar pembangunan bangsa melalui keutuhan nasional. Implementasi kebijakan otonomi daerah berimplikasi pada pembangunan daerah. Pembangunan daerah diharapkan "terwujudnya kemandirian daerah dalam pengelolaan pembangunan secara serasi, profesional, dan berkelanjutan". Dalam konteks tersebut pembangunan daerah yang dilakukan pemerintah pada daerah dalam rangka reposisi paradigma baru pembangunan daerah yang berbasis kewilayahan, kemitraan pembangunan, lingkungan hidup, serta penerapan good governance dengan strategi sebagai berikut : • Mendorong dan memfasilitasi koordinasi perencanaan pembangunan daerah. • Mengembangkan kapasitas kelembagaan pembangunan daerah. • Mendorong terciptanya keselarasan dan keserasian pembangunan daerah. • Mendorong dan memfasilitasi pengembangan/ pendayagunaan potensi daerah. • Mengembangkan fasilitasi penataan dan pengelolaan lingkungan hidup. • Mengembangkan iklim yang kondusif bagi pengembangan investasi dan usaha daerah. • Mengembangkan SDM aparatur pengelola pembangunan daerah yang profesional dalam pelayanan pembangunan di daerah. Pembangunan daerah merupakan salah satu tujuan dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah yang berbasis kewilayahan dan lingkungan serta berkelanjutan. Tjahya Supriatna (2002) bahwa pembangunan ekonomi daerah didasarkan pada pengembangan potensi daerah (manusia, alam, dan lingkungan hidup) dalam koridor ekonomi kerakyatan dengan prinsip (productivity, effciency, redistribution income, realocate economic, economic advantage and errvironmental sustainable). Arah kebijakan pembangunan ekonomi daerah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah melalui : • Kebijakan daerah untuk menumbuhkan pelaku ekonomi (sektor pemerintah, swasta dan masyarakat), arus perdagangan dan investasi daerah. • Menciptakan dan memperluas kerjasama antardaerah, daerah dengan pusat, dan daerah dengan LN di bidang ekonomi, yang didukung dengan perangkat hukum. • Menggali dan memanfaatkan potensi dan keunggulan ekonomi daerah. • Meningkatkan kegiatan ekonomi dan industrialiasi perdesaaan dengan agrobisnis berbasis agraris dan maritim. • Pengembangan kawasan ekonomi dan daerah perbatasan berdasarkan pengelolaaan potensi sumber daya ekonomi dan lingkungan hidupnya. Berdasarkan pelaksanaan UU No. 5 tahun 1974 yang sesungguhnya punya semangat yang sama dengan UU No. 32/2004, yakni memberi "otonomi yang nyata dan bertanggung jawab." Hanya saja dalam prakteknya pemerintah Pusat tidak mampu menjalankan amanat undang-undang itu karena unsur-unsur kepentingan di Daerah khususnya menyangkut jaminan dan kemampuan daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri, tidak diberikan secara adil dan merata, baik kemampuan sumber daya manusia maupun sumber pembiayaan. Dalam hal ini Pemerintah Pusat cenderung setengah hati dalam memberikan kewenangan kepada Daerah secara penuh, karena Daerah harvs secara nyata menjalankan kewajiban dengan segala resikonya daripada memberi hak-hak yang penuh kepada Daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan yang nyata dan bertanggung jawab. Sehingga tampak jelas bahwa pengalihan tugas dan tanggung jawab kepada daerah bukanlah soal yang mudah karena mempunyai implikasi yang besar terhadap berbagai persoalan daerah yang selama ini masih mengandalkan ketergantungan yang besar terhadap pusat, seperti subsidi dan pengelolaan sumber-sumber pendapatan nasional dan proyekproyek nasional di daerah, seperti pertambangan, perkebunan, pelabuhan dan lain-lain. Dengan adanya globalisasi, teknologi, dan perubahan sosial mengakibatkan dampak yang besar terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Karena perubahan-perubahan inilah maka kebijakan pemerintah daerah haruslah mempunyai Standar Pertanggungjawaban (Accountability) yang tinggi dan dapat diandalkan. Implikasinya jelas, Pemerintah Daerah harus memberikan pelayanan yang lebih efektif dan Cost effisien dalam keterbatasan anggaran yang ada. Semua ini sangat tergantung kepada kemampuan aparat Pemerintah daerah dalam berpikir, bersikap, bertindak kreatif dan inovatif dalam memanfaatkan peluang-peluang serta mengatasi tantangan dalam perubahan yang begitu cepat. Dalam menghadapi tantangan tersebut itulah diperlukan sisi yang tepat tentang pemahaman dan pengelolaan manajemen pemerintahan. Namun demikian harus disadari bahwa upaya melakukan perbaikan dalam penyelenggaraan manajemen pemerintahan tidak semudah yang diperkirakan, karena akan menghadapi berbagai tantangan dan resistensi berbagai pihak baik dari dalam maupun dari luar yang merasa akan dirugikan atas adanya perubahan tersebut. Bagi para pelaku baik di sektor publik maupun di sektor swasta perubahan dimaksud pada intinya mencakup aspek-aspek :strategi (Strategic), sistem (System), kemampuan (Abiliry), personil (staft gaya kepemimpinan (sryle), rekatan nilai budaya (Shared Value). Perubahan dalam penyelenggaran Birokrasi pemerintah Daerah harus mengacu: • Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu mengarahkan dalam mengupayakan terwujudnya potensi dan inisiatif masyarakat dalam mengatasi permasalahan atau tuntutan kebutuhannya . • Birokrasi Pemerintah Daerah harus mampu bersaing dalam memberikan pelayanan (Delivery of Services) dengan menumbuhkan efisiensi, inovasi dan motivasi secara prestasi. • Birokrasi Pemerintah Daerah harus mengupayakan bagaimana menjelaskan kehendak atau keinginan pemerintahan kepada masyarakat daripada mengatur masyarakat untuk tidak berbuat hal-hal yang tidak diinginkan oleh pemerintah • Penyclenggaraan pemerintahan yang berorientasi kepada dampak hasil (outcome) bukan atas bahan masukan (input) yang diperlukan. • Penyelenggara pemerintahan yang berorientasi pada upaya memenuhi kcbutuhan masyarakat bukan kepada kepentingan dan data prosedur birokrasi pemerintahan. • Penvelenggaraan pemerintahan harus memiliki wawasan dan pandangan kewirausahaan. • Penyelenggaraan pemerintahan lebih memanfaatkan dan berorientasi kepada kekuatan mekanisme pasar dalam upaya mengarahkan (fasilitatif) prakarsa dan gerak perubahan masyarakat. Tujuan utama Otonomi Daerah adalah tercapainya penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dengan landasan demokrasi yang menitikberatkan pada peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan serta memperhatikan keanekaragaman asset sosial, ekonomi, budaya di aras lokal. Demokrasi partisipatoris menjadi impian Otonomi Daerah karena lebih banyak bertumpu pada kekuatan rakyat, namun di sisi lain masyarakat. Namun, Otonomi Daerah menyisakan banyak masalah karena belum tuntasnya peraturan pemerintah tentang petunjuk pelaksanaan dan implementasi yang cepat dan tepat. Penyelenggaraan kebijakan Otonomi Daerah oleh Pemerintah Pusat cenderung tidak dianggap sebagai amanat konstitusi sehingga proses desentralisasi menjadi tersumbat. Otonomi Daerah memberikan keleluasaan dan kewenangan yang besar kepada daerah untuk memberdayakan daerah sehingga akan menimbulkan disintegrasi akibat terkotak- kotaknya daerah tanpa adanya kontrol dari Pusat. Penyelenggaraan Otonomi Daerah dilaksanakan dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keanekaragaman daerah. Dengan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab yang tetap terjaminnya hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah serta antar-Daerah. Dengan Otonomi Daerah harus lebih meningkatkan kemandirian daerah otonom dan karena itu daerah kabupaten maupun kota tidak lagi menjadi wilayah administrasi. Otonomi Daerah diarahkan untuk lebih meningkatkan peranan dan fungsi DPRD, baik sebagai sebagai fungsi legislatif, fungsi kontrol maupun anggaran atas penyelenggaraan pemerintah daerah. Dengan demikian setiap daerah kabupaten dan kota berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Selain itu juga agar tetap terjamin hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta secara horisontal antar daerah satu dengan daerah yang lain. Otonomi Daerah menjadi sebuah pengalihan sebagian tugas dan wewenang dari Pusat ke Daerah. Maka daerah, kabupaten dan kota, lahir otoritas atau wewenang dan fungsi-fungsi baru bagi daerah, yang sering dikatakan memunculkan "kerajaankerajaan kecil" di aras lokal. "Kerajaan-kerajaan" ini akan melahirkan "raja-raja" kecil dengan otoritas dan kekuasaan yang luas. Orang cenderung mengkhawatirkan adanya pengalihan tugas dan wewenang ini juga berpindahnya kebiasaan yang menyertai kekuasaan seperti korupsi, kolusi dan nepotisme ke arah lokal. Kesenjangan antar daerah yang secara sosial-budaya sesungguhnya terintegrasi secara historis bisa jadi tercerai berai karena diberlakukannya sistem pemerintahan otonom yang bertumpu pada daerah kabupaten atau kota. Artinya, di arah lokal akan terkotak-kotak dalam susunan yang sangat kecil (kota dan kabupaten) maka nyata mereka tidak saja secara admistratif dan manajemen terpisah, tetapi secara politik dan ekonomi juga membuka tingkat persaingan dan perebutan asset wilayah luar biasa di masa depan. Pada hal sebelumnya daerah itu terintegrasi secara komprehensif. Otonomi Daerah diarahkan untuk memperbesar tingkat partisipasi rakyat dalam pengambilan keputusan negara. Di alam modernisasi, partisipasi rakyat memang sering menimbulkan atau memperbesar tingkat intensitas konflik-konflik komunal. Sehingga, perubahan sosial lebih banyak merupakan reinkarnasi dari solidaritas komunal daripada integrasi kelompok-kelompok yang saling berbeda. Perasaan primordial pada arah lokal dalam era Otonomi Daerah juga akan semakin bertambah kuat, apalagi sebagian besar masyarakat belum menghayati pola-pola sosialisasi modem dan perubahan- perubahan yang menyertainya. Otonomi Daerah sering dipahami sebagai bagian politik pusat untuk menguasai daerah. Maka tidak mengherankan sebagian daerah yang lain justru menerjemahkan Otonomi Daerah dengan kemerdekaan. Otonomi Daerah secara teoritis dipandang sebagai upaya mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan politik antara Pusat dan Daerah, untuk mengintegrasikan nilai dalam masyarakat yang sedang berkembang, baik melalui strategi yang menekankan pentingnya konsensus dan memusatkan perhatian pada usaha menciptakan keseragaman semaksimal mungkin maupun menekankan interaksi antara kepentingan-kepentingan kelompok dengan kepentingan daerah. Otonomi Daerah selain optimis juga harus disikapi dengan hati-hati karena berbagai hambatan baik pada tingkat penyelenggara negara maupun pada tingkat masyarakat bawah masih perlu sarana untuk memperlancar arus informasi dan dialog sehingga tercipta pola komunikasi politik yang mampu membangun sebuah partnership yang mendorong daerah untuk mandiri. Desentralisasi Layananan Publik dalam Otonomi Daerah S ejak Undang-ungdang Nomor Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.html22 tahun 1999End Match yang kemudian Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmldirevisiEnd Match melalui Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlUU No 32 Tahun 2004End Match diterapkan, telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah: semula menganut model efisiensi struktural, kini mengarah ke model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam organisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya penerapan desentralisasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi. Adapun partisipasi dan kemandirian,berkaitan dengan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan atas prakarsa sendiri, yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Hoessein (2001:5). Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi dapat pula disebut otonomisasi, otonomi daerah diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah atau pemerintah daerah. Mengacu pada pengertian dasar tersebut di atas, buku ini akan mengkaji variasi cakupan pelayanan publik yang diterapkan di Indonesia. Variasi pelayanan publik itu merupakan cerminan kemandirian masyarakat di daerah, dalam upaya mendapatkan jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraan. Pelayanan publik yang berkualitas adalah salah satu pilar untuk menunjukkan terjadinya perubahan penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Di samping itu, secara teknis belum banyak pakar yang secara khusus meneliti fenomena ini secara komprehensif, dalam telaahan kritis tentang otonomi daerah sebagai penjelmaan otonomi masyarakat. Adapun penerapan model efisiensi struktural selama ini telah membawa dampak tertentu, yakni berbagai pelayanan di sektor publik menjadi tidak berkualitas. Ada kecenderungan pemerintah pusat enggan menyerahkan kewenangan lebih besar kepada daerah otonom, sehingga pelayanan publik tidak efektif, tidak efisien dan tidak ekonomis. Lebih dari itu, pelayanan publik cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsifitas, dan tidak representatif. Dalam konteks era desentralisasi ini, Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfpelayanan publikEnd Match seharusnya Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfmenjadi lebih responsif terhadap kepentingan publik. Paradigma pelayanan publikEnd Match berkembang Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfdari pelayanan yang sifatnya sentralistik ke pelayanan yang lebih memberikan fokus pada pengelolaan yang berorientasi kepuasan pelanggan (customer-driven government) dengan ciri-ciri: a) Lebih memfokuskan diri pada fungsi pengaturan melalui berbagai kebijakan yang memfasilitasi berkembangnya kondisi kondusif bagi kegiatan pelayanan kepada masyarakat b) Lebih memfokuskan diri pada pemberdayaan masyarakat sehingga masyarakat mempunyai rasa memiliki yang tinggi terhadap fasilitas-fasilitas pelayanan yang telah dibangun bersama c) Menerapkan sistem kompetisi dalam hal penyediaan pelayanan publik tertentu sehingga masyarakat memperoleh pelayanan yang berkualitas d) Terfokus pada pencapaian visi, misi, tujuan dan sasaran yang berorientasi pada hasil (outcomes) sesuai dengan masukan yang digunakan e) Lebih mengutamakan apa yang diinginkan oleh masyarakat f)End Match Pada hal tertentu pemerintah juga berperan untuk memperoleh Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfpendapat dari masyarakatEnd Match dari Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfpelayanan yangEnd Match dilaksanakan Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfg) Lebih mengutamakan antisipasi terhadap permasalahan pelayanan h) Lebih mengutamakan desetralisasi dalam pelaksanaan pelayanan i) Menerapkan sistem pasar dalam memberikan pelayanan.End Match Namun dilain pihak, pelayanan publik juga memiliki beberapa sifat antara lain: (1) memiliki dasar hukum yang jelas dalam penyelenggaraannya, (2) memiliki wide stakeholders, (3) memiliki tujuan sosial, (4) dituntut untuk akuntabel kepada publik, (5) memiliki complex and debated performance indicators, serta (6) seringkali menjadi sasaran isu politik. Begin Match to source 29 in source list: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131344-T+27645-Pengaruh+pengeluaran-Tinjauan+literatur.pdfDalam rangka menciptakan sistem pemerintahan yang efektif dan efisien, baik dinegara maju maupun di negara berkembang, desentralisasi telah menjadi isu yang semakin hangat dan berkembang. Di Indonesia, meskipun lambat, telah terjadi perkembangan yang semakin baik dalam penerapan desentralisasi.End MatchBegin Match to source 36 in source list: https://jalimerah.wordpress.com/2013/01/04/desentralisasi-dan-pelayanan-publik/Sistem pemerintahan yang terdesentralisasi menjadi sebuah pilihan yang lebih baik dibandingkan pemerintahan sentralisasi, ini dikarenakan dalam sistem pemerintahan yang tersentralisasi seluruh keputusan dibuat oleh pemerintah pusat. Keputusan yang diambil oleh pemerintah pusat ini seringkali tidak sesuai dan kurang sensitif terhadap kebutuhan dan preferensi masyarakat, yang dikarenakan adanya jarak antara pemerintah pusat dengan masyarakat sebagai pihak terakhir yang menerima dan menikmati barang dan jasa yang disediakan oleh pemerintah. Selain itu, pemerintah pusat sering hanya menyediakan pelayanan standar untuk seluruh seluruh wilayah nasional. Akhirnya, pemerintah yang tersentralisasi akan berakibat pada timbulnya situasi dimana pemerintah pusat tidak dapat menyediakan pelayanan publik yang benar-benar sesuai dengan preferensi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan.End Match Salah satu sasaran pokok dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk “mendekatkan” pemerintah dengan masyarakat, Begin Match to source 39 in source list: https://www.kompasiana.com/alexandersirait/551b61348133111e159de5ed/desentsehingga pemerintah diharapkan mampu memahami betul apa yang menjadi preferensi dan kebutuhan masyarakatnya. MawardiEnd MatchBegin Match to source 29 in source list: http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/131344-T+27645-Pengaruh+pengeluaran-Tinjauan+literatur.pdf(2002) juga menyatakan bahwa dengan pelaksanaan desentralisasi juga diharapkan dapat mendekatkan pelayanan pemerintah kepada masyarakat, antara lain melalui pemotongan jalur birokrasi pelayanan, sehingga masyarakat dapat lebih mudah mengakses pelayanan pemerintah, terutama pelayanan pemerintah lokal (pemda). Akan tetapi perbaikan pelayanan tersebut akan semakin baik apabila didukung oleh sistem pemerintahan yang demokratis, terbuka, akuntabel dan memberi ruang partisipasi yang luas bagi masyarakat. Penerapan desentralisasi di Indonesia hingga satu dekade terakhir ini mendorong peningkatan pengeluaran sektor publik sebagai bentuk perwujudan pendelegasian akibat penerapan desentralisasi. Peningkatan pengeluaran sektor publik ini didorong oleh penerapan desentralisasi di Indonesia yang lebih menggunakan pendekatan pengeluaran,End MatchBegin Match to source 39 in source list: https://www.kompasiana.com/alexandersirait/551b61348133111e159de5ed/desentyang dibiayai dana perimbangan.End Match (Sukowati Praptining, 2008) Begin Match to source 39 in source list: https://www.kompasiana.com/alexandersirait/551b61348133111e159de5ed/desentPeningkatan pengeluaran publik ini juga diutarakan oleh Bank Dunia dalam Kajian Pengeluaran Publik Indonesia Tahun 2007, dalam kurun waktu dari tahun 2001 hingga 2007 terjadi peningkatan penerimaan pemerintah lokal yang bersumber dari transfer perimbangan serta peningkatan pengeluaran sektoral baik untuk sektor infrastruksur, sektor pendidikan, sektor kesehatan maupun sektor lainnya. Dengan peningkatan pengeluaran sektor publik ini, diharapkan akan mampu mendorong peningkatan kualitas dan outcome pelayanan publik baik di sektor pendidikan, kesehatan, infrastatruktur mapun sektor lainnya.End MatchBegin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlDalam era desentralisasi dan otonomi daerah, keberhasilan pembangunan nasional kini semakin ditentukan oleh keberhasilan pembangunan daerah. Hal ini karena urusan dan kewenangan pemerintahan secara bertahap didesentralisasikan ke pemerintah daerah. Di luar empat urusan yang masih dipegang pemerintah pusat (fiskal dan moneter, pertahanan dan keamanan, agama, dan kehakiman), sebagian telah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah dan sebagian lagi merupakan urusan bersama antara pemerintah pusat dan daerah. Daerah memiliki ruang yang luas untuk berkreasi dan berinovasi sesuai dengan kondisi lokal. Namun demikian mengingat terbatasnya sumber daya yang tersedia, pemerintah ditantang untuk memfokuskan upayanya pada sektor- sektor yang memberi dampak optimal dengan memperkuat sinergi antara pemerintah pusat dan daerah. Perlu pula dipahami sifat interaktif dan interdependensi dari kegiatan pembangunan sektoral dan daerah. Pencapaian suatu tujuan pembangunan umumnya membutuhkan dukungan lintas sektor secara simultan. Demikian juga halnya pembangunan daerah, aktivitas di suatu daerah akan berdampak pada daerah lain, bahkan secara nasional. KerjasamaEnd Match antar daerah Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlbaik dalam sinkronisasi kebijakan maupun pemakaian sumber daya bersama berpotensi melahirkan sinergi yang lebih besar yang menguntungkan kedua pihak, misalnya dari makin efisiennya biaya pelayanan perunit (economies of scale). Oleh karenanya, pembangunan nasional perlu dipahami sebagai hasil dari sinergi pembangunanEnd Match antar sektor Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmldanEnd Match antar daerah. Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlTerkait dengan upaya peningkatan sinergi antara pemerintah pusat dan daerah sertaEnd Match antar daerah, Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlbeberapa faktor pendukung yang perlu diperhatikan adalah (1) ketersediaan database di tingkat daerah yang dapat digunakan dalam penyusunan rencana dan anggaran program/kegiatan di daerah dan pusat, sehingga lebih tepat sasaran; (2) peningkatan kapasitas pemerintah daerah dalam menyusun rencana dan anggaran, melaksanakan serta memonitor kegiatan yang dilaksanakan di daerah; (3) peningkatan peran tim koordinasi di tingkat daerah dalam melakukan koordinasi dan sinergi program/kegiatan pusat dan daerah serta koordinasi antar pelaku pembangunan di tingkat daerah.End Match Strategi pembangunan kewilayahan nasional dalam RPJMN pada umumnya mengarah pada Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmllima langkah. Pertama, mendorong pertumbuhan wilayah-wilayah potensial di luar Jawa-Bali dan Sumatera dengan tetap menjaga momentum pertumbuhan di kedua wilayah tersebut. Kedua, meningkatkan keterkaitan antarwilayah melalui aktivitas perdaganganEnd Match antar pulau Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmluntuk memperkuat perekonomian domestik. Ketiga, meningkatkan daya saing sektor- sektor unggulan wilayah. Keempat, mendorong percepatan pembangunan daerah tertinggal, kawasan strategis dan cepat tumbuh, perbatasan, terdepan, terluar dan daerah rawan bencana. Terakhir, mendorong pengembangan wilayah laut dan sektor-sektor kelautan.End MatchBegin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlSejalan dengan hal itu, upaya-upaya rehabilitasi dan konservasi hutan, daerah aliran sungai, serta lahan kritis perlu ditingkatkan untuk menjamin keberlanjutan daya dukung lingkungan.End Match Upaya pemanfaatan sumber Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmldayaEnd Match alam (hasil tambang) dan pengembangan sektor unggulan perkebunan serta perikanan hendaknya tidak mengorbankan fungsi ekologis dari hutan-hutan dan kawasan konservasi laut. Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlMenjaga kelestarian daya dukung berarti menjaga potensi peningkatan pendapatan di masa depan. Selanjutnya untuk mendorong peningkatan investasi di sektor riil, upaya-upaya memfasilitasi masyarakat dan pelaku usaha mengembangkan aktivitasnya perlu terus ditingkatkan. Salah satu terobosan yang bisa direplikasi dari pengalaman daerah-daerah lain adalah penyederhanaan proses pelayanan publik dan perijinan usaha melalui pembentukan Unit Pelayanan Satu Atap. Ke depan, upaya semacam ini perlu direplikasi ke kabupaten/kota yang belum melaksanakannya. Sementara bagi daerah yang sudah menerapkannya, upaya peningkatan kualitas pelayanan menjadi fokus berikutnya. Di bidangEnd Match kesejahteraan rakyat, Kalimantan Timur menunjukkan kinerja yang baik Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlkeberhasilan pembangunan sangat ditentukan oleh perencanaan yang berkualitas yang didukung sumber daya perencana yang kompeten.End MatchBegin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlPertumbuhan yang berkeadilan juga dicerminkan dari berkembangnya pusat-pusat pertumbuhan baru di luar Jawa yang mendorong pemerataanEnd Match antar wilayah. Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlOlehEnd Match karenanya, Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlpengembangan industri pengolahan berbasis sumber daya lokal perlu didorong sehingga memungkinkan peningkatan nilai tambah komoditas-komoditas unggulan daerah, seperti hasil pertanian, hasil laut, dan perkebunan. Industri-industri semacam ini terbukti relatif tahan terhadap gejolak perekonomian global. Di samping itu untuk mendukung triple track strategy (pro- growth, pro-job, pro-poor), berbagai kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan terus dilanjutkan dan ditingkatkan kualitas serta efektivitasnya. Program-program penanggulangan kemiskinan tersebut dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) klaster yaitu program bantuan dan perlindungan sosial, PNPM Mandiri, dan pemberdayaan usaha mikro dan kecil. Sementara itu, pemantapan tata kelola pemerintahan dilakukan melalui penguatan prinsip-prinsip akuntabilitas, transparansi, efektivitas dan efisiensi, integritas dan profesionalisme. Sumber daya pembangunan yang terbatas menuntut penajaman fokus, sasaran dan indikator kinerja pelaksanaan program-program pemerintah. Untuk mendukung terciptanya tata kelola yang baik, pemberantasan korupsiEnd Match harus Begin Match to source 4 in source list: http://documents.tips/education/sambutan-musrenprov-ntt-220410.htmlditeruskan dan ditingkatkan. Seiring dengan hal ini, transparansi perumusan kebijakan dan peningkatan partisipasi masyarakat diharapkan dapat meningkatkan akuntabilitas pemerintah. Di sisi lain, pembenahan struktur birokrasi yang ramping, ditunjang dengan sistem rekrutmen pegawai dan jenjang karir berbasis kompetensi diharapkan dapat bermuara pada meningkatnya kinerja birokrasi secara profesional, efisien, dan akuntabel. Dan yang tak kalah penting, ujung dari tata kelola yang baik adalah pelayanan publik yang prima, di mana masyarakat memperoleh pelayanan dengan standar yang layak, cepat, dan murah. DesentralisasiEnd Match kewenangan yang diberikan oleh pemerintah pusat telah merubah paradigma yang selama ini berjalan. Dengan kewenangan yang dimiliki, daerah memiliki ruang yang lebih longgar untuk membuat kebijakan- kebijakan terobosan. Kerjasama antar daerah dan kerjasama dengan pihak swasta untuk pembangunan daerah lebih mudah dilaksanakan. Kalau sebelumnya kerjasama antardaerah lebih menekankan pada instruksi pemerintah pusat, sekarang inisiatif bisa muncul dari bawah. Kehadiran pemerintah pusat hanya sebagai fasilitator yang memayungi kerjasama tersebut. Sejak digulirkannya otonomi, banyak sekali pemerintah daerah yang telah melakukan berbagai pembaruan dalam pelayanan publik. Daerah-daerah banyak yang mulai menyadari bahwa pelaksanaan otonomi daerah tidak semata-mata bagaimana meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD), melainkan bagaimana mereka menarik investor agar mau menanamkan modalnya ke daerah mereka. Pemerintah Daerah Gorontalo, misalnya, pada 12 Mei 2006 justru mengeluarkan Peraturan Gubernur No 8 Tahun 2006 untuk membebaskan pungutan retribusi daerah. Kebijakan tersebut dimaksudkan untuk mengurangi beban pungutan serta meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Tujuan akhir kebijakan tersebut adalah untuk meningkatkan minat usaha masyarakat, pertumbuhan ekonomi daerah dan pengembangan usaha produktif masyarakat. Selain itu, di beberapa tempat banyak sekali kita temukan contoh pelayanan publik baru yang mendapatkan respon sangat positif baik dari masyarakat maupun dari pemerintah daerah lainnya dan pemerintah pusat. Studi yang dilakukan oleh Centre for Development Studies IPB menunjukkan bahwa beberapa daerah telah mengadopsi kebijakan untuk memberikan pelayanan perijinan dengan bentuk yang bervariasi. Pemerintah daerah berusaha memberikan pelayanan perijinan bisa semudah, semurah dan secepat mungkin. Begin Match to source 81 in source list: https://anzdoc.com/perencanaan-program-peningkatan-kualitas-pelayanan-publik-st.htmlBeberapa daerah sudah memulai membentuk pelayanan terpadu sejak awal pelaksanaan otonomi daerah. KotaEnd Match Malang, Kabupaten Gianyar, Begin Match to source 81 in source list: https://anzdoc.com/perencanaan-program-peningkatan-kualitas-pelayanan-publik-st.htmlKotaEnd Match Pare-Pare, dan Begin Match to source 81 in source list: https://anzdoc.com/perencanaan-program-peningkatan-kualitas-pelayanan-publik-st.htmlKabupaten Sidoarjo telah mengeluarkan Perda yang terkait dengan pelayanan perijinan sejak tahun 2001.End Match Sragen dan Pontianak baru mulai pada tahun 2002, dan Lebak pada tahun 2005, dan menyusul kota-kota lainnya di Indonesia. Dalam dokumen Kebijakan Tata Kelola Asian Development Bank disebutkan bahwa akses terhadap informasi yang akurat dan tepat waktu tentang perekonomian dan kebijakan pemerintah dapat menjadi vital bagi perumusan kebijakan oleh sektor swasta. Transparansi diperlukan agar masyarakat memperoleh akses informasi mengenai apa yang sudah, sedang dan akan dilakukan oleh pemerintah. Dinamika dan Problematika Pelayanan Publik Pada Era Otonomi Daerah S udah sejak lama banyak kesan buruk yang disandang aparat pemerintah (sector publik) dalam hal pelayanan. Hal ini antara lain dapat diindikasikan dari besarnya dana yang digunakan untuk membiayai aparatur pemerintah, namun hal itu ternyata tidak diimbangi dengan kualitas pelayanan kepada masyarakat yang maksimal. Bahkan sebaliknya, kualitas pelayanan yang diberikan instansi pemerintah dapat dinilai sangat buruk. Padahal masyarakat telah bersedia mengorbankan (sacrifice) sebagian sumber dayanya untuk negara dengan membayar berbagai macam pungutan, baik pajak, retibusi dan sebagainya. Sudah sewajarnya jika masyarakat mengharapkan kepuasan (satisfaction) yang maksimal atas pelayanan yang diberikan oleh negara. Namun apa yang diperoleh masyarakat adalah buruknya kualitas pelayanan instansi pemerintah. Salah satu keluhan masyarakat yang sering terungkapkan adalah lambatnya waktu pelayanan dan tidak jelasnya prosedur dan biaya pelayanan. Ungkapan-ungkapan yang berkembang selama ini, seperti “kalau bisa dilakukan besok kenapa harus sekarang? “kalau bisa dipersulit kenapa harus dipermudah?” menunjukkan bahwa budaya pelayanan pada instansi pemerintahan masih belum berorientasi pada kepuasan masyarakat selaku pelanggannya. Hal yang demikian bukan saja mengakibatkan pemborosan sumberdaya tetapi juga kualitas jasa yang dihasilkan menjadi sangat buruk. Sektor publik (pemerintahan) pada dasarnya adalah perusahaan yang menghasilkan produk berupa jasa pelayanan publik, baik pelayanan yang bersifat langsung dinikmati oleh masyarakat maupun pelayanan yang dinikmati masyarakat secara tidak langsung. Namun demikian, pemerintah tidak bermaksud mengambil keuntungan dari operasionalnya. Salah satu prinsip dalam pelaksanaan tugas instansi pemerintah adalah transparansi dan pertanggungjawaban kepada publik atas apa yang telah dilakukan. Hal ini Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. sesuai dengan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance),End Match yang terdiri dari tiga prinsip utama, yaitu transparansi, partisipasi dan akuntabilitas. Namun demikian tampaknya pemerintah belum sepenuhnya mampu menerapkan ketiga pilar utama tersebut dalam pelayanan. Dengan kondisi demikian, seandainya negara sebagai penyedia layanan harus bersaing dengan swasta dengan produk pelayanan yang sama, dapat diperkirakan bahwa secara perlahan namun pasti negara akan bangkrut karena biaya produksi sangat tinggi, sedang pendapatan akan berkurang drastis akibat ditinggalkan oleh para pelanggan yang tidak puas dengan pelayanan yang diberikan. Bergulirnya era reformasi sebagai dampak krisis multidimensi yang melanda negara kita telah melahirkan tuntutan perubahan yang juga bersifat multidimensional. Krisis multidimensi tersebut berpengaruh terhadap kemampuan negara dalam aspek keuangan. Pada sisi lain kompleksitas pelayanan publik yang dibutuhkan masyarakat baik secara kuantitatif maupun kualitatif meningkat secara tajam tanpa diimbangi dengan peningkatan keuangan daerah untuk membiayainya. Akibatnya pelayanan publik menjadi terbengkalai seperti rusaknya sarana dan prasarana transportasi, saluran irigasi, pendidikan serta kesehatan baik secara kualitatif maupun kuantitatif. Dengan demikian kinerja ekonomi secara keseluruhan akan sangat berpengaruh terhadap penerimaan daerah baik yang berasal dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) maupun yang berasal dari Pusat dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU) maupun Dana Alokasi Khusus (DAK). Kondisi tersebut memunculkan kebutuhan yang sangat mendesak bagi sektor publik di daerah (Pemda) untuk melibatkan sektor swasta dan masyarakat dalam pemenuhan pelayanan publik yang meningkat dalam kondisi keuangan daerah yang terpuruk. Hal ini seiring dengan argumen Osborne dan Gabler yang menganjurkan pemerintah untuk lebih berperan dalam mengendalikan (steering) dibandingkan menangani langsung (rowing). Dalam hal ini, pemerintah harus mampu menjadi katalisator bagi keterlibatan pihak swasta dan masyarakat untuk ikut berpartisipasi dalam menyediakan pelayanan publik. Implementasi pelibatan swasta dan masyarakat dalam pelayanan publik kemudian mendapatkan legitimasi dengan penerapan otonomi daerah. Salah satu perubahan signifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan pasca krisis multidimensi adalah penerapan Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlotonomi daerah denganEnd Match lahirnya Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlUU No. 22 Tahun 1999End Match yang diamandemen Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmldengan UU No. 32 Tahun 2004End MatchBegin Match to source 87 in source list: Yasmi Y., Anshari G.Z., Alqadrie S., Budiarto T., Ngusmanto, Abidin E., Komarudin H., McGrath S., Zulkifli, Afifudin. tentang Pemerintahan Daerah dan UU No. 25 Tahun 1999End Match yang diamandemen dengan Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.End Match Penerapan demokratisasi pemerintahan melalui otonomi daerah membawa perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah, yakni berkurangnya secara signifikan patronasi dan kooptasi pusat terhadap daerah. Dengan diterapkannya otonomi daerah, daerah memiliki diskresi yang sangat tinggi bahkan oleh berbagai pihak sering dikatakan “kebablasan” dalam berbagai aspek pemerintahan daerah, yaitu diskresi dalam aspek kewenangan atau urusan pemerintahan, diskresi dalam aspek kelembagaan dan personil, serta diskresi dalam aspek pengelolaan keuangan daerah. Pada era reformasi yang bersendikan demokratisasi, pemerintah daerah dituntut untuk mampu menggalang partisipasi, mengedepankan transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Esensi dari “good governance” sebagai proses pelibatan sektor publik, swasta dan masyarakat menemukan bentuknya dalam menangani persoalan- persoalan publik yang tidak mungkin lagi ditangani oleh Pemda. Melalui mekanisme good governance kemudian terjadi proses “co-guiding, co-steering dan co-managing” dari ketiga stakeholders utama yaitu Pemda, sektor swasta dan masyarakat. Ketiga aktor akan terlibat baik dalam perencanaan, pelaksanaan dan Pengawasan dalam manajemen pemerintahan daerah. Dengan cara tersebut akan terbentuk “sense of belongingness” dari masyarakat atas kebijakan- kebijakan publik di lingkungannya. Pada dasarnya kebijakan desentralisasi melalui pemberian otonomi kepada masyarakat daerah ditujukan, agar masyarakat mampu mengorganisir dirinya sedemikian rupa dalam menyelenggarakan rumah tangga daerahnya untuk meningkatkan kesejahteraan atau kemakmuran warga daerah tersebut. Untuk tujuan itu maka Pemda harus mampu menyediakan pelayanan- pelayanan publik (public service) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karenanya diperlukan adanya analisis kebutuhkan masyarakat untuk mengidentifikasi pelayananpelayanan apa yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dearah yang bersangkutan. Secara akademik, terdapat dua jenis kebutuhan masyarakat. Pertama, masyarakat membutuhkan penyediaan pelayanan untuk memenuhi kebutuhan pokok (basic services) seperti air, kesehatan, pendidikan, transportasi, kebersihan lingkungan, pasar, terminal, dan sebagainya. Kedua, masyarakat membutuhkan pelayanan yang terkait dengan pengembangan sektor unggulan (core competency) yang ada di daerah tersebut. Dengan demikian maka isi otonomi daerah harus terkait dengan kebutuhan masyarakat yaitu, kewenangan yang memungkinkan daerah menyediakan pelayanan kebutuhan pokok dan pelayanan yang memungkinkan daerah mengembangkan sektor unggulan. Dan betapapun luasnya otonomi, maka otonomi daerah harus diwujudkan dalam bentuk pelayanan yang sesuai kebutuhan masyarakat. Dilihat dari jenis output yang dihasilkan Pemda, maka hasil akhir pelayanan Pemda adalah tersedianya barang dan jasa (public good and public regulation). Publik good tercermin dari diadakannya barang-barang untuk memenuhi kebutuhan publik seperti jalan, jembatan, rumah sakit, sekolah, irigasi, pasar, terminal dsb. Sedangkan public regulation akan terwujud dalam bentuk mewajibkan penduduk untuk memiliki kartu tanda penduduk (KTP), Akta Kelahiran, Akta Perkawinan, IMB, HO (bila akan membuka usaha) dan bentuk-bentuk pengaturan lainnya yang pada dasarnya ditujukan untuk menciptakan ketentraman dan ketertiban dalam masyarakat. Untuk itu setiap pemda seharusnya memiliki agenda pelayanan yang jelas, jenis-jenis pelayanan publik apa yang akan diberikan sesuai dengan kebutuhan masyarkat, bagaimana memberikannya, siapa yang perlu dilibatkan, dan sebagainya. Dalam penyusunan agenda pelayanan tersebut, keterlibatan masyarakat dan swasta menjadi suatu kebutuhan yang tak terhindarkan, kalau kita mau menghasilkan Pemda yang berorientasi pada penciptaan kesejahteraan serta kemakmuran rakyatnya. Hal ini sejalan dengan peringatan terkenal yang diberikan oleh Begin Match to source 129 in source list: http://www.papercamp.com/group/power-corruption/page-360Lord Acton bahwa “power tendsEnd Match of Begin Match to source 129 in source list: http://www.papercamp.com/group/power-corruption/page-360corrupt and absolute powerEnd Match will Begin Match to source 129 in source list: http://www.papercamp.com/group/power-corruption/page-360corrupt absolutely”.End Match Setelah berjalan selama Begin Match to source 129 in source list: http://www.papercamp.com/group/power-corruption/page-360ini,End Match terdapat begitu banyak fenomena menarik dibidang pelayanan yang dilakukan Pemda dalam pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia. Pertama, adanya kondisi memprihatinan dimana banyak daerah yang belum mampu meningkatkan pelayanan publiknya pada era desentralisasi. Bahkan, banyak daerah yang pimpinannya sampai saat ini masih berurusan dengan pengadilan karena kasus-kasus korupsi dalam penyalahgunaan dana-dana publik yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat. Kedua, sebaliknya di satu sisi yang lain terdapat kondisi yang menggembirakan, dimana adanya kerja keras para pemimpin daerah dalam mengoptimalkan dana APBD yang terbatas untuk memberikan pelayanan publik secara optimal bagi masyarakatnya. Kedua kondisi yang bertentangan tersebut menunjukkan bahwa terdapat berbagai variabel yang mempengaruhi pelaksanaan desentralisasi tersebut, namun salah satu yang kelihatannya paling penting adalah political will dari pemimpin daerah untuk menggunakan kewenangannya bagi peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Substansi dari pelaksanaan desentralisasi adalah pemberian kewenangan kepada daerah untuk secara aktif mengupayakan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakatnya berdasarkan aspirasi dan potensi lokal. Dengan demikian keberhasilan suatu daerah dalam menjalankan otonomi daerah dapat dilihat dari indikator sejauhmana keberhasilan pemerintah daerah (bersama DPRD dan masyarakatnya) dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui berbagai bentuk pelayanan yang diberikan bagi pemenuhan kebutuhan dasar (basic needs) masyarakat seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pengurangan angka kemiskinan, dan sebagainya secara berkesinambungan. Dalam kerangka inilah diperlukan political will dari Kepala Daerah untuk mengoptimalkan alokasi belanja publik pada kegiatan-kegiatan yang secara langsung terkait dengan upaya pemenuhan kebutuhan dasar masyarakatnya secara berkesinambungan yang disertai dengan peningkatan kapasitas pemerintahan daerah (khususnya kelembagaan pemerintahan daerah) Begin Match to source 187 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2019-03-22dalam memberikan pelayanan publikEnd Match yang berkualitas. Begin Match to source 187 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2019-03-22Kondisi yangEnd Match memprihatinkan mengenai pelayanan publik di era otonomi daerah menjadi suatu ironi. Karena hingga sekarang pelayanan publik yang berkualitas sebagai dampak dari desentralisasi pemerintahan kelihatannya masih jauh dari harapan. Jangankan pelayanan publik yang lebih cepat, lebih murah dan lebih baik (faster, cheaper, and better), standar pelayanan publik yang ada saja seringkali tidak mampu dipertahankan keberadaannya. Sebaliknya, di bidang pelayanan publik, biaya ekstra atau pungutan liar merupakan gambaran sehari-hari yang umum terlihat pada kantor-kantor pelayanan masyarakat. Masyarakat dapat melihat dengan kasat mata dan merasakan praktik korupsi yang semakin marak dan meluas. Lihat saja pada saat masyarakat mengurus Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), Akte Kelahiran, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP), sertifikat tanah, dan sebagainya. Laporan dan pengaduan pun banyak mengalir dari masyarakat. Melalui survei yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pembangunan Kebijakan dan Masyarakat pada tahun 1999/2000, ditemukan bahwa terdapat 4 (empat) sektor pelayanan publik yang memungut biaya tidak resmi yaitu sektor perumahan, industri dan perdagangan, kependudukan dan pertanahan. Dalam sektor-sektor tersebut, antara 56–70 persen pegawainya dituding menerima suap oleh para responden yang merupakan rekan kerjanya sendiri. Namun sayangnya berbagai praktik korupsi yang dilakukan oleh aparat pelayanan publik seringkali tidak ditindaklanjuti dengan pemberian sanksi bagi oknum pelakunya. Kinerja pelayanan umum oleh birokrasi pemerintah daerah selama era otonomi daerah yang masih banyak yang belum mengalami perubahan berarti juga dicatat oleh Amiruddin (2002). Pada penelitiannya di 9 (sembilan) kota di Indonesia, Amiruddin (2002) mencatat beberapa sektor layanan publik yang bermasalah menurut warga, diantaranya air minum yang belum layak untuk diminum, listrik masih sering padam, pemasangan telepon baru butuh waktu yang lama dan biaya besar, kontainer yang kurang sehingga sampah berserakan, prosedur pembuatan KTP berbelit-belit dan biayanya mahal, angkutan kota yang tidak layak dan tarifnya yang tidak pasti, puskesmas yang belum optimal dan adanya diskriminasi di rumah sakit, biaya sekolah yang mahal namun guru masih kurang banyak dan kurang berkualitas, dan pedagang kaki lima yang menjamur dimana-mana. Kondisi rendahnya kinerja pelayanan pemda tersebut tentu saja disebabkan karena berbagai faktor, diantaranya karena cakupan wilayah pelayanan yang sangat luas, banyaknya jenis pelayanan yang harus disediakan, terbatasnya dana bagi penyediaan pelayanan umum, kurangnya supervisi maupun ketiadaan pedoman dari pemerintah, serta beragamnya kondisi sosial ekonomi, budaya, pendidikan, dan sebagainya dari para pengguna pelayanan umum sendiri. Kondisi demikian kemudian menyebabkan munculnya persepsi yang berbeda dari pengguna layanan terhadap pelayanan yang diterimanya. YLKI (1999) sebelumnya telah mencatat beberapa hal yang menjadi kendala mengapa pelayanan umum yang baik sulit direalisasikan, yakni tidak adanya standar pelayanan, kondisi sosial budaya masyarakat, rendahnya kesadaran konsumen layanan, peraturan pemerintah, dan ketidaksiapan aparat pemerintah sebagai penyedia pelayanan umum menghadapi tuntutan masyarakat. Dalam konteks itu, kata kunci dari upaya untuk mengatasi kegagalan menuju keberhasilan adalah inovasi dan atau perubahan. Hal ini sesuai dengan jargon, we have to change, if we don’t change we die. Pemerintah daerah mesti memiliki kemampuan untuk melakukan inovasi dan perubahan guna menjalankan fungsinya secara lebih baik. Terkait dengan itu, penggerak utama (driving force) dari inovasi dan perubahan tersebut adalah kemauan politik (political will) dari kepala daerah sebagai mesin penggerak sistem kerja birokrasi pemerintahan di daerah untuk melakukan upaya-upaya inovasi dan perubahan secara riil menuju kearah yang lebih baik. Kepala daerah yang memiliki political will akan membuka ruang yang luas dan terbuka bagi dilakukannya inovasi dan perubahan dalam pengelolaan sumber daya pemerintahan dan pembangunan daerah sedemikian rupa untuk menciptakan penyelenggaraan pemerintahan yang akuntabel, transparan dan bertanggungjawab, serta pelayanan masyarakat yang cepat, murah, baik, dan mampu memenuhi kebutuhan riil masyarakat. Inovasi bagi pemerintah daerah merupakan suatu keharusan guna mengimplementasikan substansi desentralisasi, yaitu mengupayakan peningkatan kesejahteraan bagi masyarakatnya berdasarkan aspirasi dan potensi lokal serta pengentasan kemiskinan secara berkesinambungan. Kisah menyenangkan dari pelaksanaan otonomi daerah justru diperolah dari penerapan inovasi dan perubahan yang dilakukan pemerintahan daerah. Pengalaman inovasi pemerintahan yang berhasil diantaranya dapat dilihat dari apa yang dilakukan oleh Prefektur Oita di Jepang yang melakukan inovasi program pembangunan daerah pada tahun 1979 melalui gerakan One Village One Product (OVOP). Gerakan OVOP terbukti mampu mengubah Oita yang sebelumnya terbelakang secara ekonomi menjadi sebuah daerah yang sukses secara ekonomi (CCLAD, 2000). Untuk kasus Indonesia, telah banyak daerah yang melakukan inovasi program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Misalnya, Kabupaten Jembrana dalam peningkatan pelayanan publik dan perekonomian daerah, Kabupaten Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfBanjarnegara melalui Pembenahan Manajemen Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Banjarnegara,End Match Kabupaten Deliserdang melalui pembentukan LEPP- M3 sebagai upaya pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir, Kabupaten Gianyar melalui program Gianyar Sejahtera (Tifa, 2004), maupun Kabupaten Sumba Timur melalui pelatihan aparatur pemerintah desa (Apkasi, 2003 dalam Tifa, 2004). Pengalaman menarik yang dapat dijadikan pelajaran penting untuk dikaji dalam kasus inovasi pemerintahan daerah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat (diantaranya melalui pelayanan) adalah Kabupaten Jembrana. Pemerintah kabupaten Jembrana memiliki pengalaman dalam mendesain dan melaksanakan program inovasi pemerintahan yang terbukti sukses sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya secara signifikan. Hasil studi yang dilakukan PPKSD FISIP UI dan Yayasan TIFA (2004) menemukan bahwa dalam kurun waktu 3-4 tahun, Kabupaten Jembrana dapat mengurangi persentase keluarga miskin sebesar 44% (Tahun 2001 19,4% berkurang menjadi hanya 10,9% pada tahun 2003). Prestasi lainya adalah kematian bayi per seribu lahir hidup pada tahun 2001 sebesar 15,25% berkurang menjadi 8,39% atau berkurang 45 %. Tingkat drop out (DO) siswa Sekolah Dasar (SD)pada tahun 2001 mencapai 0,08% menjadi 0,02% pada tahun 2003 atau berkurang 75 %. Hasil kajian di atas mencatat bahwa ada banyak faktor yang menyebabkan kabupaten Jembrana sukses dalam melakukan inovasi pemerintahan. Pada bidang pendidikan, yang dilakukan oleh pemda Kabupaten Jembrana adalah membebaskan semua SPP bagi seluruh sekolah negeri (SD, SLTP, SMU/SMK) serta pemberian beasiswa bagi siswa sekolah swasta. Sedangkan pada bidang kesehatan, pemda Kabupaten Jembrana mengeluarkan Jaminan Kesehatan Jembrana (JKJ) dalam bentuk asuransi yang diperoleh bagi setiap warga yang memiliki KTP. Dengan demikian penduduk kabupaten Jembrana bebas biaya obat dan dokter serta bebas biaya rumah sakit bagi warga miskin. Sedangkan pada bidang ekonomi pemda memprogramkan dana talangan untuk menjaga harga hasil panen serta dana bergulir bagi kelompok tani. Padahal APBD Jembrana hanya Rp193,1 miliar pada tahun 2003 dengan PAD hanya Rp 9,2 miliar. Bandingkan misalnya dengan Kota Makassar yang mencapai Rp 500 miliar ataupun daerah lain yang lebih besar dari itu. Daerah lain seperti Kabupaten Enrekang juga sudah mulai akan mengimplementasikan program inovasi dalam hal pengentasan kemiskinan dengan merumuskan indikator lokal kemiskinan dan pemasaran hasil pertanian (Corner Makassar dan Yayasan TIFA, 2005). Indikator lokal kemiskinan adalah merupakan upaya pemda dalam menyusun data untuk kepentingan poverty targeting yang tidak bisa didapatkan dengan mengandalkan data yang ada pada BPS dan BKKBN. Dengan adanya indikator lokal ini maka data orang miskin menjadi lebih akurat serta dapat didesain program yang tepat berdasarkan kebutuhan dari masyarakat miskin. Sedangkan program inovasi yang akan diimplentasikan Pemda Enrekang dalam bidang pertanian adalah penangangan secara mapping dalam proses pertanian mulai dari input, permodalan dan output. Pada permodalan akan dibentuk lembaga penjamin untuk memberikan kemudahan dan dukungan modal bagi petani serta dalam bidang penanganan hasil pertanian adanya badan pemasaran yang dilengkapi dengan terminal agro serta kendaraan angkut yang tentu sangat membantu petani yang tersebar di wilayah Kabupaten Enrekang yang luas dan topografinya didominasi pegunungan. Kondisi mengenai daerah yang bekerja keras untuk kemakmuran rakyatnya mungkin juga banyak ditemukan di daerah- daerah lain. Hanya saja karena keterbatasan informasi maka mungkin keberhasilan-keberhasilan tersebut tidak banyak diketahui publik. Namun yang terpenting adalah bahwa seharusnya daerah berlomba untuk memikirkan dan melaksanakan program inovasi bagi kepentingan kesejahteraan warganya. Program inovasi yang telah diimplementasikan oleh berbagai pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi inspirasi, pelajaran atau contoh bagi daerah lain yang belum menerapkannya. Pengalaman dari daerah-daerah yang telah menerapkannya menunjukkan bahwa Begin Match to source 82 in source list: http://dokumen.tips/documents/reformasi-birokrasikab-tanah-bumbu-dan-dan-kota-denpasarpdf.htmlinovasi merupakanEnd Match suatu Begin Match to source 82 in source list: http://dokumen.tips/documents/reformasi-birokrasikab-tanah-bumbu-dan-dan-kota-denpasarpdf.htmlproses yang dimulai dengan keinginan untuk menjadi lebih baik yang kemudian dilanjutkan dengan usaha untuk mewujudkannya dan membuatnya berjalanEnd Match dengan Begin Match to source 82 in source list: http://dokumen.tips/documents/reformasi-birokrasikab-tanah-bumbu-dan-dan-kota-denpasarpdf.htmlbaik. Inovasi sangatEnd Match terkait Begin Match to source 82 in source list: http://dokumen.tips/documents/reformasi-birokrasikab-tanah-bumbu-dan-dan-kota-denpasarpdf.htmldengan penemuanEnd Match di mana secara umum inovasi muncul dari sebuah proses trial and error dan bukan dari sebuah perencanaan yang besar. Pengalaman menunjukkan bahwa dalam menyusun program inovasi faktor-faktor yang mejadi pertimbangan dasar diantaranya adalah adanya komitmen kepala daerah dan aparat birokrasi, keterlibatan semua stakeholder dalam masyarakat, komitmen untuk melakukan efisiensi di semua sektor dan pemilihan prioritas program yang akan dilakukan disesuaikan dengan kondisi lokal walaupun terdapan pula beberapa hal yang merupakan kondisi umum. Kisah sukses lainnya di mana pemerintah daerah berhasil dalam mengembangkan pelayanan publik yang lebih baik telah mulai mendapatkan pengakuan, bahkan pada level internasional. Dalam proyek The Begin Match to source 93 in source list: http://www.innovations.harvard.edu/cache/documents/11247.pdfWorld Bank’s Making Services Work for the Poor (MSWP)End Match pada tahun 2005, diidentifikasi 9 jenis kasus pelayanan di daerah yang dikategorikan sangat inovatif dan berhasil. Semua kasus ini dinyatakan mempunyai dampak yang sangat positif terhadap perbaikan pelayanan publik, dengan meliputi sedikitnya 500.000 penduduk miskin. Dalam laporannya, pelayanan-pelayanan inovatif terjadi di bidang pendidikan, kesehatan, tranparansi anggaran serta kinerja pemerintah dan akuntabilitas. Di bidang pendidikan, seperti di. Tanah Datar, di mana dilakukan reformasi di bidang pendidikan dengan pemberian insentif kepada guru. Bentuknya adalah dengan pemberian kesempatan kepada 4 persen dari jumlah guru yang bekerja di daerah serta 10 persen kepala sekolah untuk melakukan kunjungan ke luar negeri dengan tujuan untuk menguasai metodologi pengajaran yang lebih baik. Selain itu jumlah sekolah dan kelas dikurangi secara signifikan untuk mencapai rasio jumlah murid per kelas yang proporsional. Daerah lain yang mencatatkan prestasi di bidang pendidikan adalah Sulawesi Barat melalui proyek pendidikan CLCC (Creating Learning Communities for Children) yang mendorong pengajaran aktif serta metode pembelajaran dan kualitas guru yang lebih memadai. Proyek ini berhasil menciptakan metode pembelajaran yang aktif dengan lebih melibatkan orang tua dan murid. Proyek ini telah mengalami perluasan (scaling-up) mencapai 35% pada sekolah-sekolah negeri. Di bidang pelayanan kesehatan, selain kasus Jembrana yang telah diungkap sebelumnya, kasus di Pemalang menjadi salah satu best practice, di mana pemerintah daerah menyediakan voucher kepada ibu hamil dari kelompok masyarakat miskin agar mendapatkan pelayanan bersalin. Selama proyek berlangsung, tercatat jumlah pelayanan bersalin meningkat dua kali lipat, dan luas wilayah pelayanan di tingkat desa-desa mencapai 95 persen. Sementara itu, proyek Begin Match to source 93 in source list: http://www.innovations.harvard.edu/cache/documents/11247.pdfWSLIC-2 (Second Water and Sanitation for Low-Income Communities Project)End Match di Jawa Timur uga mendapat perhatian, karena keberhasilannya dalam meningkatkan akses warga terhadap air bersih 50 persen dari seluruh target. Warga di bangun kesadarannya untuk memiliki perilaku yang sehat dan rasa memiliki terhadap sistem supply air Dalam hal transparansi anggaran, kasus Bandung. Dalam rangka pembangunan transparansi anggaran ini, lembaga swadaya masyarakat memegang peran penting dengan menyebarkan informasi anggaran pemerintah kota melalui penerbitan buku-buku, poster, majalah, dan melatih sekitar 100 orang termasuk wartawan/jurnalis, politisi dan yang lainnya untuk dapat memanfaatkan informasi tersebut, sekaligus membangun kesadaran warga mengenai pentingnya transparansi anggaran. Beberapa kota dan LSM di luar Bandung mulai meniru pola pemberdayaan seperti ini. Selain itu, salah satu inovasi yang juga banyak dilakukan pemda dalam upaya peningkatan pelayanan adalah dengan menerapkan pelayanan yang berbasis teknologi (internet), yang sering dinamakan dengan e-government. Pelayanan berbasis Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htme- governmentEnd Match merupakan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmupaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitasEnd Match pelayanan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpublik secara efektif dan efisien.End Match Pelayanan berbasis Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htme-government pada saat iniEnd Match diperlukan karena Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpada saat ini Indonesia tengah mengalami perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara secara fundamental, dari sistem kepemerintahan yang otoriter danEnd Match sentralistik Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmenuju ke sistem kepemerintahan yang demokratis, dan menerapkan perimbangan kewenangan pusat dan daerah otonom. Perubahan yang tengah terjadi tersebut menuntut terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan, dan mampu menjawab tuntutan perubahan secara efektif. Sistem manajemen pemerintah yang selama ini merupakan sistem hirarki kewenangan dan komando sektoral yang mengerucut dan panjang,End Match dirubah Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmenjadi sistem manajemen organisasi jaringan yang dapat memperpendek lini pengambilan keputusan serta memperluas rentang kendali.End Match Penerapan e-government dapat menjadi jawaban dari Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmtuntutan masyarakat yang berbeda namun berkaitan eratEnd Match terhadap Pemerintah daerah, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmyaitu:End Match Pertama, tuntutan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmasyarakatEnd Match terhadap Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpelayanan publik yang memenuhi kepentingan masyarakat luas di seluruh wilayah Indonesia, dapat diandalkan dan terpercaya, serta mudah dijangkau secara interaktif;End Match dan kedua, tuntutan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmasyarakat agar aspirasi mereka didengar, sehingga pemerintah harus memfasilitasi partisipasi dan dialog publik dalam perumusan kebijakanEnd Match publik. Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmMelalui pengembangan e-government, dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom.End Match Hal itu dilakukan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmdengan cara:End Match Pertama, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmengoptimasikan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi untuk mengeliminasi sekat-sekat organisasi dan birokrasi;End Match dan Kedua, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmembentuk jaringan sistem manajemen dan proses kerja yang memungkinkanEnd Match instansiinstansi Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpemerintah bekerja secara terpadu, untuk menyederhanakan akses ke semua informasi danEnd Match pelayanan Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpublik yang harus disediakan oleh pemerintahEnd Match daerah. Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmMelalui pengembangan e-government, dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja di lingkungan pemerintah daerah otonom dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi informasi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup dua aktivitas yang saling berkaitan, yaitu:End Match Pertama, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis;End Match dan Kedua, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat diakses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara. Untuk melaksanakan maksud tersebut, pengembangan e-government diarahkan untuk mencapai empat tujuan, yaitu;End Match Pertama, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang memiliki kualitas dan lingkup yang dapat memuaskan masyarakat luas serta dapat terjangkau di seluruh wilayah setiap saat tanpa dibatasi oleh sekat waktu dan biaya yang terjangkau oleh masyarakat;End Match Kedua, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpembentukan hubungan interaktif dengan dunia usaha untuk meningkatkan perkem-bangan perekonomian nasional dan memperkuat kemampuan menghadapi perubahan dan persaingan perdagangan internasional;End Match Ketiga, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpembentukan mekanisme dan saluran komunikasi dengan lembaga- lembaga negaraEnd Match dan daerah lain Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmserta penyediaan fasilitas dialog publik bagi masyarakat agar dapat berpartisipasi dalam perumusan kebijakan negara;End Match dan Keempat, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmpembentukanEnd Match system Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmmanajemen dan proses kerja yang transparan dan efisien serta memperlancar transaksi dan layanan antar lembaga pemerintah dan pemerintah daerah otonom.End Match Hingga Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmsaat ini telah banyak instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah otonom yang berinisiatif mengembangkan pelayanan publik melalui jaringan komunikasi dan informasi dalam bentuk situs web.End Match Namun Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmberdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh Kementerian Komunikasi dan Informasi, mayoritas situs web Pemerintah Daerah Otonom masih berada pada tingkat pertama (persiapan) dan hanya sebagian kecil yang telah mencapai tingkat dua (pematangan), sedangkan tingkat tiga (pemantapan) dan empat (pemanfaatan)End Match masih Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmbelum tercapai.End Match Untuk itu maka Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmagar pelaksanaan kebijakan pengembangan e-government dapat dilaksanakan secara sistematik dan terpadu, maka penyusunan kebijakan, peraturan danEnd Match perundangundangan, Begin Match to source 9 in source list: http://www.palangkaraya.go.id/rencana/egov/egov1.htmstandarisasi, dan panduan yang diperlukan harus konsisten dan saling mendukung. Perumusan yang dibuat perlu mengacu pada kerangka yang utuh, serta diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pembentukan pelayanan publik, dan penguatan jaringan pengelolaan dan pengolahan informasi yang handal dan tepercaya.End Match Peranan Pemerintah Daerah dalam Peningkatan Pelayanan Publik B anyak contoh yang ditemukan bahwa pelayanan pendidikan,kesehatan,transportasi, fasilitas sosial, dan berbagai pelayanan jasa yang dikelola pemerintah daerah tidak memuaskan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Gejala ini telah dikemukakan Norman Flyn (1990: 38) bahwa pelayanan publik yang dikelola pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan overbureaucratic, bloated, wasteful, dan under performing. Pergeseran peran Pemda menuju model demokrasi, tentu menuntut peningkatan kualitas pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat lokal atas prakarsa sendiri menjadi sangat strategis dan menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka terima. Yang perlu dipahami adalah kualitas pelayanan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi masyarakat, dapat dijalankan, mengingat masyarakat Indonesia bersifat majemuk, baik secara vertikal maupun horisontal: apakah berdasarkan agama, ras, bahasa, geografis, dan kultural. Sebagaimana dikemukakan Hoessein (2001 : 5). Mengingat kondisi masyarakat lokal beraneka ragam, maka local government dan local autonomy akan beraneka ragam pula. Dengan demikian fungsi desentralisasi (devolusi) untuk mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat lokal juga akan beraneka ragam. Desentralisasi (devolusi) melahirkan political variety dan structural variety untuk menyalurkan local voice dan local choice. Mencermati pemikiran tersebut, tujuan desentralisasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dalam kerangka model demokrasi ini harus benar-benar menjunjung nilai-nilai demokrasi dan kemandirian yang berakar dari masyarakat setempat. Melalui wakil- wakilnya, masyarakat dapat menentukan kriteria kualitas pelayanan yang diharapkan di berbagai bidang: pendidikan, kesehatan, transportasi, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Masyarakat dapat menentukan bidang pelayanan yang perlu mendapatkan prioritas; bagaimana cara menentukan prioritas itu; oleh siapa dan dimana pelayanan itu diberikan; bagaimana agar pelayanan efektif, efisien, merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta masih banyak kriteria lain yang perlu dijelaskan. Karena itu penetapan semua kriteria tersebut dalam model demokrasi sangat ditentukan masyarakat itu sendiri. Hal ini tentu tidak mudah dan sangat tergantung pada perubahan visi, misi, strategi, dan implementasi kebijakan Pemda dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Selama ini terdapat kecenderungan bahwa penentuan kualitas pelayanan publik sangat ditentukan oleh pemerintah atau lembaga yang memberikan pelayanan (provider), bukan ditentukan bersama-sama antara provider dengan user,customer, client, atau citizen sebagai komunitas masyarakat pengguna jasa pelayanan; yang mencerminan demokrasi dan kemandirian. Padahal pelayanan yang diberikan seharusnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi dalam makna luas; sebagaimana diungkapkan oleh Burns, Hambleton, dan Hogget (1994 : xiv) : It suggests that change in local government cannot be divorced from wider national and international socio economic forces which shape the context for local political action. Three major reform strategies public services: the extension of market, new managerialism, and the extension of democracy are considered. Peran Pemda dalam pelayanan publik secara eksplisit mencakup Begin Match to source 87 in source list: Yasmi Y., Anshari G.Z., Alqadrie S., Budiarto T., Ngusmanto, Abidin E., Komarudin H., McGrath S., Zulkifli, Afifudin. seluruh bidang pemerintahan, kecuali bidang politikEnd Match luar negeri, Begin Match to source 87 in source list: Yasmi Y., Anshari G.Z., Alqadrie S., Budiarto T., Ngusmanto, Abidin E., Komarudin H., McGrath S., Zulkifli, Afifudin. pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenanganEnd Match bidang lain. Bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan kabupaten dan kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertanahan, koperasi dan tenaga kerja. Dalam UU Otonomi Daerah disebutkan, bahwa kewenangan propinsi sebagai daerah otonom, mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas kabupaten dan kota, serta kewenangan bidang tertentu lainnya. Penyelenggaraan pemerintah daerah digambarkan sebagai berikut: Gambar 5 Penyelenggaraan Pemerintah Daerah PENYELENGGARAAN PEMERINTAHAN DAERAH PELAKSANAAN PELAKSANAAN PROGRAM / KEGIATAN PROGRAM / KEGIATAN A P B D A P B D PP 8/2006 DASAR PEMERINTAH PP 3/2007 MELAKUKAN EVALUSI PP 6/2008 LRA PEMERINTAH NERACA LAK D P R D CaLK MASYARAKAT 4 LPPD LKPJ IPPD Sumber, Dirjen PUM, Depdagri 2008 Luasnya cakupan pelayanan publik dalam bidang pemerintahan, sebagaimana dikemukakan di atas, memungkinkan adanya variasi cakupan pelayanan. Lebih-lebih bila dikaitkan dengan pendapat sebelumnya bahwa setiap daerah memiliki kemandirian dalam menentukan pelayanan yang diinginkan. Dengan demikian, perlu dikaji variasi cakupan pelayanan yang dilaksanakan Pemerintah Daerah, sehingga dalam jangka panjang dapat dijalankan model pelayanan publik yang ideal, sesuai dengan karakteristik berbagai daerah dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Ada banyak argumen positif terkait dengan penerapan desentralisasi dan otonomi daerah. Salah satu argumen penting dari pelaksanaan desentralisasi adalah bahwa desentralisasi akan meningkatkan efisiensi alokasi sumberdaya dan daya tanggap pemerintah. Efisiensi alokasi merupakan efisiensi ekonomi di mana pemerintah akan mampu memproduksi segala yang dibutuhkan oleh konsumen. Desentralisasi kewenangan akan membawa pemerintah lebih dekat dengan warganya. Dalam hal ini, pemerintah daerah dianggap memiliki informasi yang lebih baik mengenai preferensi dari masyarakat lokal dibandingkan dengan pemerintah pusat. Karena akses kepada konstituen lebih tinggi, pejabat lokal diharapkan bisa meningkatkan responsivitasnya. Melalui desentralisasi, pemerintah daerah tidak hanya mampu merespon kebutuhan-kebutuhan warga, tetapi juga mampu mendorong warga untuk memiliki kemauan untuk membayar (willingness to pay for services) pelayanan publik yang sesuai dengan keinginan mereka; serta mendorong warga agar memiliki kemauan untuk mempertahankan pelayanan publik yang telah diberikan (maintain services that match their demand) utamanya jika mereka telah dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan untuk penyediaan pelayanan publik tersebut. Selain itu, desentralisasi memungkinkan bagi para pejabat lokal lebih efektif melakukan monitoring dibandingkan pejabat pemerintah pusat. Pejabat lokal lebih mudah memperoleh informasi, sementara itu pejabat pemerintah pusat perlu menyediakan investasi lebih besar untuk memperoleh informasi yang sama. Karena itu, dari sisi efektivitas pembangunan, desentralisasi memberikan peluang yang besar agar program-program yang disusun benar-benar lebih mencerminkan aspirasi masyarakat. Selanjutnya, program yang telah disusun tersebut juga akan dengan mudah dimonitor oleh pejabat daerah yang memiliki kedekatan jarak sehingga bisa mengontrol day- to-day activities. Prinsip-prinsip efisiensi ekonomi dalam pelayanan publik akan dicapai melalui desentralisasi kewenangan apabila memenuhi beberapa syarat berikut ini: 1. Tuntutan lokal akan pelayanan berbeda antar wilayah. 2. Tidak ada kaitan signifikan antara pelayanan yang diberikan dan skala ekonomi untuk memproduksi pelayanan publik yang disediakan. 3. Tidak ada spillovers of costs and benefits dari pelayanan publik yang diberikan oleh suatu wilayah. 4. Pelayanan publik yang diberikan akan disediakan melalui sebagian dari pajak atau retribusi daerah tersebut. 5. Pemerintah daerah memiliki kapasitas yang memadai untuk memberikan (deliver) pelayanan publik yang disediakan. 6. Pelayanan publik tersebut dimaksudkan untuk redistribusi pendapatan. Sejak diberlakukan penerapan UU No.32 tahun 2004 telah terjadi pergeseran model pemerintahan daerah dari yang semula menganut model efisiensi struktural ke arah model demokrasi. Penerapan model demokrasi mengandung arti bahwa penyelenggaraan desentralisasi dan otonomi daerah menuntut adanya partisipasi dan kemandirian masyarakat daerah (lokal) tanpa mengabaikan prinsip persatuan negara bangsa. Desentralisasi (devolusi) dan dekonsentrasi merupakan keniscayaan dalam organisasi negara bangsa yang hubungannya bersifat kontinum, artinya dianutnya desentraliasi tidak perlu meninggalkan sentralisasi. Partisipasi dan kemandirian disini adalah berkaitan dengan kemampuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan atas prakarsa sendiri yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan masyarakat. Sebagaimana dikemukakan Hoessein, 2001 : 5) : Otonomi daerah merupakan wewenang untuk mengatur urusan pemerintahan yang bersifat lokalitas menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat. Dengan demikian desentralisasi sebenarnya menjelmakan otonomi masyarakat setempat untuk memecahkan berbagai masalah dan pemberian layanan yang bersifat lokalitas demi kesejahteraan masyarakat yang bersangkutan. Desentralisasi dapat pula disebut otonomisasi, otonomi daerah diberikan kepada masyarakat dan bukan kepada daerah atau pemerintah daerah. Mengacu pada pengertian dasar tersebut, tulisan ini akan memaparkan tentang peranan pemerintahan daerah (sebagai penjelmaan otonomi masyarakat) dalam meningkatkan kualitas pelayanan publik. Paparan ini menjadi penting karena pelayanan publik yang berkualitas adalah salah satu pilar untuk menunjukkan berubahnya penyelenggaraan pemerintahan yang berpihak pada peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Di samping secara teknis juga belum banyak pakar yang secara khusus menyoroti fenomena ini dalam telaah kritis tentang otonomi daerah. Penerapan model efisiensi struktural selama ini telah berdampak pada berbagai pelayanan di sektor publik yang tidak berkualitas. Terdapat kecenderungan keengganan pemerintah pusat untuk menyerahkan kewenangan yang lebih besar kepada daerah otonom, sehingga pelayanan publik menjadi tidak efektif, efisien dan ekonomis. Bahkan lebih dari itu, pelayanan cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsivitas, dan tidak representatif sesuai dengan tuntutan masyarakat. Banyak contoh yang dapat diidentifikasi; pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas sosial, dan berbagai pelayanan di bidang jasa yang dikelola pemerintah tidak memuaskan kebutuhan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan yang dikelola oleh pihak swasta. Dikemukakan oleh Norman Flyn (1990 : 38) pelayanan publik yang dikelola pemerintah secara herarkhis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated, wasteful, dan under performing. Pergeseran peranan pemerintahan daerah ke arah model demokrasi tentunya menuntut pelayanan publik yang lebih berkualitas, karena keterlibatan masyarakat yang bersifat lokalitas atas prakarsa sendiri sangat strategis dan menentukan berkaitan dengan kualitas pelayanan yang mereka terima. Hal yang perlu dipahami adalah dimungkinkan adanya kualitas pelayanan yang berbeda-beda sesuai dengan kondisi masyarakat, mengingat masyarakat Indonesia adalah bersifat majemuk baik secara vertikal maupun horisontal, berdasarkan agama, ras, bahasa, geografis, kultural, dan kemajemukan lainnya. Sebagaimana dikemukakan Hoessein (2001 : 5) : Mengingat kondisi masyarakat lokal beraneka ragam, maka local government dan local autonomy akan beraneka ragam pula. Dengan demikian fungsi desentralisasi (devolusi) untuk mengakomodasi kemajemukan aspirasi masyarakat lokal. Desentralisasi (devolusi) melahirkan political variety dan structural variety untuk menyalurkan local voice dan local choice. Dengan dasar pemikiran tersebut, tujuan desentralisasi untuk meningkatan kualitas pelayanan publik dalam kerangka model demokrasi ini harus benar-benar menjunjung nilai- nilai demokrasi dan kemandirian yang berakar dari masyarakat setempat. Masyarakat melalui representasi wakil-wakilnya dapat menentukan kriteria kualitas pelayanan yang diharapkan di berbagai bidang; pendidikan, kesehatan, transportasi, ekonomi, sosial budaya, dan lain-lain. Bidang-bidang pelayanan apa yang perlu mendapatkan prioritas, bagaimana cara menentukan prioritas, oleh siapa dan dimana pelayanan itu diberikan, bagaimana agar pelayanan dapat efektif dan efisien,merepresentasikan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, dan masih banyak kriteria lain yang perlu dijelaskan. Yang jelas penetapan semua kriteria tersebut dalam model demokrasi adalah sangaf ditentukan oleh masyarakat itu sendiri. Hal ini tentunya tidak mudah, sangat tergantung pada perubahan visi, misi, strategi, dan operasionalisasi pemerintahan daerah dalam menyelenggarakan pemerintahannya. Selama ini terdapat kecenderungan bahwa penentuan kualitas pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh pemerintah atau lembaga yang memberikan pelayanan (provider), bukan ditentukan secara bersama- sama antara provider dengan user, customer, client, atau citizen sebagai komunitas masyarakat pengguna jasa pelayanan; sebagai pencerminan demokrasi dan kemandirian. Padahal pelayanan yang diberikan seharusnya mencerminkan nilai-nilai demokrasi; sebagaimana diungkapkan oleh Burns, Hambleton, dan Hogget (1994 : xiv) : It suggests that change in local government cannot be divorced from wider national and international socioeconomic forces which shape the context for local political action. Three major reform strategies public services : the extension of market, new managerialism, and the extension of democracy are considered. Dari kutipan singkat itu menunjukkan bahwa pelayanan publik adalah salah satu unsur yang mendorong perubahan kualitas pemerintahan daerah dan hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor perluasan / terwujudnya mekanisme pasar, manajemen baru yang berkualitas, dan perluasan makna demokrasi. BAB II Reformasi Birokrasi dalam Penyelenggaraan Layanan Publik Peran Birokrasi Peran birokrasi menurut Rienna (2007), dapat berperan untuk Begin Match to source 21 in source list: http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi birokrasi - erry riana hardjapamekas.pdfmemicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpa diskriminasi. Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan, perencanaan, maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutan perkembangan masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi- fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh negara adalah perumusan dan pelaksanaan kebijaksanaan yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasukEnd Match dalam penanganan bencana di daerah rawan bencana. Begin Match to source 21 in source list: http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi birokrasi - erry riana hardjapamekas.pdfPeran lain yang seharusnya dijalankanEnd Match oleh Begin Match to source 21 in source list: http://www.lfip.org/english/pdf/bali-seminar/Reformasi birokrasi - erry riana hardjapamekas.pdfbirokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambil inisiatif dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan.End Match Dikatakan oleh Muha Masyarakat madania Maftuh Basyuni (2008), bahwa birokrasi berperan Begin Match to source 57 in source list: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-agama/44-africa-kkn/630-menag--kkn-menyebabkan-peran-birokrasi-dipertanyakan.htmlsignifikan dalam penyelenggaraan pemerintahan, danEnd Match tidak Begin Match to source 57 in source list: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-agama/44-africa-kkn/630-menag--kkn-menyebabkan-peran-birokrasi-dipertanyakan.htmlbisa digantikan fungsinya oleh lembaga lain. Peran birokrasi dalam pemerintahan adalah melakukan fungsi inspirasi terhadap aparatur pemerintah untuk melakukan kegiatan inovatif yang sifatnya non-rutin, dengan mengaktifkan sumber-sumber potensial dan menciptakan potensi yang optimal dalam mencapai tujuan pemerintah.End Match Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi. (Mahfud MD, 2008) Menurut Weber, birokrasi berperan sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan "internal drive for power, security and loyalty“. Birokrasi sangat berperan dalam memberikan prioritas kegiatan programnya pada penyelenggaraan pembangunan nasional (penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat, dan pelayanan publik). Sebagai model organisasi pemerintahan. Birokrasi ada sebagai suatu sistem otorita/kewenangan yang ditetapkan secara rasional oleh berbagai peraturan, yang Begin Match to source 121 in source list: http://plazsave.blogspot.com/2016/03/makalah-reformasi-birokrasi.htmldimaksudkan untuk mengorganisasikan secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan olehEnd Match orang Begin Match to source 121 in source list: http://plazsave.blogspot.com/2016/03/makalah-reformasi-birokrasi.htmlbanyakEnd Match dan banyak Begin Match to source 121 in source list: http://plazsave.blogspot.com/2016/03/makalah-reformasi-birokrasi.htmlorang,End Match dan sebagai realita obyektif dan positivistik (etic), serta merupakan fenomena interpretatif (emic) sebagai suatu bentuk pemahaman dan pengalaman. Begin Match to source 70 in source list: https://www.coursehero.com/file/p7m22ha/b-Birokrasi-sebagai-Inefesiensi-Organisasi-Birokrasi-merupakan-antitesis/Birokrasi pemerintahan sebagai struktur pemerintahan yang berfungsi memproduksiEnd Match barang Begin Match to source 70 in source list: https://www.coursehero.com/file/p7m22ha/b-Birokrasi-sebagai-Inefesiensi-Organisasi-Birokrasi-merupakan-antitesis/dan layanan berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dengan mempertimbangkan berbagai pilihan lingkungan. Pemerintah selaku provider harus mengantar dan menyerahkan produk itu sampaiEnd Match di tangan Begin Match to source 70 in source list: https://www.coursehero.com/file/p7m22ha/b-Birokrasi-sebagai-Inefesiensi-Organisasi-Birokrasi-merupakan-antitesis/(hati) konsumerEnd Match (pasien) Begin Match to source 70 in source list: https://www.coursehero.com/file/p7m22ha/b-Birokrasi-sebagai-Inefesiensi-Organisasi-Birokrasi-merupakan-antitesis/pada saat dibutuhkanEnd Match dan tidak sebaliknya, dengan harapan konsumer mampu menggunakan produk tersebut sedemikian rupa sehingga manfaatnya maksimal. Adanya Begin Match to source 44 in source list: http://www.gitews.org/tsunami-kit/id/E6/sumber_lainnya/produk_hukum_nasional/peraturan_menteri/Permendagri 33-2006_Lampiran.pdfpelimpahan kewenangan dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah DaerahEnd Match seringkali Begin Match to source 44 in source list: http://www.gitews.org/tsunami-kit/id/E6/sumber_lainnya/produk_hukum_nasional/peraturan_menteri/Permendagri 33-2006_Lampiran.pdftidak diiringi dengan pengalihan tanggung jawab pelayanan dan perlindungan kepada masyarakat. Akibatnya pada saat bahaya menjadi bencana, tanggapan daerah cenderung lambat dan seringkali mengharapkan tanggapan langsung dari Pemerintah Pusat. Keadaan ini semakin rumit apabila bencana tersebut meliputi lebih dari satu daerah. Di lain pihak, pada saat terjadi bencana, kurangnya koordinasi antar tataran pemerintah menghambat pemberian tanggapan yang cepat, optimal dan efektif.End Match Mainstream peran birokrasi adalah Begin Match to source 47 in source list: http://dokumen.tips/documents/e-stnk.htmlbirokrasi lahir dan dibentuk karena kebutuhan masyarakat untuk dilayani. Birokrasi lahir karena rakyat membutuhkan eksistensi mereka untuk membantu masyarakat mencapai tujuan yang telah ditetapkan bersama.End MatchBegin Match to source 47 in source list: http://dokumen.tips/documents/e-stnk.htmlDengan demikian, yang menentukan ada tidaknya birokrasi dalam masyarakat adalah adanya kebutuhan akan lembagaEnd Match yg Begin Match to source 47 in source list: http://dokumen.tips/documents/e-stnk.htmlbertugas menyelenggarakan pelayanan publik. Kebutuhan akan pelayanan publik (public service)End Match yg Begin Match to source 47 in source list: http://dokumen.tips/documents/e-stnk.htmldijalankan birokrasi akan berjalan seiring dengan kebutuhan kolektif (collective needs) dari anggota masyarakat terhadap jenis pelayananEnd Match tertentu, yang berbeda di setiap daerah. Menurut Spencer Zifcak (2007), terdapat beberapa faktor penentu dalam melakukan transformasi nilai-nilai dalam peran birokrasi, yaitu: faktor lingkungan Begin Match to source 179 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-22(environment), yang terdiriEnd Match dari Begin Match to source 179 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-22lingkunganEnd Match ekonomi, lingkungan Begin Match to source 179 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-22sosial-budaya,End Match lingkungan Begin Match to source 179 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-22politik danEnd Match lingkungan administratif; faktorisi (content), yang berkaitan dengan pertimbangan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, dan efisiensi; faktor strategi yang dipilih, yaitu strategi yang berwujud empiris- rasional, normatif-edukatif, dan koersif; faktor dinamika, yang dapat dikelompokkan ke dalam dinamika sistemik dan dinamika interaksional . Sehingga diperlukan sejumlah intervensi strategis untuk memungkinkan implementasinya dengan mempertimbangkan secara seksama semua faktor penentu yang melingkupinya. Birokrasi sangat diperlukan dalam memberikan prioritas kegiatan programnya pada penyelenggaraan pembangunan nasional (penyelenggaraan pemerintahan, pemberdayaan masyarakat, dan pelayanan publik). Peran birokrasi, lebih dimaknai sebagai fenomena sosiologi organisasi, yang dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi. Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi dalam tinjauan politik dan administrasi Negara, menurut Albrow (1989), adalah: rational organization (birokrasi sebagai organisasi rasional), organizational in-effeciency (birokrasi sebagai in-efisiensi organisasional), rules of officials (birokrasi sebagai kekuasaan yang dijalankan oleh pejabat), public administration (birokrasi sebagai administrasi publik), administration by officials (birokrasi sebagai administrasi yang dijalankan oleh pejabat), type of organization with specific characteristic and quality as hierarchies and rules (birokrasi sebagai sebuah tipe organisasi dengan ciri-ciri dan kualitas tertentu seperti hirarki dan peraturan- peraturan), Begin Match to source 149 in source list: https://2frameit.blogspot.com/2011_12_01_archive.htmlan essential quality of modern society (birokrasi sebagaiEnd Match salah satu Begin Match to source 149 in source list: https://2frameit.blogspot.com/2011_12_01_archive.htmlciri yangEnd Match esensial dari masyarakat modern). Sebagai sebuah kerangka kerja, birokrasi membutuhkan sejumlah prasyarat dan rekondisi. Faktor terpenting terletak pada transformasi peran birokrasi itu sendiri sebagai pelopor perubahan dengan mengadopsi pola kepemimpinan transformasional. Dalam semangat itu, pemerintah harus mampu menyiapkan suatu kerangka kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses kolaborasi dan interaksi berbasis jaringan kerja. Hal itu, pertama dan terutama, menuntut adanya perubahan paradigma dan pola pikir. Tugas pokok daripada birokrasi adalah: 1. Menegakkan peraturan (law enforcement) 2. Mendistribusikan pelayanan publik (public service delivery) 3. Mencari dan mengolah informasi (management information) 4. Menyusun dan mengajukan rekomendasi kepada pejabat politik (political recoMasyarakat madaniendation) 5. Sebagai agen pelaksana (implemention, agent of development, agent of change) Vs agen yang harus dirubah (agent to be change) Dengan demikian peran birokrasi tidak lepas daripada tugas pokok yang harus dilakukan oleh birokrasi. Sehubungan dengan Begin Match to source 96 in source list: Armen Yasir. adanya PP No 38 tahun 2007 tentang Pembagian UrusanEnd Match Pemerintah Begin Match to source 96 in source list: Armen Yasir. Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Propinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota,End Match penanganan bencana termasuk Begin Match to source 96 in source list: Armen Yasir. urusanEnd Match wajib, Begin Match to source 96 in source list: Armen Yasir. yangEnd Match dalam pengaturannya termuat bagaimana Begin Match to source 184 in source list: Submitted to Udayana University on 2016-04-21kewenangan Pemerintah Pusat,End Match Kabupaten Begin Match to source 184 in source list: Submitted to Udayana University on 2016-04-21dan Kota dalam halEnd Match penanganan bencana. Selanjutnya untuk menindaklanjutinya adalah dengan merumuskan kebijakan dalam menyusun norma, standard an kriteria (NSPK) sehingga diharapkan penanganan bencana dapat terkelola dengan baik. (Depdagri, PUM, 2007). Dalam penyelenggaraan pelayanan publik, peran birokrasi sangat vital dalam menjamin berlangsungnya suatu tu pelayanan yang efektif dan efisien serta dapat dipertanggungjawabkan. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan kualialitas dan kuantitas dari pelayanan publik tersebut, namun perlu juga dipahami kondisi internal dari fungsi pelayanan publik yang selama ini dilaksanakan, sehingga kebijakan yang dibuat dapat realistis dan tidak melepaskan tanggung jawab pemerintah sebagai pemegang kendali pelayanan publik. Kebijakan untuk memperbaiki pelayanan publik agar diarahkan untuk membentuk suatu iklim usaha yang dapat meminimalkan resiko berusaha. Pada era globalisasi di mana setiap negara berupaya meningkatkan daya saing sumber daya dan produk nasionalnya, juga mengembangkan paradigma pembangunan peningkatan daya saing nasional (national competetivenes paradigm), termasuk di dalamnya pengembangan manajemen pembangunan yang berorientasi pada paradigma kebijakan publik dengan berbagai format perundang- undangannya (public policy paradigm), yang antara lain tampak pada langkah-langkah kebijakan deregulasi dan debirokrasi serta otomasi administrasi yang menyentuh perubahan-perubahan kelembagaan secara lebih mendasar dan menyeluruh (sistemik) dalam bentuk perampingan birokrasi dan penyesuaian kebijakan seperti tampak dalam buku Banishing Bureacracy dan Reinventing Government, serta pengembangan E-Government. Perkembangan tersebut menujukan semakin lekatnya nilai- nilai kemanusiaan seperti keadilan, demokrasi, partisipasi, dan hak azasi manusia dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, sebagai indikator kemajuan dan tingkatan modernitas sistem dan proses pemerintahan. Pada dekade terakhir ini perkembangan terbaru adalah konsep Begin Match to source 155 in source list: https://pt.scribd.com/doc/228565439/08E00193penyelenggaraan pemerintahan yang baik (good governance) dengan prinsip:End Match kepastian hukum, partisipasi, Begin Match to source 155 in source list: https://pt.scribd.com/doc/228565439/08E00193tranparansi,End Match sensitivitas, professionalitas, efisiensi, efektivitas, desentralisasi, dan daya saing. Apabila kita cermati, nilai dan prinsip tersebut memerlukan suatu “grand strategy” dalam penataan birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondisi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan stratejik, diantaranya: Begin Match to source 126 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27219/4/Bab 1,2,3 (ringkasan).docxPenataan Organisasi dan Tata Kerja, Pemantapan Sistem Manajemen, Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur.End Match Penataan Organisasi dan Tata Kerja. Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi yang ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dan masyarakat dikembangkan terarah pada penerapan pelayanan prima yang efektif, dan mendorong peningkatan produktivitas kegiatan pelayanan aparatur dan masyarakat. Pemantapan Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelengaraan negara dan pembangunan bangsa, pengembangan sistem manajemen pemerintahan diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi- fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang sudah terarah pada pengembangan e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha. Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class). Sosok aparatur masa depan penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: Begin Match to source 42 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/BAB I-g.pdf?sequence=11) Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara 2) Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugasEnd Match pengelolaan Begin Match to source 42 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/BAB I-g.pdf?sequence=1pelayanan dan kebijakan publik 3) Mampu melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif,End Match dan Begin Match to source 42 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/BAB I-g.pdf?sequence=1inovatif. 4) Disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etikaEnd Match profesional Begin Match to source 42 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/2079/BAB I-g.pdf?sequence=15) Memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas) 6) Memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan. 7) Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.End Match Peran Birokrasi dalam Penyelenggaraan Layanan Publik P enerapan model efisiensi struktural selama ini telah membawa dampak tertentu, yakni berbagai pelayanan di sektor publik menjadi tidak berkualitas. Ada kecenderungan pemerintah pusat enggan menyerahkan kewenangan lebih besar kepada daerah otonom, sehingga pelayanan publik tidak efektif, tidak efisien dan tidak ekonomis. Lebih dari itu, pelayanan publik cenderung tidak memiliki responsibilitas, responsifitas, dan tidak representatif. Banyak contoh yang ditemukan bahwa pelayanan pendidikan, kesehatan, transportasi, fasilitas sosial, dan berbagai pelayanan jasa yang dikelola pemerintah tidak memuaskan masyarakat, bahkan kalah bersaing dengan pelayanan pihak swasta. Gejala ini telah dikemukakan Norman Flyn (1990: 38) bahwa pelayanan publik yang dikelola pemerintah secara hierarkis cenderung bercirikan over bureaucratic, bloated, wasteful, dan under performing. Pergeseran peran Pemda menuju model demokrasi, tentu menuntut peningkatan kualitas pelayanan publik. Keterlibatan masyarakat lokal atas prakarsa sendiri menjadi sangat strategis dan menentukan dalam meningkatkan kualitas pelayanan yang mereka terima. Yang perlu dipahami adalah kualitas pelayanan yang berbeda-beda, sesuai dengan kondisi masyarakat, dapat dijalankan, mengingat masyarakat Indonesia bersifat majemuk, baik secara vertikal maupun horisontal: apakah berdasarkan agama, ras, bahasa, geografis, dan kultural. Paradigma birokrasi ala Max Weber yang karakteritiknya cenderung struktural dan fungsional, spesifik dan formal (legal), dan kaku. Birokrasi ini tadinya dianggap modern, namun dalam perkembangan kemudian dipandang sebagai birokrasi klasik atau tradisional (traditional paradigm). Dalam konsep dan penerapan mengarah pada pengembangan organisasi dan birokrasi maksimal yang kurang mengakomodasikan dimensi-dimensi kemanusiaan, interaksi antar manusia bersifat hirarkhikal yang menimbulkan kekakuan, dan mempengaruhi motivasi dan produktivitas. Perkembangan berikutnya, paradigma tersebut Begin Match to source 50 in source list: http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/download/16/16mengalami krisis,End Match sehingga Begin Match to source 50 in source list: http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/download/16/16mendorong berkembangnya paradigma baru yaitu paradigma perilaku (behavioural paradigm) yang menekankan pentingnya dimensi-dimensi kemanusiaan dalam organisasi dan manajemen.End Match Pendekatan yang berorientasi kemanusiaan, di antaranya Begin Match to source 50 in source list: http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/download/16/16terdapat teori Maslow, Likert, dan SimonEnd Match yang Begin Match to source 50 in source list: http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/download/16/16memberikan dimensi- dimensi baru dalam merevitalisasi organisasi dan manajemen yang menyentuh manusia dan aspek-aspekEnd Match kemanusian Begin Match to source 50 in source list: http://jurnalpolitik.uinsby.ac.id/index.php/jurnalpolitik/article/download/16/16yang luas, termasuk di dalamnya masalah peningkatan kapasitas diri, dan partisipasi dalam pengambilan keputusan.End Match Gambar 6 Perspektif Birokrasi Old Public Administrasi PERSPEKTIF New Public BIROKRASI Administrastion New Public Service Sumber: Sukowati, Praptining, 2008 POLITIK KINERJA PARTISIPATIF Dalam konsep desentralisasi sebagai wujud nyata pelaksanaan otonomi daerah, perbedaan perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerlukan: a) Desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan-kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, b) Penyesuaian kebijakan pelayanan dasar yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan daerah, serta c) Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan pembangunan daerah. Terkait dengan itu, adanya kepastian hukum yang berkeadilan merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, justru di tengah kemajemukan, berbagai ketidak pastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum merupakan indikator professionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai kebijaksanaan pembangunan. Sebab berbagai kebijaksanaan publik tersebut pada akhirnya harus ditungkan dalam sistem perundang- undangan untuk memiliki kekuatan hukum, dan harus mengandung kepastian hukum. Begin Match to source 67 in source list: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32470/1/YOGA PERMANA-FDK.pdfTelah disinggung bahwa pelayanan publik berhubungan dengan sektor publik. Pakaian, sepatu, arloji, rumah, sepeda motor, televisi, dan mobil pribadi adalah contoh barang-barang yangEnd Match termasukk Begin Match to source 67 in source list: http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/32470/1/YOGA PERMANA-FDK.pdfke dalam sektor privat/swasta karena barang- barang tersebut merupakan kebutuhan perorangan.End Match Sedangkan Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmljalan raya,End Match trotoar, Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmllampu penerangan jalan, jasa pendidikan,End Match pelayanan Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlpenyuluhan,End Match penyuluhan Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmldan penjagaan kesehatan, jasa pemadam kebakaran, jasa pertahanan negara, dan jasa keamananEnd Match adalah Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlbarang-End Match barang yang termasuk ke dalam sektor publik. Disamping itu, juga ada barang yang Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlposisinya di tengah-tengah antara sektor publik dan sektor privat seperti air minum, listrik, angkutan umum, telepon, bahan bakar, jasa siaran berita, dan jasa pengiriman pos.End MatchBegin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveDalam konteks birokrasi pemerintahan, Randall B. Ripley dan Grace A. Franklin dalam bukunya Policy Implementation and Bureaucracy (1982:32) menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan berhubungan dengan urusan-urusan publik. PadaEnd Match tingkatan Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveyang umum, apabila birokrasi memberikan pelayanan publik dengan baik maka birokrasi tersebut mampu menunjukkan sejumlah indikasi perilaku berikut:End Match 1. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMemproses pekerjaannya secara stabil dan giat;End Match 2. Memperlakukan Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveindividu yang berhubungan dengannya secara adil dan berimbang;End Match 3. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMempekerjakan dan mempertahankan pegawai berdasarkan kualifikasi profesional dan orientasi terhadap keberhasilan program;End Match 4. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMempromosikan staff berdasarkan sistem merit danEnd Match hash Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivepekerjaan baik yang dapat dibuktikan;End Match 5. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMelakukan pemeliharaan terhadap prestasi yang sudah dicapai sehingga dapat segera bangkit bila menghadapi keterpurukan. Sedangkan tujuan penyediaan birokrasi pemerintahanEnd Match sebagaimana Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivediuraikan oleh Ripley dan Franklin (1982) adalah sebagai berikut:End Match 1. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMenyediakan sejumlah layanan sebagai hakikat dariEnd Match tanggungjawab Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivepemerintahEnd Match 2. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMemajukan kepentingan sektor ekonomi spesifik seperti pertanian, buruh atau segmen tertentu dari bisnis privatEnd Match 3. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMembuat regulasi atas berbagaiEnd Match aktivitas Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveprivatEnd Match 4. Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveMeredistribusikan sejumlah keuntungan sepertiEnd Match pendapatan, Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivehak-hak, perawatan medisEnd Match dan lain-lain. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Namun, secara faktual, Birokrasi menghadapi sejumlah masalah yang kerap kali menjadi rintangan dalam pencapaian tujuan, diantaranya:End Match 1. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Proses pekerjaannya seringkali tidak dapat diperkirakan dan langkah yang diambil oleh Birokrasi juga terkesan lambanEnd Match 2. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/MenunjukkanEnd Match favoritisme Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/dalamEnd Match perlakuannya Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/terhadap klien tertentu danEnd Match driskriminasi Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/pada yang lainEnd Match 3. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Mempekerjakan staff yang menunjukkan ketertarikan yang rendah terhadap standar profesional dan kualitas pelayanan programEnd Match 4. Mempromosikan staff berdasarkan favoritisme politis atau kriteria yang tidak professional 5. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Menciptakan timbunan kertas yang tidak berguna dan tidak mampu menyesuaikan diri secara relevan dengan perkembangan sosial Selain masalah-masalah yang dikemukakan tersebut, masalah lainnya yang dihadapi oleh Birokrasi khususnya birokrasi di negara dunia ketiga seperti Indonesia adalah berkaitan dengan profesionalitas birokrasi. Mark Turner dan DavidEnd Match Hulme dalam bukunva Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Governance, Administration and Development (1997) menyatakan bahwa kemunculan permasalahan terhadapEnd Match tingkat Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/profesionalitas birokrasi pada negara dunia ketiga merupakan implikasi dari kolonialismeEnd Match yang Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/membangun paradigma birokrasi yang berorientasi pada pengawasan dan pengendalian masyarakat. Birokrasi di Indonesia tak ubahnya seperti birokrasi-birokrasiEnd Match pemerintahan Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/lain pada umumnya dimana mereka harus menghadapi keragu-raguan dari masyarakat. Alasannya, selain birokrasi masih dilingkupi dengan sejumlah masalah sebagaimana yang telah dipaparkanEnd Match di atas, Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/birokrasi juga diyakini lemah dalam mengurus sejumlah kebutuhan publik yang ruang lingkupnya luas.End Match Apalagi Indonesia memiliki karakteristik masyarakat yang plural. H a l i n i Begin Match to source 120 in source list: https://es.scribd.com/document/393295376/BukuKebijakanPublikcetak-docxm e n y e b a b k a nEnd Match k Begin Match to source 120 in source list: https://es.scribd.com/document/393295376/BukuKebijakanPublikcetak-docxoEnd Match h Begin Match to source 120 in source list: https://es.scribd.com/document/393295376/BukuKebijakanPublikcetak-docxeEnd Match s i v i t a s m a s y a r a k a t I n d o n e s i a Begin Match to source 153 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/52309-ID-reformasi-birokrasi-ala-pemerintah-kota.pdfr e l a t i fEnd Match r e n Begin Match to source 153 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/52309-ID-reformasi-birokrasi-ala-pemerintah-kota.pdfd aEnd Match h . Rendahnya kohesivitas ini tentunya b e r p e n g a r u h s e c a r a s i g n i f i k a n t e r h a d a p k Begin Match to source 176 in source list: Cahyat A.. i n e rEnd Match j Begin Match to source 176 in source list: Cahyat A.. aEnd Match b Begin Match to source 176 in source list: Cahyat A.. iEnd Match r Begin Match to source 176 in source list: Cahyat A.. oEnd Match k r Begin Match to source 176 in source list: Cahyat A.. aEnd Match s Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. i d a l a mEnd MatchBegin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. m e m bEnd Match e r i Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. k a nEnd Match layanan. S e b a g a i m a n a y Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfa n g kEnd Match i Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdft aEnd Match k Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfeEnd Match t Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfa hEnd Match u i b Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfaEnd Match h w a d Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. a l a m aEnd Match m a Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. n dEnd Match e m Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. eEnd Match n U n d a n g - Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Undang Dasar (UUD) 1945, Reformasi Birokrasi dimaknai sebagai penataan ulangEnd Match t e r h a d a p s i s t e m penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan a p a r a t u r Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/pemerintah baik pada level pemerintahan lokal maupun nasional. Pendekatan reformasi birokrasi berdasarkan amandemen UUD 1945 merupakan pendekatan sistemik yang secara konseptual lebih mengutamakan komprehensi dibandingkanEnd Match ekstensi. Tantangan Birokrasi dalam Layanan Publik T antangan birokrasi dalam layanan publik, d i t Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. a n d aEnd Match i d e Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. nEnd Match g Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd Match n kemampuan birokrasi dalam memberikan kepuasan masyarakat. Namun selama ini, masih banyak dijumpai adanya ketidak puasan layanan publik. Sehingga merupakan tantangan birokrasi di era reformasi ini untuk mewujudkan kepuasan terhadap layanan kepada masayarakat. S a l a h s a tu keluhan yang sering terdengar dari masyarakat yang berhubungan dengan aparatur pemerintah karena sesuatu urusan adalah selain berbelit-belit akibat birokrasi yang kaku, juga perilaku oknum aparatur yang memberikan layanan kepada masyarakat kadang kala kurang bersahabat sehingga tidak kurang terjadi perang mulut dan bahkan kadang kala hingga ke fisik tidak dapat terhindarkan antara oknum aparat dengan oknum masyarakat yang merasa dirugikan. Realita yang demikian ini, memerlukan kepedulian dari kalangan aparatur, sehingga dalam memberikan layanan kepada masyarakat benar-benar prima. Keprimaan ini pada gilirannya akan mendapatkan pengakuan atas kualitas pelayanan yang datang dari masyarakat itu sendiri. Hingga kini, organisasi belum mendukung pola pelayanan prima yang diidolakan. Hal ini terbukti dengan belum terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit. Standard Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat. Dalam kehidupan di berbagai negara dibelahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governance). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan KKN juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang perlu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan negara - baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa. Yang perlu diingat adalah bahwa semuanya itu berada dan berlangsung dalam Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia dan masing-masing memiliki tanggung jawab dalam mengemban perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan NKRl. Birokrasi merupakan faktor atau pun aktor utama baik dalam terjadinya KKN maupun dalam upaya pencegahan ataupun pemberantasan KKN; meskipun kita mengetahui bahwa masalah KKN bukan hanya terjadi dan terdapat di lingkungan birokrasi, tetapi juga berjangkit dan terjadi pula pada sektor swasta, dunia usaha, dan lembaga-Iembaga dalam masyarakat pada umumnya. Dalam hubungan “reformasi birokrasi” ini sekalipun secara konseptual kita dapat membatasi masalah KKN dalam lingkup “urusan-urusan publik yang diltangani birokrasi”; namun secara aktual, interaksi birokrasi dengan lembaga-lembaga yang ada dalam masyarakat dan dunia usaha merupakan suatu keniscayaan. Dalam hubungan “interaksi dengan publik utamanya dalam pelayanan publik” itulah KKN bisa berkembang pada kedua pihak, dalam dan antar birokrasi, dunia usaha, dan masyarakat, dengan jenjang yang panjang dan menyeluruh. Oleh sebab itu, usaha pemberantasan KKN perlu dilihat dalam konteks “reformasi birokrasi”, bahkan dalam rangka “reformasi sistem administrasi negara” secara keseluruhan. Menurut Sukowati P (2008), “dalam hubungan itu, agenda utama yang perlu ditempuh adalah terwujudnya kepemerintahan yang baik (good governance) yang sasaran pokoknya adalah terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang profesional, berkepastian hukum, transparan, partisipatif, akuntabel, memiliki kredibilitas, bersih dan bebas KKN; peka dan tanggap terhadap segenap kepentingan dan aspirasi rakyat di seluruh wilayah negara; berkembangnya budaya dan perilaku birokrasi yang didasari etika, semangat pelayanan dan pertanggung jawaban publik, serta integritas pengabdian dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara”. Dalam hubungan itu, dari sudut disiplin dan sistem administrasi negara good governance dapat dipandang merupakan paradigma yang antara lain berisikan konsep yang mencakup 3 (tiga) aktor utama, yaitu pemerintahan negara dimana birokrasi termasuk di dalamnya, dunia usaha (swasta, dan usaha-usaha negara), dan masyarakat. Ketiga aktor yang berperan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa tersebut memiliki posisi, peran, tanggung jawab, dan kemampuan yang diperlukan untuk suatu proses pembangunan yang dinamis dan berkelanjutan. Dalam konsep good governance ketiga aktor dalam sistem administrasi negara tersebut ditempatkan sebagai mitra yang setara. Tindak pidana korupsi telah terjadi secara meluas, dan dianggap pula telah menjadi suatu penyakit yang sangat parah yang tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga telah merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, menggerogoti demokrasi, merusak aturan hukum, dan memundurkan pembangunan, serta memudarkan masa depan bangsa. Dalam hubungan itu, KKN tidah hanya mengandung pengertian penyalahgunaan kekuasaan ataupun kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan dan asset negara, tetapi juga setiap kebijakan dan tindakan yang menimbulkan depresiasi nilai publik, baik tidak sengaja, atau pun terpaksa. Korupsi terjadi di berbagai negara di seluruh dunia. Hal ini mendorong masyarakat internasional untuk bekerjasama dalam pemberantasan korupsi. Komitmen masyarakat internasional dalam upaya pemberantasan korupsi juga didukung oleh berbagai lembaga pembiayaan utama dunia, seperti World Bank, ADB, IMF, dan juga organisasi internasional lainnya seperti OECD dan APEC.Bahkan PBB dalam Sidang Umum tanggal 16 Desember 1996 menyatakan deklarasi untuk pemberantasan korupsi dalam dokumen United Nation Declaration Against Corruption and Bribery In International CoMasyarakat madaniercial Transaction yang dipublikasikan sebagai resolusi PBB No. A/RES/51/59, tanggal 28 Januari 1997. Semangat anti korupsi terus berlanjut antara lain tercermin dalam “Declaration of 8th International Conference Against Corruption” yang diselenggarakan di Lima, Peru, pada tangal 11 September 1997 dan dihadiri oleh wakil-wakil masyarakat dari 93 negara. Konferensi tersebut meyakini bahwa untuk memerangi korupsi diperlukan kerjasama antara masyarakat, dunia usaha, dan pemerintah. Di antara berbagai butir penting lainnya dalam deklarasi konferensi tersebut adalah bahwa semua penyelenggaraan pemerintahan harus dilakukan secara transparan dan akuntabel; serta harus menjamin independensi, integritas, dan depolitisasi sistem peradilan sebagai bagian penting dari tegaknya hukum yang akan menjadi tumpuan dari semua upaya pemberantasan korupsi yang efektif. Sementara itu, banyak pakar dam pengamat ekonomi dan politik serta para tokoh masyarakat Indonesia dan internasional baik melalui media massa maupun pada forum-forum lainnya, menyatakan bahwa dibanding korupsi yang terjadi di berbagai negara lain, fenomena korupsi yang terjadi di Indonesia sudah menjadi penyakit yang kronis dan sulit disembuhkan; korupsi telah menjadi sesuatu yang sistemik: sudah menjadi suatu sistem yang menyatu dengan penyelenggaraan pemerintahan negara dan bahkan dikatakan bahwa pemerintahan justru akan hancur apabila korupsi diberantas. Struktur pemerintahan yang dibangun dengan latar belakang korupsi akan menjadi struktur yang korup dan akan hancur manakala korupsi tersebut dihilangkan. Berbagai lembaga luar negeri baik swasta maupun pemerintah juga berpendapat bahwa fenomena korupsi di Indonesia sudah sangat parah. Hal ini ditunjukan antara lain dari berbagai hasil survei atau penelitian yang mereka 3 Lihat Hamid Basyaib, Richard Holloway, dan Nono Anwar Makarim, Mencuri Uang Rakyat : 16 Kajian Korupsi Di Indonesia, 4 jilid; Jaka Aksara Foundation, 2003. lakukan dan dibandingkan dengan kondisi di berbagai negara lainnya, antara lain seperti hasil penelitian PERC (Political and Economic Risk Consultancy, 2000) yang menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat korupsi tertinggi dan sarat kroniisme dengan skor 9,91 untuk korupsi dan 9,09 untuk kroniisme diantara negara-negara Asia; dengan skala penilaian yang sama antara nol yang terbaik hingga sepuluh yang terburuk. Hasil penelitian tersebut, menempatkan Indonesia pada peringkat bawah atau tergolong pada negara dengan tingkat korupsi yang sangat parah. Selain itu, menurut penelitian tersebut, masalah korupsi juga terkait erat dengan birokrasi. Dalam hubungan ini birokrasi Indonesia dinilai termasuk terburuk. Di tahun 2000 Indonesia memperoleh skor 8 (yaitu kisaran skor nol untuk terbaik dan 10 untuk yang terburuk) yang berarti jauh dibawah rata-rata kualitas birokrasi di negara- negara Asia. Terpuruknya Indonesia dalam kategori korupsi dan birokrasi, juga dilengkapi dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh PERC (2001) dan Price Water House Cooper (2001) tentang ranking negara-negara Asia dalam implementasi good governance. Indonesia menempati ranking/urutan ke 89 dari 91 negara yang disurvei; dan dari sisi competitiveness Indonesia menempati urutan ke-49 dari 49 negara yang diteliti. Terlepas dari berbagai paramater yang mungkin bisa diperdebatkan, hasil-hasil penelitian tersebut harus kita perhatikan untuk mengantisipasi pembesaran dampaknya. Berbagai fenomena dan sejarah perkembangan korupsi di Indonesia tersebut menunjukkan adanya kaitan erat antara KKN dengan perilaku kekuasaan dan birokrasi yang melakukan penyimpangan. Pemberdayaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Layanan Publik S ementara itu, untuk mengaktualisasikan potensi masyarakat, dan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi bangsa, perlu dijamin perkembangnya kreativitas dan oto-aktivitas masyarakat bangsa yang terarah pada pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta ketahanan dan daya saing perekonomian bangsa. Dalam rangka itu, reformasi sistem birokrasi dalam penyelenggaraan pembangunan baik di pusat maupun di daerah-daerah, juga perlu diperhatikan antara lain prinsip-prinsip pemberdayaan, desentralisasi, dan kepastian hukum. Pemberdayaan masyarakat menyentuh nilai-nilai kemanusian dan pengakuan terhadap hak dan kewajiban masyarakat dalam negara hukum yang demokratis. Hidupnya demokrasi dalam suatu negara bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, serta terbukanya peluang untuk berpartisipasi aktif dalam kegiatan pembangunan. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dan memikul tanggung jawab pembangunan, reformasi birokrasi pemerintah perlu diarahkan antara lain pada : a) Pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat b) Perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat. c) Pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Upaya pemberdayaan masyarakat memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (a spirit to public service), dan menjadi mitra masyarakat (partner of society); atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (co production) (Hatry, 1990). Dalam pada itu pelayanan mempunyai makna pengabdian atau pengelolaan pemberian bantuan yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku "melayani, bukan dilayani", "mendorong, bukan menghambat", "mempermudah, bukan mempersulit", "sederhana, bukan berbelit-belit", "terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang". Makna administrasi publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya "melayani publik", harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara. Oleh karenanya, sudah saatnya bagi kita untuk memperhitungkan aspek-aspek lain di luar birokrasi yang akan mempengaruhi berjalannya agenda reformasi birokrasi. Begin Match to source 22 in source list: https://ilmanmilanist.blogspot.com/2012/Beberapa rekomendasi berikut ini dapat dijadikan bahan acuan untuk melakukan reformasi birokrasi di Indonesia.End MatchBegin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveAspek pertama yang perluEnd Match diperhitungkan Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivedalam melakukan reformasi birokrasi adalah berkaitan dengan paradigma teoritikal kajian birokrasi yang lebih condong pada structural efeciency. Perspektif tersebut secara empiris berkontradiksi dengan metode pembentukan pemerintah baik pada tingkat lokal maupun nasional. Seperti yang kita ketahui bersama bahwa semenjak amandemen UUD 1945 pembentukan pemerintahan dilakukan melalui instrumen demokrasi yang bernuansa politis yaitu Pemilihan Presiden secara langsung (Pilpres). Sedangkan pada tingkat lokal, sebagaimana diatur dalamEnd Match UndangUndang Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveNomor 32 Tahun 2004 TentangEnd Match Pemenerintahan Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveDaerah maka kita dikenalkanEnd Match dengan Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivePemilihan Kepala Daerah (Pilkada).End Match Aspek ketiga Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveadalah perubahan kerangka pikir birokrat yang masih mewarisi nilai-nilai feodalisme dimana para birokrat masih berpikir bahwa tugasEnd Match mereka Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveadalah untuk mengendalikan dan mengawasiEnd Match perilaku Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchivepublik. KerangkaEnd Match berpikir Begin Match to source 17 in source list: http://kuantin1993.blogspot.com/2013/06/reformasi-birokrasi.html?action=toggle&dir=close&toggle=MONTHLY-1370070000000&toggleopen=MONTHLY-1370070000000&widgetId=BlogArchive2&widgetType=BlogArchiveyang demikian, akan melahirkan perilaku yang cenderung untuk mengabdi pada kepentingan penguasa bukan pada upaya yang serius untuk melakukanEnd Match a k s Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. e l eEnd Match r Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. aEnd Match s Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. iEnd Match p Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. eEnd Match n i n g k a Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. t a n k u aEnd Match l i t Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd Match s p e l a y a n a n p u b l i k . Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan salah satu fungsi pentingEnd Match pemerintah di samping Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853distribusi,End Match r e g u l a s i , d a n p r o t e k s i . F u n g s i t e r s e Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. b u t mEnd Match e r Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. u p aEnd Match k a Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. n aEnd Match k t u a Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. l iEnd Match s Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. a s i rEnd Match i i Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. lEnd Match k o n t r a k s o s i a l y Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. a nEnd Match g Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. d i b e rEnd Match i k Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd Match n m Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd Match s y a Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. r a kEnd Match a Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. tEnd Match k Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. eEnd Match p Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd Match d Begin Match to source 66 in source list: Colfer C.J.P., Capistrano D., eds.. aEnd MatchBegin Match to source 116 in source list: https://ml.scribd.com/doc/122158599/infrastruktur-daerahp e m e r i n t a hEnd Match d Begin Match to source 116 in source list: https://ml.scribd.com/doc/122158599/infrastruktur-daerahaEnd Match l Begin Match to source 116 in source list: https://ml.scribd.com/doc/122158599/infrastruktur-daerahaEnd Match m k o Begin Match to source 116 in source list: https://ml.scribd.com/doc/122158599/infrastruktur-daerahnEnd Match t Begin Match to source 116 in source list: https://ml.scribd.com/doc/122158599/infrastruktur-daeraheEnd Match k s Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfh u b u n g a nEnd Match P r i n c i p a l - A g e n t . Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853Berdasarkan kerangka kerja tersebut, pemerintah selanjutnya melakukan proses pengaturan alokasiEnd Match sumberdaya publik Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853dengan cara menyeimbangkan aspek penerimaan danEnd Match pengeluaraan Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853untukEnd Match memaksimalisasi Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853penyediaan kebutuhan pelayanan kolektif. Preskripsi tersebut hampir bertolak belakang denganEnd Match praksis Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853pelayanan publik yang dimotori pemerintah, termasuk untuk konteks Indonesia kontemporer. Sebagai pelaksana kontrak sosial yang digariskan sebelumnya, pemerintah justruEnd Match menimbulkan Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853banyak masalah bagi publik yangEnd Match menjadi Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853kliennya. Sangat masuk akal jikaEnd Match pemerintah Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853kemudian mendapat berbagai stigma negatif. Jauh dari menjadi bagian dari solusiEnd Match (a part Begin Match to source 24 in source list: http://journal.uii.ac.id/index.php/Sinergi/article/viewFile/923/853of solution), pemerintah justru menjadi bagian dari masalah (a part of problem), bahkan masalah utama, dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik (Weiss, 1995).End Match Dalam rangka peningkatan kehidupan demokrasi, pemberdayaan, perluasan partisipasi, peningkatan pembangunan daerah dan pemberian pelayanan guna meningkatkan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat di daerah, sekaligus juga terpeliharanya kesatuan dan persatuan bangsa, negara, dan tanah air, diperlukan pengembangan sistem dan kebijakan penyelenggaraan otonomi daerah yang mantap, berfokus pada desentralisasi kewenangan tertentu dalam pengelolaan kebijakan dan penyelenggaraan tugas pelayanan pemerintah kepada masyarakat, berdasarkan pedoman berisikan norma, standar, dan prosedur nasional. Pedoman nasional dalam pengelolaan kebijakan yang berorientasi pada meningkatnya kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat daerah tersebut harus dapat memperlancar aparatur daerah dalam melakukan pengelolaan kebijakan dan pelayanan prima kepada masyarakat di daerah. Dalam upaya memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung jawab pembangunan, reformasi birokrasi pemerintah perlu diarahkan antara lain pada (a) pengurangan hambatan dan kendala- kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, (b) perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan (c) pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayaguna- kan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Reinventing Government dan Optimalisasi Pelayanan Publik P elayanan publik di Indonesia masih sangat rendah. Demikian salah satu kesimpulan Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2004 dan hasil penelitian Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002.2 Buruknya pelayanan publik memang bukan hal baru, fakta di lapangan masih banyak menunjukkan hal ini. GDS 2002 menemukan tiga masalah penting yang banyak terjadi di lapangan dalam penyelenggaraan pelayanan publik, yaitu pertama, besarnya diskriminasi pelayanan. Penyelenggaraan pelayanan masih amat dipengaruhi oleh hubungan per-konco-an, kesamaan afiliasi politik, etnis, dan agama. Fenomena semacam ini tetap marak walaupun telah diberlakukan UU No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang secara tegas menyatakan keharusan adanya kesamaan pelayanan, bukannya diskriminasi. Kedua, tidak adanya kepastian biaya dan waktu pelayanan. Ketidakpastian ini sering menjadi penyebab munculnya KKN, sebab para pengguna jasa cenderung memilih menyogok dengan biaya tinggi kepada penyelenggara pelayanan untuk mendapatkan kepastian dan kualitas pelayanan. Dan ketiga, rendahnya tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan publik. Begin Match to source 119 in source list: https://id.scribd.com/doc/226304438/STANDAR-PELAYANAN-PUBLIKIni merupakan konsekuensi logis dari adanya diskriminasi pelayanan dan ketidak pastian tersebut. PermasalahanEnd Match tersebut di atas dapat diminimalisir melalui teori yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler dalam bukunya Reinventing Government, sebagai solusi alternatif dalam melakukan optimalisasi pelayanan publik birokrasi dunia peradilan. Teori ini sudah terbukti mampu menjadi solusi atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah di penghujung tahun 1980-an. Melakukan optimalisasi pelayanan publik yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan bukanlah pekerjaan mudah seperti halnya membalikkan telapak tangan mengingat pembaharuan tersebut menyangkut pelbagai aspek yang telah membudaya dalam lingkaran birokrasi pemerintahan kita. Di antara beberapa aspek tersebut adalah kultur birokrasi yang tidak kondusif yang telah lama mewarnai pola pikir birokrat sejak era kolonial dahulu. Prosedur dan etika pelayanan yang berkembang dalam birokrasi kita sangat jauh dari nilai-nilai dan praktik yang menghargai warga bangsa sebagai warga negara yang berdaulat. Prosedur pelayanan, misalnya, tidak dibuat untuk mempermudah pelayanan, tetapi lebih untuk melakukan kontrol terhadap perilaku warga sehingga prosedurnya berbelit-belit dan rumit. Tidak hanya itu, mulai masa orde baru hingga kini, eksistensi PNS (ambtennar) merupakan jabatan terhormat yang begitu dihargai tinggi dan diidolakan publik, khususnya Jawa, sehingga filosofi PNS sebagai pelayan publik (public servant) dalam arti riil menghadapi kendala untuk direalisasikan. Hal ini terbukti dengan sebutan pangreh raja (pemerintah negara) dan pamong praja (pemelihara pemerintahan) Begin Match to source 48 in source list: https://pt.scribd.com/document/371185757/246291121-Konsep-Dasar-Pelayanan-Publik-pdfuntuk pemerintahan yang ada pada masa tersebut yang menunjukkan bahwa mereka siap dilayani bukan siap untuk melayani.End Match Di samping itu, Begin Match to source 48 in source list: https://pt.scribd.com/document/371185757/246291121-Konsep-Dasar-Pelayanan-Publik-pdfkendala infrastruktur organisasi yang belum mendukung pola pelayanan prima yang diidolakan.End Match Selain Begin Match to source 48 in source list: https://pt.scribd.com/document/371185757/246291121-Konsep-Dasar-Pelayanan-Publik-pdfituEnd Match juga Begin Match to source 48 in source list: https://pt.scribd.com/document/371185757/246291121-Konsep-Dasar-Pelayanan-Publik-pdfterbukti dengan belum terbangunnya kaidah-kaidah atau prosedur-prosedur baku pelayanan yang memihak publik serta standar kualitas minimal yang semestinya diketahui publik selaku konsumennya di samping rincian tugas-tugas organisasi pelayanan publik secara komplit.End Match Standard Operating Procedure (SOP) pada masing-masing service provider belum diidentifikasi dan disusun sehingga tujuan pelayanan masih menjadi pertanyaan besar. Akibatnya, pada satu pihak penyedia pelayanan dapat bertindak semaunya tanpa merasa bersalah (guilty feeling) kepada masyarakat. Sebenarnya perdebatan mengenai optimalisasi pelayanan publik oleh pemerintah telah lama berkembang dalam studi administrasi publik. Sejak beberapa dekade lalu, polemik sudah terjadi dikalangan para pakar mengenai cara untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih dan efisien, tanggap, dan akuntabel. Masing-masing pakar memaparkan teori dan atau membantah dan memperbaiki teori yang ada sebelumnya. Teori yang mapan menjadi paradigma dan di"mitos"kan, kemudian muncul teori baru untuk mendemistifikasi teori yang mapan tersebut. Teori Reinventing Government yang tergolong pada The New Public Management merupakan demistifikasi atas The Old Public Management. Dan sebenarnya sekarang telah muncul demistifikasi atas The New public Management dengan munculnya konsep The New Public service. Para ilmuwan politik, misalnya, telah memperdebatkan kemungkinan mengembangkan good government dan representative government, sejak awal abad 20-an. Bahkan tidak hanya itu, Woodrow Wilson pada tahun 1887 dalam The Study of Administration telah mengemukakan konsep dikotomi politik dan administrasi untuk menciptakan pemerintahan yang efisien. Selain Wilson, ada Max weber (1922) dengan teori The Ideal Type of Bureucracy, Luther gullick (1937) dengan konsep POSDCORB, Frank J. Goodnow (1900) dengan konsepnya yang tertuang dalam makalahnya Politics and Administration, Frederick W. Taylor (1912) dengan konsepnya Scientific Management, Herbert A. Simon (1946) dengan konsepnya The Proverbs of Administration dan masih banyak lagi yang ikut memberikan kontribusi konsep dan teori dalam optimalisasi pelayanan publik. Sedangkan gagasan Reinventing Government yang dicetuskan oleh David osborne dan Ted Gaebler (1992) adalah gagasan mutakhir yang mengkritisi dan memperbaiki konsep-konsep dan teori-teori klasik tersebut untuk optimalisasi pelayanan publik. Gagasan David Osborne dan Ted Gaebler tentang Reinventing Government tertuang dalam karyanya yang berjudul Reinventing Government: How the Entrepreneurial Spirit is Transforming the Public Sector yang dipublikasikan pada tahun 1992 dan Banishing Bureaucracy: The Five Strategies for Reinventing Government, buku terakhir ini ditulis oleh David Osborne dan Peter Plastik yang dipublikasikan pada tahun 1997. Gagasan ini muncul sebagai respon atas buruknya pelayanan publik yang terjadi di pemerintahan Amerika sehingga timbul krisis kepercayaan terhadap pemerintah. Bahkan di penghujung tahun 1980-an, majalah Time pada sampul mukanya menanyakan: "Sudah Matikah Pemerintahan?". Di awal tahun 1990-an, jawaban yang muncul bagi kebanyakan orang Amerika adalah "Ya". Buruknya pelayanan publik ini dibuktikan dengan menurunya kualitas pendidikan, sekolah-sekolah di negeri AS adalah yang terburuk di antara negara-negara maju. Sistem pemeliharaan kesehatan tidak terkendali. Pengadilan dan rumah tahanan begitu sesak, sehingga banyak narapidana menjadi bebas. Banyak kota dan negara bagian yang dibanggakan pailit dengan defisit multi-milyaran dolar sehingga ribuan pekerja diberhentikan dari kerja. Gagasan- gagasan Osborne dan Gaebler tentang Reinventing Government mencakup 10 prinsip untuk mewirausahakan birokrasi. Adapun 10 prinsip tersebut adalah: Pertama, Pemerintahan Katalis: mengarahkan ketimbang mengayuh. Artinya, jika pemerintahan diibaratkan sebagai perahu, maka peran pemerintah seharusnya sebagai pengemudi yang mengarahkan jalannya perahu, bukannya sebagai pendayung yang mengayuh untuk membuat perahu bergerak. Pemerintah entrepreneurial seharusnya lebih berkonsentrasi pada pembuatan kebijakan-kebijakan strategis (mengarahkan) daripada disibukkan oleh hal-hal yang bersifat teknis pelayanan (mengayuh).Cara ini membiarkan pemerintah beroperasi sebagai seorang pembeli yang terampil, mendongkrak berbagai produsen dengan cara yang dapat mencapai sasaran kebijakannya. Wakil-wakil pemerintah tetap sebagai produsen jasa dalam banyak hal, meskipun mereka sering harus bersaing dengan produsen swasta untuk memperoleh hak istimewa. Tetapi para produsen jasa publik ini terpisah dari organisasi manajemen yang menentukan kebijakan. Upaya mengarahkan membutuhkan orang yang mampu melihat seluruh visi dan mampu menyeimbangkan berbagai tuntutan yang saling bersaing untuk mendapatkan sumber daya. Upaya mengayuh membutuhkan orang yang secara-sungguh-sungguh memfokuskan pada satu misi dan melakukannya dengan baik. Kedua, Pemerintahan Milik Rakyat: memberi wewenang ketimbang melayani. Artinya, birokrasi pemerintahan yang berkonsentrasi pada pelayanan menghasilkan ketergantungan dari rakyat. Hal ini bertentangan dengan kemerdekaan sosial ekonomi mereka. Oleh karena itu, pendekatan pelayanan harus diganti dengan menumbuhkan inisiatif dari mereka sendiri. Pemberdayaan masyarakat, kelompok-kelompok persaudaraan, organisasi sosial, untuk menjadi sumber dari penyelesaian masalah mereka sendiri. Pemberdayaan semacam ini nantinya akan menciptakan iklim partisipasi aktif rakyat untuk mengontrol pemerintah dan menumbuhkan kesadaran bahwa pemerintah sebenarnya adalah milik rakyat. Ketika pemerintah mendorong kepemilikan dan kontrol ke dalam masyarakat, tanggung jawabnya belum berakhir. Pemerintah mungkin tidak lagi memproduksi jasa, tetapi masih bertanggung jawab untuk memastikan bahwa kebutuhan-kebutuhan telah terpenuhi. Ketiga, Pemerintahan Yang Kompetitif: menyuntikkan persaingan ke dalam pemberian pelayanan. Artinya, berusaha memberikan seluruh pelayanan tidak hanya menyebabkan risorsis pemerintah menjadi habis terkuras, tetapi juga menyebabkan pelayanan yang harus disediakan semakin berkembang melebihi kemampuan pemerintah (organisasi publik), hal ini tentunya mengakibatkan buruknya kualitas dan efektifitas pelayanan publik yang dilakukan mereka. Oleh karena itu, pemerintah harus mengembangkan kompetisi (persaingan) di antara masyarakat, swasta dan organisasi non pemerintah yang lain dalam pelayanan publik. Hasilnya diharapkan efisiensi yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar dan terbentuknya lingkungan yang lebih inovatif. Di antara keuntungan paling nyata dari kompetisi adalah efisiensi yang lebih besar sehingga mendatangkan lebih banyak uang, kompetisi memaksa monopoli pemerintah (atau swasta) untuk merespon segala kebutuhan pelanggannya, kompetisi menghargai inovasi, dan kompetisi membangkitkan rasa harga diri dan semangat juang pegawai negeri. Keempat, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan yangEnd Match digerakkan Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmloleh misi: mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan. Artinya, pemerintahan yang dijalankan berdasarkan peraturan akan tidak efektif dan kurang efisien, karena bekerjanya lamban dan bertele- tele. Oleh karena itu, pemerintahan harus digerakkan oleh misi sebagai tujuan dasarnya sehingga akan berjalan lebih efektif dan efisien. Karena dengan mendudukkan misi organisasi sebagai tujuan, birokrat pemerintahan dapat mengembangkan sistem anggaran dan peraturan sendiri yang memberi keleluasaan kepada karyawannya untuk mencapai misi organisasi tersebut. Di antara keunggulan pemerintah yang digerakkan oleh misi adalah lebih efisien, lebih efektif, lebih inovatif, lebih fleksibel, dan lebih mempuyai semangat yang tinggi ketimbang pemerintahan yang digerakkan oleh aturan.End Match Kelima, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan yang berorientasi hasil:End Match membiayai Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlhasil, bukan masukan. Artinya, bila lembaga-lembaga pemerintah dibiayai berdasarkan masukan (income), maka sedikit sekali alasan mereka untuk berusaha keras mendapatkan kinerja yang lebih baik. Tetapi jika mereka dibiayai berdasarkan hasil (outcome), mereka menjadi obsesif pada prestasi. Sistem penggajian dan penghargaan, misalnya, seharusnya didasarkan atas kualitas hasil kerja bukan pada masa kerja, besar anggaran dan tingkat otoritas. Karena tidak mengukur hasil, pemerintahan-pemerintahan yang birokratis jarang sekali mencapai keberhasilan. Mereka lebih banyak mengeluarkan untuk pendidikan negeri, namun nilai tes dan angka putus sekolah nyaris tidak berubah. Mereka mengeluarkan lebih banyak untuk polisi dan penjara, namun angka kejahatan terus meningkat.End Match Keenam, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan berorientasi pelanggan:End Match memenuhi kebutuhan Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlpelanggan, bukanEnd Match boirokrasi. Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlArtinya, pemerintah harus belajar dari sektor bisnis di mana jika tidak fokus dan perhatian pada pelanggan (customer), maka warga negara tidak akan puas dengan pelayanan yang ada atau tidak bahagia. Oleh karena itu, pemerintah harus menempatkan rakyat sebagai pelanggan yang harus diperhatikan kebutuhannya. Pemerintah harus mulai mendengarkan secara cermat para pelanggannya, melalui survei pelanggan, kelompok fokus dan berbagai metode yang lain. Tradisi pejabat birokrasi selama ini seringkali berlaku kasar dan angkuh ketika melayani warga masyarakat yang datangEnd Match keistansinya. Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlTradisi ini harus diubah dengan menghargai mereka sebagai warga negara yang berdaulat dan harus diperlakukan dengan baik dan wajar. Di antara keunggulan sistem berorientasi pada pelanggan adalah memaksa pemberi jasa untuk bertanggung jawab kepada pelanggannya, mendepolitisasi keputusan terhadap pilihan pemberi jasa, merangsang lebih banyak inovasi, memberi kesempatan kepada warga untuk memilih di antara berbagai macam pelayanan, tidak boros karena pasokan disesuaikan dengan permintaan, mendorong untuk menjadi pelanggan yang berkomitmen, dan menciptakan peluang lebih besar bagi keadilan.End Match Ketujuh, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan Wirausaha: menghasilkan ketimbang membelanjakan. Artinya, sebenarnya pemerintah mengalami masalah yang sama dengan sektor bisnis, yaitu keterbatasan akan keuangan, tetapi mereka berbeda dalam respon yang diberikan. Daripada menaikkan pajak atau memotong program publik, pemerintah wirausaha harus berinovasi bagaimana menjalankan program publik dengan dengan sumber daya keuangan yang sedikit tersebut. Dengan melembagakan konsep profit motif dalam dunia publik, sebagai contoh menetapkan biaya untuk public service dan dana yang terkumpul digunakan untuk investasi membiayaiEnd Match inoasi- Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlinovasi di bidang pelayanan publik yang lain. Dengan cara ini, pemerintah mampu menciptakan nilai tambah dan menjamin hasil, meski dalam situasi keuanganEnd Match yang Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlsulit.End Match Kedelapan, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan Antisipatif: mencegah daripada mengobati. Artinya, pemerintahan tradisional yang birokratis memusatkan pada penyediaan jasa untuk memerangi masalah. Misalnya, untuk menghadapi sakit, mereka mendanai perawatan kesehatan. Untuk menghadapi kejahatan, mereka mendanai lebih banyak polisi. Untuk memerangi kebakaran, mereka membeli lebih banyak truk pemadam kebakaran. Pola pemerintahan semacam ini harus diubah dengan lebih memusatkan atau berkonsentrasi pada pencegahan. Misalnya, membangun sistem air dan pembuangan air kotor, untuk mencegah penyakit; dan membuat peraturan bangunan, untuk mencegah kebakaran. Pola pencegahan (preventif) harus dikedepankan dari pada pengobatan mengingat persoalan-persoalan publik saat ini semakin kompleks, jika tidak diubah (masih berorientasi pada pengobatan) maka pemerintah akan kehilangan kapasitasnya untuk memberikan respon atas masalah-masalah publik yang muncul.End Match Kesembilan, Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlPemerintahan Desentralisasi: dari hierarki menuju partisipasi dan tim kerja. Artinya, pada saat teknologi masih primitif, komunikasi antar berbagai lokasi masih lamban, dan pekerja publik relatif belum terdidik, maka sistem sentralisasi sangat diperlukan. Akan tetapi, sekarang abad informasi dan teknologi sudah mengalami perkembangan pesat, komunikasi antar daerah yang terpencil bisa mengalir seketika, banyak pegawai negeri yang terdidik dan kondisi berubah dengan kecepatan yang luar biasa, maka pemerintahan desentralisasilah yang paling diperlukan. Tak ada waktu lagi untuk menunggu informasi naik ke rantai komando dan keputusan untuk turun. Beban keputusan harus dibagi kepada lebih banyak orang, yang memungkinkan keputusan dibuat "ke bawah" atau pada "pinggiran" ketimbangEnd Match menngonsentrasikannya Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlpada pusat atau level atas. Kerjasama antara sektor pemerintah, sektor bisnis dan sektor civilEnd Match socity Begin Match to source 5 in source list: https://ahmadianjas.blogspot.com/2018/06/penerapan-prinsip-reinventing.htmlperlu digalakkan untuk membentuk tim kerja dalam pelayanan publik.End Match Dan prinsip yang kesepuluh adalah Pemerintahan berorientasi pasar: mendongkrak perubahan melalui pasar. Artinya, daripada beroperasi sebagai pemasok masal barang atau jasa tertentu, pemerintahan atau organisasi publik lebih baik berfungsi sebagai fasilitator dan pialang dan menyemai pemodal pada pasar yang telah ada atau yang baru tumbuh. Pemerintahan entrepreneur merespon perubahan lingkungan bukan dengan pendekatan tradisional lagi, seperti berusaha mengontrol lingkungan, tetapi lebih kepada strategi yang inovatif untuk membentuk lingkungan yang memungkinkan kekuatan pasar berlaku. Pasar di luar kontrol dari hanya institusi politik, sehingga strategi yang digunakan adalah membentuk lingkungan sehingga pasar dapat beroperasi dengan efisien dan menjamin kualitas hidup dan kesempatan ekonomi yang sama. Dalam rangka melakukan optimalisasi pelayanan publik, 10 prinsip di atas seharusnya dijalankan oleh pemerintah sekaligus, dikumpulkan semua menjadi satu dalam sistem pemerintahan, sehingga pelayanan publik yang dilakukan bisa berjalan lebih optimal dan maksimal. 10 prinsip tersebut bertujuan untuk menciptakan organisasi pelayanan publik yang smaller (kecil, efisien), faster (kinerjanya cepat, efektif) cheaper (operasionalnya murah) dan kompetitif. Dengan demikian, pelayanan publik oleh birokrasi kita bisa menjadi lebih optimal dan akuntabel. Kesimpulannya adalah Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfpatologi birokrasi, seperti pungli, korupsi, kolusi, nepotisme, diskriminasi pelayanan, proseduralisme dan berbagai macam kegiatan yang tidak efektif dan efisien, telah mengakibatkan terpuruknya pelayanan publik yang dilakukan pemerintahan kita. Buruknya pelayanan publik tidak hanya pada masa orde baru yang sentralistik, tapi juga masih menggurita pada masa sekarangEnd Match sebagaimana hasil penelitian dan penilaian Bank Dunia yang dilaporkan dalam World Development Report 2004 dan Governance and Desentralization Survey (GDS) 2002. Reinventing Government yang digagas oleh David Osborne dan Ted Gaebler menemukan titik relevansinya dalam konteks optimalisasi pelayanan publik. 10 prinsip yang terkandung di dalamnya, yakni pemerintah seharusnya lebih berfungsi mengarahkan ketimbang mengayuh, memberi wewenang ketimbang melayani, menyuktikkan persaingan (kompetisi) dalam pemberian pelayanan, digerakkan oleh misi bukan peraturan, berorientasi pada hasil (outcome) bukan masukan (income), berorientasi pada pelanggan bukan pada birokrasi, menghasilkan ketimbang membelanjakan, mencegah ketimbang mengobati, desentralisasi dan pemerintah berorientasi pasar, seharusnya diterapkan oleh pemerintah untuk meningkatkan pelayanan publik kepada masyarakat. Pelaksanaan 10 prinsip Reinventing Government, tentu harus disesuaikan dengan sosio-kultur kita, bisa menjadi solusi alternatif yang efektif untuk menghilangkan patologi-patologi birokrasi kita selama ini. BAB III Kebijakan dan Standarisasi Layanan Publik Kebijakan Layanan Publik P engertian Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlkebijakan publik adalah keputusan-keputusan yang mengikat bagi orang banyak pada tataran strategis atau bersifat garis besar yang dibuat oleh pemegang otoritas publik. Sebagai keputusan yang mengikat publik maka kebijakan publik haruslah dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya, kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang di jalankan oleh birokrasi pemerintah. Fokus utama kebijakan publik dalam Negara modern adalah pelayanan publik, yang merupakan segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh negara untuk mempertahankan atau meningkatkan kualitas kehidupan orang banyak (Wikipedia, 2008),End Match yang menunjuk pada:. Begin Match to source 15 in source list: http://duniabirulaut.blogspot.com/2012/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.html1. Adanya perangkat hukum berupa peraturan perundang- undangan sehingga dapat diketahui publik apa yang telah diputuskan. 2. Kebijakan ini harus jelas struktur pelaksana dan pembiayaannya.End Match 3. Begin Match to source 15 in source list: http://duniabirulaut.blogspot.com/2012/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlAdanya kontrol publik, yakni mekanisme yang memungkinkan publik mengetahui apakah kebijakan ini dalam pelaksanaannya mengalami penyimpangan atau tidak (Wikipedia, 2008). Dalam masyarakat otoriter kebijakan dan pelayanan publik seringkali hanya berdasarkan keinginan penguasa semata. Sehingga penjabaran tiga hal di atas tidak berjalan. Tetapi dalam masyarakat demokratis, yang kerap menjadi persoalan adalah bagaimana menyerap opini publik dan membangun suatu kebijakan yang mendapat dukungan publik. Kemampuan para pemimpin politik berkomunikasi dengan masyarakat guna menampung keinginan mereka adalah penting. Tetapi sama pentingnya adalah kemampuan para pemimpin untuk menjelaskan pada masyarakat kenapa suatu keinginan tidak bisa dipenuhi. Adalah naif untuk mengharapkan bahwa ada pemerintahan yang bisa memuaskan seluruh masyarakat setiap saat. Namun, adalah otoriter suatu pemerintahan yang tidak memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi dan berusaha mengkomunikasikan kebijakan yang berjalan maupun yang akan dijalankannya. Saat ini tantangan utama negara-bangsa di seluruh dunia bukan lagi isu perang dingin. Melainkan meningkatnya kompleksitas kemiskinan, konflik etnis, penguatan demokrasi dengan segala resikonya, serta globalisasi ekonomi termasuk perubahan peran dan interaksi antara negara, pasar, dan masyarakat madani. Selain itu, aspirasi dan tuntutan masyarakat juga semakin meningkat akibat semakin terbukanya informasi dan meningkatnya kesadaran hak-hak warga negara. Perubahan global ini telah mengubah lingkungan dimana pemerintahan beroperasi, menantang peran tradisional negara, dan memperkenalkan aktor-aktor baru pada proses pembangunan dan kepemerintahan (governance). Transformasi global ini juga menuntut reformulasi peran dan tanggung jawab para pegawai negeri sebagai pengelola sumber-sumber publik dan penjaga mandat kepercayaan masyarakat. Eskalasi perubahan global ini juga telah menimbulkan isu-isu moral seperti penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, crony capitalism, “sweatheart deal” privatization, dan perilaku pemerintah yang tidak profesional dan etis lainnya (UNDESA, 2000).End Match Kebijakan yang menyangkut kualitas pelayanan masyarakat dewasa ini tidak dapat diabaikan lagi, bahkan sedapat mungkin disesuaikan dengan tuntutan era globalisasi. Kehidupan berbangsa dan bermasyarakat dalam era globalisasi tidak akan terhindarkan, dimana kehidupan dalam era ini ditandai dengan ketatnya persaingan disegala bidang kehidupan, baik kehidupan berbangsa maupun dalam kehidupan bermasyarakat. Hal itu dilakukan dengan atau tanpa bantuan fasilitasi pemerintah. Untuk semakin mengoptimalkan kontribusi tersebut, sejak tahun 1985, pemerintah telah mengeluarkan sejumlah paket kebijakan yang diarahkan untuk melibatkan swasta dan masyarakat dalam penyediaan pelayanan publik, baik melalui kebijakan privatisasi maupun paket-paket deregulasi lainnya. Pada tahun 1987 pemerintah mengeluarkan Kepres No.15/1987 tentang kemitraan antara pemerintah-swasta dalam kegiatan investasi dan manajemen penyediaan prasarana ekonomi seperti pembangunan sistem jaringan jalan raya, jaringan air bersih perpipaan, pelabuhan laut dan udara, tenaga listrik, telekomunikasi, dan prasarana lainnya. Kebijakan ini telah berhasil memobilisasi sumberdaya dari pihak swasta untuk kepentingan investasi di bidang pelayanan publik. Selanjutnya pada tahun 1998, untuk merespon keterbatasan pemerintah dalam penyediaan anggaran untuk pelayanan publik dan pelibatan usaha swasta dalam kegiatan investasi prasarana p u b l i k y Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. a n gEnd Match j Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. u g aEnd Match b e r Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. k a iEnd Match t Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. aEnd Match n d Begin Match to source 58 in source list: Nasruddin Yusuf. e n gEnd Match a n t Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfe r j aEnd Match d i Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfn y aEnd Match k Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfrEnd Match i s Begin Match to source 78 in source list: http://fh.unsoed.ac.id/sites/default/files/EKO KRISTIAN.pdfiEnd Match s Begin Match to source 138 in source list: https://id.scribd.com/doc/267748215/Konstitusionalisme-Agrariae k o n o m i y a n gEnd Match berkepanjangan, pemerintah mengeluarkan Kepres No. 7/1998 untuk menjabarkan cara pengaturan dalam rangka kerjasama kemitraan pemerintah dan swasta dalam bentuk Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.docBOT (BuildEnd Match Opeate Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.docand Transfer),BT(Build and Transfer), BTO (Build, Transfer, and Operate),End Match BLT Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.doc(Build,End Match Lease, Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.docand Transfer),End Match B00 Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.doc(Build,End Match Own, Begin Match to source 103 in source list: http://www.econ.uniurb.it/materiale/747_IL PROJECT FINANCING.docand Operate),End Match ROO (Rehabilitate, Own, and Operate), ROT (Rehabilitate, Own, and Transfer), DOT (Develop, Operate, and Transfer), dan CAO (Contract,Add, and Operate). Selanjutnya kebijakan pemerintah dalam upaya untuk mengoptimalisasikan pelayanan publik adalah Undang-undang Republik Indonesia Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. Nomor 25 Tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS),End Match salah satu kegiatan dalam upaya meningkatkan pelayanan publik adalah menyusun Indeks Kepuasan Masyarakat sebagai tolok ukur terhadap optimalisasi kinerja pelayanan publik oleh aparatur pemerintah kepada masyarakat; Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia NomorEnd Match 25 Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Tahun 2000 tentangEnd Match Kewenangan Pemerintah Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. danEnd Match Kewenangan Provinsi Sebagai Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. DaerahEnd Match Otonom, Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. (Lembaran NegaraEnd Match RI, Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Tahun 2000End Match Nomor 54 dan Tambahan Lembaran Negara RI, Nomor 3952); Keputusan Presiden Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Republik Indonesia NomorEnd Match 8 Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Tahun 2004 tentangEnd Match Perubahan Atas Keputusan Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. Presiden Republik Indonesia NomorEnd Match 101 Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. TahunEnd Match 2001 Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. tentangEnd Match Kedudukan, Begin Match to source 95 in source list: Marulak Pardede. Tugas,End Match Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Menteri Negara, sebagaimana telah beberapa kali di ubah terakhir dengan Keputusan Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08Presiden Republik Indonesia NomorEnd Match 29 Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08Tahun 2003;End Match Keputusan Presiden Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Republik Indonesia NomorEnd Match 10 Begin Match to source 84 in source list: Sulistio Adiwinarto, Baktiawan Nusanto. Tahun 2004 tentangEnd Match Perubahan Atas Keputusan Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08Presiden Republik Indonesia NomorEnd Match 108 Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08Tahun 2001 tentangEnd Match Unit Organisasi Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08danEnd Match Tugas Eselon I Menteri Negara, Sebagaimana Telah Beberapa Kali Diubah Terakhir Dengan Keputusan Presiden Nomor 48 Tahun 2003; Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08Instruksi Presiden Republik Indonesia NomorEnd Match I Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08TahunEnd Match 1995 Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08tentangEnd Match Perbaikan Begin Match to source 91 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08danEnd Match Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Kepada Masyarakat; Keputusan Men.PAN Nomor 63 /KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik; Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor: Kep/25/M.Pan/End Match 2/2004 Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. Tentang Pedoman Umum Penyusunan Indeks Kepuasan Masyarakat Unit Pelayanan Instansi Pemerintah;End Match dan Begin Match to source 107 in source list: http://www.manajemen-pelayanankesehatan.net/papua/peraturan-perundangan/86-sumber-pengetahuan/peraturan-dan-perundang-undangan/1281-peraturan-menteri-tahun-2007Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 79 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. KementerianEnd Match Pendayagunaan Aparatur Negara RI menginterpretasikannya ke dalam empat dimensi aspek yang perlu untuk ditata ulang melalui rekomendasi kebijakan sebagai berikut: 1. Begin Match to source 63 in source list: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6139&coid=3&caid=31&gid=2Kebijakan Restrukturisasi untuk membenahi permasalahan Kelembagaan/OrganisasiEnd Match 2. Begin Match to source 63 in source list: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6139&coid=3&caid=31&gid=2Kebijakan Rasionalisasi dan Relokasi untuk mengatasi permasalahan SDM AparaturEnd Match 3. Begin Match to source 63 in source list: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6139&coid=3&caid=31&gid=2Kebijakan Simplifikasi dan Otomatisasi untuk mengatasi permasalahan Ketatalaksanaan/sistem prosedur.End Match 4. Begin Match to source 63 in source list: http://www.unisosdem.org/article_detail.php?aid=6139&coid=3&caid=31&gid=2Kebijakan Dekulturisasi budaya lama dengan menginkulturisasi budaya baru untuk mengatasi permasalahan Budaya Birokrasi.End Match Secara sistemik, keempat dimensi tersebut telah menyentuh seluruh elemen dalam sistem birokrasi melalui berbagai rekomendasi kebijakan pembenahan. Artinya, upaya reformasi telah diarahkan secara tepat pada sasaran yang perlu dibenahi. Perlu dipertanyakan lagi mengapa permasalahan birokrasi di Indonesia belum juga terselesaikan sccara tuntas, jawabannya terletak pada infiltrasi dari berbagai macam aspek di luar birokrasi yang mempengaruhi jalannya reformasi birokrasi. Hal ini disebabkan kerangka konsep reformasi birokrasi dalam UUD 1945 yang lebih cenderung berfokus pada komprehensi apabila ditinjau dari perspektif mikro. Sedangkan dari prespektif makro, aspek ekstensi dalam konsep reformasi birokrasi belum disentuh secara optimal sehingga tidak terkonstruksi keluasan visi dalam reformasi birokrasi. Beberapa Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlstudi menunjukkan bahwa rendahnya kualitas dan efektifitas pelayanan publik telah melahirkan dampak multidimensional. Secara sosial-politik, buruknya pelayanan publik menimbulkan erosi kepercayaan dan sinisme warga terhadap pemerintah yang pada gilirannya meruntuhkan ketertiban dan kedamaian pada masyarakat. Secara ekonomi, korupsi dan rendahnya akuntabilitas institusi publik bukan saja telah mengurangi anggaran pelayanan bagi rakyat banyak. Melainkan pula telah menghambat perekonomian. Bukti-bukti empiris di banyak negara memperlihatkan bahwa korupsi memiliki dampak negatif yang signifikan dan luas terhadap investasi dan perdagangan. Sebaliknya, korupsi yang rendah memacu investasi dan pertumbuhan ekonomi. Analisis Regresi yang dilakukan Paul Mauro (1998) menunjukkan bahwa sebuah negara yang mampu memperbaiki indeks korupsinya, misalnya dari 6 ke 8 (0 adalah indeks korupsi tertinggi dan 10 terendah) mengalami peningkatan 4 persen dalam tingkat investasi dan 0,5 persen dalam pertumbuhan GDP tahunannya. Sebagai bagian dari respon terhadap tantangan global di atas, telah terjadi pergeseran paradigma dalam pelayanan publik. Tiga pergeseran di bawah ini penting dicatat. 1. Dari problems-based services ke rights-based services. Pelayanan sosial yang dahulunya diberikan sekadar untuk merespon masalah atau kebutuhan masyarakat, kini diselenggarakan guna memenuhi hak-hak sosial masyarakat sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi nasional dan konvensi internasional. 2. Dari rules-based approaches ke outcome-oriented approaches. Pendekatan pelayanan publik cenderung bergeser dari yang semata didasari peraturan normatif menjadi pendekatan yang berorientasi kepada hasil. Akuntabilitas, efektifitas dan efisiensi menjadi kata kunci yang semakin penting. 3. Dari public management ke public governance. Menurut Bovaird dan Loffler (2003), dalam konsep manajemen publik, masyarakat dianggap sebagai klien, pelanggan atau sekadar pengguna layanan sehingga merupakan bagian dari market contract. Sedangkan dalam konsep kepemerintahan publik, masyarakat dipandang sebagai warga negara yang merupakan bagian dari social contract. Namun demikian, ini tidakEnd Match berarti Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlbahwaEnd Match paradigma Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlbaru menafikan sama sekali paradigma lama. Meski paradigma baru cenderung semakin menguat, diantara keduanya senantiasa ada persinggungan dan kadang saling mendukung.End MatchBegin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlDalam garis besar, penerapan kebijakan pelayanan sosial difokuskan pada lima program, yaitu: 1. Program pengembangan potensi kesejahteraan sosial, seperti organisasi sosial, Lembaga Swadaya Masyarakat, dan dunia usaha dalam upaya memperluas jangkauan pelayanan sosial. 2. Program peningkatan kualitas manajemen dan profesionalisme pelayanan sosial. Tujuan utamanya adalah meningkatnya mutu dan profesionalisme pelayanan sosial melalui pengembangan alternatif-alternatif strategi pekerjaan sosial, standardisasi dan legislasi pelayanan sosial. 3. Program pengembangan keserasian kebijakan publik dalam penanganan masalah-masalah sosial. Tujuan utamanya adalah terwujudnya koordinasi dan jaringan kerja yang dapat meningkatkan sistem perlindungan dan ketahanan sosial masyarakat sehingga mereka mampu merespon gelagat dan dampak perubahan sosial di sekitarnya. 4. Program pengembangan sistem informasi kesejahteraan sosial. Tujuannya adalah mengidentifikasi data dan informasi kesejahteraan sosial yang diperlukan bagi perumusan kebijakan sosial, mekanisme peringatan dini, dan koordinasi jaringan kelembagaan dalam mengendalikan masalah-masalah sosial. 5. Program peningkatan peran serta masyarakat danEnd Match pengaru keutamaan Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmljender. Program ini bertujuan utnuk meningkatkan partisipasi publik dan peran lembaga-lembaga pemberdayaan perempuan.End Match Standarisasi Layanan Publik D alam upaya mencapai kualitas pelayanan yang diuraikan di atas, diperlukan penyusunan standar pelayanan publik, yang menjadi tolok ukur pelayanan yang berkualitas. Penetapan standar pelayanan publik merupakan fenomena yang berlaku baik di negara maju maupun di negara berkembang. Di Amerika Serikat, misalnya, ditandai dengan dikeluarkannya executive order 12863 pada era pemerintahan Clinton, yang mengharuskan semua instansi pemerintah untuk menetapkan standar pelayanan konsumen (setting customer service standard). Isi dari executive order tersebut adalah sebagai berikut Identify customer who are, or should be, served by the agency, survey the customers to determine the kind and quality of service they want and their level of satisfaction with existing service, post service standards and measure result against the best bussiness, provide the customers with choice in both sources of services, and complaint system easily accesible, and provide means to address customer complaints. Inti isi executive order tersebut di atas adalah adanya upaya identifikasi pelanggan yang (harus) dilayani oleh instansi, mensurvei pelanggan untuk menentukan jenis dan kualitas pelayanan yang mereka inginkan dan untuk menentukan tingkat kepuasan pelanggan dengan pelayanan yang sedang berjalan, termasuk standar pelayanan pos serta mengukur hasil dengan yang terbaik, menyediakan berbagai pilihan sumbersumber pelayanan kepada pelanggan dan sistem pengaduan yang mudah diakses, serta menyediakan sarana untuk menampung dan menyelesaikan keluhan/pengaduan. Di Inggris juga diperkenalkan Service First the New Charter Programme, yang berisi 9 prinsip penyediaan pelayanan publik yang merupakan wujud dari visi pemerintah yang dilaksanakan oleh setiap pegawai negeri. Prinsip-prinsip tersebut adalah : 1. Menentukan standar pelayanan. 2. Bersikap terbuka dan menyediakan informasi selengkap- lengkapnya. 3. Berkonsultasi dan terlibat. 4. Mendorong akses dan pilihan. 5. Memperlakukan semua secara adil. 6. Mengembalikan ke jalan yang benar ketika terjadi kesalahan. 7. Memanfaatkan sumber daya secara efektif. 8. Inovatif dan memperbaiki. 9. Bekerjasama dengan penyedia layanan lainnya. Di Indonesia, upaya untuk menetapkan standar pelayanan publik dalam kerangka peningkatan kualitas pelayanan publik sebenarnya telah lama dilakukan. Upaya tersebut antara lain ditunjukan dengan terbitnya berbagai kebijakan seperti: 1. Inpres No. 5 Tahun 1984 tentang Pedoman Penyederhanaan dan Pengendalian Perijinan di Bidang Usaha, 2. Surat Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 81 Tahun 1993 tentang Pedoman Tata laksana Pelayanan Umum. 3. Inpres No. 1 Tahun 1995 tentang Perbaikan dan Peningkatan Mutu Pelayanan Aparatur Pemerintah Kepada Masyarakat. 4. Surat Edaran Menko Wasbangpan No. 56/Wasbangpan/6/98 tentang Langkahlangkah Nyata Memperbaiki Pelayanan Masyarakat. Instruksi Mendagri No. 20/1996; 5. Surat Edaran Menkowasbangpan No. 56/MK. Wasbangpan/6/98; Surat Menkowasbangpan No. 145/MK. Waspan/3/1999; hingga Surat Edaran Mendagri No. 503/125/PUOD/1999, yang kesemuanya itu bermuara pada peningkatan kualitas pelayanan. 6. Kep. Menpan No 81/1993 tentang Pedoman Tatalaksana Pelayanan Umum 7. Surat Edaran Depdagri No. 100/757/OTDA tetang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimum, pada tahun 2002 8. Kep. Menpan No: 63/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Namun sejauh ini standar pelayanan publik sebagaimana yang dimaksud masih lebih banyak berada pada tingkat konseptual, sedangkan implementasinya masih jauh dari harapan. Hal ini terbukti dari masih buruknya kualitas pelayanan yang diberikan oleh berbagai instansi pemerintah sebagai penyelenggara layanan publik. Adapun yang dimaksud dengan standar pelayanan (LAN, 2003) adalah suatu tolok ukur yang dipergunakan untuk acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai komitmen atau janji dari pihak penyedia pelayanan kepada pelanggan untuk memberikan pelayanan yang berkualitas. Sedangkan yag dimaksud dengan pelayanan berkualitas adalah pelayanan yang cepat, menyenangkan, tidak mengandung kesalahan, serta mengikuti proses dan prosedur yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Jadi pelayanan yang berkualitas tidak hanya ditentukan oleh pihak yang melayani, tetapi juga pihak yang ingin dipuaskan ataupun dipenuhi kebutuhannya. Manfaat yang dapat diperoleh dengan adanya standar pelayanan (LAN, 2003) antara lain adalah: 1. Memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa mereka mendapat pelayanan dalam kualitas yang dapat dipertanggungjawabkan, memberikan fokus pelayanan kepada pelanggan/masyarakat, menjadi alat komunikasi antara pelanggan dengan penyedia pelayanan dalam upaya meningkatkan pelayanan, menjadi alat untuk mengukur kinerja pelayanan serta menjadi alat monitoring dan evaluasi kinerja pelayanan. 2. Melakukan perbaikan kinerja pelayanan publik. Perbaikan kinerja pelayanan publik mutlak harus dilakukan, dikarenakan dalam kehidupan bernegara pelayanan publik menyangkut aspek kehidupan yang sangat luas. Hal ini disebabkan tugas dan fungsi utama pemerintah adalah memberikan dan memfasilitasi berbagai pelayanan publik yang diperlukan oleh masyarakat, mulai dari pelayanan dalam bentuk pengaturan ataupun pelayanan-pelayanan lain dalam rangka memenuhi kebutuhan masyarakat dalam bidang pendidikan, kesehatan, utilitas, sosial dan lainnya. 3. Meningkatkan mutu pelayanan. Adanya standar pelayanan dapat membantu unit-unit penyedia jasa pelayanan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat pelanggannya. Dalam standar pelayanan ini dapat terlihat dengan jelas dasar hukum, persyaratan pelayanan, prosedur pelayanan, waktu pelayanan, biaya serta proses pengaduan, sehingga petugas pelayanan memahami apa yang seharusnya mereka lakukan dalam memberikan pelayanan. Masyarakat sebagai pengguna jasa pelayanan juga dapat mengetahui dengan pasti hak dan kewajiban apa yang harus mereka dapatkan dan lakukan untuk mendapatkan suatu jasa pelayanan. Standar pelayanan juga dapat membantu meningkatkan transparansi dan akuntabilitas kinerja suatu unit pelayanan. Dengan demikian, masyarakat dapat terbantu dalam membuat suatu pengaduan ataupun tuntutan apabila tidak mendapatkan pelayanan yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Berdasarkan uraian di atas, maka standar pelayanan menjadi faktor kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik. Upaya penyediaan pelayanan yang berkualitas antara lain dapat dilakukan dengan memperhatikan ukuran-ukuran apa saja yang menjadi kriteria kinerja pelayanan. Menurut LAN (2003), kriteria- kriteria pelayanan tersebut antara lain: a. Kesederhanaan, yaitu bahwa tata cara pelayanan dapat diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat, tidak berbelit-belit, mudah dipahami dan dilaksanakan oleh pelanggan. b. Reliabilitas, meliputi konsistensi dari kinerja yang tetap dipertahankan dan menjaga saling ketergantungan antara pelanggan dengan pihak penyedia pelayanan, seperti menjaga keakuratan perhitungan keuangan, teliti dalam pencatatan data dan tepat waktu. c. Tanggungjawab dari para petugas pelayanan, yang meliputi pelayanan sesuai dengan urutan waktunya, menghubungi pelanggan secepatnya apabla terjadi sesuatu yang perlu segera diberitahukan. d. Kecakapan para petugas pelayanan, yaitu bahwa para petugas pelayanan menguasai keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. e. Pendekatan kepada pelanggan dan kemudahan kontak pelanggan dengan petugas. Petugas pelayanan harus mudah dihubungi oleh pelanggan, tidak hanya dengan pertemuan secara langsung, tetapi juga melalui telepon atau internet. Oleh karena itu, lokasi dari fasilitas dan operasi pelayanan juga harus diperhatikan. f. Keramahan, meliputi kesabaran, perhatian dan persahabatan dalam kontak antara petugas pelayanan dan pelanggan. Keramahan hanya diperlukan jika pelanggan termasuk dalam konsumen konkret. Sebaliknya, pihak penyedia layanan tidak perlu menerapkan keramahan yang berlebihan jika layanan yang diberikan tidak dikonsumsi para pelanggan melalui kontak langsung. g. Keterbukaan, yaitu bahwa pelanggan bisa mengetahui seluruh informasi yang mereka butuhkan secara mudah dan gambling, meliputi informasi mengenai tata cara, persyaratan, waktu penyelesaian, biaya dan lain-lain. h. Komunikasi antara petugas dan pelanggan. Komunikasi yang baik dengan pelanggan adalah bahwa pelanggan tetap memperoleh informasi yang berhak diperolehnya dari penyedia pelayanan dalam bahasa yang mereka mengerti. i. Kredibilitas, meliputi adanya saling percaya antara pelanggan dan penyedia pelayanan, adanya usaha yang membuat penyedia pelayanan tetap layak dipercayai, adanya kejujuran kepada pelanggan dan kemampuan penyedia pelayanan untuk menjaga pelanggan tetap setia. j. Begin Match to source 101 in source list: http://ejournal.an.fisip-unmul.ac.id/site/wp-content/uploads/2013/03/EJOURNAL YENNY (03-02-13-06-48-29).pdfKejelasan dan kepastian, yaitu mengenai tata cara, rincian biaya layanan dan tata cara pembayarannya, jadwal waktu penyelesaian layanan tersebut.End Match Hal ini sangat penting karena pelanggan tidak boleh ragu-ragu terhadap pelayanan yang diberikan. k. Keamanan, yaitu usaha untuk memberikan rasa aman dan bebas pada pelanggan dari adanya bahaya, resiko dan keragu-raguan. Jaminan keamanan yang perlu kita berikan berupa keamanan fisik, finansial dan kepercayaan pada diri sendiri. l. Mengerti apa yang diharapkan pelanggan. Hal ini dapat dilakukan dengan berusaha mengerti apa saja yang dibutuhkan pelanggan. Mengerti apa yang diinginkan pelanggan sebenarnya tidaklah sukar. Dapat dimulai dengan mempelajari kebutuhan-kebutuhan khusus yang diinginkan pelanggan dan memberikan perhatian secara personal. m. Kenyataan, meliputi bukti-bukti atau wujud nyata dari pelayanan, berupa fasilitas fisik, adanya petugas yang melayani pelanggan, peralatan yang digunakan dalam memberikan pelayanan, kartu pengenal dan fasilitas penunjang lainnya. n. Efisien, yaitu bahwa persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapai sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan. o. Ekonomis, yaitu agar pengenaan biaya pelayanan harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan nilai barang/jasa dan kemampuan pelanggan untuk membayar. Penyusunan sebuah standar pelayanan minimal atau SPM di daerah mengikuti prinsip-prinsip antara lain: 1. Diterapkan pada kewenangan wajib daerah dan kewenangan yang lain 2. Ditetapkan pemerintah dan diberlakukan untuk seluruh daerah kabupaten/kota 3. Menjalin hak individu dan akses masyarakat mendapat pelayanan dasar dari pemerintah daerah 4. Bersifat dinamis Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan perkembangan kapasitas daerahEnd Match 5. Berbeda dengan standar teknis yang merupakan faktor pendukung alat mengukur pencapaian SPM. Adapun langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh pemerintah daerah dalam menyusun sebuah standar pelayanan adalah sebagaimana yang tergambar dalam bagan berikut: Identifiksi Gambar 7 Langkah Penyusunan Standar Pelayanan Perumusan Analsis Jenis pelayanan Proses & Prosedur • Pelanggan Visi • Sarana & Prasarana • Harapan pelanggan Misi • Waktu • Biaya Sumber: diolah dari LAN (2006) Mekanisme pengaduan/ keluhan Untuk memenuhi keinginan masyarakat, Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara (MENPAN) dalam keputusannya Nomor : 81/1993 dan Instruksi Presiden Nomor 1/1995, menegaskan bahwa pelayanan yang berkualitas hendaknya sesuai dengan sendi- sendi sebagai berikut : 1) Kesederhanaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, lancar, cepat dan tidak berbelit-belit serta mudah difahami dan dilaksdanakan. 2) Kejelasan dan kepastian, menyangkut : a) prosedur/tata cara pelayanan umum; b) persyaratan pelayanan umum, baik teknis maupun administratif; c) unit kerja atau pejabat yang bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan umum; d) rincian biaya/tarif pelayanan umum dan tata cara pembayarannya; e) jadwal waktu penyelesaian pelayanan umum; f) hak dan kewajiban baik dari pemberi maupun penerima pelayanan umum berdasarkan bukti-bukti penerimaan permohonan/ kelengkapannya, sebagai alat untuk memastikan pemrosesan pelayanan umum; g) pejabat yang menerima keluhan pelanggan (masyarakat) 3) Keamanan, dalam arti bahwa proses serta hasil pelayanan umum dapat memberikan keamanan dan kenyamanan serta dapat memberikan kepastian hukum. 4) Keterbukaan, dalam arti bahwa prosedur/tata cara, persyaratan, satuan kerja/pejabat penanggung jawab pemberi pelayanan umum, waktu penyelesaian dan rincian biaya/tarif dan hal-hal lain yang yang berkaitan dengan proses pelayanan umum wajib diinformasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan difahami oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak diminta. 5) Efisien, meliputi : a.persyaratan pelayanan umum hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk pelayanan umum yang diberikan; b. dicegah adanya pengulangan pemenuihan kelengkapan persyaratan, dalam hal proses pelayanannya mempersyaratkan kelengkapan persyaratan dari satuan kerja/instansi pemerintah lain yang terkait. 6) Ekonomis, dalam arti pengenaan biaya pelayanan umum harus ditetapkan secara wajar dengan memperhatikan : a. nilai barang atau jasa pelayanan umum dengan tidak menuntut biaya yang tinggi diluar kewajaran; b.kondisi dan kemampuan pelanggan (masyarakat) untuk membayar secara umum; c. ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 7) Keadilan yang merata dalam arti cakupan atau jangkauan pelayanan umum harus diusahakan seluas mungkin dengan distribusi yang merata dan diperlakukan secara adil. 8) Ketepapatan waktu, dalam arti Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlpelaksanaan pelayananEnd Match umum Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmldapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.End Match Kompetensi Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlpelayananEnd Match prima yang diberikan oleh aparatur pemerintahan kepada masyarakat, selain dapat dilihat dalam keputusan Menpan nomor 81/1993, Begin Match to source 111 in source list: https://www.scribd.com/document/333467798/Buku-Ajar-pdfjuga dipertegas dalam instruksi Presiden nomor 1/1995 tentang peningkatan kualitas aparatur pemerintah kepada masyarakat, yangEnd Match meliputi indikator kegiatan sebagai berikut: 1. Identifikasi Jenis Pelayanan Kegiatan identifikasi ini dilakukan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: ? Pelayanan-pelayanan apa yang diselenggarakan sesuai dengan tugas pokok dan fungsi, baik yang langsung diberikan kepada masyarakat, kepada instansi lainnya, maupun kepada unit lain secara internal dalam instansi? ? Pelayanan apa yang sifatnya core (menjadi utama) dan sifatnya supporting (pendukung)? ? Apa dasar hukum yang menjadi acuan? 2. Identifikasi Pelanggan Kegiatan identifikasi dilakukan dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: ? Siapa pelanggan atau pengguna pelayanan atau target pelayanan yang langsung merasakan hasil pelayanan? ? Siapa pelanggan yang secara tidak langsung merasakan hasil pelayanan? ? Dalam kaitan dengan pelayanan internal, siapa pelanggan internal yang dilayani? ? Dalam kaitan dengan instansi lain, instansi mana yang menjadi pelanggan? Untuk memudahkan proses identifikasi tentang jenis pelayanan dan pelanggan dapat digunakan lembar kerja (worksheet) berikut ini: 1. Identifikasi Harapan Pelanggan Kegiatannya adalah mengidentifikasi harapan pelanggan akan pelayanan yang diberikan. Harapan pelanggan ini meliputi harapan terhadap kualitas, biaya dan waktu pelayanan. Kegiatan identifikasi dapat dilakukan dengan mengadakan survey kepada pelanggan ataupun dengan identifikasi internal yang dilakukan melalui penggalian informasi kepada pegawai yang terlibat langsung dalam kegiatan pelayanan. 2. Perumusan Visi dan Misi Pelayanan Kegiatan merumuskan visi Begin Match to source 112 in source list: https://mafiadoc.com/48-bab-iii-metodologi-penelitian-a-metode-peneltian-metode-_59c206951723ddc052bf1baf.htmldapat dilakukan melalui langkah- langkah sebagai berikut: a.End Match Membentuk beberapa kelompok sebagai perwakilan seluruh staf yang ada b. dalam unit penyedia pelayanan; c. Pimpinan menjelaskan harapan-harapan yang ingin dicapai oleh organisasi melalui pelayanan yang diberikan; d. Kelompok bekerja secara mandiri merumuskan visi pelayanan. Kegiatan merumuskan harus melihat dan mempertimbangkan nilai-nilai yang berlaku pada lingkungan internal dan eksternal, yang meliputi kekuatan dan kelemahan internal unit penyedia pelayanan, peluang dan tantangan, serta harapan-harapan masyarakat pelanggan; e. Rumusan visi pelayanan dari beberapa kelompok dipresentasikan bersama dan dipilih atau dimodifikasi/dirumuskan kembali menjadi visi pelayanan yang disepakati semua kelompok. Sedangkan kegiatan merumuskan misi Begin Match to source 112 in source list: https://mafiadoc.com/48-bab-iii-metodologi-penelitian-a-metode-peneltian-metode-_59c206951723ddc052bf1baf.htmldapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut: a.End Match Menggunakan kelompok yang sama ketika menyusun visi untuk menyusun misi pelayanan; b. Memberi kepada kelompok tersebut untuk bekerja secara mandiri merumuskan misi pelayanan. Kegiatan merumuskan harus mencakup pelayanan yang akan diberikan dan ditawarkan kepada pelanggan internal dan eksternal; c. Rumusan misi pelayanan Begin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmldari beberapa kelompok dipresentasikan bersama dan dipilih atau dimodifikasi/ dirumuskan kembali menjadiEnd Match misi Begin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmlpelayanan yang disepakati semua kelompok. 3.End Match Analisis Proses dan Prosedur, Prasyarat, Sarana dan Prasarana, Begin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmlWaktu, dan Biaya Pelayanan 1) Analisis Proses dan ProsedurEnd Match Kegiatannya adalah mengidentifikasi keseluruhan aktivitas dalam pemberian pelayanan mulai saat pelanggan datang sampai pada pelanggan selesai menerima pelayanan. Untuk menyusun proses dan prosedur pelayanan dapat Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiridilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: a. Identifikasi langkah-langkahEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiridalam memberikan satu jenis pelayanan, mulai dari awal sampai dengan selesai pelayanan dilaksanakan. b. Identifikasi dimulai dariEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiriyang dilakukan oleh pelanggan ketika akan mengajukan suatu jenis pelayanan tertentu kepada unit penyedia pelayanan. c. IdentifikasiEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiriproses pengolahan pelayanan dimulai dari ketika petugas menerima pelanggan yang akan mengajukan pelayanan, sampai denganEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiripenyampaian produk pelayanan setelah selesai diproses oleh pihak unit penyedia pelayanan. d. Jika terdapat lebih dari satu jenis pelayanan yang dilaksanakan, maka lakukan identifikasi langkah-langkahEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiriuntuk semua jenis pelayanan tersebut. Makin sedikitEnd Match aktivitas-aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiriyang dilakukan dalam rangka pelayanan, makin pendek prosedur yang dilalui, makin cepat pelayanan akan diberikan; e.End Match Membuat Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendirialur proses setiapEnd Match aktivitas Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiritersebut secara sekuens. Alur proses ini nantinya akan merupakan alur yang harus dilalui oleh seorang pelanggan dan alur untuk proses pengolahan pelayanan.End Match 2) Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-SendiriAnalisis Persyaratan PelayananEnd Match Kegiatannya Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendirimengidentifikasi persyaratan yang dibutuhkan pada setiap tahapanEnd Match aktivitas dalam Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiripemberian pelayanan.End Match Langkah mengidentifikasi Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiripersyaratan pelayanan sangat tergantung pada rumusan yang dihasilkan pada identifikasi proses dan prosedur. Hasil identifikasi diatasEnd Match digunakan Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiriuntuk menentukan persyaratan pada tiap-tiapEnd Match aktivitas. Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-SendiriPerlu dicermati bahwa persyaratan pelayanan tidak hanyaEnd MatchBegin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmlberupa dokumen (surat- surat) tetapi termasuk pula persyaratan dalam bentuk barang maupun biaya. 3) Analisis Sarana dan Prasarana PelayananEnd Match Kegiatannya adalah mengidentifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan dalam memberikan pelayanan. Langkah mengidentifikasi sarana dan parasana dilakukan dengan melihat hasil analisis proses dan prosedur pelayanan diatas. Gunakan hasil identifikasi proses dan prosedur untuk dilanjutkan identifikasi sarana dan prasarana yang diperlukan pada tiap-tiap aktivitas pemberian pelayanan. Tidak setiap aktivitas memerlukan sarana yang sama tergantung pada jenis aktivitas yang dilakukan. 4) Analisis Waktu dan Biaya Pelayanan Kegiatannya adalah menentukan waktu dan biaya pelayanan. Langkah menentukan waktu dan biaya pelayanan sangat tergantung pada hasil analisis proses dan prosedur yang harus dilakukan, hasil analisis sarana dan prasarana yang dimiliki oleh organisasi pelayanan serta hasil analisis harapan pelanggan. Hasil analisis digunakan sebelumnya untuk menentukan total waktu dan biaya pelayanan. 4. Mekanisme pengaduan/keluhan Langkah dalam melakukan penyusunan mekanisme pengelolaan keluhan/pengaduan ini Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiridapat ditempuh dengan menjawab pertanyaan sebagai berikut: a) Sarana apa yang disediakan untuk menampung keluhan pelanggan (kotak surat, telepon bebas pulsa, unit khusus pengaduan dll)? b) Prosedur apa yang harus dilalui oleh pengaduan untuk mendapatkan respon terhadap pengaduannya? Berapa lama respon akan diterima pelanggan? c) Siapa yang berwenang mengambil keputusanEnd Match dalam menangani Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-Sendiripengaduan?End Match Dalam rangka untuk Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-SendirimengukurEnd Match keberhasilan penyelenggaraan Begin Match to source 19 in source list: https://pt.scribd.com/document/119447173/Menata-Usaha-Manajemen-SendirilayananEnd Match publik oleh birokrasi publik, maka disusun daftar pertanyaan terhadap isu yang mengemuka dalam melakukan pelayanan publik. Dengan membentuk suatu daftar pertanyaan, diharapkan akan membawa wawasan pemikiran baru terhadap apa yang dapat dilakukan untuk membenahi sejumlah permasalahan pelayanan publik. Harapannya, hal ini dapat menginspirasi pembuat kebijakan agar dapat meletakkan kembali fungsi dan peran sektor sebagai upaya mengoptimalkan pelayanan publik. Untuk mendapatkan informasi lanjut tentang pokok pengelolaan pelayanan publik yang memerlukan perhatian segera, dapat juga ditambahkan tingkat kepentingan (degree of importances) serta status dari setiap pokok, dengan membentuk kriteria dan bobot kedalam daftar pertanyaan ini. Dengan mengkaji perbedaan (gap ) persepsi dari setiap pemberi pendapat tentang mana dan bagaimana tingkat kepentingan dari setiap pokok, akan terdapat informasi lanjut tentang pokok pengelolaan pelayanan publik yang memerlukan perhatian segera. Dalam merefleksi pelayanan publik, hal yang pertama dilihat adalah bagaimana kewajiban dan kewenangan sektor telah diorganisasi dan bagaimana hal tersebut dikenal dan dipahami oleh setiap pihak. Untuk kemudian diperhatikan bagaimana koordinasi dan keterpaduan antar organisasi berjalan, serta insentif yang diberikan dalam pelayanan publik. Bentuk refleksi terhadap ”organisasi, insentif dan koordinasi” dari pelayanan/sektor yang ditinjau dari: 1. Siapa yang menjadi lead agency dalam penyelenggaraan pelayanan di sektor tersebut ? 2. Seberapa jauh tugas, fungsi dan peran lead agency (yang disebut dalam no.1) terdefinisi atau malah tersebar kedalam beberapa badan/lembaga ? 3. Apakah selama ini lead agency telah memiliki kewenangan yang jelas dan dikenal sebagai leader dalam sektor tersebut ? 4. Apakah terjadi tumpang tindih kewajiban dan kewenangan dengan badan-badan terkait lain ? 5. Apakah yang menentukan anggaran pelayanan/sektor juga menentukan besar tarif pelayanan ? 6. Apakah visi sektor telah diterima dan diketahui secara luas ? Sedangkan dalam hal refleksi informasi dan standar dalam meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan publik, maka diajukan pertanyaan sebagai berikut: 1. Begin Match to source 140 in source list: http://www.cilacapmedia.com/index.php?option=com_content&view=article&id=712&catid=24&Itemid=54Bagaimana akurasi informasi yang digunakan dalam menyusun kebijakan-kebijakan dari sektorEnd Match ? 2. Berapa % dari jumlah total populasi telah memiliki akses terhadap pelayanan ? 3. Bagaimana informasi dikumpulkan dari pengguna mengenai kualitas dari suatu layanan ? 4. Bagaimana akses informasi dari pemberi layanan tentang biaya tetap dan biaya tidak tetap ? 5. Bagaimana informasi disampaikan kepada lembaga/badan/dinas pemerintahan atau pihak lain yang terkait ? 6. Apakah terdapat standar, acuan, atau target berkaitan dengan biaya, kualitas dan kuantitas pelayanan di sektor tersebut ? 7. Apakah lead agency/sector leader layanan ? Kemudian dalam hal melakukan monitoring terhadap kinerja pemberi, maka diajukan Begin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmlpertanyaan sebagai berikut: 1. Apa saja yangEnd Match dimonitor Begin Match to source 54 in source list: https://edoc.pub/buku-standar-pelayanan-publikpdf-pdf-free.htmlolehEnd Match sector leader terhadap pemberi layanan tersebut ? 2. Seberapa sering kinerja pelayanan ini dimonitor ole h sector leaders ? 3. Dapatkah sector leaders memberikan reward/punishment menyangkut kinerja pemberi layanan ? 4. Apakah terdapat acuan (peraturan atau kesepakatan) mengenai reward/punishment tersebut ? 5. Apakah reward/punishment tersebut dirasa fair oleh sector leaders dan pemberi layanan ? Sebagai tolak ukur dari upaya meningkatkan iklim usaha pelayanan publik terletak pada persepsi pihak pemberi layanan menanggapi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Dengan demikian Kebijakan yang disusun realistis dengan mempertimbangkan kemampuan sektor dalam mengalokasikan sumber daya yang dimiliki. Sumber daya yang ada agar digerakkan dan dioptimalkan untuk mewujudkan sasaran yang dituju dari suatu kebijakan. Refleksi yang dilakukan terhadap kebijakan-kebijakan dirumuskan kiranya memperhatikan hal-hal seperti berikut : 1. Seperti apa Public Service Obligations (baik formal maupun informal) dalam sektor tersebut ? 2. Apakah kewenangan dan kewajiban pelayanan telah disebar dan dibagi terhadap berbagai level pemerintahan secara tepat? 3. Apakah kebijakan menyangkut kewajiban dan kewenangan dalam sektor ini telah disusun dan dituangkan secara formal ? 4. Apakah kebijakan tersebut telah menyentuh seluruh aspek terkait? 5. Apakah pertimbangan-pertimbangan dalam penyusunan kebijakan telah tepat dan dipahami secara luas oleh badan/dinas/lembaga ? 6. Apakah terdapat kegiatan yang memerlukan petunjuk pelaksanaan, tetapi kebijakan dalam bidang itu belum jelas ? 7. Apakah terdapat inkonsistensi kebijakan yang menyebabkan ketidakpastian pelaksanaan? 8. Apakah kebijakan tersebut sering berubah ? 9. Apakah kebijakan mikro disusun oleh orang yang familiar dengan isu-isu sektoral ? 10. Apakah kebijakan tersebut diratifikasi oleh perwakilan dari pengguna ? 11. Apakah masyarakat miskin, dan kaum wanita terwakili dalam proses ratifikasi tersebut ? 12. Apakah catatan proses revisi, perubahan dan penyusunan kebijakan terdokumentasi dengan baik ? 13. Apakah kebijakan yang disusun memberi alternatif bagi pemberi layanan (swasta, masyarakat atau pemerintah) ? 14. Apakah kebijakan yang disusun memungkinkan fleksibilitas pemberian pelayanan dalam berbagai tingkatan ? 15. Adakah kebijakan pemerintah pusat yang bertentangan dengan kebijakan yang dibuat oleh pemerintahan dibawahnya ? Suatu pelayanan publik akan dapat berjalan secara berkesinambungan apabila terdapat cukup dana bagi pembiayaan operasi,pemeliharaan, peningkatan dan reinvestasi. Secara ideal, dana tersebut diupayakan sepenuhnya dikembalikan dari tarif pembayaran atas jasa pelayanan tersebut. Namun demikian pada kenyataannya, tidak sepenuhnya biaya-biaya diatas dapat dipulihkan oleh pembayaran tarif, masih perlu suatu insentif terhadap pelayanan tersebut sebagai suatu pertimbangan kepada golongan kemampuan rendah dalam membayar pelayanan. Dalam hal ini perlu kita refleksikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Seberapa besar biaya riil/biaya total dapat dipulihkan dari tarif pelayanan saat ini ? 2. Apakah pemberi layanan memiliki mekanisma untuk menentukan besar biaya rill dari pelayanan ? 3. Apakah terdapat suatu kebijakan atas tarif pelayanan (pricing policy)? apakah kebijakan atas tarif tersebut mengandung maksud atas pemulihan biaya, kemudahan, keterjangkauan, pemerataan, dsb ? 4. Apakah tarif dapat disesuaikan secara otomatis sebagai cerminan perubahan dari struktur biaya? 5. Mekanisme apa yang digunakan untuk menentukan affordabilitydan willingness to pay dari berbagai segmen pengguna? 6. Apakah tarif yang ada telah mencerminkan maksud diatas ? 7. Apakah terdapat kebijakan pengurangan subsidi dalam sektor tersebut ? 8. Berapa jumlah investasi yang diperlukan untuk mencapai target tingkat pelayanan dalam jangka waktu 5,10 dan 20 tahun yang akan datang ? 9. Dapatkah dipastikan ketersediaan dana untuk investasi tersebut? 10. Apa yang menjadi dasar bagi penyusunan anggaran tersebut? 11. Apakah anggaran yang telah ditetapkan dapat berubah ? 12. Apakah konsep earmarking akan menjamin proses perencanaan dan ketersediaan dana yang lebih baik ? 13. Apakah dukungan pemerintah dapat medorong efisiensi produksi dari suatu pelayanan ? seperti apakah bentuk dukungan pemerintah yang diperlukan ? 14. Berapa jauh, korupsi, kolusi dan nepotisme telah mengurangi efisiensi pelayanan ? Suatu pelayanan yang efisien akan dimungkinkan oleh adanya kompetisi dalam memberikan pelayanan. Kompetisi akan menuntut adanya kontrol atas biaya produksi serta kualitas pelayanan. Sehingga dengan demikian pemberi layanan dipaksa untuk meningkatkan kemampuan pelayanannya sekaligus melakukan inovasi supaya tidak tertinggal dalam persaingan. Tuntutan kearah tersebut semakin nyata mengingat semakin kritisnya publik terhadap rendahnya kualitas pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa yang monopolistik. Kecenderungan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power) dengan pemberi layanan monopolistik akan merendahkan mutu pelayanan karena kecenderungan ketidakpedulian atas adanya kritik publik. Beberapa inti dari refleksi yang dapat dilakukan menanggapai hal ini akan berupa : 1. Apakah jasa pelayanan/sektor yang ditinjau terintegrasi secara vertikal ? 2. Apakah pemilahan (unbundling) dapat menciptakan suatu kelayakan ekonomis dari jasa pelayanan tersebut (minimal satu subsektor) ? 3. Apakah pemerintah mendukung adanya pemilahan tersebut ? 4. Hak eksklusif apa yang dimiliki oleh pemberi layanan saat ini? 5. Adakah fasilitas yang diberikan pemerintah kepada pemberi jasa layanan (baik sebagian atau semua) ? 6. Apakah pemberi layanan yang telah ada dapat mengkontrol pemberi layanan lain ? 7. Apakah terdapat persaingan diantara pemberi layanan dalam sektor/subsektor ini untuk mendapatkan sumber bahan baku produksi ? 8. Seperti apakah persaingan yang ada ? 9. Apakah perlu ada suatu peraturan yang mengatur masuknya pemberi layanan baru kedalam jasa pelayanan tersebut ? 10. Ruang lingkup apa yang dapat dimasuki oleh pemberi jasa layanan baru dalam sektor ini? Untuk melindungi kepentingan publik dan juga memberikan ruang bagi pemberi layanan dalam melakukan pelayanan publik, suatu koridor terhadap kompetisi adalah bagian kritis yang harus segera disusun. Dengan adanya kerangka pengaturan yang adil, diharapkan akan membawa interaksi imbal balik yang saling menunjang dan sepadan dengan tujuan pengaturan itu sendiri. Selanjutnya adalah membentuk instrumen pengaturan yang akan meliputi pengaturan baru atau pembentukkan lembaga yang menjamin pelaksanaan pelayanan dilaksanakan sesuai dengan koridor yang ditetapkan. Dalam hal ini fungsi-fungsi dari lembaga terlibat didefinisikan secara tegas, terhindar dari konflik kepentingan. Apabila definisi tersebut masih samar dan mengandung fungsi yang masih berlainan akan membawa implikasi inefisiensi dari pelayanan itu sendiri. Pertimbangan-pertimbangan yang perlu kita lihat dalam merefleksi suatu pengaturan dan lembaga pengaturan tersebut dapat diiketahui dengan mempertanyakan hal-hal berikut : 1. Sejauh mana kompetisi dapat berpengaruh tehadap besar tarif pelayanan ? 2. Siapa yang mengatur besar, waktu dan mekanisma kompensasi kepada pemberi layanan? 3. Apakah pengatur besaran, waktu dan mekanisma kompensasi kepada pemberi layanan jasa adalah juga merupakan pemberi layanan ? 4. Sejauh apa penentuan tarif dipengaruhi oleh pertimbangan politis? 5. Hal apa saja yang menjadikan pemberi layanan accountable kepada pengguna ? 6. Apakah mekanisma kompensasi kepada pemberi layanan yang ada saat ini dapat mendorong pemberi layanan untuk memberikan pelayanan yang lebih baik ? 7. Apakah pengguna mengetahui siapa yang menentukan tarif yang harus dibayarkan ? 8. Apakah regulator membuka informasi kepada pengguna? apakah informasi tersebut mudah diakses ? 9. Dapatkah pemberi layanan atau pengguna meminta pertimbangan dari regulator ? 10. Siapa yang membentuk dan mengawasi regulator ? 11. Adakah pengaturan tentang mekanisme keluar dari pengaturan terhadap layanan tersebut (exit mechanism ) ? Suatu hal yang tidak dapat dihindari saat ini adalah diperlukannya dukungan pemerintah terhadap pelaksanaan pelayanan publik. Berbagai macam bentuk dukungan dapat diberikan kepada pemberi layanan, baik dalam bentuk subsidi, atau kemudahan. Pemberi layanan harus terus didorong meningkatkan melakukan inovasi, agar pada akhirnya jumlah dukungan pemerintah tersebut dapat dikurangi dan pemberi layanan mampu berjalan secara mandiri. Untuk mengetahui bentuk dan jumlah dukungan yang telah diberikan oleh pemerintah kepada pemberi layanan, berikut ini rangkaian pernyataan refleksi sebagai berikut: 1. Berapa jumlah dukungan pemerintah yang diberikan kepada pemberi layanan dalam satu tahun ? 2. Apakah jumlah tersebut sudah dirasakan memadai oleh pemberi layanan atau oleh pihak lainnya ? 3. Apakah dukungan tersebut telah mencakup 20% masyarakat yang dikategorikan miskin ? 4. Apakah bentuk dukungan pemerintah tersebut telah sesuai dengan yang diinginkan ? 5. Bentuk dukungan apa lagi yang diperlukan (selain subsidi ataupun “soft” budgets ) ? 6. Apakah pelayanan dalam sektor ini akan tetap berkembang walaupun subsidi atau fasilitas yang diberikan pemerintah ditarik/dikurangi ? 7. Seberapa jauh masalah pengadaan lahan mempengaruhi kinerja pelayanan ? 8. Seberapa jauh peraturan lingkungan mempengaruhi kinerja pelayanan ? Kondisi internal manajemen merupakan satu aspek yang penting dilihat. Kondisi manajemen akan berpengaruh terhadap kualitas dari pelayanan yang diberikan. Kualifikasi pimpinan dan pelaksana pelayanan sangat menentukan output pemberi layanan, demikian juga dengan mekanisma/bentuk pengawasan/kontrol pemerintah. 1. Apakah pimpinan sudah sesuai dengan kualifikasi yang seharusnya ? 2. Apakah telah dilakukan pengawasan yang efektif kepada pelaksana layanan? 3. Apakah pimpinan selalu bertemu secara berkala, untuk kemudian mengalokasikan tugas sesuai keahlian dan kemampuannya ? 4. Apakah pimpinan dan pelaksana memiliki insentif dan disinsentif tentang kinerja pelayanan mereka ? 5. Bagaimana komposisi kewenangan pimpinan? apakah porsi kepemimpinan tersebut mencerminkan konsentrasi kontrol terhadap lembaga/instansi? 6. Apakah terdapat konflik kepentingan antara pimpinan dengan pihak lain tentang posisi pucuk pimpinan perusahaan ? Tuntutan terhadap akuntabilitas dari suatu pelayanan publik saat ini semakin mengemuka, dengan kenyataan bahwa publik semakin kritis terhadap tarif dan kualitas pelayanan yang telah diberikan. Dengan adanya akuntabilitas pelayanan, baik itu dengan diketahuinya program, target dan anggaran dari pemberian layanan, paling tidak pihak terkait dapat turut mengontrol proses pelayanan sehingga pada satu waktu dapat dipahami mengapa diperlukan kebijakan baru dan lain sebagainya. Selain daripada itu, dengan dilaksanakannya pelayanan publik oleh lembaga yang akuntabel, maka publik akan percaya dan ikut mendorong pelaksanaan pelayanan yang berkelanjutan. Untuk memahami akuntabilitas dari pelayanan publik tersebut, berikut disampaikan bentuk pertanyaan refleksi antara lain: 1. Apakah regulator dan pemberi layanan memiliki kewajiban mempublikasikan program, target, anggaran dan hasil yang telah dicapai ? 2. Apakah terdapat lembaga masyarakat/asosiasi yang menyediakan advokasi bagi pengguna pelayanan tersebut ? 3. Apakah pengguna mengetahui standar pelayanan yang harus didapatkan ? 4. Apakah standar yang ada tersebut telah sesuai dengan harapan pengguna ? 5. Apakah proses audit (teknis & finansial) berjalan secara independen ? 6. Apakah auditor tersebut memiliki kompetensi dalam melaksanakan fungsinya ? 7. Apakah sistem audit yang disusun menciptakan pertentangan terhadap insentif ? 8. Siapa yang memperkenankan dilakukannya audit ? 9. Apakah pihak yang diaudit wajib melaporkan hasil auditnya kepada pihak yang mengawasi ? 10. Apakah jelas siapa yang mengenakan dan bagaimana sangsi dijalankan atas hasil audit tersebut ? 11. Seperti apakah sangsi tersebut dikenakan ? Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan dan dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima pelayanan; dan standar pelayanan tersebut harus ditaati oleh pemberi atau penerima pelayananEnd Match yang meliputi: 1. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Prosedur pelayanan: prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi/ penerima pelayanan termasuk pengaduan.End Match 2. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Waktu penyelesaian: ditetapkan sejak saat pengajuan permohonan sampai dengan penyelesaian termasuk pengaduan.End Match 3. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Biaya pelayanan: biaya/tarif pelayanan termasuk rinciannya yang ditetapkan dalam proses pemberian pelayanan.End Match 4. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Produk pelayanan: hasil pelayanan yang akan diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.End Match 5. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Sarana dan prasarana: penyediaan sarana dan prasarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan.End Match 6. Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/Kompetensi petugas pemberi pelayanan: harus ditetapkan dengan tepat berdasarkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, sikap dan perilaku yang dibutuhkan.End Match Selanjutnya dalam pola penyelenggaraan pelayanan publik memuat empat pola pelayanan yaitu: 1. Fungsional: diberikan oleh penyelenggara pelayanan sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangannya. 2. Terpusat: diberikan secara tunggal oleh penyelenggara pelayanan berdasarkan pelimpahan wewenang dari penyelenggara pelayanan terkait lainnya ybs. 3. Terpadu: (1) Terpadu satu atap:diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang tidak mempunyai keterkaitan proses dan dilayani melalui beberapa pintu. (2) Terpadu satu pintu: diselenggarakan dalam satu tempat yang meliputi berbagai jenis pelayanan yang memiliki keterkaitan proses dan dilayani melalui satu pintu. Standar Pelayanan Publik di Daerah D alam Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlkonteks pelayanan publik di daerah, kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah ditujukan untuk meningkatkan kualitas penyelenggaraan pemerintahan daerah, kesejahteraan rakyat dan pemberdayaan masyarakat. Karena itu pemerintah daerah harus menyediakan pelayanan publik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Sesuai dengan pasalEnd Match 10 ayat (3) Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlUU No. 32 Tahun 2004End Match tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah menyelenggarakan urusan pemerintahanan yang meliputi Begin Match to source 135 in source list: http://www.lkpp.go.id/v2/files/content/file/031220110023125. Kebutuhan Tenaga Fungsional PBJP pada SKPD.pdfpolitik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional,End Match serta Begin Match to source 135 in source list: http://www.lkpp.go.id/v2/files/content/file/031220110023125. Kebutuhan Tenaga Fungsional PBJP pada SKPD.pdfagama.End Match Pada ayat (5) dinyatakan pula bahwa pemerintah juga menyelenggarakan urusan pemerintahan di luar enam urusan pemerintahan tersebut. Pada pasal 11 dinyatakan bahwa Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan. Eksternalitas adalah dampak yang timbul sebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan kriteria eksternalitas ditentukan berdasarkan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang timbul akibat penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria eksternalitas maka semakin langsung dampak penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan kepada masyarakat, maka urusan tersebut paling tepat untuk diselenggarakan oleh pemerintah daerah kabupaten/kota. Akuntabilitas adalah pertanggungjawaban pemerintah, pemerintahan daerahEnd Match propinsi, Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tertentu kepada masyarakat. Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan kriteria akuntabilitas ditentukan berdasarkan kedekatan suatu tingkatan pemerintahan dengan luas, besaran, dan jangkauan dampak yang ditimbulkan oleh penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria akuntabillitas maka semakin dekat pemberi layanan dan penggunanya, dan semakin banyak jumlah pengguna layanan maka layanan tersebut lebih tepat diselenggarakan oleh pemerintahan daerah kabupaten/kota. Efisiensi adalah tingkat daya guna tertinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Penyelenggaraan urusan pemerintahan berdasarkan kriteria efisiensi ditentukan berdasarkan perbandingan tingkat daya guna yang paling tinggi yang dapat diperoleh dari penyelenggaraan suatu urusan pemerintahan. Berdasarkan kriteria efisiensi maka penyelenggaraan urusan lebih tepat pada tingkat pemerintahan dimana terdapat perbandingan terbaik antara cost penyelenggaraan urusan dibandingkan dengan manfaat yang diperoleh dengan penyelenggaraan urusan. Penggunaan kriteria-kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dalam pembagian urusan pemerintahan antar tingkat pemerintahan dilaksanakan secara kumulatif sebagai satu kesatuan. Urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah, yang diselenggarakan berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas dan efisiensi terdiri dari urusan wajib dan urusan pilihan. Urusan wajib didefinisikan sebagai urusan daerah otonom yang penyelenggaraannya diwajibkan oleh pemerintah. Hal ini berarti pemerintah menetapkan urusan mana yang merupakan urusan dasar yang menjadi prioritas penyelenggaraan dan mana yang merupakan urusan pilihan. Urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerahEnd Match propinsi Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15merupakan urusan dalam skala propinsi, sedangkan urusan wajib yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah untuk kabupaten/kota merupakan urusan yang berskala kabupaten/kota. Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib, baik untuk pemerintahanEnd Match propinsi Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15maupun untuk pemerintahan kabupaten dan kota sebagaimana disebutkan di atas harus berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM). Urusan yang bersifat pilihan adalah urusan-urusan yang dapat dipilih untuk diselenggarakan oleh pemerintahan daerah berdasarkan kriteria pembagian urusan pemerintahan sebagaimana disebutkan di atas. Urusan yang bersifat pilihan tersebut meliputi urusan pemerintahan yang secara nyata ada dan berpotensi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat sesuai dengan kondisi, kekhasan, dan potensi unggulan daerah yang bersangkutan. Dalam penyelenggaraan urusan pilihan tersebut, pemerintahan daerah provinsi dan pemerintahan daerah kabupaten/kota dapat memilih bagian urusan pemerintahan pada bidang-bidang tertentu seperti pertanian, kelautan, pertambangan dan energi, kebutanan dan perkebunan, perindustrian dan perdagangan, perkoperasian, kesehatan, pendidikan, ketenagakerjaan, dan berbagai bidang lainnya. Adanya pembagian urusan pemerintahan memberi petunjuk bahwa terdapat urusan-urusan pemerintahan tertentu yang penyelenggaraannya dibagi-bagi antara pemerintah, pemerintahan daerahEnd Match propinsi, Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15dan pemerintahan daerah kabupaten/kota. Dengan demikian penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut melibatkan pemerintah, pemerintahan daerahEnd Match propinsi Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15dan pemerintahan daerah kabupaten/kota secara bersama-sama. Pembagian dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan tersebut merupakan pelaksanaan hubungan kewenangan antara pemerintah dan pemerintahan daerahEnd Match propinsi, Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15kabupaten dan kota atau antar pemerintahan daerah yang saling terkait, tergantung dan sinergis sebagai satu sistem pemerintahan. Sesuai dengan deskripsi di atas,End Match UU No. 32 Tahun 2004 Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15mengamanatkan bahwa penyelenggaraan urusan pemerintahan yang bersifat wajib dilaksanakan dengan berpedoman pada Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang dilaksanakan secara bertahap. Hingga saat ini pemerintah sedang menyusun RPP tentang Pedoman Penyusunan dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Bila sudah diterapkan, maka SPM akan dijabarkan oleh masing-masingEnd Match kementrian Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15/lembaga terkait untuk menyusun SPM masing-masing. Standar pelayanan minimal didefinisikan sebagai tolok ukur untuk mengukur kinerja penyelenggaraan urusan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat. Dalam pelaksanaannya, SPM menganut beberapa prinsip, yakni:End Match 1. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM merupakan standar yang dikenakan pada urusan wajib, sedangkan untuk urusan lainnya pemerintah daerah boleh menetapkan standar sendiri sesuaiEnd Match dengankondisi Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15daerah masing-masing.End Match 2. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM berlaku secara nasional, yang berarti harus diberlakukan di seluruh daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di seluruh Indonesia.End Match 3. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM harus dapat menjamin akses masyarakat terhadap pelayanan tertentu yang harus disediakan oleh pemerintah daerah dalam rangka penyelenggaraan urusan wajibnya.End Match 4. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM bersifat dinamis dan perlu dikaji ulang dan diperbaiki sesuai dengan perubahan kebutuhan nasional dan perkembangan kapasitas daerah secara merata.End Match 5. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM ditetapkan pada tingkat minimal yang diharapkan secara nasional untuk pelayanan jenis tertentu. Yang dianggap minimal dapat merupakan rata-rata kondisi daerah-daerah, merupakan konsensus nasional, dan lain-lain.End Match 6. Begin Match to source 3 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2018-03-15SPM harus diacu dalam perencanaan daerah, penganggaran daerah, pengawasan, pelaporan, dan merupakan salah satu alat untuk menilai Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah serta menilai kapasitas daerah.End Match Sesuai dengan PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah, yang mengarut mengenai evaluasi kinerja pemerintah daerah, secara spesifik menetapkan kriteria SPM harus memperhatikan unsur input (tingkat atau besaran sumber daya yang digunakan), output (keluaran), outcome (hasil atau wujud pencapaian kinerja), benefit (tingkat manfaat yang dirasakan sebagai nilai tambah), dan impact (dampak atau pengaruh pelayanan terhadap kondisi secara makro berdasarkan manfaat yang dihasilkan). Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlKriteria penentuan biaya dengan metodeEnd Match SPM Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlsangat mendukung konsep anggaran berbasis kinerja yang juga mengacu kepada input, output, outcome, benefit dan impact.End Match SPM Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlmerupakan alat untuk mengukur kinerja pemerintahan daerah dalam penyelenggaraan pelayanan dasar. Tingkat kesejahteraan masyarakat akan sangat tergantung pada tingkat pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah.End Match SPM Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlsangat diperlukan oleh pemerintah daerah dan masyarakat sebagai konsumen pelayanan itu sendiri. Bagi pemerintah daerah suatuEnd Match SPM Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmldapat dijadikan sebagai tolok ukur (benchmark) dalam penentuan biaya yang diperlukan untuk menyediakan pelayanan tertentu. Sedangkan bagi masyarakatEnd Match SPM Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlakan menjadi acuan dalam menilai kinerja pelayanan publik, yakni kualitas dan kuantitas suatu pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah. Penerapan SPM akan memiliki manfaat sebagai berikut: 1. Dengan SPM akan lebih terjamin penyediaan pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah daerah kepada masyarakat. 2. SPM akan bermanfaat untuk menentukan Standar Analisis Biaya (SAB) yang sangat dibutuhkan pemerintah daerah untuk menentukan jumlah anggaran yang dibutuhkan untuk menyediakan suatu pelayanan publik. 3. SPM akan menjadi landasan dalam penentuan perimbangan keuangan yang lebih adil dan transparan (baik DAU maupun DAK). 4. SPM akan dapat dijadikan dasar dalam menentukan anggaran kinerja dan membantu pemerintah daerah dalam melakukan alokasi anggaran yang lebih berimbang. 5. SPM akan dapat membantu penilaian kinerja (LPJ) Kepala Daerah secara lebih akurat dan terukur sehingga mengurangi kesewenang-wenangan dalam menilai kinerja pemerintah daerah. 6. SPM akan dapat menjadi alat untuk meningkatkan akuntabilitas pemerintah daerah kepada masyarakat, karena masyarakat akan dapat melihat keterkaitan antara pembiayaan dengan pelayanan publik yang dapat disediakan pemerintah daerah. 7. SPM akan menjadi argumen dalam melakukan rasionalisasai kelembagaan pemerintah daerah, kualifikasi pegawai, serta korelasinya dengan pelayanan masyarakat. DalamEnd Match penyelenggaraannya, SPM dibuat berdasarkan sejumlah peraturan perundang-undangan, yakni: 1. Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahEnd Match 2. Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat danEnd Match Pemerintahan Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014DaerahEnd Match 3. PP No. Begin Match to source 92 in source list: http://www.konstruksia.org/flip/2012121/files/res/other/search.txt25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi Sebagai DaerahEnd Match Otonom; 4. PP No. 104 Tahun 2000 tentang Dana Perimbangan 5. PP No. 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Keuangan Daerah 6. PP No. 20 Tahun 2001 mengenai Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 7. PP No. 56 Tahun 2001 mengenai Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah 8. Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014PP No. 65 Tahun 2005End Match mengenai Begin Match to source 31 in source list: http://www.slideshare.net/pututarianto/buku-iibabviii-rpjmn-tahun-20102014Pedoman Penyusunan dan PenerapanEnd Match Standar Pelayanan Minimal. Sesuai dengan PP No. 65 Tahun 2005 pasal 5 ayat (1), penyusunan SPM oleh masing-masing Menteri/Pimpinan LPND dilakukan melalui konsultasi yang dikoordinasi oleh Menteri Dalam Negeri. Konsultasi tersebut dilakukan dengan tim konsultasi yang terdiri dari unsur-unsur Departemen Dalam Negeri, Kementrian Begin Match to source 57 in source list: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-agama/44-africa-kkn/630-menag--kkn-menyebabkan-peran-birokrasi-dipertanyakan.htmlNegara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas,End Match Departemen Keuangan, Kementrian Begin Match to source 57 in source list: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-agama/44-africa-kkn/630-menag--kkn-menyebabkan-peran-birokrasi-dipertanyakan.htmlNegaraEnd Match Pemberdayaan Aparatur Begin Match to source 57 in source list: http://www.indonesia.go.id/in/kementerian/kementerian/kementerian-agama/44-africa-kkn/630-menag--kkn-menyebabkan-peran-birokrasi-dipertanyakan.htmlNegara,End Match dengan melibatkan Menteri/Pimpinan LPND terkait, yang dibentuk dengan Kepmendagri. Hasil konsultasi tersebut dikeluarkan oleh masing-masing departemen/LPND sebagai Peraturan Menteri yang bersangkutan. Sebelum PP No. 65 Tahun 2005 dikeluarkan, untuk mengatasi kelangkaan peraturan perundangan mengenai SPM, sedangkan SPM harus sudah dilaksanakan, dikeluarkan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 100/756/OTDA Tahun 2002 tentang Pelaksanaan Kewenangan Wajib dan Standar Pelayanan Minimal. Berdasarkan SE Mendagri tersebut, beberapa departemen telah mengeluarkan Pedoman Standar Pelayanan Minimal. Pedoman tersebut digunakan untuk menjabarkan SPM ke dalam aturan yang lebih spesifik, seperti penjabaran definisi operasional, cara perhitungan pencapaian kinerja, rumus indikator, sumber data, target, maupun langkah-langkah kegiatan yang harus dilakukan. Kondisi pelayanan publik yang diberikan oleh pemerintah daerah di Indonesia saat ini sangat beragam dari satu daerah ke daerah lainnya, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Misalnya, dalam hal penyediaan Puskesmas di setiap Kecamatan sebagai standar pelayanan minimal di bidang kesehatan masih belum dapat dipenuhi oleh banyak pemerintah daerah. Demikian pula dengan dengan pelayanan di bidang lainnya, seperti pelayanan KTP, akses jalan dari kecamatan ke ibukota Kabupaten, dan sebagainya masih berada dalam kondisi di bawah standar pelayanan minimal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat (departemen terkait). Selain itu, tingkat kesiapan masing-masing departemen dalam memberikan acuan mengenai standar pelayanan minimal untuk diterapkan di daerah juga cukup beragam. Dari sebanyak 11 (sebelas) sektor yang dalam UU ditetapkan untuk didesentralisasikan kewenangannya ke pemerintah daerah, baru Departemen Kesehatan dan Departemen Pendidikan Nasional yang telah siap melaksanakannya dengan menyediakan acuan SPM yang ditetapkan, yakni dengan SK Menteri Kesehatan No. 1457/2003 dan SK Menteri Pendidikan Nasional No. 1299/V/2004. Hingga saat ini terdapat 10 (sepuluh) departemen terkait yang telah mengeluarkan acuan SPM untuk diterapkan ke seluruh daerah di Indonesia. Namun penerapan di daerah masih belum seragam/sama, karena pemerintah daerah menginterpretasikannya secara berbeda sesuai dengan kondisi masing-masing. Hal ini karena terdapat berbagai kendala dalam pelaksanaan SPM. Kegagalan dalam mengatasi kendala-kendala tersebut mengakibatkan ketidakakuratan pengukuran, sehingga SPM tidak akan mencerminkan kondisi yang sesungguhnya. Kendala-kendala tersebut antara lain adalah sebagai berikut: 1. Data yang tidak akurat dan dapat dipercaya, sedangkan data BPS yang ada, bila dapat dipercaya, terlambat beberapa tahun. 2. Data keuangan tidak disajikan dalam bentuk yang dapat dianalisa dengan baik. 3. Data statistik yang ada seringkali tidak sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan. Misalnya, data BPS yang tersedia adalah jumlah penduduk usia 0-14 tahun, sedangkan jenis data yang dibutuhkan adalah jumlah penduduk usia 7-16 tahun. 4. Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk mengumpulkan dan mengelolola data secara sistematis. 5. Kurangnya kemampuan staf pemerintah daerah untuk melakukan analisa dan perencanaan strategis. 6. Indikator-indikator SPM yang ada tidak mencerminkan problem sebenarnya yang terjadi di daerah/desa; dan 7. Dalam mengevaluasi pelaksanaan SPM, satuan kerja perangkat daerah tidak menjelaskan kondisi yang ada secara objektif. Misalnya, bila dinas melakukan evaluasi, hasil evaluasi bias untuk kepentingan dinas. Sedangkan Bawasda maupun Bappeda tidak dapat melakukan evaluasi karena kemampuan teknikal yang rendah. Kendala-kendala tersebut sangat mempengaruhi keberhasilan penyelenggaraan SPM. Beberapa alternatif cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala-kendala tersebut antara lain adalah: 1. Dinas kesehatan memperbaiki sistem pendataan dan pelaporan sektor kesehatan. 2. BPS memperbaiki sistem pendataannya dengan membentuk sistem informasi pupulasi. 3. Melakukan survey untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat atas pelayanan publik yang berdasarkan SPM. Survey tersebut dilakukan setiap tahun sekali. 4. Evaluasi atas penyelenggaraan SPM hendaknya dilakukan oleh sebuah tim yang terdiri dari Bappeda, Bagian Penyusunan Program, dan Bawasda, serta auditor independen untuk kasus- kasus tertentu. Pemerintah Propinsi juga harus melakukan evaluasi terhadap penyelenggaraan SPM di Kabupaten/Kota di wilayahnya. Masalah dan Realita Penyelenggaraan Layanan Publik K risis peradaban yang berkembang selama Abad 20, mencapai puncaknya pada awal Abad 21 dewasa ini, ditandai dengan terorisme dan anti terorisme dalam kehidupan global, yang pada hakekatnya keduanya merupakan tuntutan terhadap tegaknya nilai-nilai peradaban yang luhur dalam kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di alam Indonesia Baru pasca Orde Baru itu, dalam jangka pendek Indonesia harus dapat melepaskan diri dari berbagai krisis dengan mengem-bangkan program-program stabilisasi dan penyehatan kehidupan sosial ekonomi, dan dalam jangka panjang (2005-2010,-2020) bangsa Indonesia perlu menata kehidupan sosial ekonomi dan politiknya secara lebih mantap, berdasarkan paradigma penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Permasalahan yang mempengaruhi penyelenggaraan pemerintahan daerah, utamanya yang berkaitan dengan penyediaan pelayanan publik di daerah. Permasalahan ini dapat dijadikan landasan bagi penempatan model penyediaan pelayanan publik di daerah yang dijalankan oleh daerah-daerah di Indonesia. Permasalahan ini sekaligus dapat dijadikan dasar bagi pengembangan model alternatif. Dari dimensi ekonomi, dapat diketahui bahwa sektor publik lebih mendominasi penyediaan layanan publik di daerah, dibanding sektor pasar (strong public sector). Hal ini tidak berarti bahwa keberadaan sektor pasar tidak ada sama sekali, namun perannya kalah dominan dibandingkan sektor publik. Selain itu, terdapat kecenderungan makin kuatnya sektor publik, diikuti dengan motivasi pejabat daerah yang lebih mengedepankan sektor ini. Dari dimensi pemerintahan, dapat dikatakan bahwa Pemda memiliki peran kuat dalam penyediaan layanan publik (strong local government). Hal ini dapat dipastikan dari berbagai indikator, seperti luasnya fungsi yang diemban daerah karena menganut general competence principle. Indikator lainnya adalah cara penyediaan layanan publik yang bersifat positif, atau kuatnya inisiatif pemerintah dalam penyediaan layanan publik. Indikator berikutnya adalah derajat otonomi yang kuat, ditandai dengan adanya hak untuk mengatur dan mengurus sendiri setiap fungsi yang diemban. Sedangkan Indikator terakhir adalah derajat kontrol pemerintah pusat yang rendah, karena menggunakan cara represif. Ditinjau dari dimensi politik, dapat diketahui bahwa penyelenggaraan demokrasi dalam pemerintahan di daerah, mempergunakan cara demokrasi perwakilan. Ini mengandung arti bahwa penyelenggaraan pemerintahan secara intensif tidak dijalankan secara langsung oleh masyarakat sebagai stakeholder utama pemerintahan daerah, tetapi dijalankan wakil masyarakat yang dipilih setiap lima tahun sekali. Wakil masyarakat ini terdiri dari dua organ, yakni wakil rakyat di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan tugas utama menjalan hak mengatur daerah (policy making); dan wakil rakyat yang duduk sebagai Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang tugas utamanya mengatur dan mengurus. Mengurus berarti memimpin perangkat daerah untuk menjalankan kebijakan yang sudah dibuat. Kebijakan untuk memperbaiki pelayanan publik perlu membentuk suatu iklim usaha yang dapat meminimalkan resiko berusaha. Dari sekian banyak resiko yang timbul dalam suatu usaha dibidang pelayanan publik, terdapat dua resiko utama yang akan menjadi patokan awal, yaitu: resiko politis dan resiko pengaturan. Resiko politis timbul bilamana tidak ada kejelasan fungsi/peran dari pemerintah, sementara resiko pengaturan timbul karena adanya penyalahgunaan fungsi/peran dari pengaturan itu sendiri. Permasalahan “birokrasi” (kantor penyelenggara kewenangan tugas kepemerintahan) yang mengemuka dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini antaranya adalah “tatanan organisasi dan manajemen pemerintah pusat yang belum mantap, desentralisasi yang menyulitkan koordinasi, format perangkat pemerintahan di daerah yang duplikatif, kompetensi aparatur yang memperihatinkan, dan agenda kebijakan yang tidak efektif dalam menghadapi permasalahan dan tantangan pembangunan bangsa”. Selain itu, dari hasil sidak juga mengindasikan lemahnya pelaksanaan pelayanan prima dan disiplin aparatur, termasuk dalam penegakan hukum. Keadaan menjadi bertambah menyedihkan, apabila kita perhatikan pemberitaan : “Saya bisa pegang lehernya menteri, tapi menteri tidak bisa pegang lehernya eselon satu dan eselon satu tidak bisa pegang lehernya eselon dua,” Ungkapan “pegang leher eselon bawahan” bukanlah ekspresi kepemimpinan seorang demokrat yang arief, Namun esensi kelemahan aparatur yang diidentifikasikan tersebut dapat kita simak sebagai fenomena yang memang mungkin atau bisa timbul dalam kondisi birokrasi seperti di atas. Semua itu mengindikasikan diperlukannya suatu “grand strategy” dalam penataan birokrasi secara sistemik, yang mempertimbangkan bukan saja keseluruhan kondisi internal birokrasi tetapi juga permasalahan dan tantangan stratejik yang dihadapkan lingkungannya. Dalam konteks perubahan internal tersebut, reformasi birokrasi nasional perlu diarahkanan pada (1) penyesuaian visi, misi, dan strategi, (2) perampingan organisasi dan penyederhanaan tata kerja, (3) pemantapan sistem manajemen, dan (4) peningkatan kompetensi sumber daya manusia. Birokrasi Pemerintah Pusat dan Daerah (”organisasi dan manajemen, dan SDMnya”) perlu memiliki visi, misi, strategi, agenda kebijakan, kompetensi, dan komitmen pembangunan dan pelayanan yang jelas dilandasi dimensi-dimensi reformasi birokrasi dan tegas terfokus pada permasalahan yang mendesak perlu di atasi, dan terarah pada perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara. Dengan visi, misi, strategi yang didasarkan pada paradigma pembangunan dan agenda kebijakan yang tepat, didukung dengan sistem manajemen yang berorientasi pada penerapan nilai dan prinsip good governance, disertai kompetensi dan komitmen yang kuat dalam keseluruhan tatanan organisasinya yang tersusun secara tepat disertai pelimpahan kewenangan yang seimbang, pemerintah akan dapat mencapai kinerja yang optimal dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Selain itu, tantangan lingkungan stratejik mengharuskan pula pilihan-pilihan kritis terhadap paradigma pembangunan yang harus dipilih sebagai landasaan strategi dan kebijakan pembangunan bangsa. Hal ini juga mensyaratkan manajemen pemerintahan yang “canggih“ dan kompetensi SDM yang teruji. Penataan Organisasi dan Tata Kerja. Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi yang ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam sistim administrasi Negara Indonesia. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dan masyarakat dikembangkan terarah pada penerapan pelayanan prima yang efektip, dan mendorong peningkatan produktivitas kegiatan pelayanan aparatur dan masyarakat. Pemantapan Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelengaraan negara dan pembangunan bangsa, pengembangan sistem manajemen pemerintahan diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi- fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang sudah terarah pada pengembangan e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi masyarakat dan dunia usaha. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu kepada terwujudnya reformasi birokrasi yang berdaya saing tinggi. Peningkatan Kompetensi SDM Aparatur. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class). Sosok aparatur masa depan penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, rasional, inovatif, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: (a) mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara, (b) memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik, (c) berkemamapuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif, dan inovatif, (d) disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional, (e) memiliki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas), (f) memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan (g) memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas. Sementara itu, untuk mengaktualisasikan potensi masyarakat, dan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi bangsa, perlu dijamin perkembangnya kreativitas dan oto-aktivitas masyarakat bangsa yang terarah pada pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat, serta ketahanan dan daya saing perekonomian bangsa. Dalam rangka itu, reformasi sistem birokrasi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan baik di pusat maupun di daerah-daerah, juga perlu diperhatikan antara lain prinsip-prinsip pelayanan, pemberdayaan, `partisipasi, kemitraan, desentralisasi, transparansi, konsistensi kebijakan, kepastian hukum, dan akuntabilitas. Dalam era globalisasi, dalam ekonomi yang makin terbuka, meskipun untuk meningkatkan efisiensi perekonomian harus makin diarahkan kepada ekonomi pasar, namun intervensi pemerintah harus menjamin bahwa persaingan berjalan dengan berimbang, dan pemerataan terpelihara. Yang terutama harus dicegah terjadinya proses kesenjangan yang makin melebar, karena kesempatan yang muncul dari ekonomi yang terbuka hanya dapat dimanfaatkan oleh wilayah, sektor, atau golongan ekonomi yang lebih maju. Peranan pemerintah makin dituntut untuk lebih dicurahkan pada upaya pemerataan dan pemberdayaan. Penyelenggara pemerintahan negara harus mempunyai komitmen yang kuat kepada kepentingan rakyat, kepada cita-cita keadilan sosial. Untuk itu, keserasian dan keterpaduan antar berbagai kebijaksanaan pembangunan harus diupayakan baik pada tingkat nasional maupun daerah. Pengentasan kemiskinan, kesenjangan, peningkatan kualitas sumber daya manusia pembangunan, dan pemeliharaan prasarana dasar, serta peningkatan kuantitas, kualitas, dan diversifikasi produksi yang berorientasi ekspor ataupun yang dapat mengurangi impor harus pula dijadikan prioritas dalam agenda kebijakan pembangunan nasional dan daerah. Upaya mendasar di bidang industri dan perdagangan perlu mendapatkan perhatian khusus, dan diarahkan untuk memperkuat basis ekonomi dan daya saing, agar memberikan dampak positif dalam persaingan global yang juga berlangsung di tengah kehidupan masyarakat kita di seluruh wilayah tanah air. Pemerintah melalui berbagai perangkat kebijakan makro ekonomi yang tepat, dan berbagai kebijakan lainnya di sektor riil, disertai pembenahan kelembagaan yang mantap akan dapat mendorong peningkatan efisiensi, produktivitas, pemerataan alokasi dan pemanfaatan sumber daya ekonomi. Selain itu, melalui kebijakan anggaran, aparatur pemerintah harus dapat mengarahkan dan memperlancar aliran sumber daya untuk mendorong pemberdayaan, pemerataan dan pertumbuhan, penguasaan iptek, dan pengembangan sistem manajemen modern seiring dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pada itu, masyarakat dan dunia usaha termasuk perbankan perlu didorong dalam pengembangan sumber dan sistem pembiayaan alternatif yang aksesif dan kondusif bagi perkembangan perekonomian rakyat, serta pengembangan kemitraan stratejik dengan dunia usaha nasional dan internasional. Skim ini menjadi sangat penting untuk digalakkan, sebab agaknya bangsa ini tidak akan dapat mengatasi permasalahan dan tantangan-tantangan yang dihadapi dewasa ini dan di masa datang dengan paradigma pembangunan lama yang berorientasi pada ketergantungan. Selanjutnya berbagai upaya perlu dilakukan secara mantap untuk memperkuat daya saing ekonomi nasional, mendorong demokratisasi kehidupan perekonomian, memantapkan stabilitas nasional yang dinamis, memperkokoh posisi neraca pembayaran, meningkatkan ketahanan nasional dan daya saing perekonomian bangsa dalam arena persaingan dunia. Yang tak boleh diabaikan dalam hubungan semuanya itu adalah konsensus dan komitmen bahwa semua itu adalah merupakan bagian dan kelanjutan dari keseluruhan tahapan perjuangan merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan bangsa dan negara, yang telah berlangsung puluhan dekade lamanya, dan sepenuhnya memanifestasikan dimensi-dimensi spiritual SANKRI sebagaimana diamanatkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945. Prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain mencakup: a. Peningkatan kompetensi sumber daya manusianya secara optimal, dengan antara lain mendayagunakan jabatan fungsional sehingga akan mengurangi tingkatan hirarkhi, bentuk organisasi berubah kearah matriks dan flat; b. Tugas-tugas Departeman/LPND sebagai berikut: a) lnstansi pusat difokuskan pada penentuan kebijakan (policy), perencanaan berskala nasional/regional, pembi- naan dan pengarahan melalui pengembangan norma, prinsif, standar, sesuai sektornya, desentralisasi perijinan, restrukturisasi tugas kedinasan, dan pembinaan kemam- puan profesional aparatur daerah b) Tugas-tugas operasional pada skala regional dan lokal dapat didekonstrasikan pada aparatur provinsi, namun umumnya di desentralisasikan pada aparatur Kabu- paten/Kota c) Sejauh mungkin memanfaatkan potensi masyarakat melalui pola kemitraan, privatisasi, ataupun sistem kontrak d) Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.htmlTugas-tugas Pemerintah Daerah Provinsi danEnd Match Kabu- paten Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.html/KotaEnd Match meliputi Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.htmltugas PemdaEnd Match Provinsi Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.htmldanEnd Match Kabu- paten Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.html/Kota yang berkaitan dengan instansi pusat, mengacu pada pembinaan teknis dari instansi sektoral yang berwenang,End Match kebijakan Begin Match to source 62 in source list: https://docobook.com/modul-etika-pemerintahan559758b62023d8fc01b99eec7f507a3438921.htmlteknis mengacu pada pedoman yang ditetapkan instansi pusat yang berwenang dan memiliki kompetensi, dan mengembangkan sistem dan prosedurEnd Match pelayanan prima. Desentralisasi merupakan inti otonomi daerah yang pada dasarnya dimaksudkan untuk mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan meningkatkan prakarsa masyarakat dalam pembangunan daerah. Sehubungan dengan itu, peletakan Otonomi Daerah pada Kabupaten/Kotamadya merupakan pilihan yang tepat. Otonomi Daerah harus lebih memungkinkan semakin tumbuhnya pemerintahan dan masyarakat daerah dalam mendorong bertumbuh kembangnya potensi sosial dan ekonomi daerah. Perubahan Peranan Pemerintahan Daerah Dalam Pelayanan Publik P eranan pemerintahan daerah dalam pelayanan publik selama ini lebih bermuatan dekonsentrasi dibanding desentralisasi (devolusi), dengan alasan efisiensi dan kesatuan dan standarisasi pelayanan publik dalam berbagai bidang dibuat dengan prinsip herarkhi sentralistis. Dengan Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarangEnd Match sedang berlangsung, diharapkan terjadi pula perubahan kualitas pelayanan publik karena Pemerintahan Daerah sebagai representasi ma- syarakatnya, secara otonom dapat melayani secara langsung ke- butuhan masyarakatnya. Penentuan kualitas pelayanan inilah yang tidak mudah. Lucy Gaster (1995 : 35) mengemukakan bahwa kesulitan menetapkan kualitas pelayanan disebabkan adanya berbagai dimensi perbedaan; antara harapan dan kenyataan, kepentingan warga negara secara langsung dengan kepentingan pemerintah atau produsen secara tidak langsung. Karena itulah diperlukan penentuan standarisasi kualitas pelayanan dalam berbagai dimensi secara cermat, dan merepresentasikan kebutuhan masyarakat di daerah yang ber- sangkutan. Dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, terdapat beberapa dimensi pelayanan yang harus diperhatikan yaitu menyangkut diterapkannya mekanisme pasar, penerapan sistem manajemen modern, dan terlaksananya proses demokratisasi. Relevan dengan pendapat Leach, Stewart, dan Waish (1994 : 236) bahwa petunjuk ke arah pilihan publik dalam Pemerintahan Daerah adalah menyangkut dimensi ekonomis (economics), pemerintahan (govermental), dan bentuk demokratisasi (form of democracy). Dimensi ekonomis adalah menyangkut pilihan antara market emphasis dan publik sector agencies; dimensi pemerintahan pilihan antara weak role for local government dan strong role for local government; sedangkan dimensi bentuk demokratisasi pilihan antara representative democracy dan participatory democracy. Selanjutnya dikemukakan bahwa pilihan dari dimensi-dimensi tersebut adalah berada pada kontinum antara model traditional bureaucratic authority dan coMasyarakat madaniunity oriented enabler. Berdasarkan kerangka dimensi pilihan-pilihan tersebut dapat dikemukakan bahwa Pemerintahan Daerah di Indonesia selama ini adalah menganut model traditional bureaucratic authority. Pelayanan publik sepenuhnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah dengan pilihan penggunaan strong local gove Masyarakat madanient dan strong publik sector. Artinya meskipun Pemerintahan Daerah tidak memiliki otonomi yang kuat (dari sisi kewenangan dan keuangan), namun memiliki peranan yang kuat dalam memberikan pelayanan publik. Dalam kondisi seperti itu dapat dipahami apabila pelayanan publik menjadi tidak memuaskan, bersifat bloated, underperforming, wasteful, bahkan menjadi overbureaucratic. Dalam rangka perubahan ke arah peningkatan kualitas pelayanan, tentunya harus berorientasi pada model coMasyarakat madaniunity oriented enabler. Model ini merupakan suatu pilihan bahwa Pemerintah Daerah harus berperan besar dalam menghadapi tuntutan masyarakat yang beraneka ragam. Seperti telah dikemukakan, sulitnya menentukan kualitas pelayanan karena adanya berbagai kepentingan di masyarakat. Menghadapi kenyataan ini Pemerintah Daerah melalui demokrasi perwakilan atau demokrasi partisipatif menentukan perlunya penyediaan pelayanan publik baik yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah, privat sector, maupun menyerahkan pada mekanisme pasar. Model dengan baik dapat diterapkan apabila ditunjang pertumbuhan ekonomi suatu daerah yang signifikan dan proses demokrasi yang berjalan normal. Dalam model ini ada variasi model yang disebut residual enabling authority; pengertiannya karena pemerintah daerah memiliki keterbatasan dalam memberikan pelayanan maka kebijakan yang dilakukan lebih berorientasi pada berjalannya mekanisme pasar. Pemerintah Daerah hanya memberikan pelayanan pada sektor-sektor yang tidak dapat diserahkan pada mekanisme pasar. Sekalipun dimungkinkan berperannya privat sektor, sedapat mungkin hal ini tetap dibatasi dan pelayanan publik lebih berorientasi pada market mecanism. Variasi lain dari model coMasyarakat madaniunity oriented enabler adalah model oriented enabling authority. Model ini dalam memberikan pelayanan juga lebih berorientasipada berjalannya mekanisme pasar, meskipun demikian Pemerintah Daerah tetap memegang peranan penting dalam perencanaan dan implementasi kebijakan terhadap pelayanan publik. Dasar pemikiran yang digunakan bahwa pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat memerlukan keterlibatan intervensi yang kuat dari Pemerintah Daerah, untuk kepentingan semua approach emphasising the management of contracts and trading relationships within an internal market; and From a culture that values stability and uniformity to one that cherishes innovation and diversity. Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemerintah daerah dihadapkan pada tuntutan banyak perubahan menyangkut : responsibilitas personal, isu-isu kualitas, orientasi pada pengguna, orientasi pada hasil layanan, menjalankan mekanisme pasar, orientasi ke budaya inovasi dan diversifikasi. Melihat dari adanya beberapa kriteria yang dibutuhkan dalam perbaikan manajemen Pemerintahan Daerah tersebut menunjukkan bahwa persaingan adalah merupakan kata kunci dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan atau proses modernisasi sektor publik, di samping secara normatif ditentukan pula oleh keputusan politik lokal. Dalam New Public Management (NPM), dikemukakan bahwa dalam konsep persaingan terdapat dua pendekatan yaitu institutional approach and publik choice approach considered private service production and delivery, Wegener (1997 : 3). Begin Match to source 45 in source list: Submitted to Universitas Negeri Padang on 2018-01-04Kedua pendekatan tersebut memiliki fungsi yang masing-masing independen : kekuatan persaingan dalam lingkungan pasar selalu bergerak fleksibel dan memiliki kemampuan melakukan inovasi untuk bersaing dalam kondisi pasar yang cepat berubah. Persaingan dipengaruhi oleh penawaran,End Match di samping Begin Match to source 45 in source list: Submitted to Universitas Negeri Padang on 2018-01-04pilihan konsumen. Lebih jauh lagi persaingan adalah akibat sistem produksi dan distribusi pendapatan. Apabila fungsi-fungsi tersebut secara independen dapat dipenuhi maka kondisi persaingan dalam suatu daerah dapat berjalan dengan baik. Dalam pendekatanEnd Match institusional (Wegener, 1997 : 4) dimungkinkan adanya beberapa strategi pelayanan publik yang dapat dilakukan oleh Pemerintahan Daerah dalam menghadapi persaingan yaitu dengan membandingkan antara spesifikasi produksi dan nilai strategisnya : 1. Internal production within the public sector adalah pelayanan publik yang harus dilakukan melalui produksi secara internal apabila memiliki tingkat spesifikasi dan keterkaitan strategis yang tinggi. 2. Legislation and regulation : adalah pelayanan publik yang dilakukan melalui peraturan dan pengaturan karena tingkat spesifikasinya rendah tetapi relevansi strategisnya tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini harus diatur untuk menjamin produksinya. 3. Market : adalah barang atau jasa pelayanan publik yang seharusnya diproduksi oleh produsen swasta karena tingkat spesifikasi dan relevansi strategisnya rendah. 4. Cooperation with external profesional : adalah pelayanan publik yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui proses produksi yang dilakukan kerjasama dengan kelompok profesional di luar institusi. Hal ini dilakukan karena produksi barang jasa memiliki tingkat spesifikasi yang tinggi akan tetapi relevansi strategisnya rendah. Berdasarkan keempat strategi tersebut tampak bahwa pertimbangan Pemerintah Daerah untuk dapat berperan langsung, menyerahkan pelayanan pada sektor privat, atau mengandalkan berjalannya mekanisme pasar adalah sangat tergantung pada nilai strategis dan tingkat spesifikasinya. Dalam era otonomi daerah ini sering kali muncul pendapat bahwa dalam rangka efisiensi dan penggalian sumber pendapatan daerah yang lebih besar, perlu dilakukan privatisasi dalam berbagai pengelolaan sumber daya. Pendapat demikian tentunya perlu dicermati ulang, sejauh mana pengelolaan sumber daya tersebut terkait dengan relevansi strategis dan spesifikasinya sehingga memang layak untuk diprivatisasikan. Selanjutnya Wegener (1997 : 6) juga merinci bentuk-bentuk persaingan dalam hubungannya dengan pilihan institusional dan situasi pasar; competition arrangements terbagi menjadi bentuk Begin Match to source 160 in source list: Submitted to Coventry University on 2017-05-26market competition, quasi market competition,End Match dan non Begin Match to source 160 in source list: Submitted to Coventry University on 2017-05-26market competition. Market competitionEnd Match terbagi menjadi private-private competition dan public private competition. Quasi market competition terbagi menjadi intra unit competition dan inter unit competition. Non market competition, khususnya apa yang disebut benchmarking dan contests menandai persaingan awal di setiap pemerintahan daerah apabila akan merubah peningkatan kualitas pelayanan publik. Bentuk persaingan non pasar adalah menyangkut kompetisi laporan suatu programantar institusi, kompetisi pendanaan, dan performan persaingan yang lebih didasarkan pada indikator-indikator kinerja atau keterwakilan kepentingan publik, ranking dan benchmarking (sering disebut juga dengan beauty contests). Karakteristik dari lingkungan persaingan yang bersifat pseudo competitive ini adalah suatu pilihan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menghindari adanya efek negatif. Karena persaingan jenis ini berkaitan dengan strategi pengembangan spesifik dan maka resiko benchmark adalah legal. Dengan adanya patokan standar yang dianggap terbaik di suatu daerah, dalam jangka panjang apabila terjadi persaingan global tentunya perlu dikembangkan ke bentuk persaingan yang lebih kompetitif. Quasi market competition, adalah dasar pijakan manajemen Pemerintahan Daerah yang mengarah pada persaingan pasar. Quasi pasar dibangun atas dasar transparansi pembiayaan dan kinerja yang jelas. Dalam kondisi ini sudah dimulai adanya persaingan rencana secara artificial dalam internal organisasi penyedia jasa pelayanan publik, khususnya pada unit-unit organisasi Pemerintah Daerah. Kontraktual tentang program-program pembangunan telah dibangun oleh Pemerintah Daerah melalui pembedaan jenis-jenis kontrak, dimana dalam jenis-jenis kontrak tersebut memiliki sejumlah elemen persaingan. Secara umum, tujuan suatu program, anggaran yang dibutuhkan dan tingkat kinerja suatu kualitas pelayanan didiskusikan dan disepakati antara pihak manajemen dan manajer unit dan dievaluasi oleh pengguna jasa pelayanan ataumasyarakat sebagai konsumen. Bentuk quasi pasar ini seringkali digunakan untuk menciptakan persaingan diantara fasilitas-fasilitas publik khususnya berkaitan dengan pelayanan sosial dan kebudayaan, seperti : penyediaan fasilitas perpustakaan, penyediaan jasa pelayanan pendidikan, penyediaan jasa layanan rekreasi, dan lain-lain. Market competition, adalah suatu bentuk persaingan murni yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah khususnya persaingan antara produsen publik dan swasta, dan persaingan antar perusahaan swasta (private sector) yang dilakukan dengan cara berbeda. Dalam sejumlah unit jasa pelayanan, sector private mendominasi bidang-bidang pelayanan secara spesifik yang biasanya dilakukan melalui kontrak. Bahkan dalam bidang-bidang pelayanan tertentu dimungkinkan adanya persaingan antara unit-unit jasa pelayanan publik yang dikelolaoleh Pemerintah Daerah dengan unit-unit yang dikelola oleh pihak swasta. Pengenalan tipe persaingan ini, persaingan antara publik dengan swasta, adalah dilakukan untuk menciptakan monopoli persaingan pasar. Persaingan antara publik dengan swasta ini membutuhkan manajemen kontrak dalam internal organisasi yang jelas, kejelasan kontrak yang legal, spesialisasi yang jelas, sistem monitoring dan evaluasi yang jelas dan praktis. Dalam bentuk persaingan “market competition” ini jelas bahwa sektor private memiliki peluang yang sangat besar dalam memberikan jasa pelayanan publik. Dikemukakan oleh Emanuel Savas (1987 : 7) terdapat beberapa alasan penting mengapa Pemerintah melakukan privatisasi : 1. Dengan privatisasi biaya dapat dikurangi, proyek jangka pendek dapat dioptimalkan secara ekonomis, pelayanan dapat diberikan dengan lebih hemat, sumber-sumber yang terbatas dapat diganti dan beberapa kegiatan Pemerintah dapat ditingkatkan. 2. Pegawai Pemerintah biasanya kurang efisien dan ekonomis, tidak ada kemauan untuk menciptakan dan memberikan pelayanan yang baik dan karena itu Pemerintah mengurangi peran tersebut melalui kerjasama dengan pihak lain. 3. Salah satu bagian terbesar pengeluaran Pemerintah adalah pada bidang ekonomi, oleh karena itu Pemerintah harus secara langsung menyatakan kepemilikan perusahaan dan aset sehingga dapat digunakan pada sektor khusus. 4. Masyarakat mempunyai pilihan dalam pelayanan publik. Karena itu sedapat mungkin mereka perlu diberi kebebasan untuk mencari dan menentukan pemenuhan kebutuhannya melalui penyederhanaan struktur birokrasi. Dalam mekanismenya, menurut Grover Starling (1988) terdapat beberapa variasi bentuk privatisasi yang menunjukkan garis kontinum antara peran Pemerintah yang besar dalam mekanisme privatisasi (govermental continum) dengan peran peran Pemerintah yang semakin berkurang dalam mekanisme privatisasi (market continum). Bentuk privatisasi yang menunjukkan mekanisme peran Pemerintah yang besar hingga peran Pemerintah yang minimum secara berurutan adalah mulai dari : intergovermental, contract, grant, franchise, partnership, voucher, voluntary service, dan divest. Bentuk yang terakhir, divest (pelepasan) adalah salah satu bentuk mekanisme privatisasi dimana peran pemerintah paling kecil dibanding bentuk-bentuk lainnya. Berdasarkan paparan yang telah dikemukakan mulai dari model coMasyarakat madaniunity oriented enabler, penjabarannya tentang institutional market mecanism, hingga privatization; dapat dikemukakan bahwa sebenarnya banyak pilihan kebijakan yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah dalam upaya meningkatkan kualitas pelayanan publik untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah yang bersangkutan. Hal ini tentunya sangat tergantung pada kemauan politik (political will) dan kemampuan politik (political capacity), dalam arti kemauan dan kemampuan Pemerintahan Daerah untuk mewujudkan proses demokratis dalam merumuskan/mengatur (rules making) prioritas layanan publik. Kemudian diikuti oleh kemauan dan kemampuan Pemerintah Daerah untuk melaksanakan/mengurus (rules application) dengan memberikan pelayanan yang memuaskan kepentingan masyarakat. BAB IV Manajemen Pelayanan Publik di Beberapa Negara P elaksanaan Begin Match to source 30 in source list: http://manajemen-asik.blogspot.com/2013/birokrasi setiap negara berbeda-beda tergantung dari sistem pemerintahan yang dianut oleh setiap negara. Dengan begitu birokrasi di Negara maju tentu akan berbeda dengan birokrasi di Negara berkembang. Birokrasi yang diterapkan sudah bagus atau belum di Negara maju dan Negara berkembang dapat terlihat dari penyediaan pelayanan publik oleh pemerintah kepada masyarakatnya seperti pengadaan barang dan jasa terutama dalam bidang transportasi, pelayanan kesehatan, pelayanan administrasi, dan penyediaan pendidikan gratis. Di Negara berkembang, pelayanan yang diberikan kepada masyarakat belum bisa dikatakan baik karena pelayanan publik yang disediakan oleh pemerintah belum bisa dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat. Hal ini mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu kondisi geografis, sumber daya manusia, sumber penerimaan, dan teknologi informasi. Sedangkan di Negara maju bisa dikatakan pelayananEnd Match publik Begin Match to source 30 in source list: http://manajemen-asik.blogspot.com/2013/yang ada sudah baik karena hampir semua faktor tersebut bisa teratasi dengan baik.End MatchBegin Match to source 169 in source list: http://eprints.walisongo.ac.id/1534/2/084411011_Skripsi_Bab1.pdfOleh karena itu, dalam bab ini akan membahasEnd Match mengenai perbandingan pelayanan publik di beberapa Negara sebagai contoh perwakilan Negara maju dan di Negara Indonesia sebagai contoh perwakilan dari Negara berkembang. Pelayanan publik yang akan diangkat adalah masalah pelayanan publik yang terjadi dalam pengadaan barang dan jasa khususnya dalam bidang transformasi. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfInggris dan Reformasi Sektor PublikEnd Match P engalaman Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfInggris iniEnd Match mengambil kasus Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfdi Pittsburgh bukan di Inggris. Perhatian untuk melakukan reformasi di sektor pelayanan publik tumbuh di awal tahun 1960-an. Mewarisi kondisi di awal pemerintahannya pada 1976, dengan PDB yang anjlok. konsumsi pemerintah 44% PDB, dominasi ekonomi yang besar unefesiensinya, upaya tertatih-tatih Margareth Thatcher tidak memberi hasil yang memuaskan. Unit Efisiensi yang bertugas memerangi pemborosan dan efisiensi melalui pendekatan audit efisiensi telah melakukan 223 audit efisiensi yang membuahkan penghapusan 12.000 posisi dan penghematan tahunan yang berulang sebesar 180 juta pound. AuditEnd Match CoMasyarakat madaniissionpun Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfdibentuk dua tahun kemudian untuk tujuan yang sama meningkatkan efisiensi. Demikian pula dengan privatisasi badan usaha pemerintah. Tetapi upaya habis-habisan itu toh bagaikan menyiangi kebun, sepetak demi sepetak saja. Tidak tercipta aturan yang menjaga kebun bebas dari rumput liar. Simpulan kuncinya adalah tidak ada efek domino yang terjadi. Ia membutuhkan strategi lebih dari sekedar privatisasi dan pengawasan efisiensi. Dengan perkataan lain semua itu tidak strategis. Prakarsa manajemen baru yang berhasil menyusun lebih dari 1.800 sasaran kinerja pun mengecewakan: kecil sekali pengaruhnya terhadap perilaku pegawai negeri. KemudianEnd Match pada tahun Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdf1988 Unit Efisiensi memperkenalkan strategi baru sebagaimana yang tertuang dalam dokumen “Improving Management in Government : The Next Steps”. Pada prinsipnya strategi ini mendorong para pimpinan manajemen tidak hanya sekedar menekan biaya dan merampingkan organisasi. Mereka diminta untuk merumuskan sasaran serta memperbaiki kinerja melalui kegiatan survai kepada pelanggan. MeskipunEnd Match berhasil Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfdengan peningkatan yang diberikan dari strategi Next Steps, Thatcher dan para penasihatnya menginginkan lebih dari itu. Sekali pun para pendukung mereka mengakui bahwa meskipun Next Steps dan uji pasar menciptakan perbaikan internal manajemen dan mempertinggi efisiensi, tetapi sangat sedikit perbaikan efektivitas mereka yakni mutu pelayanan publik. Strategi ini mendorong badan-badan pemerintah meningkatkan kinerjanya menurut pandangan pemerintah, yang terobsesi dengan dengan efisiensi. Tetapi publik menginginkan lebih dari sekedar efisiensi. Masyarakat menginginkan pelayanan publik yang efektif. Untuk memaksa badan pemerintah melihat lebih dari sekedar efisiensi untuk menghasilkan pelayanan yang bermutu – pemerintah membutuhkan strategi baru. Badan pemerintah perlu dibuat bertanggungjawab langsung kepada pelanggan mereka. Jawabannya adalah reformasi dalam bentuk “Citizen Charter ”. Benang merah yang dapat ditarik dari pengalaman Inggris tersebut adalah bahwa reformasi sektor pelayanan publik tidak hanya berhenti pada memerangi pemborosan melalui efisiensi. Namun, juga membangun kepercayaan publik melalui penciptaan akuntabilitas melalui strategi yang berorientasi kepada hasil. Apa yang telah ditempuh dan dialami pemerintah Inggris tersebut memberi ilham kepada pemerintah Amerika di bawah Bill Clinton untuk merancang strategi dalam melakukan reformasi di sektor pemerintahan. GPRA yang diterbitkan 1983 pada intinya mendorong badan-badan pemerintah di tingkat federal untuk mengorientasikan pengelolaannya kepada hasil melalui penyusunan rencana strategis, anggaran kinerja, serta pengukuran kinerja secara berkesinambungan. Pada tahun yang sama pula Wakil Presiden Al Gore mengintroduksi suatu program bernama National Performance Review. Meningkatkan akuntabilitas, termasuk di dalamnya memperbaiki proses pembuatan kebijakan/program serta penentuan prioritas, memiliki kunci keberhasilan a.l. penyediaan informasi. Jajaran pimpinan memerlukan informasi yang andal, relevan, dan obyektif jika ingin perbaikan yang senyatanya dalam proses pembuatan keputusan tercapai. Evaluasi kebijakan/program merupakan salah satu sumber penting dalam penyediaan informasi seperti itu. Negara-negara anggota OECD pada dua dasawarsa belakangan ini telah memberi perhatian kepada pentingnya evaluasi. Evaluasi diakui sebagai suatu hal yang penting dalam mengembangkan manajemen yang berorientasi kepada hasil karena evaluasi memberikan umpan balik kepada efisiensi, efektivitas, dan kinerja kebijakan publik. Evaluasi memiliki peran yang kritikal kepada penciptaan inovasi dan perbaikan kebijakan.End MatchBegin Match to source 27 in source list: http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/civilservice.pdfCivil Service Organization (Organisasi Pelayanan Publik) Paling tidak ada dua sistem pelayanan publik yang umum: Tradisi Inggris, dimana penempatan diklasifikasikan berdasar kualifikasi yang dibutuhkan (sistem kepegawaian), serta Model Perancis, yang lebih bersifat status dan berdasar atas konsep hirarki yang distrukturkan berdasar kelompok, tingkat dan penempatan. Kedua tradisi ini dapat ditemukan di seluruh dunia dalam bentuk yang sudah diadaptasi. Kedua model semakin cenderung berinspirasi kepada paradigma Manajemen Publik Baru. Fungsi sistem ini terus menerus dikaji ulang dan diperbaiki hingga menjadi lebih profesional, efektif dan berorientasi pada kinerja, serta berfokus pada penyediaan pelayanan publik dalam lingkungan yang kompetitif.End MatchBegin Match to source 27 in source list: http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/civilservice.pdfThe Indonesian system is a career system, but peculiar to other career systems as its design was heavily influenced by the structure of the military. Sistem yang dianut di Indonesia adalah sistem karir, namun berbeda dengan sistem karir yang lain karena desainnya sangat dipengaruhi oleh struktur militer.End Match Upaya Begin Match to source 27 in source list: http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/civilservice.pdfreformasiEnd Match pelayanan publik Begin Match to source 27 in source list: http://siteresources.worldbank.org/INTINDONESIA/Resources/Publication/280016-1106130305439/617331-1110769011447/810296-1110769073153/civilservice.pdfdanEnd Match SDM aparat dimulai sejak tahun 1979 ketika Margareth Thatcher dari partai Konservatif menjadi PM. Fokus utamanya adalah mengurangi pemborosan anggaran, perampingan staf, perwujudan efisiensi dan efektivitas yang diikuti oleh privatisasi dalam skala besar. Penekanan khusus juga diberikan pada pengukuran kinerja aparat, perampingan departemen pusat serta mengadopsi mekanisme pasar dan praktek bisnis dalam penyelenggaraan pemerintahan. Gagasan tersebut dikukuhkan dalam sebuah dokumen yang berjudul “White Paper on Modernising Government”. Dokumen tersebut mengatur upaya manajemen SDM aparat dengan: ? Melibatkan lebih banyak pihak eksternal dalam penyelenggaraan pelayan publik ? ? Meningkatkan mobilitas departemen Mempromosikan para staf yunior yang memiliki kemampuan ke posisi senior; ? Menjamin adanya insentif bagi inovasi, kolaborasi, dan pemberian pelayanan yang prima ? Mengefektifkan sistem gaji berdasarkan kinerja untuk mendukung pelayanan yang prima, inovasi, dan perbaikan secara berkelanjutan ? Membuat peluang partisipasi dalam pemerintahan bagi kelompok-kelompok yang sebelumnya kurang terwakili; dan ? Memberikan pelatihan tentang cara kerja baru dan membekali aparat dengan keterampilan dalam menghadapi perubahan. Strategi (Strategies) Untuk mengahadapi beberapa permasalahan di atas, ada beberapa strategi operasional yang telah ditetapkan seperti: ? Kepemimpinan yang kuat dengan sense of purpose, discreation and values yang jelas ? Manajemen berbasis kinerja – memberikan insentif berupa penghargaan bagi yang paling berprestasi ? ? Perbaikan dramatis dalam aspek diversitas Pelayanan yang semakin terbuka untuk mendapatkan talenta terbaik – mengembangkan staf pada semua level untuk mewujudkan keseluruhan potensi ? Perbaikan cara penanganan staf – mengperkenalkan cara kerja baru yang tidak birokratis dan menciptakan keseimbangan antara kerja dengan kehidupan pribadi ? Perbaikan perencanaan kerja – pendekatan yang koheren dalam hal perencanaan dan pembentukan aspirasi dengan target yang terukur. Selain beberapa strategi di atas, pemerintah Inggris juga menyadari pentingnya faktor kepemimpinan. Karenanya, peningkatan kapasitas kepemimpinan juga mendapat perhatian khusus. Untuk itu telah ditetapkan beberapa strategi seperti (1) menentukan tipikal kepemimpinan apa yang paling dibutuhkan, (2) menetapkan program pembangunan (pelayanan publik) yang lebih efektif dan tertarget dengan baik, (3) menciptakan pelayanan publik yang lebih terbuka dan luas. Lebih lanjut juga telah ditetapkan beberapa prinsip utama dalam membenahi kinerja aparat, yaitu: ? Komitmen untuk melakukan investasi di bidang pengembangan SDM untuk mencapai tujuan organisasi ? Perencanaan pengembangan keterampilan individu dan tim untuk mencapai tujuan dimaksud ? Aksi untuk mengembangkan dan menggunakan keterampilan yang perlu melalui program yang terencana dengan baik dan berkelanjutan ? Evaluasi terhadap kemajuan pencapaian tujuan, nilai yang dicapai, dan kebutuhan masa datang. Implementasi (Implementation) Strategi-strategi di atas dijalankan dan dievaluasi oleh “Civil Service Management Board”. Beberapa aspek implementasi yang bisa dicatat antara lain: ? Adanya sekretariat permanen untuk mengimplementasikan keenam strategi tersebut ? Semua departemen/lembaga pemerintah telah menyusun rencana aksi masing-masing yang disertai alokasi anggaran untuk mendukung implementasinya ? Dibentuknya sebuah divisi khusus dalam Cabinet Office, yaitu Change Management Division, untuk menggerakkan dan mengkoordinasikan semua program transformasi ? Dikembangkannya kursus dan aktivitas pengembangan khusus oleh SMPS untuk mendukung reformasi ? Adanya jaringan agen-agen perubahan antara aparat pemerintah untuk berbagi pengalaman dan saling belajar. Aktor/Pelaku Utama Reformasi SDM (The Main Actors) Upaya pembenahan SDM aparat di Inggris merupakan tugas British Cabinet Office yang bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri (PM sekaligus juga menjabat sebagai Menteri Pelayanan Publik). Cabinet Office memainkan peran sentral dalam manajemen SDM aparat dengan menyusun kerangka kerja untuk penempatan staf serta memberikan pertimbangan dalam hal rekrutmen, pemberian kesempatan yang sama, gaji, pensiun, serta pelatihan dan pengembangan. Sebagian besar tanggung jawab itu sudah didelegasikan kepada masing-masing departemen/badan pemerintah. Untuk menegakkan prinsip meritokrasi serta kompetisi yang terbuka dibentuk komisi khusus yaitu “Office of the Commissioner for Public Appointments (OCPA)” serta “Office of the Civil Service Commissioners (OCSC)” di samping “Centre for management and Policy Studies (CMPS)” yang bertanggungjawab menyelenggarakan pengembangan dan pembelajaran bagi para manajer publik. Hasil Yang Diperoleh (Key Results) Langkah-langkah serius yang sudah dirintis sejak tahun 1979 itu telah membawa perubahan signifikan seperti adanya fleksibilitas yang semakin besar dalam hal gaji, rekrutmen, pelatihan dan pengembangan, juga terjadi devolusi tanggung jawab kepada masing-masing departemen dan badan yang diikuti dengan kesempatan yang semakin merata antara semua kelompok untuk terlibat dalam pemerintahan, serta dikeluarkannya “Civil Service Code” pada tahun 1996. Semua departemen wajib memberikan laporan kemajuan tahunan dalam aspek kepemimpinan, manajemen berbasis kinerja, diversitas, serta rekrutmen yang terbuka. Pada aspek kepemimpinan, “Civil Service Management Board” telah mengembangkan suatu kerangka kerja kompetensi baru yang mengambarkan perilaku ideal para manajer dalam memimpin dan mengimplementasikan kebijakan. Kerangka kerja tersebut sekaligus dijadikan dasar penentuan gaji. Dalam hal manajemen berbasis kinerja, struktur gaji dan insentif lainnya akan didasarkan pada kontribusi relatif. Sedangkan untuk aspek diversitas, setiap departemen memiliki rencana aksi yang berbeda termasuk tujuan dan sasarannya. Demikain halnya dengan sistem rekrutmen baru yang berhasil meningkatkan jumlah aparat pada posisi senior. Dalam sistem baru itu, seleksi didasarkan pada 4 prinsip utama yaitu (1) setiap calon prospektif harus diberi akses informasi yang sama, (2) dasar seleksi adalah kemampuan, (3) harus ada kriteria yang jelas yang diterapkan secara konsisiten untuk semua peserta seleksi, dan (4) teknik seleksi harus dapat dipercaya (reliable) dan terbebas dari bias apapun. Kini sedang dibahas berbagai aspek penting yang diidentifikasi sebagai keterampilan kunci dalam Abad 21. Pengalaman Pemerintah Australia R efomasi administrasi publik secara umum dan kinerja SDM aparat secara khusus sudah dirintis sejak pertengahan tahun 1970-an. Upaya tersebut merupakan respons terhadap pendangan yang semakin luas bahwa ukuran dan cakupan pemerintah sudah terlalu besar, dan juga dipengaruhi oleh persepsi publik sebagai berikut : a. Aparat pemerintah hanya menghambur-hamburkan sumberdaya manusia, finansial, dan material dengan struktur yang sangat sentralistis, hirarkis, dan kaku b. Kurangnya responsivitas aparat kunci terhadap kepentingan publik c. Rendahnya simpati aparat terhadap kebutuhan dan aspirasi warga d. Kurangnya transparansi, terhambatnya jalur informasi kepada publik, serta kurangnya konsultasi publik; e. Struktur organisasi yang sangat rigid serta prosedur yang berbelit-belit f. Terjadinya bias dalam proses rekrutmen dan promosi yang hanya menguntungkan kelompok tertentu, atau, kurangnya keseimbangan antara efisiensi dan persamaan (Williams, 2001). Dalam upaya melakukan perombakan, pemerintah membentuk sebuah badan khusus lain yaitu Management Advisory Board (MAB) untuk memberikan masukan bagi pemerintah dalam pengelolaan SDM aparat. Tujuan utamanya adalah memberikan kebebasan yang lebih besar kepada aparat dalam hal manajemen serta memberikan kerangka kerja yang lebih fleksibel bagi pekerjaan sebagai pelayan publik sambil tetap mempertahankan prinsip akuntabilitas. Beberapa isu kritis untuk ditangani antara lain (OECD, 1998): ? Bagaimana menegakkan tata kerja sektor publik yang didasarkan pada tata kerja sektor swasta; ? Bagaimana mewujudkan fleksibilitas yang semakin tinggi dalam manajemen SDM aparat; ? Bagaimana menegakkan akuntabilitas para manajer organisasi publik dan memberikan mereka otonomi maksimum dalam manajemen keuangan dan SDM; ? Bagaimana mengurangi fenomena adminsitrasi publik biaya tinggi; ? Bagaimana menciptakan standar kerja, persyaratan, serta klasifikasi pekerjaan yang bersifat umum; dan ? Bagaimana menegakkan etos kerja dan nilai bersama. Strategi (Strategies) Strategi utama yang diterapkan pemerintah Australia dalam menyikapi berbagai masalah diatas adalah melalui tindakan legislatif yang dikukuhkan melalui Public Service Act pada tahun 1999. Dokumen tersebut merupakan penyempurnaan Public Service Act tahun 1922 yang kurang memberikan perhatian pada kejelasan tujuan, etos, netralitas pelayan publik, penegakan meritokrasi, akuntabilitas, dan sebagainya. Karenanya, di dalam dokumen yang baru ini diakui bahwa: ? Pelayanan publik harus dijalankan sebagaimana halnya pekerjaan lainnya kecuali terdapat alasan tertentu untuk tidak melakukannya ? Demi terciptanya fleksibilitas maka penyelenggaraan pelayanan publik harus lebih didasarkan pada nilai daripada preskripsi atau aturan-aturan baku ? Harus ada devolusi otoritas yang lebih luas kepada masing- masing unit organisasi yang nantinya akan mempertanggungjawabkan penggunaan otoritas tersebut secara langsung. Implementasi (Implementation) Melalui Workplace Relations Act tahun 1996, pemerintah sudah mencoba menerapkan sistem kerja dan kondisi lainnya pada sektor swasta ke dalam sektor publik. Tujuannya adalah untuk memperbaiki kinerja dan produktivitas pelayanan publik dengan sistem gaji dan kondisi kerja. Dengan kata lain, perbaikan gaji dan kondisi kerja harus dihubungkan dengan dan dibiayai dari peningkatan kinerja dan produktivitas. Dalam kerangka kerja baru, Public Service Act 1999, terdapat beberapa ketentuan khusus seperti: ? Adanya kekuasaan baru yang berkaitan dengan penyelidikan, evaluasi dan pelaporan yang dijalankan oleh Public Service Commission; ? ? ? Pentingnya aspek nilai dan budaya; Adanya arahan perilaku yang jelas bagi aparat pemerintah; dan Pengakuan peran dan otoritas para manajer dan hubungannya dengan para menteri. Pemerintah juga membentuk sebuah komisi independen, “Public Service Commissioner”, yang bertugas untuk mempromosikan dan mengevaluasi implementasi dari berbagai nilai baru serta aturan perilaku baru (code of conduct) bagi pelayan publik. Komisi ini juga terlibat dalam menjadi motor dalam perubahan pemerintahan, melakukan penyelidikan, evaluasi, dan peninjauan terhadap praktek manajemen, dan melakukan investigasi atas perilaku aparat yang tida sesuai dengan code of conduct. Juga termasuk promosi berdasarkan prinsip meritokrasi, mengembangkan kebijakan manajemen SDM yang berhubungan dengan rekrutmen, seleksi, mobilitas, kinerja, pemindahan, dan pensiun. Public Service Act yang baru juga menyebutkan dengan tegas beberapa nilai pokok dalam penyelenggaraan pelayanan publik. Di antaranya adalah meritokrasi, akuntabilitas, responsivitas, penyediaan pelayanan yang prima, fokus pada hsil, dan kesetaraan dalam pekerjaan. Nilai-nilai tersebut harus diimplementasikan oleh semua unit kerja pemerintah yang sekaligus dijadikan dasar penilaian kinerja yang tanggung jawabnya diserahkan kepada manajer masing- masing unit kerja. Untuk semakin mengefektifkan implementasi kerangka kerja baru itu, pemerintah telah mengganti MAB dengan Management Advisory Committee yang diketuai oleh sekretaris Departemen PM dan Kabinet dan beranggotakan para sekretaris setiap departemen, Public Service Commissioner, serta beerapa orang lain yang ditentukan oleh Sekretaris Kantor PM dan Kabinet. Aktor/Pelaku Utama Reformasi SDM (The Main Actors) Upaya pembenahan SDM aparat di negeri ini merupakan tanggung jawab langsung dari Department of the Prime Minister and Cabinet. Badan ini melakukan koordinasi administrasi pemerintahan secara keseluruhan, membantu kabinet dan komitenya, serta memberikan input kebijakan dan dukungan administratif bagi PM. Di bawahnya ada Head of Public Service yang bersama Merit Protection Commission menjadi aktor kunci dalam upaya pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah. Tanggung jawab tersebut, untuk detailnya, diserahkan kepada masing-masing departemen/badan. Hasil Yang Dicapai (Key Results) Implementasi Workplace Relations Act telah membawa sejumlah perubahan mendasar. Di antaranya adalah terjadinya perubahan budaya kerja secara signifikan yang menghasilkan peningkatan produktivitas serta pelayanan yang semakin optimal. Gaji dan insentif yang didasarkan pada kinerja atau produktivitas telah semakin meningkatkan kesadaran aparat akan pentingnya pencapaian hasil yang optimal. Perubahan tersebut sedikit dikritik karena belum adanya jaminan perlakuan yang sama terhadap kemampuan untuk memperbaiki gaji serta keraguan atas obyektivitas dalam proses penilaian. Selain itu, terjadi pula perubahan signifikan lain berupa hadirnya proses manajemen berbasis nilai. Adopsi nilai tersebut dilihat sebagai bagian esensisal bagi pencapaian visi pemerintah, terutama yang berkaitan dengan peningkatan kinerja aparatnya (Ellison, 1999). Aspek ini masih mendapat perhatian khusus karena adanya unsur relativitas dan subyektivitas. Dua nilai yang mendapat perhatian khusus adalah meritokrasi dan diversitas. Untuk aspek meritokrasi, PS Act 1999 mengatur bahwa keputusan untuk merekrut atau mempromosikan seseorang harus didasarkan pada beberapa ketentuan berikut: ? Penilaian dilakukan secara kompetitif berdasarkan kesesuaian relatif calon dengan kewajiban yang akan diembannya; ? Penilaian didasarkan pada kaulifikasi pekerjaan yang dimiliki calon dengan tuntutan pekerjaan; ? Penilaian harus memperhatikan kapasitas relatif yang dimiliki calon untuk mewujudkan outcome tertentu yang berhubungan dengan pekerjaannya; dan ? Penilaian merupakan pertimbangan utama dalam mengabil keputusan. PS Act 1999 Bagian 17 secara tegas melarang patronase dan favoritisme dalam proses tersebut. Keputusan sepenuhnya berada di tangan manajer unit kerja tanpa harus tunduk pada menteri di atasnya. Sedangkan untuk aspek diversitas, PS Act 1999 mengatur bahwa (1) pemerintah menjamin lingkungan kerja di sektor publik yang bebas dari diskriminasi serta mengakui dan mendayagunakan diversitas masyarakat yang dilayaninya, dan (2) pemerintah memberikan pelayanan publik secara adil, efektif, tidak memihak, dan sesuai norma sopan santun serta sensitif terhadap diversitas masyarakat. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfAustralia dan Evolusi Evaluasi Kebijakan pemerintah mendorong pimpinan organisasi pemerintah untuk lebih memberi perhatian kepada perbaikan kinerja serta pengukuran hasilnya melalui evaluasi juga diberlakukan di negara lain seperti Australia, Israel, Swedia, New Zealand, dan beberapa negara maju Asia meskipun dengan kadar kemajuan yang bervariasi. Praktek evaluasi di Australia merupakan satu di antara sedikit negara maju di dunia yang keberhasilannya diakui oleh Bank Dunia. Bahkan ide-ide mengenai strategi mengenai bagaimana mengembangkan kapasitas evaluasi di Australia banyak dirujuk dan dijadikan model oleh Bank Dunia. Australia mulai secara intensif mengembangkan evaluasi sebagai salah satu alat untuk menilai keberhasilan program-program pemerintah pada dasawarsa 1980-an. Kebijakan pemerintah federal menyatakan bahwa evaluasi atas program atau inisiatif baru harus menjadi bagian dari bagian dokumen usulan inisiatif di setiap awal tahun fiskal yang diajukan oleh badan-badan pemerintah kepada Departemen Keuangan. Dengan demikian evaluasi tidak dipandang sebagai fungsi yang berdiri sendiri: ia menjadi bagian sistem alokasi sumber-sumber daya selain sebagai bagian dari sistem manajemen publik. Selain itu, pihak auditor eksternal Australia (ANAO) pun belakangan memberi perhatian yang besar mengenai pengukuran dan penilaian atas keberhasilan program, meskipun menggunakan label audit efektivitas. Pada level negara bagian di Australia, kesadaran mengenai pentingnya suatu alat yang mampu memberikan informasi mengenai dampak atau keberhasilan telah mendorong diadopsinya evaluasi sebagai bagian dari fungsi internal audit oleh manajemen, selain pemantauan, audit, dan reviu. Sama halnya dengan negara- negara lain, hingga saat ini pelaksanaan evaluasi masih terus berevolusi dalam rangka menemukan bentuk dan format yang sesuai dengan kondisi dan kesiapan masing-masing badan pemerintah. World Bank dan 10 CrazyEnd Match D emikian Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfpula untuk negara-negara berkembang di mana pinjaman Bank Dunia merupakan sumber pendanaan yang penting. Bank Dunia menjadi motor yang mendorong dilakukannya evaluasi atas program-program dengan lebih banyak melibatkan peran serta elemen-elemen masyarakat.End MatchBegin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfBank Dunia telah membantu merintis kegiatan evaluasi melalui Bappenas.End MatchBegin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfDengan bermodalkan ‘orang gila’ BPKP berani bahu membahu mewujudkan model Evaluation Capacity Development di Indonesia.End Match Adapun corak birokrasi di negara-negara asia tenggara pada umumnya adalah sebagai berikut: Tabel 4 : Corak Birokrasi di Negara Asia Tenggara No. Negara Pengaruh Corak Birokrasi 1. Philipina Spanyol, Amerika Hierarki (katolik), agak monarkhi, militeristik, kapitalistik, dominasi negara 2. Vietnam China, Soviet, Perancis, AS Mandarinate, direct/indirect rule, alat militer, ideologi totalism, dan neo-kapitalism 3. Malaysia Inggris Indirect rule, elite management, commonwealth, merit structure 4. Thailand Inggris, Perancis, AS Mesin militer, bureaucratic polity, pragmatism 5. Indonesia Belanda Direct/indirect rule, eksklusivistik, semi profesionalism, legalism Sumber: Pratikno, 2008 Dengan institusi publik yang lebih efektif dan akuntabel, sumber daya yang tersedia di Indonesia dapat dimanfaatkan dan memberikan hasil pembangunan yang lebih baik. Kapasitas institusional yang lebih kuat dalam penyampaian pelayan publik, disandingkan dengan investasi pihak swasta akan menciptakan perkembangan yang berkelanjutan dan inklusif. Grup Bank Dunia akan terus mendukung Indonesia dalam serangkaian sektor baik ekonomi maupun sosial: agrikultur, pelayan masyrakat, perubahan iklim, energi, pembangunan daerah perkotaan, kesehatan, pendidikan, manajemen finansial publik, mitigasi risiko bencana alam, air bersih dan sanitasi, jalan, dan pelayanan desentralisasi. Pelayananan Publik di Jepang J epang Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/merupakan salah satu Negara di Asia yang telah memenuhi karakteristik Negara maju baik secara politik maupun secara ekonomi serta aspek-aspek lainnya yang terkait. Sebagai representasi Negara demokrasi, Jepang memiliki karakter khas demokrasi yang “tidak normal” karena dalam proses politik yang berkembang jarang mendapatkan perhatian dari masyarakat umum dan sorotan dari berbagai media yang ada. Oleh karena itu, di Jepang jarang sekali terjadi aksi demo massa dan aksi anarkis karena proses politik yang cenderung jarang di ekspos. Hal ini cenderung berbeda dengan Negara demokrasi pada umumnya, isu public yang penting akan dibahas secara intensif oleh berbagai media. Selanjutnya, suatu keputusan kebijakan dibuat melalui proses yang panjang dan menghabiskan waktu yang lama termasuk proses dalam konsultasi dan negosiasi dalam di antara agen-agen pemerintahdengan kelompok kepentingan yang terkait. Suatu keputusan kebijakan di Jepang dibuat dalam konteks otoritas birokrasi. Draft kebijakan dasar telah dikompromisasikan melalui proses negosiasi dengan kementrian terkait, politisi partai yang berpengaruh, anggota diet serta kepentingan-kepentingan pihak lain di luar pemeritah yang memiliki akses terhadap kebijakan tersebut sebelum selanjutnya proposal kebijakan tersebut disampaikan ke Diet. Dalam prakteknya, power dari birokrasi jepang juga cukup kuat. Kekuatan birokrasi tampak pada proporsi dimanaEnd Match terdapat Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/kelemahan dalam partai dan lembaga legislative. Netralitas birokrsi Jepang dapat tetap terjaga dan terbangun kekuatan organisasi walaupun terjadi pergantian cabinet sehingga birokrasi dapat mendukung stabilitas politik. Kekuatan birokrasi Jepang merupakan produk dari gaya politik dan tradisi yang telah berjalan lama dan panjang. Dilihat sebagai sebuah institusi, birokrasi tidak terlalu terpengaruh dampak perang dunia II dan pada masa okupasi amerika. Karakteristik birokrasi Jepang yang menarik dan unik adalah adanya birokrat pemerintah nasionalEnd Match yang Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/dapat “dipinjamkan” kepada pemerintahEnd Match lokal Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/yang dapatEnd Match memberi Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/kesempatan untuk salingEnd Match bertukar Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/pengalaman dan menjaga hubungan antara dua level pemerintah ini. Dalam hal perekrutan pegawai negeri sipil, perekrutan dalam institusi pelayanan pemerintah berdasarkanEnd Match sistem Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/ujian kompetitif atau denganEnd Match evaluasi Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/personal. Dalam kepegawaian, PNS jepang menempati posisi professional dan kelompok elit biasanya merupakan lulusan dari institusi pendidikan terbaik di Jepang yaitu biasanya dari Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto. Basis rekruitman ini membuat kecenderungan adanya parokialisme dan hubungan “old boy” antara birokrat. Level administrative paling atas didominasi oleh laki-laki dengan spesialisasi pendidikan jurusan hokum. Di Jepang, pekerjaan sebagai pegawai dalam kementrian pemerintah memiliki status yang tinggi. Di antaraEnd Match kementrian Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/yang ada pun terdapat derajat prestis dimana MITI (Ministry of International Trade and Industry) dan MoF ) Ministry of Finance) menduduki posisi tertinggi dalam birokrasi pula,End Match faktor Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/yang palinh signifikan dalam proses promosi adalah latar belakang universitas. Koneksi interpersonal penting untuk rotasi pegawai dalam birokrasi, bisnis dan politik atau disebut dengan “revolving door”. Di AS, praktek seperti ini diproses dan dikritik karena pegawai yang telah pemerintah yang telah pensiun, pegawai militer melanjutkan karirnya di perusahaan swasta melalui koneksi konkret. Namun sebaliknya, di Jepang, hal ini merupakan suatu yang normal dalam kehidupan administrative, yang sering diistilahkan sebagai amakudari/ descent from heaven. Pensiunan PNS dapat bergabung di perusahaan swasta atau perusahaan milik Negara (special legal entities). Ada pula yang bergabung di partai, terutama LDP yang mambuka kesempatan untuk terpilih sebagai anggota konstituen di national house of councilor yang merupakan modal dasar sebagai pengalaman organisasional. Walaupun menimbulkan pro dan kontra, praktek amakudari berkontribusi efektif bagi jalannya proses politik karena terdapat kontrak personal yang lebih ekstensif pada saat negosiasi danEnd Match konsensus Begin Match to source 8 in source list: http://nhbloggers.blogspot.com/2011/yang dapat membuat proses pembuatan keputusan lebih efektif. Pelayanan publikEnd Match di Jepang dirasakan oleh masyarakatnya telah pada tahap memuaskan masyarakatnya. Pelayanan publik yang ada baik di bidang pelayanan secara lansung kepada masyarakat (direct service) ataupun dalam peran birokrasi dalam penyelenggaran pemerintahan (indirect service) telah berjalan secara efektif dan efisien. Kualitas yang prima pelayanan publik di Negara Jepang Begin Match to source 159 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-19dipengaruhi olehEnd Match beberapa Begin Match to source 159 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-19faktor baik secara internal maupun eksternalEnd Match birokrasi Begin Match to source 159 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-19dalamEnd Match system pelayanan publik. Faktor- Faktor tersebut antara lain : 1. Sumber daya manusia yang berkualitas Aparatur Negara sebagai pelaksana pelayanan public di Negara Jepang berkedudukan sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang memiliki kapabilitas dan kualitas yang baik. Proses penyeleksian untuk menjadi aparat Negara dilakukan melalui penyeleksian yang memiliki standar dan sistem evaluasi. Selain itu, profesi aparat pemerintah dalam pandangan masyarakat Jepang memiliki prestise yang tinggi sehingga banyak dari lulusan universitas-universitas terkenal di Jepang terutama Universitas Tokyo dan Universitas Kyoto memililh untuk mengikuti seleksi tersebut untuk menjadi aparat pemerintah. Selain itu, sebagian masyarakat Jepang telah menyadari secara menyeluruh perannya sebagai abdi Negara untuk memberikan kualitas terbaik dalam pelayanannya kepada masyarakat. Kondisi ini telah terjadi secara lama dan membudaya dalam masyarakat Jepang. 2. Adanya peraturan yang jelas untuk mengatur pelaksanaan pelayanan public. Proses pembuatan keputusan kebijakan dalam pemerintahan Jepang dilakukan melalui Dalam penerapan kebijakan tersebut, aparat pemerintah memiliki kesadaraan penuh untuk menerapkannya. Selain itu pada tahap pengawasannya dilakukan secara ketat dan tegas terhadap aparat yang melanggar kebijakan tersebut. Jepang terkenal dengan pelayanan transportasi yang baik dan memuaskan. Salah satu bagian transportasi yang baik tersebut ada pada transportasi darat. Dalam kesehariannya, sebagian besar masyarakat Jepang menggunakan kereta api baik monorel maupun subway. Kereta api yang digunakan masyarakat Jepang tersebut secara keseluruhan telah memberikan kualitas terbaik dalam pelayanannya. Hal ini dapat dilihat baik dari segi infrastruktur kereta tersebut maupun sistem administratif pelayanan kereta api. Dari segi infrastruktur, kereta-kereta di Jepang memiliki infrastruktur yang lengkap dan memuaskan seperti kereta api yang memiliki AC, dan lain-lain. Dari sisi infrastruktur lainnya Jepang juga mamiliki keunggulan dengan merevitalisasi tampilan kereta api dengan menambahkan figure-figur anime menyerupai pegawai wanita dari Sanriku. Sedangkan dari segi, sistem administratifnya, Jepang memiliki keunggulan dalam hal pengaturan jadwal kereta yang selalu tepat waktu. Begin Match to source 41 in source list: http://comments.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.sunda/23442Kereta dan shinkansen (kereta antar kota super ekspres) mendominasiEnd Match model Begin Match to source 41 in source list: http://comments.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.sunda/23442transportasi di Jepang. Sebuah sumber yang saya ingat menyebutkan bahwa kepadatan lalu lintas kereta di Jepang adalah yang tertinggi di dunia. Di Jepang, keretaEnd Match atau Begin Match to source 41 in source list: http://comments.gmane.org/gmane.culture.region.indonesia.sunda/23442shinkansen digerakkan menggunakan listrik. Hal ini tidak menyebabkan polusi udara di perkotaan, karena listrik diproduksi terpusat. PLTN sebagai salah satu sumber pemasok utama energi listrik di Jepang, tentu saja, juga berkontribusi pada rendahnya polusi udara karena, praktis, PLTN tidak mengemisikan CO2.End Match Jepang sebagai sebuah negara dibagi ke Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/dalam 47 divisiEnd Match administratif: Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/satu Metropolitan District (To, Tokyo), dua urban prefecture (Fu, Kyoto, Osaka), 43 rural prefecture (Ken), dan satu district (Do, Hokkaido).End Match Kemudian kota-kota besar dibagi lagi ke dalam subdivisi yang disebut Ward (Ku), dan selanjutnya dipisah lagi ke dalam divisi administrasi yang lebih kecil yakni Town atau Precinct (Machi atau Cho), atau Subdistrict (Shicho) dan County (Gun). Masing-masing dari 47 jurisdiksi administrasi pemerintahan lokal tersebut dipimpin oleh seorang Gubernur yang disebut Chiji dan sebuah Unicameral Assembly di mana keduanya dipilih oleh popular vote setiap empat tahun. Semua itu dipersyaratkan oleh undang- undang Jepang dan harus membentuk kantor dinas inti yang mengelola pelayanan publik yang terdiri dari general affair (urusan umum), finance (urusan keuangan), welfare (urusan kesejahteraan), health (urusan kesehatan), labor (urusan tenaga kerja). Dinas-dinas pada kantor pemerintah lokal /daerah tersebut merupakan kepanjangan fungsi dari kementerian nasional yang ada di Tokyo, seperti, Ministry of Health, Labour and Welfare (Kouseiroudousho), dan lain-lain. Kantor-kantor dinas lainnya hanyalah opsi yang keberadaannya sangat tergantung pada kebutuhan lokal/daerah. Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/Gubernur bertanggung jawab terhadap semua aktivitasEnd Match pelayanan Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/kepada masyarakat yang didukung dengan anggaran yang diperolehEnd Match melalui Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/pajak lokal /daerahEnd Match dan/atau Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/subsidiEnd Match pemerintah nasional Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com//pusat.End Match City Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/(Shi) adalah unit pemerintahan otonom yang melaksanakan tugasEnd Match administratif Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/secara mandiri dariEnd Match jurisdiksi Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/lebih besar di mana merekaEnd Match berlokasi. Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/Dalam rangkaEnd Match mempertahankan Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/status Shi,End Match jurisdiksi menetapkan bahwa Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/harus memilikiEnd Match paling sedikit 300 Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/,000End Match orang Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/penduduk,End Match dan 60 Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/persenEnd Match dari penduduk itu terlibat dalam pekerjaan perkotaan. Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/Pemerintahan kota dipimpin olehEnd Match Shicho Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/atau walikota yang dipilihEnd Match untuk Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/periodeEnd Match empat Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/tahunEnd Match oleh penduduk setempat Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/melalui mekanisme popular vote.End Match Terdapat Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/jugaEnd Match city assembly atau Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/dewan kota yang dipilihEnd Match berdasarkan mekanisme Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/popular vote.End Match Ward (Ku) di kota-kota tersebut juga memiliki Assembly sendiri untuk menyeleksi Ward Superintendent atau Camat dalam konteks Indonesia. Terminologi Machi dan Cho memiliki mandat untuk melakukan pemerintahan sendiri di luar kota-kota maupun precinct dari urban ward. Seperti halnya Shi 2, masing-masing memiliki ayor (Shicho) dan Assembly yang dipilih sendiri. Son atau Mura (desa dalam konteks Indonesia) adalah entitas pemerintahan sendiri yang paling kecil di daerah perdesaan di Jepang. Entitas ini sering terdiri dari sejumlah Buraku atau rural hamlet (village) atau dusun/kampung yang mencakup beberapa ribu orang penduduk yang berkoneksi satu dengan yang lain melalui suatu kerangka kerja yang secara formal diterapkan melalui administrasi desa. Buraku memiliki Mayor dan Council yang dipilih untuk masa kerja empat tahun. Jepang memiliki sebuah unitary ketimbang sebuah Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/sistem pemerintahan federal, diEnd Match dalam Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/manaEnd Match jurisdiksi Begin Match to source 86 in source list: http://kengkongan.blogspot.com/2013/03/lokal sangat tergantung pada pemerintahEnd Match nasional baik secara administratif maupun secara finansial. Meskipun kurang kekuasaannya dibandingkan dengan masa sebelum perang (Home Ministry), Ministry of Home Affairs pasca-perang maupun kementerian nasional lainnya memiliki otoritas besar untuk melakukan intervensi dalam pemerintahan regional maupun lokal. Hasil dari kekuasaan ini adalah suatu level yang tinggi dari standarisasi organisasional dan kebijakan pada pemerintahan lokal. Karena penerimaan pajak lokal tidak cukup untuk mendukung pemerintahan prefectural dan city, maka pemerintahan lokal ini tergantung kepada subsidi pemerintah pusat. Oleh itu ada sebuah terminologi dalam urusan keuangan yang disebut “30 percent autonomy” di Jepang yang sering digunakan ketika menjelaskan urusan pemerintah lokal karena nilai penerimaan yang diperoleh dari pajak lokal yang relatif kecil. Meskipun demikian, pemerintah lokal di Jepang tidak pasif. Penduduk setempat memiliki rasa tanggung jawab terhadap komunitas lokal, dan mereka memiliki rasa bangga sangat tinggi terhadap pemerintah lokal dan mereka berharap untuk melestarikan keunikan Prefecture masing-masing. Demikian juga masyarakat city (shi), atau town (Machi atau Cho). Beberapa ada yang malah lebih progresif jurisdiksinya, seperti Tokyo dan Kyoto, sehingga banyak melakukan eksperimen kebijakan lokal di sejumlah area pelayanan publik seperti kebijakan kesejahteraan yang akhir-akhir ini malah diadopsi oleh pemerintah nasional. Pelajaran penting dari uraian dia atas terkait dengan Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/administrasi pemerintahan lokal di JepangEnd Match adalah: Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/Pertama, untuk mendukung pelayananEnd Match publik, Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/maka yang diprioritaskan adalah pembentukan kantor dinas untuk urusan umum, keuangan, kesejahteraan, kesehatan, dan tenaga kerja; sedangkan pelayananEnd Match publik lainnya Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/tergantungEnd Match pada Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/kebutuhan setempat. Kedua, sekalipun otonomi daerah sudah berlangsung lama dan majuEnd Match di Jepang, ketersediaan Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/anggaran daerah untuk mendukung pelayananEnd Match publik masih mengandalkan kepada dukungan Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/anggaran dari pemerintahEnd Match nasional. Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/Ketiga,End Match sejumlah Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/prefecture memiliki yurisdiksi untuk urusan kesejahteraan yang sudah sangat maju sehingga diadopsi oleh pemerintah nasional Jepang dan menjadiEnd Match kebijakan Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/nasional misalnyaEnd Match di bidang Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/kesejahteraanEnd Match sosial. Di semua level pemerintahan lokal di Jepang, keberadaan kantor dinas kesejahteraan sosial lebih diprioritaskan karena tujuan pembentukan pemerintah lokal di Jepang adalah untuk memberikan social security bagi semua warga negara. Pemerintahan provinsi dan kabupaten/kota di Indonesia situasinya memang berbeda, di mana hampir semua pemerintah daerah membentuk kantor dinas sektoral sebagai urusan wajib sesuai eksistensi dengan kementerian di pusat dengan merujuk kepada Begin Match to source 167 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/100613-ID-good-urban-governance-peran-pemerintah-d.pdfUU No. 32 Tahun 2004. Model pemerintahanEnd Match lokal Jepang Begin Match to source 167 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/100613-ID-good-urban-governance-peran-pemerintah-d.pdfyangEnd Match mendahulukan pelayanan publik melalui Begin Match to source 26 in source list: https://nakbudjang.blogspot.com/urusan umum, keuangan, kesejahteraan, kesehatan, dan tenaga kerja,End Match mungkin dapat menjadi bahan pemikiran apabila ingin meningkatkan kesejahteraan rakyat dan menurunkan angka kemiskinan. Prioritas pemerintah daerah kepada sektor kesejahteraan sosial relevan dengan komitmen Indonesia terhadap pencapaian MDGs. Local tax (pajak lokal) yang dikelola pemerintah lokal adalah sumber paling potensial dan berkesinambungan. Penerimaan pajak lokal perlu diprioritaskan untuk mendukung pelayanan publik terutama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial. Pelayanan Publik di Selandia Baru U paya pembenahan SDM aparat di Selandia Baru diawali pada tahun 1984 yang dipicu oleh krisis finansial serta tuntutan yang luas untuk segera melakukan perombakan dan restrukturisasi. Sektor publik dilihat sebagai kontributor utama terhadap berbagai persoalan publik seperti iklim yang sangat birokratis, kondisi kerja yang tidak mendukung, kurang terdayagunakannya SDM aparat (Scott, 2000; New Zealand, 1998). Pekerjaan sektor publik juga dijadikan karir yang proses promosinya didasarkan terutama pada aspek senioritas. Rekrutmen tenaga dari luar sangat terbatas dengan sistem yang sangat kompleks dan rumit. Secara umum publik Selandia Baru melihat sektor publik sebagai sektor yang tidak efisien (Pollitt & Bouckaert, 2000). Karenanya, selain restrukturisasi, aspek- aspek lain yang mendapat perhatian adalah pengurangan kontrol, delegasi otoritas, dan devolusi sistem manajemen ke masing-masing unit kerja. Strategi (Strategies) Untuk mengahadapi berbagai persoalan di atas, pemerintah Selandia Baru telah menempuh beberapa langkah strategis yang umumnya merupakan tindakan legislatif. Di antaranya adalah State Sector Act 1988 yang berusaha merombak total rezim manajemen SDM aparat. Arahnya adalah mengadopsi mekanisme kerja sektor swasta. Argumennya adalah bahwa efisiensi dan efektivitas sektor publik hanya bisa dicapai jika para manajer memiliki otoritas untuk mengelola departemennya dan menegakkan akuntabilitas untuk memproduksi output yang berkualitas. Sistem rekrutmen yang tertutup harus dibuka secara transparan. Penyelenggaraan pelayanan publik harus diberi energi tambahan dengan menyuntikkan kreativitas kepada para manajer publik. Selain beberapa langkah tersebut, pemerintah Selandia Baru juga menetapkan beberapa prinsip utama dalam reformasi kinerja pelayanan publik, yaitu: a. Pemerintah yang akuntabel, transparan, dan beretika; b. Pelayanan publik yang efisien dan responsif; c. Investasi yang memadai untuk pengembangan organisasi yang efisien dan pelayan publik yang mampu. Perwujudan E-Government dalam kerangka transparansi dan akuntabilitas juga menjadi strategi lain yang sedang ditempuh. Hal itu diyakini bisa mempermudah akses publik terhadap informasi pemerintah, memperbaiki kualitas pelayanan itu sendiri, dan membuka peluang bagi keterlibatan publik dalam proses kebijakan. Implementasi (Implementation) Berdasarkan State Sector Act 1988, tanggung jawab untuk pembenahan SDM aparat didelegasikan kepada setiap departemen. SSC memiliki dan menjalankan tanggung jawab dalam hal: ? Mengimplementasikan kebijakan SDM berdasarkan prinsip “Good Employer” termasuk dengan menerapkan sistem penempatan berbasis kemampuan serta pemberian kesempatan yang sama ? Menegakkan standar integritas, perilaku dan perhatian pada kepentingan publik. Dokumen tersebut di atas juga menjamin keterlibatan kelompok-kelompok yang kurang terwakili dalam pemerintahan seperti kaum minoritas atau wanita dan mereka yang cacat. Untuk menjamin kinerja optimal juga sudah coba diterapkan sistem kontrak untuk jangka waktu tertentu (awalnya adalah 5 tahun). Setiap manajer harus memiliki kesepakatan tentang kinerja yang harus dicapai dengan atasannya (menteri) di samping usulan pembiayaan yang harus disediakan oleh departemen. Untuk semakin meningkatkan kinerja para aparat, maka SSC yang dipimpin oleh seorang komisioner menjalankan beberapa kewajiban pokok seperti: • Meninjau kinerja semua badan pemerintah; • Memberikan input kepada setiap departemen tentang sistem manajemen, struktur, dan organisasi; • Mempromosikan dan mengembangkan kebijakan dan program personil; • Menegosiasikan kondisi pekerjaan sektor publik; • Memberikan nasihat untuk pelatihan dan pengembangan staf; • Mengeluarkan aturan perilaku yang meliputi standar minimum integritas dan perilaku aparat pemerintah; • Mempromosikan, mengembangkan, dan memonitor kebijakan dan program demi terciptanya kesempatan kerja yang merata. Aktor/Pelaku Utama Reformasi SDM (The Main Actors) Hampir semua tanggung jawab pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah di Selandia Baru diserahkan ke masing-masing departemen atau unit kerja. Di tingkat pusat hanya ada Department of the Prime Minister and Cabinet, the Treasury, dan State Services Commission (SSC) yang bertugas memberikan arahan kepemimpinan, melakukan koordinasi, serta memberikan nasihat untuk manajemen sektor publik termasuk SDM-nya. SSC dipimpin oleh seorang komisioner yang bertanggungjawab kepada Minister of State Services. Hasil Yang Dicapai (Key Results) Hasil langsung yang dicapai dari langkah-langkah terobosan ini adalah terjadinya pengurangan jumlah pegawai dan perampingan struktur. Proses tersebut dijalankan selama evolutif yang direncanakan secara hati-hati dan dikelola secara sensitif. Pemerintah Selandia Baru juga telah secara khusus mengeluarkan Public Service Code of Conduct pada tahun 1990 yang memberikan perhatian khusus pada 3 prinsip: ? Pegawai harus memenuhi kewajibannya terhadap negara dengan prinsip profesionalisme dan integritas; ? Pegawai harus menjalankan tugasnya secara jujur dan efisien dan menghormati hak warga dan rekan kerjanya; ? Pegawai harus menghargai atasannya dalam menjalankan aktivitasnya. Beberapa terobosan lain nampaknya mengalami kesulitan. Hal itu dikarenakan kurangnya aparat yang benar-benar berkualitas dalam menjalankan peran sebagai manajer yang dibebani tanggung jawab untuk mengadopsi mekanisme kerja pasar. Hal itu mengharuskan adanya sistem gaji yang kompetitif seperti layaknya sektor swasta. Dalam hal ini, pemerintah masih mengalami kesulitan untuk mendapatkan aparat yang benar-benar mampu karena sistem gajinya yang belum sebaik sistem gaji sektor swasta. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfKanada dan PEMSEnd Match P elaksanaan Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfevaluasi sebagai bagian dari praktik dan pengendalian manajemen di Kanada telah muncul sejak 1977 melalui kebijakan the Policy expenditure Management System (PEMS). Pemerintah Kanada melalui The Treasury Board Secretariat (TBS) mendorong badan-badan pemerintah federal untuk mengembangkan inisiatif dengan tujuan memodernisir pelaksanaan manajemen, melalui pemberian kebebasan yang lebih besar kepada masing-masing departemen untuk memfokuskan kepada hasil selain mendukung mereka dengan tools yang diperlukan agar menjadi lebih efisien, efektif, responsif, dan inovatif. Pada 1995 TBS mengeluarkan Pedoman Kebijakan Reviu (Review Policy Guidelines) yang pada pokoknya mengarahkan bahwa:End Match 1) Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfKewajiban untuk melakukan reviu merupakan tanggung jawab setiap pimpinan departemen,End Match 2) Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfReviu dimaksudkan sebagai sarana untuk menilai hasil dan dimensi-dimensi lain dari kinerja,End Match 3) Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfKebutuhan untuk menyajikan informasi mengenai hasilEnd Match dilatar belakangi Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfoleh tuntutan pembayar pajak mengenai hasil, desakan untuk mengendalikan dan mengurangi biaya program dan operasi pemerintah, serta reformasi manajemen di sektor publik,End Match 4) Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfPelaksanaan reviu dilakukan melalui fungsi audit dan fungsi evaluasi. Evaluasi sebagai salah satu alat manajemen bertujuan untuk:End Match a. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfMembantu para manajer dalam merancang atau memperbaiki rancangan kebijakan, program, dan inisiatif; sertaEnd Match b. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfMemberikan penilaian secara periodik atas efektifitas kebijakan atau program, dampaknya baik yang direncanakan maupun yang tidak, dan alternatif cara untuk mencapai hasil yang diinginkan.End Match Pengalaman Negara Malaysia P emerintah Malaysia misalnya sudah mengadpsi beberapa nilai etis ke dalam manajemen SDM aparat. Melalui Management Integrity Committees, negara tersebut berusaha menciptakan sistem administrasi dan aparat pemerintah yang efisien dan disiplin dengan tingkat integritas yang tinggi melalui praktek-praktek yang beretika serta mengatasi berbagai masalah dan kelemahan yang berkaitan dengan korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, deviasi hukum, dan sebagainya. Komite tersebut diberi tugas untuk menyusun dan menegakkan sistem kerja dan aparat yang memiliki nilai-nilai: ? Patut dipercaya; ? Bertanggung jawab; ? Jujur; ? Dedikasi; ? Moderat; ? Rajin; ? Bersih; ? Mampu bekerjasama; ? Bisa dihormati/disegani; dan ? Respek dan berterima kasih. Nilai-nilai tersebut selanjutnya dijadikan sebagai pilar pelayanan publik yang dikenal dengan “The Twelve Pillars” (Ibrahim, 1999), yang meliputi: ? Menghargai nilai waktu; ? Keberhasilan karena ketekunan atau kegigihan; ? Senang bekerja keras; ? Kesederhanaan; ? Memiliki karakter yang baik; ? Kekuatan keramahan; ? Kekuatan contoh yang kongkrit; ? Kewajiban melakukan tugas; ? Kearifan ekonomi; ? Kesabaran; ? Perbaikan talenta; ? Kesenangan untuk terus menghasilkan. Nilai-nilai dan pilar tersebut diterapkan secara konsisten dalam proses rekrutmen, seleksi, promosi, dan penentuan gaji aparat. Untuk posisi-posisi top management, seorang calon harus memenuhi beberapa kualifikasi dasar seperti (1) tuntutan kompetensi, (2) kualitas personil, (3) kualifikasi akademis, latar belakang pengalaman, dan kontribusinya, serta (4) kriteria kompetensi khusus untuk top management. Untuk kualifikasi terakhir (top management) antara lain meliputi kompetensi kunci seperti (1) kepemimpinan dan pemberdayaan, (2) kapasitas intelektual, (3) keterampilan manajemen dan perencanaan strategis, (4) komunikasi dan keterampilan interperesonal, (5) keterampilan manajemen SDM, (6) dan output kinerja. Pelajaran Penting Pelayanan Publik Bagi Indonesia D engan berbagai variasi kondisi sosial, ekonomi dan politik, pengalaman dari beberapa negara tersebut telah memberikan beberapa pemikiran baru dan inovatif yang kiranya bisa diadopsi dalam rangka pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah di Indonesia, yaitu : Pertama, upaya pembenahan kinerja SDM aparat pemerintah harus diawali dengan komitmen politik, baik pada tingkat makro maupun mikro. Pengalaman ketiga negara yang diuraikan di atas memperlihatkan bahwa langkah pembenahan kinerja adalah juga langkah legislatif. Yaitu bahwa upaya peningkatan kinerja selalu diwadahi dalam sebuah aturan hukum yang secara tegas mengatur perilaku aparat, adopsi nilai-nilai baru, pembenahan manajemen, struktur, sistem, dana sebagainya. Langkah legislatif tersebut diikuti secara konsisten dengan langkah administratif yang antara lain terlihat dari adanya alokasi badan implementasi tertentu, otoritas, serta sumberdaya pendukung lainnya. Kedua, proses pembenahan kinerja di ketiga negara di atas senantiasa dilihat sebagai upaya yang sangat serius dan perlu segera dilakukan. Semua negara yang dipaparkan di atas memiliki badan atau komisi khusus yang diberi tanggung jawab untuk mengawal proses pembenahan tersebut. Bahkan, sebagaimana dijumpai di Inggris dan Australia, badan tersebut langsung berada di bawah pengawasan Perdana Menteri. Badan tersebut sekaligus juga bertugas melakukan evaluasi, perbaikan, peninjauan kembali, dan sebagainya. Sekilas, langkah ini merefleksikan adanya sense of urgency dari pemerintah di negara tersebut untuk menempatkan pembenahan kinerja sebagai prioritas utama dengan berbagai alasan yang juga sudah diuraikan sebelumnya. Ketiga, semua pembenahan yang dilakukan memberikan perhatian yang sangat besar pada aspek manusia. Perhatian itu diberikan pada setiap aspek pembenahan seperti ketentuan rekrutmen, penempatan, dan promosi. Dalam kaitan dengan itu, masalah nilai menempati sentra upaya pembenahan. Etos kerja, akuntabilitas, responsivitas, meritokrasi, profesionalisme, sensitivitas, dan produktivitas adalah beberapa nilai penting yang mendapat perhatain khusus di semua negara di atas. Realisasi nilai-nilai tersebut menjadi sasaran utama dari program pembenahan yang sudah dan sedang dilakukan. Nilai-nilai tersebut selanjutnya dibakukan sebagai bagian integral dari beberapa public service code of conduct yang juga sudah diuraikan di atas. Realisasi nilai-nilai tersebut juga sangat bergantung pada beberapa hal seperti menciptakan struktur dan mekaisme manajerial yang kondusif, reformasi berbagai aturan pelayanan publik untuk memperkenalkan dan mengadopsi nilai-nilai tersebut, implementasi sistem rekrutmen, pengembangan karir, dan gaji yang berdasarkat prinsip meritokrasi, dan perbaikan teknologi pendukung serta program-program pelatihan (UN, 2000). Keempat, kendati sudah dijalankan secara sungguh-sungguh dengan komitmen yang tinggi, namun langkah pembenahan kinerja pelayan publik tidak dengan serta merta dapat membawa hasil yang diinginkan. Realisasi sasaran pembenahan sangat tergantung pada beberapa variabel lain, yang dalam kasus Selandia Baru misalnya diwakili oleh dukungan sumberdaya manusia itu sendiri. Dengan demikian, baik komitmen, otoritas, sumberdaya finasial, dan kerangka kelembagaan saja tidak cukup. Langkah pembenahan harus disertai dengan ketersediaan orang-orang yang berkualitas untuk mendukung proses tersebut. Kelima, walaupun masih mengandung sejumlah keterbatasan, uraian pengalaman ketiga negara di atas setidaknya sudah memberikan gambaran sekilas tentang bagaimana kinerja aparat pemerintah seharusnya diukur. Yang perlu diperhatikan adalah bahwa proses pengukuran tersebut harus merupakan proses sistemik yang didasarkan pada aturan yang jelas. Aturan dimaksud dengan semata-mata berorientasi pada ‘tertib administrasi’ tetapi harus didasarkan pada nilai-nilai yang sudah diuraikan pada poin sebelumnya. Dengan kata lain, proses penilaian kinerja aparat tidak ditujukan untuk kepentingan administrasi semata, seperti melihat tingkat loyalitas seorang aparat terhadap unit kerja dan atasannya, tetapi lebih sebagai bagian integral untuk meningkatkan kinerja dan produktivitas pelayanan publik secara umum. Oleh karenanya, butir- butir penilaian yang bersifat subyektif harus dieliminasi dengan menempatkan butir-butir penilaian substantif yang berkaitan dengan kontribusi seseorang terhadap proses penyelenggaraan pelayanan publik. Bila digambarkan wajah pelayanan publik dari beberapa Negara dan Negara Indonesia adalah sebagai berikut: Gambar 8 Wajah Pelayanan Publik di Beberapa Negara dan Indonesia Begin Match to source 40 in source list: http://pt.slideshare.net/Nanangnugrah4/optimalisasi-peran-fungsi-camat-dlm-pelayanan-publikWajah Pelayanan Publik ≈ Kebersihan Birokrasi Indeks Persepsi Korupsi mencerminkan ‘persepsi’ masyarakat, khususnya pebisnis tentang tingkat korupsi suatu negara ? diturunkan dari bagaimana layanan publik mereka rasakan.End Match 4 Sumber: Sjahrudin, KPK, 2007 Di latar belakangi oleh semakin pentingnya peran pelayan publik di satu sisi dan banyaknya persoalan yang melilit di sisi lain, isyu mengenai kinerja aparat pelayanan publik menjadi salah satu isyu penting dalam reformasi administrasi publik di berbagai negara, termasuk untuk konteks Indonesia kontemporer. Menurut Laking & Stevens (2000), persoalan tersebut semakin mencuat manakala dikaitkan dengan berbagai perkembangan dan tuntutan kontemporer seperti globalisasi atau liberalisasi perdagangan, good governance, profesionalisme, transparansi, akuntabilitas, mobilitas sosial ekonomi, dan sederatan isyu terkait lainnya. Belum lagi jika dihubungkan dengan penegakan etika dan moral dalam penyelenggaraan pelayanan publik.; Perkembangan lain yang turut mengedepankan isu tersebut adalah perubahan paradigma SDM dari sumberdaya padat otot menuju sumberdaya padat otak (Wardhono & Mulyana, 2001). Beberapa indikator yang mencerminkan suramnya potret kinerja aparat pelayanan publik khususnya untuk Indonesia, antara lain ditunjukkan oleh pelayanan yang bertele-tele dan cenderung birokratis, biaya yang tinggi, pungutan-pungutan tambahan, perilaku aparat yang lebih bersikap sebagai pejabat ketimbang abdi masyarakat, pelayanan yang diskriminatif, dan sederetan persoalan lainnya (Abas & Triandyani, 2001). Hasil studi sementara, di beberapa kota di Indonesia seperti Pontianak, Tangerang, Medan, Semarang, Denpasar, Mataram, Banjarmasin, Palu, dan Sawahlunto juga memperlihatkan kecenderungan yang sama. Demikian halnya dengan penelitian yang dilakukan oleh Center of Population and Policy Studies Universitas Gadjah Mada (2001). Penelitian terakhir ini berhasil mengidentifikasi sejumlah ‘budaya negatif’ di kalangan aparat pemerintah yang merugikan kepentingan publik seperti mendahulukan kepentingan pribadi, golongan atau kelompok, termasuk kepentingan atasannya ketimbang kepentingan publik, adanya perilaku malas dalam mengambil inisiatif di luar peraturan, masih kuatnya kecenderungan untuk menunggu petunjuk atasan, sikap acuh terhadap keluhan masyarakat, lamban dalam memberikan pelayanan, kurang berminat dalam mensosialisasikan berbagai peraturan kepada masyarakat, dan sebagainya. Di luar berbagai keluhan di atas, selama ini sebenarnya pemerintah Indonesia belum melakukan pembenahan yang sistematis dan komprehensif untuk mengembalikan kepercayaan publik terhadap masyarakat. Beberapa inisiatif yang dijalankan selama ini hanya merefleksikan kecenderungan formalisme dalam mereformasi institusi pelayanan publik tanpa disertai langkah yang serius untuk kembali menggiring aparat pemerintah ke jalur awalnya sebagai pelayan masyarakat. Pemerintah lebih banyak terjebak pada solusi jangka pendek dan parsial atau hanya terpaku semata pada reformasi peraturan-peraturan tanpa diikuti oleh langkah-langkah kongkrit untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Kecenderungan formalistis tersebut antara lain terlihat dalam metode penilaian kinerja pegawai yang dilakukan melalui pengisian Daftar Penilaian Prestasi Pegawai (DP3). Banyak keluhan bahwa proses tersebut hanya dilakukan sebagai rutinitas, tergantung sepenuhnya pada selera atasan, tidak partisipatif, dan sebagainya. Akibatnya, output penilaian tidak saja tidak bisa menggambarkan kondisi yang sesungguhnya tetapi juga tidak dapat digunakan sebagai input dalam perencanaan pengembangan dan pembenahan kinerja aparat pemerintah. Oleh karenanya, sebuah desain baru sangat dibutuhkan yang mampu menggambarkan kinerja riil aparat pemerintah yang disertai dengan langkah-langkah pembenahan yang serius. Upaya menemukan desain baru dalam kerangka pembenahan kinerja aparat pemerintah dapat ditempuh melalui 2 opsi. Opsi pertama, dilakukan dengan menyempurnakan desain lama (Daftar Penilaian Prestasi Pegawai). Opsi kedua, dilakukan dengan mengkonstruksi desain yang sama sekali baru dan transformatif. Jika pilihannya jatuh pada opsi kedua, maka kita dapat bercermin atau belajar dari pengalaman beberapa negara yang sudah dan sedang menjalankan proses yang sama. Beberapa negara tetangga seperti Malaysia, Filipina, dan Singapura sudah mengembangkan kerangka kerja yang demikian. Misalnya dengan menyusun Code of Conduct tertentu yang berbasis nilai-nilai profesionalisme, produktivitas, tanggung jawab, dan kepemimpinan, serta menciptakan Culture of Excellence (Ibrahim, 1999). Demikian halnya dengan Jepang dan India yang berupaya menyusupkan dimensi-dimensi nilai moral dan etika ke dalam praktek pelayanan publik. Sedangkan negara-negara maju lainnya berusaha untuk melakukan transformasi kebijakan pengembangan SDM aparat demi peningkatan kinerja pelayanan publik yang pada akhirnya diharapkan mampu mengembalikan legitimasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintah. Pelayanan publik di Indonesia Begin Match to source 73 in source list: http://kpcmelaticenter.com/p/6selama ini masih dinilai masyarakat sangat mahal danEnd Match bertele-tele, karena dalam memberikan pelayanan publik, birokrasi di Indonesia dibuat menjadi lebih sulit. Bahkan, dalam pemberian pelayanan publik di Indonesia terkadang disalahgunakan oleh para birokrat, sebagian dari mereka menjadikan pelayanan publik sebagai sumber pendapatannya dengan meminta bayaran kepada masyarakat yang ingin urusannya di pemerintahan dapat di urus dengan cepat. Kondisi diatas, tidak akan dapat menciptakan kesejahteraan bagi rakyat justru mempersulit Begin Match to source 73 in source list: http://kpcmelaticenter.com/p/6rakyat. UUD 1945 mengamanatkan kewajiban pemerintah untuk memberikan kemakmuran sebesar- besarnya bagi rakyat yaitu membangun kesejahteraan negara dan tanggung jawab pemerintah memenuhi kebutuhan wargaEnd Match negaranya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa pelayanan publik di kantor pemerintahan di Indonesia masih terbilang buruk. Dalam pelayanan publik yang sering menjadi keluhan dan sering menjadi perbincangan salah satunya adalah transportasi yang meramaikan jalan di Indonesia. Kami menyoroti bidang ini karena banyaknya permasalahan yang timbul di dalamya. Bila dibandingkan dengan negara Jepang, harus kita akui, bahwa dunia transportasi kita masih perlu penataan lanjutan. Bukan hanya soal ketersediaan, kelayakan dan bahkan kualitas sarana dan pra sarana transportasi, tetapi juga menyangkut mutu layanan kepada konsumen. Adanya fakta keterbatasan sarana dan prasarana transportasi kita, sangat jelas terpampang, oleh karena itu perbaikan pelayanan yang dilakukan secara bertahap menjadi tepat. Sehingga dapat dikatakan apabila Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105kondisi transportasi di Indonesia sebuah mimpi buruk bagi para penggunanya. Bagaimana tidak, tidak ada satupun transportasi di Indonesia yang dapat memberikan jaminan keamanan, kenyamanan dan ketepatan waktu tempuh. Padahal, Indonesia sebagai sebuah negara kepulauan yang terdiri dari lima pulau besar yang dipisahkan oleh laut membutuhkan setidaknya optimalisasi di setiap transportasi untuk menghubungkan satu pulau dengan pulau lainnya dan juga mendorong kegiatan produksi yang dapat menggenjot perekonomian Indonesia.End Match Sebagai Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105salah satuEnd Match kasus Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105yangEnd Match diangkat dalam permasalahan pelayanan publik di Indonesia selama ini adalah pelayanan transportasi darat yang memiliki peranan penting, Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105karena bagaimanapun, transportasi darat merupakan transportasi yang digunakan oleh sebagian masyarakat dalam mencari penghidupannya. Adapun salah satu contoh dari transportasi ini adalah kereta api dan angkutan darat. Kita ambil salah satu contohnya kereta rel listrik (KRL).End Match Bila di bandingkan dengan kereta yang ada di Jepang, Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105jangan bayangkan sebuah kondisi yang nyaman, aman dan tepat waktu dari KRL, karena kondisi KRL itu sendiri kerap kali mengalami banyak gangguan semacam gangguan sinyal, korsleting, rel patah, mogok dan sebagaimananya. Salah satu contoh, KRLEnd Match express Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105yang menjadi sarana transportasi darat yang memudahkan kaum penglaju di kota-kota satelit semacam Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Kondisi KRL Ekspres bisa menjadi alternatif solusi yang memudahkan kaum penglaju untuk sampai tepat waktu. Hanya saja, keterbatasan transportasi ini adalah terbatasnya akses penggunaan di jam-jam kantor dan secara ekonomis tidak terakses oleh masyarakat kelas bawah karena harga tiket sekali jalan yang cukup tinggiEnd MatchBegin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105hanya bisa dijangkau para pekerja kelas menengah. Suatu gambaran ironis, bagaimana kenyamanan itu hanya bisa diakses bagi the have bukan the have not. Walaupun demikian kondisi KRLEnd Match Express Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105itu sendiri juga tidak luput dari kondisi yang tidak menentu yang disebabkan kurangnya manajemen dan pemeliharaan terhadap transportasi itu sendiri, sehingga kenyamanan itu juga tidak diiringi dengan tidak terjaminnya ketepatan waktu.End Match Sedangkan nasib masyarakat kelas bawah yang tidak sanggup membeli karcis kereta express harus rela menaiki kereta yang sangat penuh dengan kondisi yang menyedihkan. Namun karena keterbatasan dana dan keterbatasan pelayanan publik yang ada, membuat mereka tetap memilih Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105KRL Ekonomi yang kondisinya telah tidak layak guna tetap menjadi pilihanEnd Match mereka. Kereta api kelas ekonomi masih kurang memadai karena banyak masyarakat yang naik ke atap kereta api agar tetap bisa menggunakan kereta api sebagai transportasi umum. Padahal sudah jelas, hal itu sangat membahayakan keselamatan para penumpang. Mereka nekat melakukan ini karena harga karcis untuk kereta kelas ekonomi sangat murah dibandingkan dengan kereta jenis lain dan angkutan umum lain seperti bus. Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105Sebuah ironi tersendiri manakala kondisi KRL itu sendiri menghadapi dilema dalam hal pemeliharaan dan peremajaan. Hal ini berdampak pada lemahnya kemampuan transportasi ini menyokong kegiatan perekonomian kaum penglaju jika terjadi gangguan-gangguan teknis semacam kerusakan sinyal, rel patah, mogok, dll.End Match Bila dibandingkan dengan kondisi di Jepang Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105sungguh kondisiEnd Match ini Begin Match to source 10 in source list: http://aboebakar.info/?op=isi&id=6105memprihatinkan, dimana kerugian ekonomi terjadi akibat manajemen yang tidak cermat dan kurangnya pemeliharaan moda transportasi yang mengganggu kegiatan proses produksi suatu perekonomian. Oleh karena itu, Pemerintah perlu memberikan perhatian yang lebih besar lagi sehingga transportasi darat harus berada dalam posisi performansi yang baik secara sarana dan prasarananya, apakah itu jalan rel, gerbong, kereta, stasiun, jalan raya, bus, dll. Permasalahannya adalah bagaimana memelihara hal tersebut. Di satu sisi, suatu transportasi akan dipilih oleh penggunanya apabila sesuai dengan kemampuannya dari segi ekonomi, keluasan jangkauan, segi kenyamanan dan lain-lain. Seharusnya pemerintah mendekatkan antara realitas pengguna jasa transportasi dengan kondisi transportasi yang ideal tersebut. Pemerintah memiliki peran penting untuk menjembatani hal tersebut. Satu pekerjaan besar yang menuntut dedikasi dan kerja keras pemerintah untuk mewujudkan tercapainya kondisi tersebutEnd Match agar mampu memberikan pelayanan publik yang baik kepada seluruh masyarakat khususnya di bidang transportasi BAB V Transformasi Model New Governance dalam Manajemen Layanan Publik Model New Governance S ecara sederhana, model New Governance merupakan perkembangan baru dalam literatur manajemen publik yang mengidealkan kerjasama, interaksi atau kemitraan antara pemerintah, swasta dan masyarakat dalam proses pemerintahan secara umum, yang dalam tulisan ini dibatasi pada aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Metamorfosis model itu dapat ditelusuri dari model administrasi publik klasik (Classical Begin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdfPublic Administration) danEnd Match model Begin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdfmanajemen publikEnd Match baru Begin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdf(New Public Management).End Match Model administrasi publik klasik memberikan perhatian pada bagaimana pemerintah melakukan tindakan administrasi secara demokratis, efisien dan efektif, dan bebas dari manipulasi kekuasaan, serta bagaimana pemerintah dapat beroperasi secara tepat, benar, dan berhasil (Wilson, 1887). Fokus perhatiannya ádalah interaksi dan kerjasama di dalam organisasi pemerintah yang dibangun melalui hirarki. Model ini memberikan peran yang sangat besar kepada pemerintah, baik dalam perumusan kebijakan maupun penyampaian pelayanan publik. Dengan sifat yang hirarkis dan berpusat pada pemerintah, maka hubungan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat cenderung dimaknai sebagai hubungan yang bersifat atasan dan bawahan, interaksi sepihak dan tidak setara, kerjasama struktural dan formal, atau pada titik yang paling ekstrim, tidak ada kolaborasi sama sekali. Model pertama di atas coba disempurnakan oleh model lain yang dikenal sebagai model manajemen publik baru. Fokus perhatian model ini adalah bagaimana mentransformasi kan moda manajemen sektor swasta ke dalam organisasi publik serta mengembangkan inisiatif pengaturan sistem seperti deregulasi, privatisasi, kontrak manajemen, dan sebagainya (Kooiman & Vliet, 1992). Secara sistematis, model manajemen publik baru dapat ditelusuri dari tipologi yang dikembangkan oleh Ewan Ferlie dan kawan-kawan (1995), yaitu: Model pertama, yaitu model yang menekankan pentingnya efisiensi (effciency drive). Model ini merupakan model awal yang muncul pada awal dekade 1980-an dengan memberikan perhatian utama agar sektor publik berperilaku seperti layaknya usaha swasta, yang sarat dengan orientasi efisiensi. Tema penting di dalam model ini antara lain adalah peningkatan pengawasan atas manajemen keuangan, penghematan atau efisiensi keuangan, penguatan fungsi penganggaran, serta penciptaan sistem informasi dan anggaran. Di samping itu, model ini juga memberi perhatian pada pentingnya peningkatan perhatian terhadap respons penyediaan pelayanan kepada konsumen dengan memberikan peran yang semakin besar kepada sektor privat atau pasar sebagai penyedia atau produsen pelayanan. Model ini juga menekankan perlunya proses manajemen yang berorientasi pada pemerintahan korporatis, penegakan standar kinerja yang ketat, proses penyelenggaraan pelayanan yang tidak terlalu birokratis dan lebih ke arah manajemen yang berjiwa wiraswasta dengan tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas, adopsi bentuk coorporate governance, serta pemberian wewenang operasional ke bawah dan penggeseran kekuasaan penanganan kegiatan yang strategis ke atas. Model ini terkait dengan gaya ekonomi politik pemerintahan Thatcher yang anti dan berupaya mengeliminasi pemborosan, pemerintahan yang birokratis, kinerja birokrasi pemerintahan yang rendah, dan menganggap bahwa birokrasi merupakan bagian dari masalah bukan bagian dari solusi. Model kedua, merupakan model yang menekankan upaya untuk memperkecil lingkup sektor publik (down-sizing), menciptakan fleksibilitas organisasi, menghindari standarisasi organisasi, mengembangkan pola pelayanan yang fleksibel dan variatif, memperkuat desentralisasi tanggung jawab kegiatan dan anggaran ke tingkat bawah, pergeseran pola manajemen dari sistem hirarkis menuju sistem contracting out, serta pemilahan organisasi puncak dengan organisasi operasional. Model ini sudah memberi perhatian terhadap pentingnya jaringan kerja (network) dengan organisasi lain di luar pemerintah, menekankan pembentukan aliansi strategis dengan badan-badan lain di luar pemerintah sebagai bentuk baru koordinasi yang lebih luas, terbuka, dan inklusif. Model ketiga, dikenal sebagai pola manajemen publik yang menekankan pada pencapaian hasil yang prima (In Search of Excellence ). Model ini merupakan perwujudan dari aliran human relations dalam teori manajemen yang memberikan perhatian pada pentingnya budaya organisasi. Model ini memberi perhatian khusus pada pengaruh nilai,budaya,ritus,dan simbol-simbol yang dapat mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Model ini dapat dibedakan atas dua pendekatan utama, yaitu pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down. Pendekatan bottom-up memberikan penekanan pada pengembangan organisasi sebagai organisasi pembelajaran (learning organization), pengakuan akan perlunya budaya organisasi sebagai pengikat proses kerja birokrasi, desentralisasi manajemen, serta pengukuran kinerja berdasarkan hasil yang dicapai. Sedangkan pendekatan top-down menekankan upaya-upaya untuk memperlancar perubahan budaya organisasi, proyeksi visi secara top-down, kepemimpinan kharismatik, pemakaian simbol-simbol organisasi dan penetapan misi yang jelas, adanya strategi komunikasi yang jelas, dan penekanan pada fungí manajemen sumberdaya manusia. Model keempat, merupakan manajemen publik yang berorientasi pada pelayanan publik (public service orientation). Model ini merupakan model yang paling jarang dikembangkan tetapi memiliki manfaat yang besar jika diterapkan dalam manajemen pelayanan publik. Model ini merefleksikan penyelarasan ide-ide dalam manajemen sektor swasta ke dalam manajemen sektor publik serta penguatan kembali peran manajer sektor publik dengan menerapkan manajemen yang berkualitas tinggi secara lebih meyakinkan yang sebelumnya telah dirusak oleh berbagai malpraktek dan patologi. Disamping itu, model ini mempunyai beberapa karakter penting seperti pelayanan yang berkualitas tinggi (prima), proses manajemen yang lebih merefleksikan kepentingan pengguna (users) lebih dari sekedar kepentingan konsumen, penekanan pada pembelajaran masyarakat lebih dari sekedar pendekatan penyediaan pelayanan yang dilakukan secara rutin (misalnya manajemen berbasis masyarakat, penilaian kebutuhan nyata masyarakat, dan sebagainya), penekanan peran pasar dan swadaya masyarakat dengan tetap memperhatikan berbagai keterbatasannya, serta menjamin partisipasi masyarakat dan prinsip akuntabilitas sebagai bentuk perhatian terhadap pentingnya legitimasi manajemen pelayanan publik. Walaupun beberapa gagasan diatas nampaknya sangat visioner dalam konteks perbaikan kinerja pelayanan publik, namun upaya mengadopsi paradigma itu masih disertai sejumlah keraguan. Di antaranya adalah sejauh mana prinsip-prinsip manajemen sektor swasta dapat diterapkan ke dalam proses manajemen sektor publik, apakah pemerintah tidak harus mendominasi proses penyelenggaraan manajemen pelayanan publik, dan bagaimana menggeser peran dan logika pemerintah serta mengembangkan hubungan kerja baru antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam kultur yang lebih egaliter dan partisipatif. Pertanyaan pertama muncul karena pada dasarnya terdapat perbedaan karakter antara sektor swasta dan pemerintah (Pollitt, 1990; Hood, 1991). Perbedaan tersebut antara berkaitan dengan masalah pilihan publik (public choice), kepentingan publik (public interest), pemilikan publik (public ownership), pemerataan, kebutuhan kolektif, keadilan, dan nilai-nilai semacamnya (Ranson & Stewart, 1994). Demikian halnya dengan pertanyaan kedua yang menuntut adanya perhatian yang serius seperti efisiensi keuangan, perampingan organisasi, desentralisasi, kualitas pelayanan, partisipasi masyarakat dan sebagainya. Terdapat pendapat yang sangat umum bahwa peran pemerintah seyogyanya hanya dibatasi pada masalah-masalah yang tidak bisa ditangani oleh swasta dan masyarakat seperti masalah pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, hubungan luar negeri. Dalam hal penyelenggaraan penyediaan pelayanan yang bersifat toll goods dapat diserahkan kepada swasta dan masyarakat. Dalam kondisi ini, pemerintah akan lebih berperan sebagai regulator atau fasilitator, dan bukan sebagai produser (Esman, 1991). Sedangkan pertanyaan ketiga berangkat dari kenyataan bahwa kendati model manajemen publik baru mengakui pentingnya interaksi,kerjasama dan aliansi strategis, namun bentuknya masih berorientasi pada kontrak keluar, kerjasama operasional atau swakelola masyarakat. Bentuk yang demikian masih mengasumsikan pentingnya peran pemerintah dengan terutama mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki pemerintah. Keraguan di atas menjadi pintu masuk bagi model “New Governance”. Model New Governance”. muncul pada tahun 1990-an bersamaan dengan maraknya gerakan pembaruan sistem pemerintahan sebagai upaya untuk memecahkan berbagai persoalan publik yang juga dikenal dengan istilah “Modern Governance” (Kooiman, 1993) atau “Good Governance” (World Bank, IMF, dan UNDP, 1995). Sistem pemerintahan dikatakan baik jika sistem tersebut dapat mengelola sumberdaya dan masalah-masalah publik secara efektif, efisien dan responsif yang melibatkan lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat yang ada di dalam suatu negara. Dengan kata lain, transformasi sistem pemerintahan diarahkan untuk memfasilitasi transaksi yang luas, bebas dan terbuka an tara berbagai elemen di dalam sebuah negara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan budayanya (Bank Dunia, 1994). Di dalam model New Governance, penyelenggaraan pemerintahan di bangun berdasarkan pola interaksi baru antara pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan dan menyediakan kebijakan dan pelayanan publik (Kooiman, 1993). Konsepsi tersebut berkembang dari bentuk-bentuk pengaturan yang dilakukan olek aktor-aktor sosial, ekonomi, dan politik dalam proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan pemahaman yang demikian, model New Governance identik dengan model pemerintahan interaksionis dan model pengelolaan sistem pelayanan publik yang menganut prinsip co- production atau co-arrangement. Kemunculan model manajemen baru itu dilatarbelakangi oleh suatu kesadaran bahwa sebenarnya kegiatan penyediaan pelayanan publik merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh jaringan kerja (networks) dari berbagai organisasi, baik yang ada di lingkungan pemerintah maupun masyarakat (Aquina & Bekke, 1993). Suatu jaringan kerja pelayanan adalah sistem organisasi yang merangkaikan hubungan kerja atau interaksi antara kator atau organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu (Esman, 1991). Hal tersebut sejalan dengan pemikiran yang dikembangkan oleh para pemikir awal teori manajemen bahwa esensi proses manajemen publik sebenarnya adalah interaksi (Mintzberg, 1973). Piere dan Pieters (2000) menyatakan bahwa upaya memperkenalkan paradigma New Governance diarahkan untuk melengkapi kekurangan paradigma manajemen publik baru yang dianggap kurang efektif dan tidak lagi mendapat dukungan dari berbagai pihak sebagai model kebijakan dan pelayanan publik alternatif. Menurutnya, model tersebut merupakan suatu tawaran baru dalam konteks dan tatanan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Didalamnya terdapat beberapa pertanyaan penting seperti bagaimana mendudukkan peran pemerintah di dalam proses pemerintahan dan mengangkat bobot kekuatan masyarakat sipil di alam proses pengaturannya, serta sejauhmana kapasitas pengaturan yang dilakukan masyarakat sipil itu dilihat sebagai hal yang sama pentingnya dengan kapasitas pengaturan yang dilakukan pemerintah. Gagasan tersebut diperkuat oleh pemikiran Kooiman yang melihat bahwa sistem pengaturan modern harus dilihat sebagai upaya untuk mengaktifkan dan mengkoordinasi aktor-aktor sosial untuk dapat berperan serta dalam menghadapi persoalan kompleksitas, dinamika, dan diversitas. Sistem pemerintahan dalam masyarakat modern, dengan demikian,merupakan proses koordinasi dan bagaimana mempengaruhi interaksisosial, politik, dan administratif. Dalam perspektif interaktif semacam ini, proses pemerintahan ditujukan untuk menyeimbangkan kepentingan sosial dan menciptakan ruang interaksi antara berbagai aktor (Kooiman, 1993; Dunsire,1993; Mayntz, 1993) serta bagaimana proses interaksi tersebut dapat membantu perwujudan tujuan kolektif. Berkaitan dengan poin terakhir ini, Kooiman kembali menekankan pentingnya kapasitas pengaturan di dalam masing-masing aktor untuk menjalan- kan koordinasi secara efektif dalam konteks memperkuat lingkungan internal sehingga memiliki kapasitas untuk melakukan transformasi, merubah struktur dan proses, maupun substansi mekanisme dan orientasi organisasi. Secara lebih spesifik, analis ini menyata-kan bahwa hubungan kerja antara pemerintah dan masyarakat tidak semata-mata seperti hubungan kerja tradisional antara sektor publik dengan sektor privat, tetapi merupakan suatu modus hubungan yang dapat memperkuat kapasitas pengerahan sumber daya dan koordinasi dengan aktor-aktor terkait dalam bentuk jaringan kerja (net-work) yang lebih informal. Konteks hubungan yang demikian merupakan refleksi saling ketergantungan dalam penyediaan input sumberdaya yang dimiliki masing-masing pihak yang jika diintegrasikan akan sangat pentingd alam upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan publik (Roses & Lawton, 1999). Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa model New Governance memiliki keunikan jika dibandingkan dengan model manajemen publik baru. Tepatnya, model New Governance merupakan pengkayaan terhadap model manajemen publik baru. Keduanya berangkat dari pemikiran yang sama tentang semakin kurang pentingnya kekuatan pemerintah secara legal formal dan semakin pentingnya tatanan kelembagaan lintas batas antara sektor publik dan sektor swasta (Pierre& Peters,2000). Namun, sebagaimana diuraikan King C.S. dan Stivers C (1998), keduanya juga memiliki beberapa perbedaan prinsipil yang selanjutnya menimbulkan persoalan ideologis dalam proses manajemen publik versus proses kepemerintahan. Secara singkat perbedaan prinsipil tersebut adalah sebagai berikut: 1. Model Manajemen Publik Baru menekankan ide pembaharuan peran pemerintah secara inkremental melalui peningkatan efisiensi manajemen sektor publik yang mengandalkan pola hubungan kerja antar organisasi di dalam lingkungan pemerintah; sedangkan 2. Model New Governance menekan ide pembaharuan proses peme-rintahan secara transformatif melalui peningkatan kapasitas pemerintahan dan sistem pengaturan yang mengandalkan polahubungan kerja dan interaksi antara organisasi pemerintah, swasta dan masyarakat secara kooperatif atau kemitraan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa model New Governance memiliki keunikan dan kapasitas dalam menjelaskan dan mengarahkan perkembangan pola hubungan kerja antara pemerintah, swasta dan masyarakat yang ditujukan untuk memecahkan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat termasuk penurunan kinerja pelayanan publik di Indonesia. New Governance dalam Manajemen Layanan Publik S ebagai gagasan visioner yang menawarkan alternatif solusi bagi pemecahan problem penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, implementasi model New Governance tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Diperlukan sejumlah intervensi strategis untuk memungkinkan implementasinya dengan mempertimbangkan secara seksama semua faktor penentu yang melingkupinya. Kritik yang sering dilontarkan berkaitan dengan upaya mengadopsi kerangka kerja baru itu adalah bahwa model New Governance merupakan konstruk historis yang tidak memiliki basis eksistensi Indonesia. Sebagai gagasan yang dikembangkan di negara-negara Barat, model New Governance tidak dapat dengan serta merta diadopsi dalam praktek penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia. Kekawatiran itu berkaitan dengan sindrom metodologis yang cukup umum dikenal yaitu loncatan normatif (normative leap)atau kegagalan ekologis (Zifcak, 1994).Yang dimaksudkan adalah bahwa adopsi suatu kerangka kerja atau paradigma baru memerlukan sejumlah adaptasi dengan time horizon yang juga panjang, atau proses tersebut akan mengalami kegagalan total. Di tempat lain, Spencer Zifcak (1994) menyatakan bahwa ada beberapa faktor penentu dalam melakukan transformasi nilai-nilai dalam manajemen pelayanan publik, yaitu : Pertama, faktor lingkungan (environment), yang terdiri dari: 1. Lingkungan ekonomi, berupa kebijakan ekonomi yang dianut dan sedang dipraktekkan, sistem pengelolaan keuangan sektor pemerintah, ketersediaan anggaran pemerintah, dan sebagainya; 2. Lingkungan sosial-budaya,berupa sitem nilai, perilaku, kebiasaan dan norma yang dianut suatu masyarakat 3. Perkembangan teknologi yang diadopsi oleh suatu masyarakat 4. Lingkungan politik yang ditandai oleh dinamika kepartaian, kelompok kepentingan, rezim penguasa dan sebagainya 5. Lingkungan administratif berupa kemunculan kepemimpinan dan rezim baru, serta struktur dan proses birokrasi. Kedua adalah faktor isi( content), yang berkaitan dengan pertimbangan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, danefisiensi. Upaya transformasi hanya akan berhasil jika perubahan tersebut mengandung atau mempertimbangkan terwujudnya nilai-nilai demokrasi,kesetaraan, dan efisiensi. Ketiga adalah faktor strategi yang dipilih, yaitu strategi yang berwujud: 1. Empiris-rasional, yaitu bahwa seseorang atau suatu organisasi dapat dimotivasi untuk melakukan perubahan dengan memberikan contoh atau bukti nyata serta argumen yang kuat; 2. Normatif-edukatif, yaitu bahwa seseorang dapat diyakinkan untuk melakukan perubahan dengan mengubah perilaku,nilai, norma dan cara berinteraksi yang dianutnya; 3. Koersif, yaitu pendekatan perubahan dengan menggunakan kekerasan atau daya paksa. Keempat dan terakhir adalah faktor dinamika, yang dapat dikelompokkan ke dalam dinamika sistemik dan dinamika interaksional. Dinamika sistemik berhubungan dengan karakter administrasi, di mana suatu proses tranformasi dianggap berhasil jika ditandai oleh perubahan pola pemerintahan yang sentralistis ke pola yang menyebar ( dispersed); profesionalisme praktek administrasi; struktur interaksi yang bersifat informal; struktur yang dapat disusupi (permeable); dan lingkup kegiatan yang menjadi relatif lebih kecil dan sederhana (streamlining). Sedangkan dinamika interaksional berkaitan dengan konflik yang timbul antara aktor-aktor yang bersaing dalam arena prosesa dministrasi pengambilan keputusan. Dalam hal ini kepentingan dan orientasi para politisi akan berbenturan dengan prioritas dan logika birokrasi. Konflik yang timbul antara lain berkaitan dengan pertentangan antara orientasi kepentingan “constituent” dengan peran “rationality of planning”, diskriminasi politik berbenturan dengan netralitas birokrasi, dan kontrol politik berbenturan dengan otoritas untuk mencapai rasionalitas manajemen. Dengan memperhatikan dimensi-dimensi dalam dinamika interaksional tersebut, Spencer sampai pada kesimpulan bahwa suatu transformasi atau perubahan hanya akan berhasil jika: 1. Ada kepentingan dan dukunganpolitik yang kuat; 2. Adanya kesamaan wawasan; 3. Adanya horizon waktu yang panjang disertai dengan kontinuitas rejim; dan 4. Adanya dukungan pihak legislatif. Sebagai proses transformasi yang berlangsung dalam jangka panjang, adopsi model New Governance yang berbasis interaksi dan jaringan kerjatidak dengan sendirinya menjanjikan efektivitas atau kinerja yang optimal. Sebaliknya, interaksi dan jaringan kerjaitu perlu ditumbuh kembangkan minimal melalui 2 strategi berikut: Pertama, melalui penciptaan insentif yang utamanya disediakan oleh pemerintah untuk menarik aktor-aktor lain di luarnya untuk terlibat dalam pengorganisasian kerjasama dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik. Kedua, melalui pengurangan intervensi pemerintah, terutama ketika organisasi usaha swasta dan masyarakat sudah menunjukkan motivasi dan keinginan untuk berkontribusi yang disertai dengan kapasitas yang memadai. Sebaliknya,intervensi pemerintah tetap diperlukan untuk mengisi peran residual dalam rangka memperlancar dan memfasilitasi proses interaksi antar aktor dalam jaringan kerja terutama ketika terjadi kesenjangan proses interaksi akibat hambatan peraturan, perbedaan kepentingan, ketidakseimbangan kekuatan, dan keterbatasan sumberdaya (Esman, 1991). Sejalan dengan hal-hal tersebut diatas, Kooiman (1993) juga menyatakan bahwa proses transformasi nilai-nilai baru dalam sistem pemerintahan dan pengaturan seharusnya dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan tiga aspek penting yang mempengaruhi-nya, yaitu dinamika (dynamic),komplek-sitas (complexity), dan diversitas (diver-sity) dari kondisi sosial-politik dimasyarakat. Dinamika merupakan komposisi kekuatan yang mempengaruhi pola hubungan sebab akibat. Dinamika tersebut dapat berupa perubahan alamiah, perkembangan teknologi, dan perubahan kekuatan mekanisme sosial, politik, dan ekonomi. Di samping itu dinamika dapat pula berbentuk dinamika internal suatu organisasi dan dinamika eksternal di luarnya. Dalam ilmu sosial, dinamika dapat berwujud diferensiasi dan integrasi, serta konflikdan kerjasama. Kompleksitas berkaitan dengan pola-pola interaksi atau hubungan kerja yang melibatkan banyak aktor yang sekaligus membawa keragaman kepentingan ke dalam suatu sistem. Dalam sistem sosial, interaksi atau hubungan antara elemen atau aktor tersebut jauh lebih rumit dibandingkan dengan sistem rekayasa teknis. Diversitas merupakan konsep yang biasanya dihubungkan dengan diferensiasi, spesialisasi, dan variasi dalam kehidupan masyarakat modern, atau dapat pula diartikan sebagai perbedaan kepentingan antara aktor-aktor yang terlibat dalam suatu sistem organisasi yang menentukan pola hubungan kerja,pembagian kewenangan atau kekuasaan, dan kesepakatan atas tujuan yang hendak dicapai. Sejalan dengan konstatansi di atas,Krackhhardt (1994) menyatakan bahwa dalam konteks organisasi publik,biasanya terdapat beberapa faktor yang menghambat enersia sosial untuk melakukan kolaborasi, interaksi, dankoordinasi dengan organisasi lain diluarnya. Faktor-faktor tersebut dikenal sebagai faktor-faktor penghambat yang bersifat kekal (Masyarakat madaniutable constraints) yang berkaitan dengan kapasitas interaksi. Di antaranya adalah: 1. Hambatan sebagai implikasi adanya sifat hubungan atasan dan bawahan dimana atasan biasanya selalu memiliki kapasitas, otoritas, dan akses informasi yang lebih; 2. Hambatan yang muncul akibat batasan geografis atau ruang dimana jarak tetap memberikan hambatan bagi individu untuk melakukan hubungan dan merespon pihak lain sekalipun terdapat teknologi komunikasi yang canggih; dan 3. Hambatan sebagai akibat adanya elitisme kekuasaan ketika individu yang berkuasa di dalam suatu organisasi cenderung melakukan polarisasi kekuasaan kepada orang yang dipercaya untuk mempertahankan atau memperluas jangkauan pengaruh- nya maupun untuk menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya. Analis ini lebih lanjut mengatakan bahwa terdapat korelasi positif antara derajat interaksi suatu organisasi dengan tingkat efektivitasnya dalam menghasilkan kinerja pelayanan yang optimal. Seorang analis lain, Lawton (1999), menyatakan bahwa kapasitas suatu organisasi untuk dapat melakukan interaksi dengan aktor lain sangat ditentukan oleh adanya saluran kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses tersebut. Saluran tersebut dapat bersifat informal, personal, dan satu persatu; kemitraan antar organisasi, kontraktual, forum kerjasama lintas pelaku. Dengan demikian, kapasitas organisasi untuk memformat saluran kelembagaan kerjasama dan interaksi merupakan faktor kritis yang menentukan keberhasilan suatu upaya kolaborasi dan interaksi. Selain faktor-faktor di atas, faktor kepemimpinan perlu mendapat perhatian khusus di sini. Kepemimpinan yang baik akan memberikan pengaruh positif bagi terjadinya perubahan sikap dan perilaku dari individu atau kelompok di dalam suatu organisasi, c.q. birokrasi pemerintahan (Adair, 1983; Hopper & Potter, 1997; Cartwright, 1999). Dalam konteks ini, tipikal kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang transformasional, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengubah budaya organisasi dengan menciptakan visi baru bagi organisasi dan memobilisasi dukungan yang memadai untuk mewujudkan visi tersebut. Dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik secara khusus, kapasitas organisasi untuk melakukan proses interaksi dan kolaborasi sangat dipengaruhi oleh sistem organisasi pemerintahan yang ada. Pada tataran makro, sistem organisasi pemerintahan biasanya mengembangkan pola pembagian tugas dan otoritas dalam suatu struktur yang hirarkis menurut tingkatan administratif, yaitu tingkat pusat, regional, dan lokal dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Semakin rendah tingkat administratif maka semakin dekat pula organisasi pemerintah dengan kelompok yang harus dilayani. Dan idealnya, semakin dekat suatu organisasi dengan unit yang dilayani maka semakin tinggi pula intensitas interaksi dengan pihak lain. Dengan demikian, yang lebih dibutuhkan sebenarnya adalah kemauan politik untuk mengembangkan sistem interaksi serta kapasitas untuk mewujudkannya, baik kapasitas organisasi, kapasitas politik, kapasitas manajemen maupun kapasitas institusional. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa sebagai sebuah kerangka kerja baru, adopsi model New Governance membutuhkan sejumlah prasyarat dan pra kondisi. Dalam penilaian penulis, faktor terpenting terletak pada transformasi peran pemerintah itu sendiri sebagai pelopor perubahan dengan mengadopsi pola kepemimpinan transformasional. Dalam semangat itu, pemerintah harus mampu menyiapkan suatu kerangka kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses kolaborasi dan interaksi berbasis jaringan kerja, sehingga: Pertama, menuntut adanya perubahan paradigma dan pola pikir rezsitas yang semakin tinggi, proses penyelenggaran pelayanan publik tidak bisa dipercayakan kepada pemerintah selaku pelaksana kontrak sosial. Proses penyelenggaraan pelayanan publik, pada hakekatnya,merupakan tugas dan Begin Match to source 174 in source list: http://www.tanahlautkab.go.id/berita-utama/2012-kph-tala-menjadi-kph-model.cfmtanggung jawab bersama, baik pemerintah, swasta maupun masyarakat.End Match Kedua, adopsi model New Gover-nance menjanjikan perubahan yang substansial dalam proses penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia. Masalah-masalah klasik berupa keterbatasan sumberdaya pemerintah dalam bentuk anggaran dan kapasitas lainnya dapat diisi oleh kalangan usaha swasta dan masyarakat yang sudah menunjukkan kemampuan yang semakin meningkat. Kolaborasi dan interaksi yang dibangun melalui jaringan kerja itu lebih menjanjikan penyelesaian yang berkelanjutan atas berbagai persoalan pelayanan publik yang dihadapi selama ini. Ketiga, proses adopsi tersebut membutuhkan sejumlah prasyarat atau pra-kondisi, terutama kemauan pemerintah untuk berbagi peran yang disertai kapasitas masing-masing pihak (pemerintah, swasta, dan masyarakat) untuk mengisi perannya. Dalam hal ini, dibutuhkan kerangka kerja kelembagaan yang benar- benar matang untuk dapat memfasilitasi proses adopsi tersebut. Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdftemui di lingkungan eksekutif maupun legislatif tetap menampakkan ciri birokrat tulen, yakni setuju mengenai perlunya evaluasi keberhasilan program, namun mereka masih menyandarkan pada audit yang secara rutin dilakukan. Di Pennsylvania Department of Correction (tidak berhubungan dengan kegiatan nge-call seperti yang kita lakukan) kegiatan evaluasi atas keberhasilan telah menjadi program tersendiri dan telah dilaksanakan. Pelajaran kedua, tidak ada resep tunggal untuk menerapkan evaluasi. Peliknya, masalah itu tergambar dari pengumpamaan yang diberikan oleh seorang pejabat dari Congressional Research Service “evaluation is effortsEnd Match oftelling Begin Match to source 2 in source list: http://www.bpkp.go.id/unit/Pusat/PraktikEvaluasidiBeberapaNegara.pdfabout the truth, but the problem is no one wants to know about the truth itself”.End Match Aspek Etika Dalam Pelayanan Publik S ejak diberlakukannya UU No 22 tahun 1999 secara efektif,setiap Daerah telah berusaha untuk mewujudkan otonomi yang diemban atas representasi masyarakat di daerahnya. Lembaga DPRD telah berupaya untuk mengatur atau membuat PERDA, yang mencerminkan kepentingan kesejahteraan masyarakatnya. Pemerintah Daerah telah berusaha rnengurus atau mengaplikasikan dalam bentuk pelayanan kepada masyarakatnya. Apabila usaha itu dilakukan dalam konteks negarabangsa, dengan tidak mengabaikan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam suatu kontinum, tentunya tidak menjadi persoalan. Karena memang merupakan hak dan kewajiban bagi Pemerintahan Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi fenomena yang muncul ternyata tidak selalu demikian, otonomi seringkali dimaknai menjadi arogansi. DPRD merasa menjadi lembaga yang amat kuat, dengan dalih kepentingan masyarakat dapat membuat keputusan yang mengabaikan kepentingan yang lebih luas, bahkan sering kali hanya menguntungkan kelompok-kelompok, atau pribadipribadinya. Suatu daerah yang merasa memiliki sumberdaya berlebih memiliki keinginan yang kuat untuk mengeksploatasi demi kemakmuran sebesar-besar bagi daerahnya, dengan cenderung mengabaikan integrasi negarabangsa.Bahkan dalam konteks pelayanan publik ada kecenderungan hanya berfikir efektifitas, efisiensi, dan ekonomis; dengan mengabaikan prinsip responsibilitas, responsivitas, dan representativitas bagi masyarakat. Dalam konteks inilah pembahasan tentang etika pelayanan publik bagi Pemerintahan Daerah menjadi penting artinya. Dalam era otonomi daerah, tuntutan terhadap kinerja Pemerintah Daerah melalui inovasi, integritas, dan akuntabilitas perlu untuk ditingkatkan, public entrepreneurship diperlukan dan secara potensial sangat menguntungkan. Akan tetapi perlu diperhatikan Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555berkaitan dengan adanya pelanggaran terhadap etika pelayanan publik dan kemungkinan adanya korupsi, karena dengan otonomi peluang melakukan pelanggaran terhadap kedua hal tersebut sangat besar.End Match Dikemukakan oleh Frederickson (1997 : 181) bahwa pemerintah seharusnya tidak bersifat bisnis dan entrepeneurship kurang sesuai dengan sikap para pegawai pemerintah dan seringkali bersifat tidak etis; bahkan ditegaskan bahwa masalah korupsi dan etika dalam birokrasi pemerintah akan meningkat karena pemerintah kehilangan kemampuan untuk berpikir dan bersikap sebagaimana mestinya. Eimicke dan Cohen (1997) mempunyai pandangan yang berbeda, tetap berpendapat bahwa entrepreneurship dalam pemerintahan diperlukan karena sering terdapat tuntutan dari masyarakat dan sifatnya bisa etis. Dalam pandangan mereka, masalahnya bukan pada apakah public entrepreneurship etis atau tidak, melainkan untuk hal itu diperlukan petunjuk yang lebih baik bagi para public official dalam penggunaan dana masyarakat secara efektive dan etis. Hasil-hasil penelitiannya di pemerintahan tingkat lokal membuktikan bahwa para pembuat kebijakan publik dapat bersikap entrepeneurial dan etis secara simultan. Lepas dari pandangan mana yang lebih tepat, tampaknya pandangan Frederickson ada relevansinya untuk fenomena Pemerintahan Daerah di Indonesia khususnya pasca penerapan Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah,End Match korupsi Begin Match to source 34 in source list: http://masroed.wordpress.com/danEnd Match sifat yang tidak etis pada Pemerintahan cenderung meningkat; sifat Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555Pemerintah DaerahEnd Match berubah Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555dariEnd Match yang Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555semula melayani masyarakat menjadi lebih banyak berorientasi pada keuntungan (profit making), dan fenomena-fenomena lain yang secara etis dalam tata kehidupan bernegara perlu untuk diperbaiki.End Match Berkaitan dengan batasan etika administrasi publik Eimicke dan Cohen (1997 : 21-22) merangkum beberapa pandangan dari para pakar sebagai berikut : 1) Walter Lippman, ciri-ciri etika administrasi publik yaitu : kejelasan, berpikir rasional, bertindak tanpa pamrih, dan baik hati. 2) Michael Josephson, menyempurnakan doktrin Lippman: kerjakan yang lebih dari yang seharusnya anda kerjakan, jangan melampaui yang seharusnya anda boleh lakukan. 3) James Q Wilson, mencirikan etika administrasi publik sebagai sesuatu yang bersifat simpatik, kejujuran, self control, dan mengerjakan tugas. 4) Kode etik ASPA (The American Society for Public Administration) terdapat lima prinsip yaitu : melayani kepentingan masyarakat, melaksanakan konstitusi dan hukum, integritas, organisasi yang beretika, dan bekerja secara profesional. 5) H George Frederickson menyarankan lima komponen etika administrasi publik yaitu : hukum dan aturan yang harus diikuti, mencari uang bukan salah satu tujuan pemerintah, jangan beresiko dengan dana masyarakat, rakyat tidak perlu takut dengan pemerintah, tanggung jawab public official dalam melayani masyarakat. Berdasarkan batasan-batasan tersebut setidak-tidaknya dapat dijadikan acuan agar Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selalu berpegang atau dilandasi aspek etika, baik menyangkut perilaku individu-individunya maupun kinerja atas dasar institusinya. Banyak aspek yang dapat dijelaskan berdasarkan batasan-batasan tersebut. Patuh pada hukum dan aturan, salah satu aspek etika yang sangat penting. Sebagaimana diketahui keberadaan Pemerintahan Daerah adalah merupakan sub ordinasi dari Pemerintahan Pusat yang karena penerapan asas desentralisasi (devolusi) memiliki hak dan kewajiban atas nama masyarakat di daerahnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti dalam menjalankan tata pemerintahan, memberikan pelayanan publik harus mematuhi hukum dan aturan yang bermakna desentralisasi maupun sentralisasi. Dengan demikian pelayanan yang berkualitas dapat diberikan, dan integrasi negara- bangsa tetap dapat dipertahankan bahkan dalam konteks ini perlu untuk ditingkatkan. Mencari uang bukan salah satu tujuan, adalah merupakan aspek etik yang sangat terkait dengan pelayanan publik. Pelayanan publik yang berkualitas diantaranya memang mengadopsi nilai-nilai privat yang berorientasi pada keuntungan (profit making) ke sektor publik, misalnya efektivitas, efisiensi, ekonomis. Hal ini memang diperlukan, akan tetapi tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kepublikan yang lebih berorientasi pada pelayanan (service making), misalnya nilai-nilai akuntabilitas, transparansi, netralitas, responsivitas, representativitas, dan nilai-nilai kepublikan yang lain. Pemerintah Daerah Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555dalam memberikan pelayanan yang berkualitas untuk masa mendatang sudah seharusnya memadukan nilai-nilai privat dan nilai-nilai kepublikanEnd Match ini. Pelanggaran terhadap resiko penggunaan dana masyarakat, salah satu pelanggaran aspek etika yang sering dijumpai di Pemerintahan Daerah; misalnya adanya penolakan terhadap pertanggungjawaban Kepala Daerah karena dianggap menyelewengkan dana masyarakat, pemenuhan tuntutan anggaran bagi kesejahteraan anggota dewan yang sudah menjadi wacana publik, penyelewengan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan masih banyak contoh-contoh penyelewengan dana yang lain. Hal ini tentunya merupakan gejala menurunnya akuntabilitas Pemerintahan Daerah terhadap publik yang pada gilirannya akan menurunkan pula kepercayaan public pemerintahan yang mewakilinya. Tanggung jawab publik official dalam melayani masyarakat merupakan aspek etis lainnya yang sangat penting dalam memberikan pelayanan publik. Fenomena tentang sulitnya mendapatkan berbagai produk pelayanan yang memuaskan dari birokrasi Pemerintah Daerah, pengurusan IMB, Sertifikat Hak Atas Tanah, pelayanan PDAM, dan lain-lain. Hal ini tentunya merupakan pelanggaran aspek etika yang perlu diperbaiki. Pemerintah Daerah adalah melayani masyarakat, jargon jargon di sektor privat tentang the customer is number one; if the customer is wrong she rule number one, adalah menggambarkan betapa produsen, dalam hal ini Pemerintah Daerah perlu melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Rakyat tidak perlu takut dengan pemerintah, juga merupakan aspek penting lainnya dalam etika pelayanan publik. Pelayanan publik yang berkualitas pada dasarnya adalah menempatkan posisi yang seimbang antara provider dengan customer. Pemerintah Daerah dalam hal ini bertindak sebagai provider yang harus meminta pendapat kepada masyarakat sebagai customer mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan. Dalam sektor publik, kebutuhan jasa pelayanan memang amat beragam. Masyarakat dapat berada pada posisi sebagai user (pengguna), customer (pelanggan), consumer (pemakai), client (nasabah), atau citizen (warga negara) yang sudah seharusnya menerima jasa layanan dari masyarakat. Dalam karakteristik yang beragam tersebut, Pemerintahan Daerah harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan keinginan masyarakat lokal (local voice and local choice) untuk mendapatkan pelayanan secara memuaskan. Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555Penerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerjaEnd Match Pemerintahan Begin Match to source 35 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24555Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk memperoleh jasa pelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraannya.End Match Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintahan Daerah dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusional dan mekanisme pasar, penerapan manajemen publik modern, perluasan makna demokrasi. Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintahan Daerah bahwa keberadaannya adalah semata-mata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomi adalah diberikan kepada masyarakat. Sehingga keberadaannya harus memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika administrasi publik. BAB VI Membangun Good Governance dalam Reformasi Birokrasi Layanan Publik Good Governance dan Layanan Publik D alam Begin Match to source 14 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdfkamus, istilah “government” dan “governance” seringkali dianggap memiliki arti yang sama yaitu cara menerapkan otoritas dalam suatu organisasi, lembaga atau negara. Government atau pemerintah juga adalah nama yang diberikan kepada entitas yang menyelenggarakan kekuasaan pemerintahan dalam suatu negara. Istilah “governance” sebenarnya sudah dikenal dalam literatur administrasi dan ilmu politik hampir 120 tahun, sejak Woodrow Wilson, yang kemudian menjadi Presiden Amerika Serikat ke 27, memperkenalkan bidang studi tersebut kira-kira 125 tahun yang lalu. Tetapi selama itu governance hanya digunakan dalam literatur politik dengan pengetian yang sempit. Wacana tentang “governance” dalam pengertian yang hendak kita perbincangkan pada pertemuan hari ini dan yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia sebagai tata- pemerintahan, penyelenggaraan pemerintahan atau pengelolaan pemerintahan, tata pamong baru muncul sekitar 15 tahun belakangan, terutama setelah berbagai lembaga pembiayaan internasional menetapkan “good governance” sebagai persyaratan utama untuk setiap program bantuan mereka. Oleh para teoritisi dan praktisi administrasi negara Indonesia, istilah “good governance” telah diterjemahkan dalam berbagai istilah, misalnya, penyelenggaraan pemerintahan yang amanah (Bintoro Tjokroamidjojo), tata pemerintahan yang baik (UNDP), pengelolaan pemerintahan yang baik dan bertanggunjawab (LAN), dan ada juga yang mengartikan secara sempit sebagai pemerintahan yang bersih (clean government). Perbedaan paling pokok antara konsep “government” dan “governance” terletak pada bagaimana cara penyelenggaraan otoritas politik, ekonomi dan administrasi dalam pengelolaan urusan suatu bangsa. Konsep “pemerintahan” berkonotasi peranan pemerintah yang lebih dominan dalam penyelenggaran berbagai otoritas tadi. Sedangkan dalam governance mengandung makna bagaimana cara suatu bangsa mendistribusikan kekuasaan dan mengelola sumberdaya dan berbagai masalah yang dihadapi masyarakat. Dengan kata lain, dalam konsep governance terkandung unsur demokratis, adil, transparan, rule of law, partisipatiof dan kemitraan. Mungkin difinisi yang dirumuskan IIAS adalah yang paling tepatEnd Match mengcapture Begin Match to source 14 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdfmakna tersebut yakni “the process whereby elements in society wield power and authority, and influence and enact policies and decisions concerning public life, economic and social development.” Terjemahan dalam bahasa kita, adalah proses dimana berbagai unsur dalam masyarakat menggalang kekuatan dan otoritas, dan mempengaruhi dan mengesahkan kebijakan dan keputusan tentang kehidupan publik, serta pembangunan ekonomi dan sosial.End Match Dalam Begin Match to source 14 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/artikel/membangun-good-governance.pdfpadaEnd MatchBegin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlitu, secara konseptual telah berkembang prinsip pembangunan berkelanjutan yang mewarnai perkembangan dunia sejak KTT di Rio de Janeiro pada tahun 1992. prinsip tersebut telah dicantumkan baik dalam berbagai konvensi pada tingkat global, maupun dalam berbagai kesepakatan regional, kebijakan nasional, dan kebijakan lokal.End Match Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate governance di sektor dunia usaha atau swasta, penciptaan good public governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau masyarakat sipil yang mampu mendukung terwujudnya good governance. Sejak terjadinya krisis multidimensi beberapa tahun ini, masyarakat telah terbiasa dengan berbagai ulasan, diskusi dan analisis mengenai berbagai sebab dan akibat krisis tersebut. Adanya perbedaaan sudut pandang, pendekatan dan teori yang digunakan, memberikan perbedaan pula dalam hasil analisisnya. Pada masa lalu, akses kepada Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSIsumberdaya ekonomi yang tersedia hanya terbatas padaEnd Match sekelompok Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSImasyarakatEnd Match saja, Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSIsehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggiEnd Match hanya dapat dinikmati oleh sebagian penduduk. Pada masa itu pula, politik cenderung mempengaruhi dan menguasai birokrasi pemerintahan sehingga menghambat upaya untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang efisien dan efektif. Kinerja birokrasi yang belum baik tersebut hingga saat ini masih kita rasakan. Selain itu, hingga kini kita juga masih menghadapi berbagai persoalan lainnya yang mendasar, antara lain pengangguran, kemiskinan, korupsi, in-efisiensi dalam penggunaan waktu dan sumber daya, rendahnya daya saing nasional, kurang stabilnya ekonomi, kerusakan lingkungan, belum optimalnya kinerja pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan, dan masih lemahnya penegakan hukum. Salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensi yang kita alami tersebut adalah karena buruknya atau salah kelola dalam penyelengaraan tata kepemerintahan (poor or bad governance), yang antara lain diindikasikan oleh 3 (tiga) permasalahan utama di dalam birokrasi pemerintahan yaitu: (a) terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme); (b) rendahnya kinerja aparatur; dan (c) rendahnya kinerja pelayanan kepada publik atau masyarakat. Ketiga permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh belum optimalnya penyempurnaan birokrasi publik secara konsisten dan berkelanjutan, yang ditandai dengan: (a) masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip good public governance, (b) belum diterapkannya reformasi birokrasi terkait dengan sistim manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja yang antara lain dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan berbagai kebijakan pembangunan; dan (c) masih rendahnya gaji pegawai negeri. Karena itu, reformasi birokrasi baik di lingkungan birokrasi pemerintah di pusat dan daerah harus menjadi salah satu agenda atau prioritas dalam pembangunan di Indonesia. Terwujudnya reformasi birokrasi di Indonesia tidak saja akan mendorong kinerja birokrasi yang semakin baik tetapi lebih dari itu dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan berbagai program pembangunan di bidang-bidang pelayanan publik. Dalam reformasi birokrasi dituntut antara lain adanya hubungan tiga komponen (lembaga kepemerintahan, dunia usaha, dan masyarakat) harus dalam posisi seimbang, sinergis dan saling mengawasi atau checks and balances. Hal ini diperlukan untuk menghindari terjadinya penguasaan atau “eksploitasi” oleh satu komponen tertentu terhadap komponen lainnya. Jika salah satu komponen lebih tinggi dari yang lain, yang terjadi adalah dominasi kekuasaan atas dua komponen lainnya, sehingga cepat atau lambat dapat mengarah kepada tindakan penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan. Sehingga reformasi birokrasi dapat diwujudkan apabila terjadi keseimbangan peran dari ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing- masing. Pemerintah (legislatif, eksekutif, yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi terwujudnya good public governance dan memberikan peluang terbangunannya komponen lain dalam governance yaitu dunia usaha dan masyarakat. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik, berperan aktif ikut mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, serta berpartisipasi aktif mendukung pengembangan demokrasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlKunci utama memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI), adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang mendasarinya. Bertolak dari prinsip-prinsip ini didapat tolok ukur kinerja suatu pemerintah. Prinsip-prinsip tersebut meliputi:End Match 1. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlPartisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara dalam pengambilan keputusan, baik secara langsung maupun melalui lembaga-lembaga perwakilan yang sah yang mewakili kepentingan mereka. Partisipasi menyeluruh tersebut dibangun berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat, serta kepastian untuk berpartisipasi secara konstruktif.End Match 2. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlTegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan diberlakukan tanpa pandang bulu, termasuk didalamnya hukum- hukum yang menyangkut hak asasi manusia.End Match 3. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlTransparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas. Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi perlu dapat diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.End Match 4. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlPeduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.End Match 5. Berorientasi Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlpada consensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-kelompok masyarakat, dan bila mungkin, konsensus dalam hal kebijakan-kebijakan dan prosedur-prosedurEnd Match 6. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlKesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.End Match 7. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlEfektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan dengan menggunakan sumber-sumber daya yang ada seoptimal mungkin.End Match 8. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlAkuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakatEnd Match bertanggung jawab, Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlbaik kepada masyarakat maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.End Match 9. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlVisi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut. Good governace hanya bermakna bila keberadaannya ditopang oleh lembaga yang melibatkan kepentingan publik. Jenis lembaga tersebut adalah sebagai berikut:End Match 1. Negara Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmla. menciptakan kondisi politik, ekonomi, dan sosial yang stabil;End Match b. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlmembuat peraturan yang efektif dan berkeadilan;End Match c. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlmenyediakan public service yang efektif dan accountable;End Match d. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlmenegakkan HAM;End Match e. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlmelindungi lingkungan hidup;End Match f. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlmengurus standar kesehatan dan standar keselamatan publikEnd Match 2. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlSektor swasta:End Match a. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMenjalankan industri;End Match b. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMenciptakan lapangan kerja;End Match c. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMenyediakan insentif bagi karyawan;End Match d. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMeningkatkan standar kehidupan masyarakat;End Match e. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMemelihara lingkungan hidup;End Match f. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMenaati peraturan;End Match g. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMelakukan transfer ilmu pengetahuan dan teknologi pada masyarakat;End Match h. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMenyediakan kredit bagi pengembangan UKMEnd Match 3. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMasyarakat madani:End Match a. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlManjaga agar hak-hak masyarakat terlindungi;End Match b. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMempengaruhi kebijakan;End Match c. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlBerfungsi sebagai sarana checks and balances pemerintah;End Match d. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMengawasi penyalahgunaan kewenangan sosial pemerintah;End Match e. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlMengembangkan SDM;End Match f. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlBerfungsi sebagai sarana berkomunikasi antar anggota masyarakat.End Match Implementasi dari good governance di era reformasi ini, ditandai adanya kelembagaan dalam governance yang melibatkan secara aktif keberadaannya terhadap tiga komponen yaitu Negara, sector swasta dan masyarakat saling berinteraksi dalam menjalankan tugas dan fungsinya, dimana Negara menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif, sedangkan sektor swasta menciptakan pekerjaan dan pendapatan serta masyarakat memfasilitasi interaksi social budaya politik, menggerakkan kelompok masyarakat untuk ambil bagian dalam kegiatan pembangunan. Pemerintah dalam memberikan pelayanan selalu mengarah pada kepentingan yang lebih besar/orientasi publik, oleh karena itu maka diperlukan standard dan langkah-langkah untuk mewujudkannya. Menurut Common (1993;h.123) bahwa untuk mewujudkan hal tersebut, maka diperlukan perencanaan pelayanan yang mendasar tentang siapa, apa, dimana, kapan, bagaimana dan mengapa. Untuk siapa pelayanan itu, apa yang akan mereka terima, kapan mereka membutuhkan pelayanan, kemanakah mereka harus mendapatkan pelayanan, bagaimana memberikannya kepada mereka dan mengapa pelayanan diberikan.? Mengingat pentingnya suatu pelayanan kepada masyarakat seperti yang terurai diatas, sangatlah jelas diperlukan perencanaan yang matang sehingga dalam implementasinya tidak terjadi tumpang tindih, sehingga apa yang diharapkan dapat tercapai dan terarah sesuai dengan sasaran. Namun demikian banyak perencanaan yang matang dan strategis tetapi dalam implementasinya sering kali tidak sesuai dengan perencanaan, hal ini lebih disebabkan karena pengaruh lingkungan baik untuk kepentingan petugas secara pribadi atau mungkin ada unsu-unsur lain yang berpengaruh terhadap kepentingan kelompok atau organisasi dimana individu-individu tergabung di dalamnya. Banyaknya keraguan masyarakat dalam menyikapi lemahnya administrasi pemerintahan yang memerlukan waktu, Sejumlah analis seperti Peter Woll dan Norton Long (dalam Henry : 1995;h.21) mendesak bahwa tumbuhnya kekuasaan birokrasi dalam kenyataanya berada pada kepentingan umum, orang-orang itu sendiri secara jelas mempunyai keberatan-keberatan tertentu tentang bertambahnya kekuasaan birokrasi. Lemahnya respon masyarakat terhadap layanan pemerintah yang diberikan berakibat tidak simpatiknya warga masyarakat kepada pemerintah. Pentingnya transparansi pelayanan publik, menurut Dwiyanto (2006;h.223) menjadi semakin penting sejalan dengan semakin kuatnya keinginan untuk mengembangkan praktek good governance, mengingat good governance mensyaratkan adanya transparansi dalam proses penyelenggaraan pemerintahan secara keseluruhan. Pemerintah dituntut untuk terbuka dan menjamin akses stakeholders terhadap berbagai informasi mengenai proses kebijakan publik, alokasi anggaran untuk pelaksanaan kebijakan serta pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan kebijakan. Sedangkan menurut Utomo (2003 ; h.127) bahwa sistim politik yang sentralistik pelayanan publik atau masyarakat dipikirkan, direncanakan oleh pemerintah dan dilaksanakan pula oleh pemerintah, sehingga pemerintah dalam hal ini sebagai agen tunggal, masyarakat tinggal menerimanya. Seiring dengan konsep tersebut, maka tuntutan dari reformasi agar segera melimpahkan kewenangan pemerintah pusat melalui sentralisasi dirubah menjadi desentralisasi, sehingga banyak kewenangan dan tanggung jawab berada pada setiap daerah dan daerah akan mengetahui persoalan sendiri dalam mengambil keputusan dalam proses pembangunan dan pelayanan publiknya. Sumarto (2003: h.98) adanya redifinisi dari peran pemerintah menuntut adanya tipe kepemimpinan yang baru, dimana kata kunci seorang pemimpin dari kepemimpinan yang baru adalah visionary dan trustworthy, idielnya seorang pemimpin harus mempunyai visi dan dapat dipercaya. Konsep seperti inilah sebaiknya dimiliki oleh seorang pemimpin. Namun yang terjadi di era reformasi dewasa ini cenderung bukan itu sebagai tolok ukur adanya keperpihakan tanpa mengedepankan profesional dalam tugas dan fungsi, justru kedekatan, loyalitas dan dapat dipercaya menjadi pilihan dalam pengambilan keputusan untuk menetapkan seorang pemimpin. Berbeda pula ketika terjadi pemilihan kepada daerah, tanpa melihat kemampuannya di bidang manejemen pemerintahan, namun karena mendapat dukungan masa maka jadilah mereka sebagai kepala daerah. Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk membangun good public governance adalah sebagai berikut: a) Meningkatkan komitmen pimpinan dan staf. b) Menyusun rencana tindak yang jelas dan terukur. c) Menerapkan prinsip-prinsip good public governance secara konsisten dan berkelanjutan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. d) Memberdayakan pihak-pihak yang terkait (stakeholders). e) Melakukan evaluasi secara berkala terhadap penerapan rencana tindak tersebut. Dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, hendaknya dilakukan sepenuh sehingga kedekatan antara yang dilayanani dan yang melayani saling berinteraksi secara luwes, transparan dan tanpa ada paksaan untuk pelayanan dimaksud. Untuk itu maka menurut Patton dalam Sinambela (2006;h.9) bahwa kesengguhan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat/publik harus mencerminkan empat sikap “P” antara lain gairah (passionate), progresif (progressive), proaktif (proactive) dan positif (positive). Melihat kondi yang demikian diharapkan sikap pelayanan harus memberikan semangat yang besar terhadap dirinya dan orang lain dengan menempatkan pada pencitraan yang dan pola pikir yang progresif dengan menjemput bola dalam setiap bentuk layanan serta mampu memberikan konstribusi positif kepada setiap pelayanan. Peran Pemerintah Daerah dan Alternatif Model Layanan Publik S aat ini, peran Pemerintah Daerah (Pemda) lebih mendominasi penyediaan layanan publik, dibanding peran sektor lain di daerah. Sebenarnya sektor lain tersebut, baik masyarakat maupun pasar (swasta), juga memiliki potensi yang sama besarnya. Sektor lain ini seharusnya terus ditumbuhkan, tidak sebaliknya justru dihilangkan, karena keterbatasan Pemda untuk memberi layanan publik kepada masyarakat. Kebutuhan masyarakat terus berkembang, baik kuantitas maupun kualitasnya, dan tidak akan dapat dipenuhi sepenuhnya oleh Pemda. Oleh karena itu, seyogianya Pemerintah Daerah memikirkan alternatif yang mendukung berkembangnya sektor lain di luar Pemda, dalam memberi layanan publik. Sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang makin meningkat, tuntutan agar lebih terbuka, serta perkembangan globalisasi yang memicu peningkatan lebih cepat dalam kebutuhan dan tuntutan akan layanan publik, maka model birokrasi tradisional dianggap tidak lagi memadai. Diperlukan suatu model baru yang mampu beradaptasi dengan tuntutan perubahan ini. Model yang mampu menyelesaikan berbagai persoalan masyarakat, serta merespon berbagai perubahan yang terjadi dengan cepat. Alternatif model yang dapat dijalankan Pemda dalam waktu dekat adalah pilihan antara coMasyarakat madaniunity enabling authority atau market enabling authority. Model residual enabling seperti banyak diusulkan negara- negara maju, tampaknya bukan pilihan layak, jika mempertimbangkan kondisi sekarang. Model residual enabling ini menempatkan Pemda sebagai penyelenggara layanan publik, yang sama sekali tidak dapat dilaksanakan sektor lain di luar Pemda. Perubahan menuju alternatif terakhir itu terasa terlalu cepat dan mendasar, sehingga akan menimbulkan gejolak dan ketersendatan pemerintahan di daerah. Pilihan terhadap model market-oriented enabling authority tampaknya lebih sesuai bagi di kota-kota yang sebagian besar wilayahnya bercorak perkotaan. Di wilayah perkotaan telah berkembang mekanisme pasar, maka lebih mungkin menyediakan layanan yang didominasi oleh sektor swasta. Dengan demikian, peran Pemda dalam penyediaan layanan publik, lebih dipermudah lantaran sektor swasta menguat. The market-oriented enabling authority merupakan kombinasi dari penekanan pada strong market, dengan peran Pemda yang kuat, disertai penekanan pada demokrasi partisipatif. Seperti model residual authority, model ini mengutamakan pasar dalam urusan pemerintah daerah, namun berbeda dalam starting-pointnya. Pemda mempunyai peran kuat dan aktif dalam menentukan masa depan perekenomian di wilayahnya. Ia dipandang sebagai badan koordinasi dan perencanaan kunci bagi pembangunan ekonomi daerah, dengan menyediakan mekanisme dan insentif sehingga perekonomian dapat berkembang. Hubungan antara Pemda dengan agen-agen perekonomian daerah, dilihat sebagai proses dua arah. Tanggung jawab sosial ditekankan, dan kesepakatan perencanaan antara pengembang dan Pemda ditegaskan serta dinegosiasikan secara aktif. Peran Pemda adalah memberanikan dan mendukung perusahaan swasta. Upaya- upaya yang dilakukan adalah dengan menegosiasikan kontrak yang memberikan manfaat maksimal bagi Pemda. Peran utamanya justru terletak pada titik sentral dalam suatu jaringan eksternal, terutama sektor swasta, dalam menyediakan barang dan memberikan layanan publik. Sementara itu, pilihan terhadap model coMasyarakat madaniunity-oriented enabling authority tampaknya lebih sesuai dengan kabupaten, yang sebagian besar wilayahnya bercorak pedesaan. Hal ini disebabkan oleh masih berkembangnya kondisi sosial yang lebih guyub, sehingga mekanisme altruisme masih berjalan dalam menyediakan banyak kebutuhan masyarakat. Pilihan terhadap model ini tidak berarti menafikan sama sekali mekanisme pasar dan pemerintah, tetapi keberadaan instrumen masyarakat menjadi lebih dominan dibandingkan dengan sektor lainnya. The coMasyarakat madaniunity-oriented enabling authority, merupakan gabungan dari penekanan pada demokrasi partisipatif yang kuat, setidak-tidaknya ada di posisi tengah dalam hubungannya dengan weak or strong local governance, serta penekanan antara sektor publik dan pasar. Tujuan utamanya adalah memenuhi kebutuhan penduduk yang beragam, dengan menggunakan saluran penyediaan layanan apa saja (apakah itu penyediaan langsung pemerintah, sektor swasta, organisasi nirlaba, atau sekedar pengaruh belaka) yang dipandang paling tepat. Penekanannya pada kebutuhan kolektif, ketimbang perseorangan, pada penduduk daerah yang memiliki peran sebagai konsumen maupun pelanggan. Model ini berimplikasi pada tuntutan adanya participatory democracy dan coMasyarakat madaniunity accountability. Pemda dituntut untuk outward-looking. Pada prinsipnya, model terakhir ini dapat berjalan baik dalam Pemda yang kuat maupun lemah, atau dalam sektor public yang kuat, maupun pasar yang kuat. Melalui model pilihan alternatif ini, terdapat peluang bagi Pemda untuk tetap secara efektif menyediakan pelayanan atas perkembangan kebutuhan masyarakat, yang terus meningkat dan melebihi kemampuan Pemda mengimbanginya. Pilihan mekanisme masyarakat bagi daerah kabupaten dan mekanisme pasar bagi masyarakat daerah kota. Reformasi Birokrasi dan Good Governance S alah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Undangundang telah ditetapkan oleh DPR dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai bentuk aturan perundang-undangan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan, akan dapat dikelola secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi yang sehat dan kuat”, yaitu “birokrasi yang profesional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara, dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara”. Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlReformasi yang dimulai pada tahun 1998 memperjuangkan adanya good governance and clean government. Tuntutan yang diajukan ini merupakan reaksi terhadap keadaan pemerintah pada era Orde Baru dengan berbagai permasalahan yang terutama meliputi pemusatan kekuasaan pada Presiden, baik akibat konstitusi (UUD 45) maupun tidak berfungsi dengan baik lembaga teringgi dan tinggi negara lainnya, serta tersumbatnya saluran partisipasi masyarakat dalam memberikan kontrol sosial. Lima Tahun setelah dimulainya reformasi, keinginan untuk memperoleh good governace and clean government masih jauh daripada dipenuhi. Berbagai kendala menampakkan diri dalam bentuk gejolak politik, ekonomi, sosial budaya, hukum, pemerintahan, yang simpang siur dan menimbulkan ketidakpastian yang bermuara pada keresahan dan letupan-letupan yang membahayakan sendi- sendi kehidupan masyarakat.End Match Reformasi Birokrasi diarahkan Begin Match to source 7 in source list: http://muhsakirmsg.blogspot.com/2013/03/makalah-pembangunan-berkelanjutan.htmlpadaEnd Match perubahan sistim birokrasi dari yang berorientasi kepentingan negara kepada birokrasi berorientasi pelayanan masyarakat (public service). Perubahan dimaksud adalah untuk menciptakan birokrasi dan sistim pemerintahan yang terus menerus berkreasi, berinovasi dan secara kontinue memperbaiki kualitas tanpa tekanan. Perubahan dimaksudkan kiranya dapat menciptakan dorongan untuk melakukan perbaikan di dalam diri para birokrat. Terdapat banyak cara memotret transformasi organisasi birokrasi pelayanan publik. Dalam rangka reformasi birokrasi tersebut, Osborne & Plastrik (1996) mengidentifikasikan lima strategi dasar yang disebut sebagai pendongkrak utama perubahan birokrasi pemerintahan dalam pelayanan publik yang disingkat Five Cs’. Untuk memahami mengapa birokrasi pemerintahan gagal mengembangkan Begin Match to source 183 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03kinerja pelayanan publik yang baikEnd Match terdapat Begin Match to source 183 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03berbagaiEnd Match penjelasan Begin Match to source 183 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03yangEnd Match dapat digunakan. Dengan menggunakan metafora biologi mengenai kelima strategi Begin Match to source 136 in source list: https://es.scribd.com/doc/278333248/Peran-Pemerintah-Daerah-Dalam-Pembangunan-IndonesiaDNA (kode genetika) dalam tubuh birokrasiEnd Match pemerintahan dapat Begin Match to source 136 in source list: https://es.scribd.com/doc/278333248/Peran-Pemerintah-Daerah-Dalam-Pembangunan-Indonesiamempengaruhi kapasitas danEnd Match kapabilitas Begin Match to source 136 in source list: https://es.scribd.com/doc/278333248/Peran-Pemerintah-Daerah-Dalam-Pembangunan-Indonesiaperilaku birokrasiEnd Match pemerintahan menyikapi penyelenggaraan pelayanan publik. Kelima strategi dimaksud disingkat The Five Cs’ yang meliputi: Begin Match to source 52 in source list: http://www.regov.com/display_book.jsp?siteObjectID=1195&top=16&mid=108&bottom=109&sublvls=112&sublvls2=1195Core Strategy, Consequences Strategy, Customer Strategy, Control Strategy,End Match dan Control Begin Match to source 52 in source list: http://www.regov.com/display_book.jsp?siteObjectID=1195&top=16&mid=108&bottom=109&sublvls=112&sublvls2=1195Strategy.End Match Kelima Begin Match to source 157 in source list: https://es.scribd.com/document/239996314/Persepsi-Dan-Motivasiunsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalamEnd Match membentuk perilaku birokrasi dalam pelayanan publik. Pengelolaan kelima strategi DNA dalam sistim kehidupan birokrasi, akan menentukan kualitas sistim pelayanan berdasarkan pada pinsip-prinsip efisiensi, efektivitas, keadilan, kejujuran, keterbukaan akuntabilitas, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel-2 berikut: Tabel 5 The Five Cs’ Changing Government’s DNA LEVEL STRATEGI Begin Match to source 52 in source list: http://www.regov.com/display_book.jsp?siteObjectID=1195&top=16&mid=108&bottom=109&sublvls=112&sublvls2=1195APPROACHES Purpose Core Strategy Clarity of Purpose Clarity of Role Clarity of Direction Incentives Consequences Strategy Managed Competition Enterprise Management Performance Management Accountability Customer Strategy Customer Choice Competitive Choice Customer Quality Assurance Power Control Strategy Organizational EmpowermentEnd Match Employes Begin Match to source 52 in source list: http://www.regov.com/display_book.jsp?siteObjectID=1195&top=16&mid=108&bottom=109&sublvls=112&sublvls2=1195Empowerment Community Empowerment Culture Culture Strategy BreakingEnd Match Hebits Taouching Begin Match to source 52 in source list: http://www.regov.com/display_book.jsp?siteObjectID=1195&top=16&mid=108&bottom=109&sublvls=112&sublvls2=1195Hearts Winning MindsEnd Match Sumber: Osborne & Plastrik (1996) Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate governance di sektor dunia usaha atau swasta, penciptaan good public governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau masyarakat sipil yang mampu mendukung terwujudnya good governance. Sejak terjadinya krisis multidimensi beberapa tahun tersebut, masyarakat telah terbiasa dengan berbagai ulasan, diskusi dan analisis mengenai berbagai sebab dan akibat krisis tersebut. Adanya perbedaaan sudut pandang, pendekatan dan teori yang digunakan, memberikan perbedaan pula dalam hasil analisisnya. Pada masa lalu, akses kepada Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSIsumberdaya ekonomi yang tersedia hanya terbatas padaEnd Match sekelompok Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSImasyarakatEnd Match saja, Begin Match to source 83 in source list: https://es.scribd.com/doc/48474132/PROPOSAL-SKRIPSIsehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggiEnd Match hanya dapat dinikmati oleh sebagian penduduk. Pada masa itu pula, politik cenderung mempengaruhi dan menguasai birokrasi pemerintahan sehingga menghambat upaya untuk mewujudkan birokrasi pemerintahan yang efisien dan efektif. Perubahan birokrasi pemerintahan, khususnya pemerintahan daerah, dapat dipergunakan secara bersamaan, meskipun dalam derajat Begin Match to source 171 in source list: https://sripsimahasiswa.blogspot.com/2012/06/peran-kelompok-tani-dalam-ketahanan.htmlpenekanan yang berbeda-beda, sesuai denganEnd Match permasalahan, Begin Match to source 171 in source list: https://sripsimahasiswa.blogspot.com/2012/06/peran-kelompok-tani-dalam-ketahanan.htmlkondisi danEnd Match karakteristik masing-masing daerah atau tingkatan pemerintahan, sebagai berikut : 1) Political change: Perubahan politis dalam Birokrasi dan manajemen pemerintahan meliputi perubahan-perubahan paradigma pemerintahan yang tadinya lebih berorientasi pada “pertumbuhan ekonomi” yang lebih tinggi menjadi pada “pemberdayaan masyarakat” di lapisan bawah, terutama yang bertempat tinggal di daerah pedesaan. 2) Managerial change: Perubahan manajerial dalam cara-cara mengerahkan atau menggerakkan sumber Begin Match to source 177 in source list: Evi Nilawati. -sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuanEnd Match dan sasaran Begin Match to source 177 in source list: Evi Nilawati. yangEnd Match ditetapkan, yang meliputi perubahan pengelolaan yang tadinya kurang efisien menjadi lebih efisien, yang tadinya kurang begitu memperhatikan lingkungan di sekitarnya menjadi lebih responsif terhadap external environment, dan yang tadinya kurang begitu mempersoalkan strategi keluar lingkungan organisasi menjadi lebih sadar akan urgensi lingkungan luar untuk keberhasilan proses manajemen pemerintahan secara keseluruhan. 3) Cultural change: Perubahan nilai-nilai, orientasi, sikap dan perilaku yang ada ke arah yang diprasyaratkan atau lebih dibutuhkan dan lebih mendukung upaya pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi birokrasi dan manajemennya yang ditetapkan itu. 4) Technical change: Perubahan tatacara, metode-metode, teknik- teknik, dan sarana-sarana kerja sehingga proses organisasi dan manajemen dapat berlangsung lebih cepat, tepat, cermat, murah, dan atau efisien dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi birokrasi dan manajemen dimaksud. Sedangkan dalam konteks birokrasi pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah, beberapa bidang utama yang memerlukan perubahan atau reformasi secara komprehensif dan berkelanjutan adalah organisasi dan kelembagaan; ketatalaksanaan; sumber daya manusia aparatur; dan kultur birokrasi. Keempatnya membutuhkan jawaban yang berbeda. Bidang kelembagaan dan organisasi menuntut jawaban restrukturisasi. Bidang sumber daya manusia aparatur menuntut adanya rasionalisasi, re-lokasi, peningkatan kualitas pegawai negeri, dan pembenahan sistem pengelolaan sumber daya manusia. Bidang ketatalaksanaan atau prosedur menghendaki adanya simplifikasi serta otomatisasi. Dan bidang kultur birokrasi mengharuskan dilakukannya perubahan budaya organisasi dan budaya kerja para aparatur negara. Kinerja birokrasi yang belum baik tersebut hingga saat ini masih kita rasakan. Selain itu, hingga kini kita juga masih menghadapi berbagai persoalan lainnya yang mendasar, antara lain pengangguran, kemiskinan, korupsi, in-efisiensi dalam penggunaan waktu dan sumber daya, rendahnya daya saing nasional, kurang stabilnya ekonomi, kerusakan lingkungan, belum optimalnya kinerja pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan, serta masih lemahnya penegakan hukum dan termasuk disini peran birokrasi dalam penanganan bencana di daerah rawan bencana. Salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensi yang kita alami tersebut adalah karena buruknya atau salah kelola dalam penyelengaraan tata kepemerintahan (poor or bad governance), yang antara lain diindikasikan oleh 3 (tiga) permasalahan utama di dalam birokrasi pemerintahan yaitu: 1. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme); 2. Rendahnya kinerja aparatur; Begin Match to source 154 in source list: https://www.scribd.com/document/318085878/Rpjmd-Kab-Blora-2010-2015dan 3. Rendahnya kinerja pelayanan kepada publik atau masyarakat.End Match Ketiga permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh belum optimalnya penyempurnaan birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan ketika itu, yang ditandai dengan: 1. Masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip good public governance, 2. Belum diterapkannya sistem manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja yang antara lain dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan berbagai Birokrasipembangunan; dan 3. Masih rendahnya gaji pegawai negeri. Sehingga diperlukan Reformasi Birokrasi, karena: 1. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeranan strategis dari birokrasi dalam mewujudkan visi dan misi bangsa (melindungi bangsa dan tanah air, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia).End Match 2. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfKrisis multi dimensi dimulai sejak Orde Baru, puncaknya pada tahun 1997 dan masih berkepanjangan, termasuk krisis moral (Indonesia paling lamban keluar dari krisis).End Match 3. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia teratas di Asia.End Match 4. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfMillenium Development Goals (Deklarasi PBB No. 55/2000) dimana setiap negara anggota PBB harus mengurangi warga masy. miskin dan pengangguran sebesar 50% pada akhir tahun 2015.End Match 5. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfMasih tingginya jumlah penduduk miskin (37,17 juta atau 16,6%) dan jmlh pengangguran terbuka (10,55 juta atau 9,8%) th 2007.End Match 6. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfBirokrasi yg ada dewasa ini belum berperan dlm meningkatkan investasi (Menurut IFC, doing business di Indonesia berada pada peringkat 135 dari 175 negara yg disurvey)End Match 7. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeranan strategis dari birokrasi dalam mewujudkan visi dan misi bangsa (melindungi bangsa dan tanah air, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia).End Match 8. Begin Match to source 25 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPelaksanaan reformasi birokrasi selama ini belum memenuhi tuntutan masyarakat, belum terencana secara sistemik, komprehensif dan berdurasi jangka panjang (setiap ganti Pemerintah kebijakan reformasi birokrasi dimulai dari awal kembali).End Match Dengan demikian Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlaparat pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional dengan mengedepankanEnd Match tanggungjawab dan akuntabelitas publik Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmldengan menekan sekecil mungkin pemborosan penggunaanEnd Match anggaran Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmldan sekaligusEnd Match menegakkan perundang- undangan sebagai landasan tupoksi mereka. Masyarakat menuntut, agar pemerintah memperhatikan aspirasi rakyat sejauh bisa memenuhinya (civil society). Tuntutan reformasi birokrasi adalah adanya perubahan paradigma pembangunan dan per Undang-Undangan otonomi daerah (1999, 2004), derasnya tuntutan masyarakat agar pemerintah menumbuhkan good governance, dan semakin tajamnya kritik masyarakat terhadap kinerja birokrasi yang dianggap rendah, lambat, kurang bertanggungjawab, dan kurang profesional terutama dalam pelayanan publik, dimana semua aparat pemerintah di tuntut memiliki sense of crisis dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat. Bila kita berbicara mengenai konsep Birokrasi maka juga tidak akan terlepas dari konsep Governance. Begin Match to source 20 in source list: http://slideplayer.info/slide/2798487/Kata governance menurut leksikografi diartikan juga sebagai government, exercise of authority, control; method or system of government or management. Baik government maupun governance berasal dari kata govern (memerintah, dari bhs Latin: gubernare, Gerik: kybernan, to steer, mengemudiEnd Match kapal Begin Match to source 20 in source list: http://slideplayer.info/slide/2798487/dsb-nya). Governing itu terjadi dan terdapat di mana-mana dan kapan saja pada setiap bentuk kehidupan sosial (fenomena sosial), termasuk kehidupan sosial khusus yang oleh Aristoteles dikategorikan sebagai "polity" (pemerintahan). Governing (dalam) "polity" disebut “openbaar bestuur”, demikian Soewargono (State of the art Ilmu Pemerintahan, 1993). Dari penggunaan kata itu menjadi istilah teknis (technical term) lahirlah berbagai pengertian. Salah satu di antaranya menyangkut hubungan antara government dengan governance, yang diungkapkan oleh Dr. Leo Fonseka (1999:15) dalam Good Governance: “. . . . while the term government indicates a political unit for the function of policy making as distinguished from the administration of policies, the word governance denotes an overall responsibility for both — the political and the administrative functions. It also implies ensuring moral behaviour and ethical conduct in the task of governing, i.e. the continuous ethical exercise of authority on both the political and administrative units of governments”.End Match Kutipan ini Begin Match to source 20 in source list: http://slideplayer.info/slide/2798487/menunjukkan bahwa kata governance (policy making, regulator, mengatur dan administration, besturen, mengurus) lebih luas daripada government (policy making saja).End MatchBegin Match to source 20 in source list: http://slideplayer.info/slide/2798487/Cara utk memenuhi kebutuhan dan memperkecil kesenjangan mendekati nol adalah pengembangan setinggi mungkin nilai sumberdaya (SDM, SDA, SD buatan) atau menghambat sebisa mungkin kemerosotan sumberdayaEnd Match yang bersangkutan. Ndraha (2003: 681) Begin Match to source 68 in source list: http://abdoel-azys.blogspot.com/asas-asas pemerintahan dapat didefinisikan : “. . sebagai pola umum dan normatif perilaku pemerintahan yang bersumber dariEnd Match sistem Begin Match to source 68 in source list: http://abdoel-azys.blogspot.com/nilai pemerintahan danEnd Match semua Begin Match to source 68 in source list: http://abdoel-azys.blogspot.com/pegangan pemerintahan yang secara objektif diperlukanEnd Match guna Begin Match to source 68 in source list: http://abdoel-azys.blogspot.com/memperlancar dan mengefektifkan hubungan/interaksi antara pemerintah dengan yang diperintah”. Secara umumEnd Match istilah government lebih mudah dipahami sebagai “pemerintah” yaitu lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat. Namun demikian, kata “pemerintah” pada kenyataannya cenderung lebih ditujukan kepada lembaga eksekutif (kepresidenan). Kemudian, istilah governance cenderung dipahami sebagai pengelolaan, tata kelola atau tata kepemerintahan dari suatu lembaga. (Rhodes, 1996; Minogue, 1998). Pengertian governnace bisa dipahami sebagai: 1) Begin Match to source 125 in source list: http://astrirhianti93.blogspot.com/2014_01_01_archive.htmlGovernance sebagai aktivitas atauEnd Match proses memerintah. Begin Match to source 125 in source list: http://astrirhianti93.blogspot.com/2014_01_01_archive.html2)End Match Sebagai Begin Match to source 125 in source list: http://astrirhianti93.blogspot.com/2014_01_01_archive.htmlsuatu kondisi dari aturan yang dijalankan 3)End MatchBegin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfOrang-orang yang diberi tugas memerintah atau pemerintahEnd Match 4) Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfCara, metode, atau sistem dimana masyarakat tertentu diperintahEnd Match 5) Sebagai Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfjaringan kerja antar organisasional yang mengorganisasikan diri membantu memahami perubahan dalam manajemen pelayanan publikEnd Match 6) Sebagai good government 7) Sebagai negara dalam keadaan minimal 8) Sebagai cara menjalankan perusahaan 9) Sebagai manajemen publik baru (NPM) 10) Sebagai cara memerintah yang baik 11) Sebagai sistem sosio–sibernetik/bahasa samar 12) Sebagai jaringan pengorganisasian diri Makna Governance lain adalah Begin Match to source 127 in source list: https://prasetya.ub.ac.id/berita/Dr-Mardiyono-Kualitas-Otonomi-Daerah-dari-Perspektif-Autopoiesis-4827-id.pdfsebagai aktivitas atau proses memerintah, atau suatu kondisi dari aturan yang dijalankan.End Match Dengan kata lain adalah Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdforang-orang yang diberi tugas memerintah atau pemerintah,End Match bagaimana Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfcara, metode, atau sistem dimana masyarakat tertentu diperintah danEnd Match sebagai Begin Match to source 43 in source list: http://pascasarjana-stiami.ac.id/wp-content/uploads/downloads/2014/08/AgusSuryono-MakalahSeminar-STIAMI-Jakarta-dan-CV.pdfjaringan kerja antar organisasional yang mengorganisasikan diri membantu memahami perubahan dalam manajemen pelayanan publik.End Match Kelemahan Konsep Governance Kelemahan Konsep Governance adalah: 1) Governance mengacu pada sebuah tatanan institusional dan aktor-aktor yang berasal dari pemerintah, dan juga dari luar pemerintah 2) Governance mengidentifikasikan adanya kekaburan antara batas dan tanggung jawab sektor pemerintah, swasta, dan publik, dalam kesukarelaannya memecahkan Begin Match to source 108 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-11-05masalah sosial ekonomi 3) GovernanceEnd Match menciptakan Begin Match to source 108 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-11-05adanya ketergantunganEnd Match kekuatan- kekuatan dan Begin Match to source 108 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-11-05saling ketergantunganEnd Match antara Begin Match to source 108 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-11-05institusi-institusi yang terlibat dalam tindakan-End Match tindakan kolektif Begin Match to source 108 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-11-054) GovernanceEnd Match menciptakan adanya otonomi aktor-aktor (elit birokrasi maupun privat) untuk membentuk jaringan pemerintahan sendiri dalam mempengaruhi akses dan proses perumusan kebijakan publik 5) Governance menciptakan kapasitas untuk menyelesaikan suatu masalah yang tidak terletak pada otoritas kekuasaan pemerintah, dimana pemerintah hanya diposisikan sebagai pengendali dan fasilitator Dalam birokrasi, dikenal dengan istilah melayani dan dilayani. Adanya birokrasi adalah untuk melayani masyarakat. Bila melihat konsep Governance, sebagai pemerintah yang menjalankan tugasnya untuk melayani masyarakat, maka perlu ditekankan adanya pelayanan dasar atau minimal masyarakat yang wajib dilaksanakan. Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Sedangkan Begin Match to source 102 in source list: https://www.yumpu.com/id/document/view/36867148/bab-v-kebijakan-desentralisasi-fiskal-dan-pengelolaan-keuanganpelayanan dasar merupakan jenis pelayanan publik yang mendasar dan mutlak untuk memenuhi kebutuhan masyarakat dalam kehidupan sosial, ekonomi danEnd Match peemerintahan. (Permendagri No 79 tahun 2007). Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dalam wujud pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab telah menjadikan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan terutama dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka perlu adanya penataan ulang berbagai elemen dalam sistem penyelengggaraan pemerintahan dalam rangka manifestasi pelaksanaan otonomi daerah. Karena pada dasarnya tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.End Match Untuk Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/mewujudkan sasaran atau tujuan yang diinginkan diperlukan upaya pembinaan aparatur pemerintah daerah, sehingga dapat bekerja secara profesional dan manajemen pelayanan umum (public service) dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Yang perlu dikedepankan oleh Pemerintah Daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun, meningkatkan dan mendayagunakan kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standart pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat. (Tandjung Djamaludin, 2004) Pelayaan Publik (Public Service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari satu negara kesejahteraan (welfare state). Dengan demikian pelayanan publik diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.End Match (Modeong, Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/2004) Kondisi masyarakat yang mengalami perkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah.End Match Masyarkat Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/semakin kritis dan semakin berani untuk melakukanEnd Match control Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kenyataan yang ada mengisyaratkan hal yang kurang melegakan, hal tersebut terkait dengan kepuasan masyarakat yang belum terpenuhi dengan kata lain pelayanan yang diberikan selama ini masih belum memenuhi harapan pelanggan atau masyarakat, bahkan seringkali terjadi mal-pelayanan, dimana masih banyak dirasakan kelemahan-kelemahan yang dampaknya sering merugikan masyarakat.(Widodo Djoko, 2000). Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakanEnd Match efektivitas dalam kinerja birokrasi yang berdampak pada kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat. Adanya penanganan yang baik terhadap masyarakat korban bencana akan apat Begin Match to source 13 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/mendukung tercapainya indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah begitu pula sebaliknya. Peranan pelayanan sangat penting artinnya di dalam penyelenggaraan pemerintahan terlebih pada pelakasanaan otonomi daerah karena dengan kebijakan otonomi daerah, maka daerah harus mampu mengelola daerahnya secara mandiri. (Ganie-Rochman, 2000).End MatchBegin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlSeperti pendapat (Thoha, 1998) yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan,End Match organisasi Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlpublikEnd Match (birokrasi Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlpublik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikan layanan publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi suka melayani, dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibel kolaburatis dan dialogis serta dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yang realistis pragmastis dan efisien sehinggaEnd Match bisa Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlterhindar dari mal-administrasi. Pelayanan masyarakat bisa dikatakan baik (profesionalisme) bila masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan dan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang diberikan kepadanya. Kondisi tersebut dapat terwujud bilamanaEnd Match birokrasi Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmldidukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni baik dari kualitas maupun kuantitas, disamping juga adanya sumber daya peralatan dan sumber daya keuangan yang memadai. PembenahanEnd Match birokrasi Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmldapat menjadiEnd Match agenda Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlyang strategis, karena kompleksitas masalah, dampak yang mungkin dihasilkan dan dukungan yang mungkin diperoleh sangat besar.End Match Dengan memberikan prioritas pada pembenahan birokrasi maka dampaknya terhadap percepatan terwujudnya good governance sangat besar. Karena itu sebaiknya pemerintah memberikan prioritas pada reformasi birokrasi sebagai bagian dari tindakan kongkrit dalam membangun good governance. Lebih konkrit lagi, perbaikan praktek penyelenggaraan pelayanan publik semestinya menjadi agenda awal dari reformasi birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik menjadi core business dari birokrasi pemerintah. Dengan berhasil memperbaiki penyelenggaraan pelayanan publik menjadi efisien, responsif, partisipatif dan akuntabel maka pemerintah bukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi tetapi juga membangun good governance. Dengan menjadikan praktik pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangun good governance maka diharapkan toleransi terhadap praktik mal-administrasi (bad governance) yang semakin luas dapat dihentikan. Dalam teori demokratis dikatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, dimana salah satu semangat yang terkandung di dalamnya adalah pemerintahan untuk rakyat, dengan demikian pemerintahan yang mengakui dirinya sebagai pemerintahan demokratis adalah yang menggunakan konsep demokratis dalam proses penyelenggaraan negara. Memperlakukan rakyat dengan baik sesuai dengan harkat martabatnya karena berlangsungnya suatu pemerintahan ditentukan oleh kehendak rakyat. Dalam hubungan inilah pelayanan sebagai salah satu fungsi pemerintah, Begin Match to source 11 in source list: https://docobook.com/mewujudkan-good-local-governance-melalui-strategi-indeks.htmlpada tingkat operasionalnya harus dapat melindungi dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Memenuhi dan melindungi tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari wujud pelayanan dimaksudkan agar masyarakat dapat terpuaskan. Itulah sebabnya untuk memperbaiki kinerja Pemerintahan di Amerika Serikat, dari sepuluh formula yang dikemukakan oleh Osborne dan Geabler (1996:191), satu diantaranya adalah pemerintah sebagai pelayanan masyarakat haruslah lebih mementingkan terpenuhinya kepuasan pelanggan, bukan memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi sendiri. Hal ini berarti upaya untuk memuaskan masyarakat terkait dengan misi pemerintahan yaitu dengan tidak lagi bertumpu pada kekuasaan melainkan telah bergeser pada pelayanan. Pemerintahan, seperti dikatakan Mac Iver (192: 101) adalah demi untuk mereka yang diperintah dan bukan demi yang memerintah, maka semua aktivitasnya pada umumnya hanya ditujukan pada kesejahteraan umum. Dinyatakannya pula bahwa dalam negara yang moderen konsepsi negara yang tadinya dalam mata mereka yang menjadi rakyatnya semata-mata alat kekuasaan, kini telah menjadi suatu badan pelayanan. Sebagai suatu badan pelayanan, negara perlu diurus, diatur dan dikelola agar dapat menghasilkan pelayanan yang berkualitas tangggung jawab akan semua itu, bila disimak dari teori “Kontrak Sosial” JJ Rousseau, terletak pada pemerintah. Dengan demikian penekanan pada tanggung jawab harus dilihat, hal ini penting karena sebagaimana dikatakan Rasyid (1997:11): manifestasi dari suatu pemerintahan adalah tanggung jawab yang pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Namun pertangung jawaban yang dikehendaki saat ini dari pelayanan pemerintah, termasuk di dalamnya pelayanan publik, adalah pertangung jawaban yang bukan saja bersifat internal (orientasi ke dalam organisasi) tetapi yang lebih penting adalah pertanggung jawaban eksternal (orientasi ke pelanggan / masyarakat).End Match Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi negara (baca: dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi serta dukungan sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kmnampuan sangat besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu; birokrasi dimanfaatkan untuk mencapai, mempertahankan, atau pun memperkuat kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak penguasa. Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakkan “kualitas, efisiensi, dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal kepada masyarakat”, besar kemungkinan akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai- partai; sehingga terjadi pergeseran keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai-partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, KKN akan tumbuh dan birokrasi akan kehilangan jati dirinya, dari pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan kelompok kepentingan yang sempit. “Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat; bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, berkecenderungan pada motif uud (bukan UUD), dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta sangat memberatkan masyarakat. Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sejarah Indonesia Merdeka menunjukan, birokrasi yang tidak netral telah turut membawa Indonesia pada jurang kekacauan politik; dan birokrasi yang tidak netral selalu tumbuh bersama dengan kekuatan dan kepentingan politik atau golongan tertentu, selalu terjebak dalam godaan KKN, dan akhirnya juga membawa negara kita pada kehancuran ekonomi. Hal semacam itu telah terjadi pada setiap “rezim pemerintahan”; dengan akibat dan dampak yang serupa berupa kelemahan bangunan kelembagaan hukum, dan kehancuran kehidupan ekonomi, politik, dan sosial. Reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pendekatan struktural-hirarkikal (tradisi weberian). Pendekatan Weberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsung dalam pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini, secara klasikal menegaskan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang formalistik dan pengawasan yang ketat. Dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia berkembang secara vertikal linear, dalam arti “arah kebijakan dan perintah dari atas kebawah, dan pertanggungjawaban berjalan dari bawah ke atas”, demikian pula “loyalitasnya”; karenanya koordinasi lintas lembaga yang umumnya dilakukan secara formal sulit dilakukan. Birokrasi di Indonesia juga masih di pengaruhi sikap budaya “feodalistis”, tertutup, sentralistik, serta ditandai pula dengan arogansi kekuasaan, tidak atau kurang senang dengan kritik, sulit dikontrol secara efektif, sehingga merupakan lahan subur bagi tumbuhnya KKN atau pun neo-KKN. Dalam kondisi seperti itu akan sulit bagi Indonesia untuk menghadirkan clean government dan good governance. Berbagai fenomena di atas mengungkapkan perlunya pelaksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan sistimatis sebagai bagian dari pembangunan Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia (SANKRI), yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 11 Begin Match to source 71 in source list: https://www.slideserve.com/thao/rancangan-induk-reformasi-birokrasi-pemerintahan-tahun-2005-2025Alur Pikir Reformasi BirokrasiEnd Match REFORMASI BIROKRASI Begin Match to source 71 in source list: https://www.slideserve.com/thao/rancangan-induk-reformasi-birokrasi-pemerintahan-tahun-2005-2025UUD Negara RI 1945 UU No.28/1999 UU No. 17/2007 PROSES TRANSFORMASI:End Match INPUT : 1. Begin Match to source 71 in source list: https://www.slideserve.com/thao/rancangan-induk-reformasi-birokrasi-pemerintahan-tahun-2005-2025UNSUR MANUSIA/SDMEnd Match SUMBERDAYA Begin Match to source 71 in source list: https://www.slideserve.com/thao/rancangan-induk-reformasi-birokrasi-pemerintahan-tahun-2005-2025(MIND SET & CULTURAL SET)End Match APARATUR 2. Begin Match to source 71 in source list: https://www.slideserve.com/thao/rancangan-induk-reformasi-birokrasi-pemerintahan-tahun-2005-2025UNSUR SISTEM MANA- JEMEN (TATA KELOLA) Sumberdaya Aparatur:End MatchBegin Match to source 105 in source list: http://lppm.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/irwandi-idris.pdf1) Man (manusia) 2) Money (uang) 3) Material (bahan) 4)End Match Method (metoda) Begin Match to source 105 in source list: http://lppm.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/irwandi-idris.pdf5) TimedEnd Match (waktu) Begin Match to source 105 in source list: http://lppm.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/11/irwandi-idris.pdfLINGSTRA: GLOBALISASI POLEKSOSBUD TEKNOLOGI OUTPUT:End Match GOOD GOVER- NANCE (PEME- RINTAHAN YG BAIK) Indikator Good Gov: ? Bebas dari KKN ? Efisien ? Efektif ? Produktif OUTCOME: PENINGKATAN KESEJAHTERA- AN RAKYAT Indikator outcome : ? Pelayanan yg prima ? Angka kemiskinan & pe- ngangguran berkurang ? Aparatur Negara yang profesional & bermoral 31 Sumber: Materi Diklatpim II, 2009 Dalam konteks reformasi birokrasi yang dilakukan harus beranjak pada amanat konstitusi NKRI, memperhatikan tantangan lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi, mencakup keseluruhan unsure sistem administrasi negara dan birokrasi secara tepat, sesuai dengan tantangan lingkungan stratejik (internal dan eksternal) yang dihadapi, dan bertitik berat pada peningkatan “daya guna, hasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, serta bebas KKN”, disertai pula upaya-upaya perubahan perilaku secara mantap. Dengan demikian, tuntutan akan reformasi birokrasi mengandung makna perlunya langkah-Iangkah pendayagunaan: 1. Terhadap sistem birokrasi dan birokrat, tetapi juga 2. Langkah-Iangkah serupa pada berbagai institusi dan individu di luar birokrasi, baik publik maupun private, termasuk lembaga- lembaga negara dan berbagai lembaga, yang berkembang dalam masyarakat, beserta segenap personnelnya; dan 3. Semuanya dilakukan secara sinergis dengan semangat “mengemban perjuangan yang diamanatkan konstitusi”, dan mengindahkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” seperti di atas, memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi: (a) Aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah secara pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, (b) Struktur (tatanan kelembagaan negara dan masyarakat pada setiap satuan wilayah), (c) Proses (manajemen dalam keseluruhan fungsinya, dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society), dan (d) Sumber daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI, terwujudnya kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertanggung jawab, dan bebas KKN. Transformasi nilai. Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi Negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai. Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan kontribusinya masing-masing dalam mengaktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi kita. Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang secara keseluruhan terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap eksistensi, kemahakekuasaan, dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada aline tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila.; dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan system penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea empat).4 Penempatannya dalam konstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa;, sebagai acuan pokok dalam pengembangan “visi, misi, dan strategi” bagi setiap individu dan institusi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Dimensi-dimensi nilai tersebut yang harus kita aktualisasikan dalam dan melalui reformasi birokrasi dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi, misi, dan strategi yang tepat dan efektif dalam pencapaian kinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara. Penataan Kelembagaan Tata Kerja. Penataan kelembagaan pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas, ramping, desentralistik, efisien, efektif, b, terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu, sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional dalam SANKRI. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha berorientasi pada kriteria dan mekanisme yang impersonal terarah pada penerapan pelayanan prima (peningkatran efisiensi dan mutu pelayanan); peningkatan kesejahteraan sosial dalam arti luas; serta peningkatan kreativitas, otoaktivitas, dan produktivitas nasional. Pemantapan Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan kegiatan pembangunan, pengembangan sistem manajemen pemerintahan perlu ditata. Konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfadalah negara hukum yang demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang mengakomodasikan peran masyarakat yang luasEnd Match (terbuka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan keputusan politik yang strategis Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfdalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,End Match itu Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfdilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilanEnd Match (MPR, DPR(D) Begin Match to source 16 in source list: http://balitbang.sumutprov.go.id/download.php?f=files/files/penelitian_balitbang/LAPORAN KAJIAN OTDA 2010.pdfsebagai representasi rakyat bangsaEnd Match dari dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil (Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggung jawabkan kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga keserasian dan keterpaduanya satu sama lain. Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi-dimensi nilai SANKRl yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban”. (Mustopadidjaja AR, 2001). Diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e- administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning coMasyarakat madaniunity), mengacu pada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi. Peningkatan Kompetensi SDM, Aparatur. Sosok birokrat ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada umumnya - penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi public dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profesionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: Begin Match to source 38 in source list: http://repository.ut.ac.id/3962/1/ADPU4230-M1.pdf1. Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara 2. Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengemban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik. 3. Berkemampuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan inovatif 4. Taat asas, dan disiplin dalam bekerja berdasarkan sifat dan etika profesional 5.End Match Memiliiki Begin Match to source 38 in source list: http://repository.ut.ac.id/3962/1/ADPU4230-M1.pdfdaya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas) 6. Memiliki jati diri sebagai abdiEnd Match negara dan abdi Begin Match to source 38 in source list: http://repository.ut.ac.id/3962/1/ADPU4230-M1.pdfmasyarakat, serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri 7. Memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan 8. Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas.End Match Aktualisasi Nilai dan Prinsip-Prinsip Pelayanan Publik Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusi (baik dalam bentuk gaji maupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit; serta finalty system yang bersifat preventif dan repressif. Mengantisipasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class). Selanjutnya, reformasi birokrasi dalam konsteks pembangunan system administrasi negara tersebut, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan aktualisasi nilai dan prinsip-prinsip berikut: Pertama, demokrasi dan pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu negara bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara dan seluruh unsur aparatur negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dan pemberdayaan bagi mereka yang dalam posisi lemah secara rasional dan berkeadilan. Demokrasi tidak hanya mempunyai makna dan berisikan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi juga mengandung tuntutan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan berkeadaban, disertai komitmen tinggi untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. Dalam hubungan itu, birokrasi dalam mengemban tugas pemerintahan dan pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi mengarahkan (“steering rather than rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara steering dan rowing apabila langkah tersebut merupakan cara terbaik untuk mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal. Yang jelas sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered). Pemberdayaan berarti pula memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggung jawab pembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antara lain melalui : 1. Pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat 2. Perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat. 3. Pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. Kedua, pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (“a spirit of public services”), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”); atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“coproduction atau partnership”). Hal tersebut memerlukam perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui pembudayaan kode etik (“code of ethical conducts”) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (“enabling strategy”) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah-daerah. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai wahana penyelenggaraan pemerintahan negara, yang esensinya “melayani publik”, harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara. Ketiga, transparansi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, bersikap terbuka dan bertanggung jawab untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawab dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain: 1. Memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga 2. Memerlukan langkah-Iangkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka, serta 3. Memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkan public good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“empowering rather than serving”), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan itu perlu dicatat pentingnya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa focus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usaha-usaha negara. Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern dimana dunia usaha menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan kearah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijaksanaan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antar skala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sektor modern dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat diperlukan. Keenam, desentralisasi. Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi daerah, merupakan amanat konstitusi, dan respons atas tuntutan demokratisasi dan globalisasi. Peningkatan kompetensi dan Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dan pemberian perizinan, yang tetap terarah pada keterikatan dan pada perwujudan cita-cita dan tujuan NKRI. Perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan dan pelayanan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan tanggungjawab yang ada di daerah. Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Langkah- Iangkah serupa perIu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha, khususnya perusahaan-perusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Perbedaan perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerIukan: 1. Desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan-kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi 2. Penyesuaian kebijakan pajak dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan daerah, serta 3. Ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan pembangunan daerah. Ketujuh, konsistensi kebijakan, dan kepastian hukum. Tegaknya hukum yang berkeadilan secara efektif merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik dan bersih, justru di tengah kemajemukan, merajalelanya KKN termasuk money politics, berbagai ketidakpastian perkembangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang- undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Pembangunan Hukum dan Akuntabiltas dalam Layanan Publik Adanya kepastian hukum merupakan indikator professionalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyusunan berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijakan publik tersebut pada akhirnya harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum dan harus mengandung kepastian hukum. Wujud dari cita-cita reformasi birokrasi adalah berupa sistem dan proses pemerintahan negara berdasarkan hukum yang merupakan perwujudan atas nilai peradaban dan kemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan, ketaatan, atau kepatuhan sebagai aparatur negara, warga negara, dan warga masyarakat dunia. Dengan demikian hukum dapat ditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang pada akhirnya tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang-bidang lain, tapi menghikmati bidang-bidang lain. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegaknya supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak dapat lagi memanipulasi hukum sebagaimana lazimnya terjadi. Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supremasi hukum, harus diartikan bahwa hukum termasuk penegakan hukum, harus diberikan tempat yang strategis sebagai instrument utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintahan. Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Penegakan hukum harus dilakukan secara sistematis, terarah dan dilandasi oleh konsep yang jelas, dan integritas yang tinggi. Selain itu penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan perlindungan hukum terhadap HAM benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat. Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean government) serta kepemerintahan yang baik (good governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus memenuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertang- gungjawaban publik (acqountability) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat (responsibility). Akuntabilitas secara filosofik timbul karena adanya kekuasaan yang berupa amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, serta berdasarkan visi, misi, dan strategi. Dari pengertian di atas tersirat bahwa pihak yang diberikan amanah harus memberikan laporan atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan. Dengan kata lain laporan akuntabilitas bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajajaran pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi juga termasuk berbagai indikator kinerja yang dicapai, di samping kewajiban untuk menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang harus dipertanggungjawabkan. Dalam hal ini si penerima amanah harus dapat dan berani mengungkapkan dalam laporannya semua kegagalan yang terjadi berkenaan dengan kebijakan yang teIah dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Secara analitik, akuntabilitas dapat pula dilihat dari segi internal dan eksternal. Secara internal, dapat pula diidentifikasi akuntabilitas spiritual seseorang. Dalam hubungan ini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang seorang kepada Tuhannya. Hal ini adalah sesuai dengan tata nilai yang terkandung dalam konstitusi. Akuntabilitas ini meliputi pertanggung jawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan orang bersangkutan dengan Tuhan. Namun apabila betul-betul dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja kelembagaan. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama-sama dikerjakan oleh instansi lainnya walaupun uraian tugas pokok dan fungsinya telah nyata-nyata dijelaskan secara rinci. Akuntabilitas dapat pula dilihat dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seseorang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup pemborosan waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber daya peme- rintah yang lain, kewenangan, dan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Akuntabilitas eksternal lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia rnemang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari factor ekternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalum suatu sistem dan prosedur kerja. Seorang atasan akan memantau pekerjaan bawahanya dan akan memberikan teguran apabila terjadi penyimpangan. Rekan kerja akan saling mengingatkan dalam pencapaian akuntabilitas masing-masing. Hal ini dapat terwujud dikarenakan ada saling ketergantungan di antara mereka. Masyarakat dan lembaga-Iembaga pengontrol dan penyeimbang akan bersuara dengan lantang apabila pelayanan yang diterimanya dari birokrasi tidak seperti yang diharapkannya. Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka keberpihakan birokrasi pada kepentingan masyarakat akan menjadi lebih besar serta dapat mempertahankan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini juga akan menjadi semacam sistem pengendalian internal bagi birokrasi. Pemberdayaan Masyarakat Madani dan Percepatan Perwujudan Good Governance A bad 21 menghadapkan lingkungan strategis nasional dan internasional yang berbeda dengan tantangan strategis yang dihadapi pada Abad 20. Di akhir Abad 20 dan dalam dekade- dekade awal Abad 21, Indonesia menghadapi tantangan-tantangan berat di segala bidang; krisis multi dimensi, ancaman desintegrasi, dan keterpurukan ekonomi. Indikator-indikator pembangunan menunjukan bahwa posisi Indonesia berada dalam kelompok terendah dalam peta kemajuan pembangunan bangsa-bangsa, baik dilihat dari indeks pembangunan manusia, ketahanan ekonomi, struktur industri, perkembangan pertanian, sistem hukum dan peradilan, penyelenggaraan clean government, dan penyelenggaraan good governance baik pada sektor publik mau pun bisnis. Selain itu, Indonesia masih dipandang sebagai negara dengan resiko tinggi, dengan tingkat korupsi termasuk tertinggi, demikian pula dari besarnya hutang luar negeri. Dan perkembangan politik di Indonesia yang ditandai dengan kekasaran politik dan jumlah partai politik terbesar di dunia, menunjukan kultur politik dan kehidupan demokrasi yang belum mantap, merupakan fenomena yang memerlukan perhatian sungguh-sungguh dari setiap pemimpin bangsa. Sebagai wahana perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan suatu bangsa dalam bernegara, pengembangan sistem administrasi negara termasuk birokrasi di dalamnya senantiasa didasarkan pada konstitusi negara bangsa bersangkutan. Demikian pula Indonesia. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia didasarkan pada dan merupakan penjabaran dari UUD 1945. Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan para founding fathers negara bangsa ini yang mendeklarasikan “the Spiritual Dimensions of the Indonesian Public Administration” yang sangat mendasar. Makna spiritual dalam konteks Indonesia ini mengandung dimensi “psiko religius dan kultural” yang kental dengan dimensi ketuhanan dan pengakuan bangsa Indonesia akan keberadaan dan peran Allah Yang Maha Kuasa dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan luhur bangsa dan negara, yang sepenuhnya merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang fitri, yang murni dan universal. Pembukaan UUD 1945 menegaskan dimensi spiritual dari sistem administrasi negara kita, berupa pernyataan pengakuaan perjuangan bangsa (pada alinea tiga); serta cita-cita dan tujuan bernegara, dan sistem pemerintahan negara (alinea empat). Seluruhnya itu mengandung makna, nilai, dan prinsip masyarakat madani dan kepemerintahan yang baik. Hal ini tak boleh diabaikan lagi dalam pengembangan sistem dan proses pemerintahan dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang, apabila generasi ini dan generasi-generasi mendatang benar- benar ingin membangun Indonesia seperti yang dideklarasikan, Indonesia yang dicitakan, sosok Indonesia yang diamanatkan. Masyarakat Madani sebagai paradigma dan sistem peradaban yang memberi ruang secara seimbang kepada masyarakat dan pemerintah dalam kehidupan bernegara, telah menarik cukup perhatian sebagai opsi pendekatan dalam menghadapi permasalahan bangsa tersebut, dalam diskursus mengenai resolusi permasalahan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dalam negara hukum yang demokratis. Dalam hubungan itu, kepemerintahan yang baik atau good governance menawarkan alternatif pendekatan dalam pengembangan kebijakan pembangunan untuk lebih membumikan nilai-nilai masyarakat madani dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa. Dalam pemikiran mengenai “penyelenggaraan negara” (secara demokratis dan berdasarkan hukum) seiring dengan gerakan reformasi nasional menuju Indonesia Baru di masa depan, teridentifikasi konsep masyarakat madani dan good governance yang telah berkembang sebagai alternatif pendekatan dalam pengkajian dan pengembangan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Pada tahap perkembangannya dewasa ini, uraian mengenai masyarakat madani pada umumnya masih terbatas pada nilai-nilai dasar dan konsep-konsep pokok dalam rangka penyelenggaraan negara untuk lebih menyeimbangkan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan, belum secara utuh terjalin sebagai kerangka pemikiran yang terarah pada pengembangan sistem peradaban dan perwujudan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara sebagaimana diamanatkan UUD 1945. Demikian pula pengembangan good goverance, masih sangat memerlukan komitmen politik yang kuat dan kompetensi tinggi untuk membumikannya, serta menginstitusionalisasikannya secara efektif, dan dalam manajemen pemerintahan pada khususnya. Adapun nilai- nilai dan prinsip dasar yang menandai masyarakat madani, antara lain adalah ketuhanan, kemerdekaan, etika, hak asasi dan martabat manusia, supremasi hukum, kebangsaan, demokrasi, sistem checks and balances, kemajemukan, perbedaan pendapat, kebersamaan, persatuan dan kesatuan, kemitraan, kesejahteraan bersama, dan keadilan. Sedangkan nilai dan prinsip dasar yang menandai good governance secara universal antara lain adalah kepastian hukum, transparansi, partisipasi, profesionalitas, dan pertanggung jawaban (akuntabilitas), yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan dengan nilai dan prinsip “daya guna, hasil guna, bersih (clean government), desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat, serta daya saing”. Secara konseptual masyarakat madani dan good governance merupakan paradigma dan sistem peradaban yang luhur dalam penyelenggaraan negara, dan untuk mewujudkannya sebagai sistem penyelenggaraan pemerintahan negara dan pembangunan bangsa, diperlukan persyaratan tertentu yang harus dipenuhi oleh setiap unsur penyelenggara negara, baik warga negara maupun aparatur pemerintahan negara, atau oleh keseluruhan pilar pendukung masyarakat madani dan good governance yaitu “masyarakat, pemerintah, dan dunia usaha”. Persyaratan tersebut pada essensinya adalah konsensus, kompetensi, komitmen dan konsistensi dalam mewujudkan dan memelihara nilai-nilai kemanusiaan dalam kehidupan individu dan kehidupan bersama, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, yang didasarkan pada keimanan dan ketaqwaan. Artinya, masyarakat madani dan good governance dapat menduduki posisi dan peran yang aktual dan efektif sebagai paradigma dan sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, apabila ada kesepakatan nasional untuk mengekspresikan nilai dan prinsip yang menjadi ciri dasar keduanya dalam keseluruhan dimensi dan aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; dan berkembang komitmen, kompetensi, dan konsistensi untuk pengamalannya oleh warga negara dan aparatur negara, dalam upaya atau perjuangan mewujudkan harapan dan cita-cita bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara sebagaimana diamanatkan para founding fathers negara bangsa ini dalam Pembukaan UUD 1945. Dalam penginstitusionalisasian paradigma masyarakat madani dan good governance tersebut khususnya dalam Manajemen Pemerintahan RI perlu dipertanyakan validitas keduanya dengan nilai dan prinsip dasar yang telah ditetapkan dalam Konstitusi Negara sebagai landasan sistim di Negara kita. Sebagai wahana perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan suatu bangsa dalam bernegara, pengembangan setiap sistem administrasi negara didasarkan pada konstitusi negara bangsa bersangkutan. Demikian pula Indonesia. Pada Pembukaan UUD 1945 terdapat ungkapan yang mendeklarasikan “the Spiritual Dimensions of the Indonesian Public Administration” yang sangat mendasar. Makna spiritual dalam konteks Indonesia ini mengandung makna “psiko religius dan kultural” yang kental dengan dimensi ketuhanan dan pengakuan bangsa Indonesia akan keberadaan dan peran Allah Yang Maha Kuasa dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan luhur bangsa dan negara, yang sepenuhnya merefleksikan nilai-nilai kemanusiaan yang fitri atau murni dan universal. Pembukaan UUD 1945 menegaskan dimensi spiritual dari sistem administrasi negara kita, dalam perjuangan bangsa (pada alinea tiga); serta cita-cita dan tujuan bernegara, dan sistem pemerintahan negara (alinea empat). Dimensi- dimensi spiritual tersebut sepenuhnya merefleksikan komitmen terhadap nilai dan prinsip masyarakat madani dan good governannce. Masyarakat madani sebagai paradigma dan alternatif pendekatan untuk menata ulang sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, mendeterminasikan keimanan, ketaqwaan, dan keseimbangkan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat, serta konsistensi dalam mewujudkan nilai dan prinsip masyarakat madani , termasuk penegakan hukum, penerapan prinsip dan sendi- sendi kedaulatan rakyat dalam penyelenggaraan negara, menghormati oposisi dan perbedaan pendapat, serta menjunjung tinggi HAM dan hak-hak warga negara seluruh lapisan masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Dalam rangka itu, good governance sebagai sistem organisasi dan manajemen pemerintahan, diharapkan tampil dengan susunan organisasi pemerintahan yang sederhana, agenda kebijakan yang tepat, pembagian tugas kelembagaan yang jelas, kewenangan yang seimbang, personnel yang professional, prosedur pelayanaan publik yang efisien, kelembagaan pengawasan yang mantap, dan sistem pertanggung jawaban yang tegas. Sedangkan manajemen pemerintahan harus dapat secara sistematis mengembangkan dan menerapkan nilai dan prinsip good governance, serta memiliki visi, misi, strategi, dan kebijakan yang tepat dalam menghadapi berbagai permasalahan bangsa. SDM di dalam organisasi pemerintahan, baik para birokrat karier mau pun political appointees, diharapkan menjiwai perannya dalam mengemban “misi perjuangan bangsa”, dan mampu melaksanakan tugasnya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara yang bertanggung jawab, bijak, efektip, efisien, adil, dan santun, baik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat secara langsung, maupun dalam “pengelolaan berbagai kebijakan” dalam menghadapi permasalahan bangsa dan dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bangsa bernegara. Sejalan dengan itu, setiap warga negara dan masyarakat pun diharapkan lebih menyadari hak, kewajiban, dan tanggung jawabnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dalam perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bersama dalam bernegara. Dengan demikian, reformasi sistem birokrasi dalam rangka perwujudan good governance dan masyarakat madani harus menyentuh keseluruhan pilar pendukungnya dan secara substansial meliputi unsur “organisasi, manajemen, dan sumber daya manusia” yang didasarkan dan terarah pada nilai dan prinsip masyarakat madani dan good governannce. Dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa kita, semua itu merupakan manifestasi dari dimensi-dimensi spiritual yang harus diamalkan secara konsisten dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa baik oleh aparatur negara maupun warga masyarakat bangsa. Nilai dan prinsip masyarakat madani dan good governance harus merupakan komitmen dan melekat pada setiap individu dan institusi sesuai posisi dan peran masing-masing dalam kehidupan bernegara. Dalam pembangunan birokrasi, fungsi dari nilai-nilai tersebut adalah menjadi pedoman perilaku dalam bersikap, berpikir, dan bertindak, baik secara individual maupun secara institusional, yang dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi kepemerintahan dapat dijabarkan antara lain dalam format “pengelolaan pelayanan dan kebijakan prima” (excellent management of public services and policies) yang memungkinkan karya dan kinerja keseluruhan pilar dan unsur masyarakat madani mencapai tingkat Sementara itu, untuk mengaktualisasikan potensi masyarakat, dan untuk mengatasi berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi bangsa, perlu dijamin perkembangnya kreativitas dan oto- aktivitas masyarakat bangsa yang terarah pada pemberdayaan, peningkatan kesejahteraan masyarakat serta ketahanan dan daya saing perekonomian bangsa. Dalam rangka itu, sistem penyelenggaraan negara baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan antara lain prinsip-prinsip berikut: Pertama, pemberdayaan. Dalam pada itu, aparatur pemerintah dalam mengemban tugas pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri. Sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, jangan dilakukan oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampukan atau diberdayakan (empowered). Kedua, pelayanan. Hal tersebut memerlukan perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui pembudayaan kode etik ("code of ethical conducts") yang didasarkan pada dukungan lingkungan ("enabling strategy") yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah- daerah. Ketiga, transparansi dan akuntabilitas. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, serta bersikap terbuka untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, serta dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat sebagai bagian dari pelaksanaan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain (1) memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga (2) memerlukan langkah- langkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang menghambat kreativitas dan otoaktivitas mereka, serta (3) memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperanserta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyarakat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keempat, partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasil-kan public good and services dengan mengembangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat ("empowering rather than serving"), kepercayaan masyarakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk berpartisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan ("empowerment") juga selalu dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan ini perlu dicatat pentingnya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa fokus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan ("capacity building"). Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usaha-usaha negara. Kelima, kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern di mana masyarakat dan dunia usaha menjadi pelaku utamanya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan akses informasi. Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan ke arah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijakan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antar skala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sektor modern dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Keenam, desentralisasi. Dalam Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, otonomi dilaksanakan dengan pelimpahan kewenangan yang luas kepada daerah Kabupaten/Kota Madya, dan Daerah Provinsi berperan lebih banyak dalam pelaksanaan tugas dekonsentrasi, termasuk urusan lintas Kabupaten/Kodya yang memerlukan penyelesaian secara terkoordinasi. Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah yang baru tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan. Ini adalah langkah yang tepat, sebab perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, dan tanggung jawab yang ada di daerah. Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat, diserahkan kepada pemerintah daerah. Langkah- langkah serupa perlu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha, khususnya perusahaan-perusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Dengan kata lain desentralisasi perlu juga dilakukan oleh organisasi-organisasi bisnis. Reformasi Birokrasi dan Pemberantasan KKN eningkatnya perhatian pada pendekatan desentralisasi dalam pembangunan negara-negara berkembang termasuk Indonesia terutama disebabkan berbagai kegagalan dengan M pendekatan sentralistis yang menyebabkan terjadinya ketimpangan ekonomi dan sosial seperti semakin melebarnya kesenjangan (gap) antara yang kaya dan miskin, antar kota dan desa, antar sektor ekonomi dan daerah. Pada masa lalu terutama di era Orde Baru sistem pemerintahan Indonesia sangat sentralistis, hampir semua kebijakan publik diputuskan oleh pemerintah pusat dan secara seragam diberlakukan untuk seluruh Indonesia. Sistem sentralistik dan penyeragaman secara berlebihan mengakibatkan berbagai fenomena keberagaman kondisi, letak geografis, budaya dan sebagainya yang kenyataannya sangat beragam diabaikan, sehingga dapat menghambat kreativitas daerah untuk berkembang dan menciptakan kepatuhan masyarakat dan aparat di daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah telah ditetapkan dalam UU Begin Match to source 156 in source list: https://id.123dok.com/document/yn6pme1q-bab-i-pendahuluan-a-latar-belakang-masalah-rekonstruksi-penyelesaian-sengketa-dalam-mewujudkan-pemilihan-kepala-daerah-demokratis-yang-berbasis-nilai-keadilan-unissula-repository.htmlNomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintah Daerah Namun demikianEnd Match UU tersebut dianggap belum menampung sepenuhnya hak asal usul keistimewaan yang dimiliki daerah, terutama substansi fungsi daerah belum dapat terealisasi baik menyangkut masalah keadilan maupun kesejahteraan dan pembangunan daerah menjadi kurang seimbang dibandingkan dengan pembangunan di tingkat pusat dibanding dengan jumlah kekayaan daerah yang melimpah belum dapat memberikan kontribusi yang berarti untuk kesejahteraan rakyat. Hal ini tercermin dari kondisi masyarakat hampir 60 % hidup dalam keadaan miskin. Permasalahan ini semakin rumit dengan sering munculnya masalah sosial politik dan konflik vertikal sehingga kondisi ini semakin terpuruk. Munculnya berbagai tuntutan masyarakat, kebijakan otonomi daerah dianggap tepat untuk menyelesaikan persoalan ini. Adanya kebijakan otonomi daerah merupakan political will pemerintah pusat dalam bidang penyelenggaraan kebijakan pemerintah daerah. Melalui otonomi daerah memberikan harapan akan terwujudnya pemerintahan dan pembangunan dalam segala aspek kehidupan masyarakat yang selama ini seringkali tertinggal. Namun demikian hal ini sangat tergantung pada upaya pemerintah daerah dalam menyikapi otonomi daerah dengan gerakan-gerakan pembaharuan yang salah satu di antaranya melalui reformasi administrasi yang meliputi aspek struktur, sikap dan perilaku aparatur yang selaras dengan semangat otonomi daerah guna meningkatkan efektivitas organisasi atau lembaga dalam pelaksanaan kinerja aparatur pemerintah daerah. Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlReformasi birokrasi tidak dapat dipisahkan dari upaya reformasi di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegaraEnd Match yang Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmldimaksudkan untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik,End Match bersih Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmldanEnd Match berwibawa. Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlReformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar birokrasi mampu menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan strategis dan mendorong perubahan yang lebih baik dalam penyelenggaraan negara danEnd Match pemerintahan. Begin Match to source 33 in source list: http://www.bangindra.net/index.php/Artikel/Karya/checks-and-balances-dalam-sistem-pemerintahan-di-indonesia.htmlLebih lanjut, reformasi birokrasi dapat juga dijadikan sebagai alat pembaharuan, apabila tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan bagi suatu strategi pembaharuan yang ditandai dengan adanya kesediaan dari aparatur birokrasi untuk bersikap responsif terhadap pemikiran-pemikiran pembaharuan yang dapat meningkatkan kinerja birokrasi pemerintahan.End Match Perlunya membangun Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02good public governanceEnd Match sudah Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02menjadi salah satuEnd Match isu penting di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, didahului oleh Begin Match to source 77 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-02krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang meluas menjadi krisis multidimensi.End Match Krisis tersebut telah mendorong arus balik yang menuntut perbaikan atau reformasi dalam penyelenggaraan negara termasuk administrasi publik dan birokrasi pemerintahannya. Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-03Pihak-pihak yang terkait denganEnd Match reformasi Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-07-03tersebutEnd Match tidak hanya negara saja (legislatif, yudikatif, dan eksekutif) melainkan juga pihak dunia usaha/swasta dan masyarakat sipil (civil society). Sehingga reformasi birokrasi dapat diwujudkan apabila terjadi keseimbangan peran dari ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat. Ketiganya mempunyai peran masing-masing. Pemerintah (legislatif, eksekutif, yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi terwujudnya good public governance dan memberikan peluang terbangunannya komponen lain dalam governance yaitu dunia usaha dan masyarakat. Dunia usaha swasta berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan peningkatan pendapatan masyarakat. Sedangkan masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik, berperan aktif ikut mengawasi pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, serta berpartisipasi aktif mendukung pengembangan demokrasi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan negara. Gambar 10 Reformasi Birokrasi • Bertanggungjawab pada pimpinan fungsional • Adaptif terhadap • Pendekatan fungsional MENGEMBANG perubahan lingkungan • Berprinsip pada • Konflik pusat – daerah variasi dan crossing • Kepemimpinan (karena rekruitmen Transactional sama-sama dipilih oleh rakyat) (sharring of understanding) • Pembangkangan kelembagaan Pengembangan SDM Sumber: Mochtar Mas’ud, 2007 Tekait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di mana di dalamnya diterapkan juga prinsip-prinsip good public governance, dalam beberapa tahun ini masih cukup memprihatinkan. Masih banyaknya instansi pemerintah yang belum melaksanakan, menunjukkan kurangnya kesadaran aparat publik untuk membangun kinerja yang lebih baik, antara lain : 1. Meningkatkan komitmen pimpinan dan staf 2. Menyusun rencana tindak secara rinci, terukur dan aplikatif 3. Penerapan prinsip-prinsip good public governance secara konsisten,melalui: a) penyempurnaan manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai dan kinerja instansi atau lembaga; (b) perbaikan Begin Match to source 148 in source list: https://budimansmpempatpml.wordpress.com/2015/11/18/5/sistem rekrutmen dan promosi pegawai sesuai dengan kecakapan danEnd Match kemampuan; Begin Match to source 148 in source list: https://budimansmpempatpml.wordpress.com/2015/11/18/5/danEnd Match (c) penerapan sistem pemberian penghargaan (reward) kepada aparatur yang berkinerja baik dan hukuman atau sanksi (punishement) bagi aparatur yang kinerjanya buruk. Pemberian penghargaan dapat berupa pemberian insentif, kenaikan gaji atau promosi sesuai dengan prestasinya; sebaliknya pemberian sanksi dapat berupa penurunan gaji, penurunan pangkat atau bahkan pemecatan dapat dilakukan sebagai hukuman atau sanksi bagi aparat yang berkinerja buruk atau bahkan “merusak” birokrasi. 4. Memberdayakan pihak-pihak terkait (stakeholders). Pemberdayaan perlu dilakukan kepada stakeholders baik dari lingkungan masyarakat, pengusaha maupun pemerintahan (legislatif, eksekutif, yudikatif) agar terbangun komitmen untuk mewujudkan reformasi birokrasi. 5. Disamping itu pemberdayaan juga dapat dilakukan sejak dini kepada para pelajar dan mahasiswa agar kelak jika mereka bekerja di manapun, mereka memiliki wawasan dan Begin Match to source 178 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-08-26memiliki komitmen yang kuat untuk menciptakanEnd Match kinerja Begin Match to source 178 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-08-26yang baikEnd Match dalam birokrasi. 6. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap program-program yang telah dan sedang dilakukan untuk menilai kemajuan pelaksanaan program pembangunan reformasi birokrasi. Hasil evaluasi digunakan untuk melakukan penyempurnaan atau langkah-langkah peningkatan yang diperlukan. Reformasi birokrasi dalam rangka membangun good public governance di pemerintah daerah memerlukan pentahapan yang jelas dan harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Menurut Islamy Irfan, Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlsetidak - tidaknya ada 5 hal dan sekaligus menjadi tuntutan masyarakat yang harus dipenuhi oleh administrasi negara dalam rangka memberikan pelayanan yang sebaik -baiknya kepada masyarakatEnd Match yaitu: 1. Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlDerasnya tuntutan agar pemerintah mampu menumbuhkan adanya good governance yaitu suatu sistem penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, bertanggung jawab dan profesional. Rekruitment penyelenggara pemerintahan di semua jenjang harus benar-benar didasarkan pada persyaratan merit system dan menolak favoritisme dan nepotisme.End Match 2. Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlSemakin tajamnya kritik masyarakat atas semakin rendahnya kualitas pelayanan publik. Masyarakat telah merasa melaksanakan kewajiban-kewajibannya tetapi seringkali hak - haknya terpasung oleh aparat pelayanan.End Match 3. Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlSemua aparat pemerintah dituntut untuk mempunyai sense of crisis sehingga mereka benar-benar paham bahwa kita sekarang sangat membutuhkan aparat pelayanan yang mampu to do more with less artinya dalam situasi yang penuh dengan krisis ini aparat pelayanan harus bekerja lebih keras dan lebih produktiv dengan serta kelangkaan sumber–sumber.End Match 4. Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlAparat pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional dengan mengedepankan terpenuhinya publicEnd MatchBegin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlaccuntability and responsibility yaitu dengan menekan sekecil mungkin pemborosan penggunaan sumber -sumber negara dan juga sekaligus memperkuat peraturan perundangan yang berlaku (the body of rules) sebagai fondasi untuk melaksanakan tugas - tugasnya.End Match 5. Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmlMasyarakat, sebagai pihak yang harus dipenuhi dan dilindungi kepentingannya (public interest), menuntut agar pemerintahEnd Match meperhatikan Begin Match to source 23 in source list: http://katnojoyo.blogspot.com/2009/06/pengaruh-politik-terhadap-birokrasi_3020.htmldengan sungguh - sungguh aspirasi mereka dan sejauh bisa memenuhinya.End Match Upaya pemberantasan korupsi yang selama lebih dari 40 tahun telah dilakukan, baik pada era Orde Lama dan Orde Baru, maupun pada era reformasi sekarang ini, belum menunjukkan hasil seperti yang kita harapkan. KKN yang merupakan penyakit kronis Orde Baru, berkembang menjadi neo-KKN di orde transisi sekarang ini. Sebenarnya pemberantasan KKN telah menjadi agenda utama gerakan reformasi yang bergulir sejak tahun 1998. Beberapa perangkat hukum yang mengatur soal pemberantasan KKN dan menciptakan aparat pemerintah yang bersih dan bertanggungjawab yang ditetapkan sejak tahun 1998 antara lain adalah Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN; Undang-undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas KKN; dan Undang-Undang Nomor 20 Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. Tahun 2001 tentang Perubahan AtasEnd Match Undang-Undang Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. NomorEnd Match 31 Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. TahunEnd Match 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang terkait dengan upaya pemberantasan korupsi adalah antara lain Keppres Nomor 44 Tahun 2000 tentang Komisi Ombudsmen Nasional, sebagai tindak lanjut dari Keppres Nomor 155 Tahun 1999 tentang Tim Pengkajian Pembentukan Lembaga Ombudsmen Nasional; PP Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan Atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah; PP Nomor 56 Tahun 2000 tentang Pelaporan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; PP Nomor 274 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah; dan Tap MPR Nomor VI/MPR/2001 yang intinya menumbuhkan kesadaran bahwa tertib sosial, ketenangan dan ketentraman hidup bersama hanya dapat diwujudkan dengan ketaatan pada hukum dan berpihak pada keadilan. Majelis Permusyawaratan Rakyat pada Sidang Istimewa tahun 1998, telah mengeluarkan Ketetapan Nomor XI/MPR/I998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Ketetapan tersebut antara lain menyatakan bahwa upaya pemberantasan korupsi harus dilakukan secara tegas dengan melaksanakan secara konsisten Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga, baik pejabat negara, mantan pejabat negara, keluarga dan kroninya, maupun pihak swasta/konglomerat termasuk mantan Presiden Suharto dengan tetap memperhatikan prinsip praduga tak bersalah dan hak asasi manusia. Untuk mencegah praktek kolusi, korupsi, dan nepotisme, ditentukan pula bahwa seseorang yang menjabat suatu jabatan negara harus bersumpah sesuai dengan agamanya dan harus mengumumkan dan bersedia diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat oleh suatu lembaga yang dibentuk oleh Kepala Negara.Sebagai pelaksanaan ketetapan MPR tersebut, di samping dibentuk Undang-undang baru, juga dilakukan pembaharuan atas Undang-Undang Pemberantasan Korupsi Nomor 3 Tahun 1971. Undang-Undang baru yang dibentuk adalah Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dari KKN yang disahkan tanggal 18 Mei 1999. Undang-Undang ini antara lain menentukan pula kewajiban setiap penyelenggara negara untuk : 1. Mengucapkan sumpah atau janji sesuai dengan agamanya sebelum memangku jabatannya 2. Bersedia diperiksa kekayaannya sebelum, selama, dan setelah menjabat 3. Melaporkan dan mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat 4. Tidak melakukan KKN; 5. Melaksanakan tugas tanpa membeda-bedakan suku, agama, ras dan golongan 6. Melaksanakan tugas dengan penuh rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela 7. Bersedia menjadi saksi dalam perkara KKN, serta dalam perkara lainnya. Selanjutnya Undang-Undang tersebut menjelaskan maksud dari penyelenggara negara yang bersih yaitu adalah penyelenggara negara yang menaati asas-asas umum penyelenggaraan negara dan bebas dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta perbuatan tercela lainnya. Asas-asas umum penyelenggaraan negara dimaksud meliputi : 1. Asas Kepastian hukum. 2. Asas Tertib Penyelenggaraan Negara. 3. Asas Kepentingan Umum. 4. Asas Keterbukaan. 5. Asas Proporsionalitas. 6. Asas Profesionalitas. 7. Asas Akuntabilitas. Untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN, Presiden selaku Kepala Negara berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 127 Tahun 1999 membentuk Komisi Pemeriksa Kekayaan Pejabat Negara, sebagai lembaga independen yang dalam pelaksanaan tugasnya bebas dari pengaruh kekuasaan eksekutif, Iegislatif dan yudikatif. Keanggotaan komisi ini terdiri dari unsur pemerintah dan masyarakat; dan terdiri dari Sub Komisi eksekutif, legislatif: yudikatif dan BUMN/BUMD. Hasil-hasil pemeriksaan Komisi Pemeriksa disampaikan kepada Presiden, DPR, dan Badan Pemeriksa Keuangan. Khusus hasil-hasil pemeriksaan terhadap pejabat-pejabat di lingkungan yudikatif juga disampaikan kepada Mahkamah Agung. Pengangkatan dan pemberhentian anggota Komisi ditetapkan dengan Keputusan Presiden setelah mendapat persetujuan DPR, untuk masa jabatan 5 tahun. Selain itu untuk memperkuat landasan hukum pemberantasan korupsi, maka Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi diganti Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. dengan Undang-Undang NomorEnd Match 31 Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. TahunEnd Match 1999 Begin Match to source 53 in source list: Christine Amelia Londong, David Saerang, Rosalina Koleangan. tentangEnd MatchBegin Match to source 130 in source list: Jawardi Jawardi. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,End Match yang diperbaharui dengan Begin Match to source 130 in source list: Jawardi Jawardi. Undang-UndangEnd Match Nomor 20 Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. Tahun 2001 tentang Perubahan atasEnd Match Undang-Undang Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. NomorEnd Match 31 Begin Match to source 117 in source list: Muhammad Hi. Hasan. TahunEnd Match 1999 tentang Begin Match to source 130 in source list: Jawardi Jawardi. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-UndangEnd Match Nomor 20 Tahun 2001 ini secara tegas menuangkan keinginan untuk memberantas praktik korupsi; antara lain dengan dimuatnya secara lebih tegas tentang unsur suap, dan juga tentang tindak pidana suap lain yang disebut sebagai gratifikasi yang berkaitan dengan jabatan, kewajiban, dan tugas. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan gratifikasi adalah pemberian dalam arti yang luas yakni meliputi pemberian uang, barang, rabat (diskon), komisi, pinjaman tanpa bunga, tiket perjalanan, fasilitas, penginapan, perjalanan, perjalanan wisata, pengobatan cuma-cuma, dan fasilitas lainnya. Pemberian tersebut, baik yang diterima di dalam negeri maupun di luar negeri dan yang dilakukan dengan mempergunakan sarana elektronik atau tanpa sarana elektronik. Dengan pencantuman gratifikasi tersebut, makin jelas bahwa berbagai fasilitas yang selama ini diragukan sebagai suatu pelanggaran atau penyelewengan menjadi jelas, yaitu semua itu termasuk kategori suap yang dapat diusut. Dalam suatu negara hukum, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih adalah merupakan salah satu kunci berhasil tidaknya suatu Negara melaksanakan tugas pemerintahan umum dan pembangunan di berbagai bidang. Yang dimaksud dengam supremasi hukum adalah keberadaan hukum yang dibentuk melalui proses yang demokratis dan merupakan landasan berpijak bagi seluruh penyelenggara negara dan masyarakat luas, sehingga pelaksanaan pembangunan secara keseluruhan dapat berjalan sesuai aturan yang telah ditetapkan. Sedangkan pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang bebas dari praktek KKN dan perbuatan tercela lainnya. Dengan demikian, supremasi hukum dan pemerintahan yang bersih yang didukung oleh partisipasi masyarakat dan atau lembaga kemasyarakatan untuk melakukan fungsi control terhadap pelaksanaan pemerintahan umum dan pembangunan merupakan salah satu upaya reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan good governance.Kondisi saat ini, memperlihatkan bahwa pembahasan mengenai masalah penyalahgunaan kekuasaan atau kewenangan yang berbentuk KKN, meskipun cukup komprehensif dan disertai peraturan perundang-undangan yang lengkap dan bagus sebagaimana diuraikan secara singkat di atas, namun belum nampak dilakukan penganan yang serius oleh pemerintah. Bila digambarkan perwujudan Korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut: Gambar 11 Korupsi di Indonesia • Skor IPK 2006 Ind 2,4, di • PERC – Annual Graft Ranking, ASEAN hanya sedikit lebih baik skor Indonesia 2006 = 8,16. dari Myanmar dan Kamboja. • Begin Match to source 40 in source list: http://pt.slideshare.net/Nanangnugrah4/optimalisasi-peran-fungsi-camat-dlm-pelayanan-publik2004, 2005, dan 2006 terkorup • Persepsi Korupsi menurut se-Asia. pebisnis – gambaran pelayanan publikEnd MatchBegin Match to source 79 in source list: http://www.powershow.com/view/3cc916-MzI4M/PEMBERANTASAN_KORUPSI_powerpoint_ppt_presentationPERC Ltd. • Barometer Korupsi Global ? Korupsi sudah terjadi di semua • The WorldEnd Match sektor. Begin Match to source 79 in source list: http://www.powershow.com/view/3cc916-MzI4M/PEMBERANTASAN_KORUPSI_powerpoint_ppt_presentationCompetitiveness Index 2006: Indonesia ranking 60; Malaysia 23, Thai 32; Philipina 49;End Match • Growth Competitiveness Begin Match to source 79 in source list: http://www.powershow.com/view/3cc916-MzI4M/PEMBERANTASAN_KORUPSI_powerpoint_ppt_presentationSingapura 3.End Match Instituteof Index ? Begin Match to source 79 in source list: http://www.powershow.com/view/3cc916-MzI4M/PEMBERANTASAN_KORUPSI_powerpoint_ppt_presentationIndonesiaEnd Match ranking MDeavnealgoepmmeenntt Begin Match to source 40 in source list: http://pt.slideshare.net/Nanangnugrah4/optimalisasi-peran-fungsi-camat-dlm-pelayanan-publik50 dengan skor 4,26. (IMD) Geneva • Jumlah hari • Indikator Kemudahan mendapatkan ijin di Melakukan Bisnis ? Indonesia ? contoh waktu waktu menunggu yang diperlukan untuk persetujuan ijin-ijin relatif mengurus ijin-ijin tertentu lebih lama dibanding di Indonesia. negara Asia lain.End Match 2 Sumber: Sjahrudin, KPK, 2007 Dari gambar di atas menunjukkan belum berhasilnya pemberantasan korupsi meskipun sudah ada perangkat hukum yang bagus dan dilengkapi dengan berbagai lembaga penangkal korupsi yang juga cukup banyak seperti Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Pengawasan Fungsional BPKP, Bawasda, Inspektorat , Pengawassn Melekat (Waskat), dan Pengawasan Masyarakat (Wasmas), disebabkan antara lain belum adanya persamaan persepsi antara penegak hukum dalam memahami dan melaksanakan peraturan perundang-undangan tersebut, dan belum mantapnya penyelenggaraan fungsi lembaga-lembaga penangkal korupsi. Sesungguhnya kondisi yang mendukung upaya untuk mencari solusi yang tuntas terhadap masalah besar ini telah tersedia, yaitu tingkat kritis masyarakat yang tidak lagi tabu untuk membuka borok penyelewengan atau KKN. Transparansi Semakin menjadi tuntutan yang tidak bisa ditawar, masyarakat semakin tergugah untuk menuntut keadilan, kebenaran, dan pemerintahan yang bersih. Masyarakat semakin memiliki keberanian untuk mengungkapkan masalah-masalah yang semula hanya menjadi bahan gunjingan. Namun demikian, dalam keadaan masih lemahnya moralitas, tradisi atau budaya disiplin, dan patuh hukum dari penyelenggara negara termasuk penegak hukumnya dan masyarakat, dan selama hukum kita belum dapat benar-benar melindungi semua orang secara adil, selama hukum masih bisa dibelokkan untuk kepentingan yang berkuasa atau kelompoknya atau yang mampu dan bersedia membayar, maka reformasi birokrasi akan berjalan timpang dan sulit untuk mewujudkan good governance yang kita cita-citakan. BAB VII Penutup R eformasi birokrasi harus merupakan bagian dari reformasi sistem dan proses, administrasi negara. Dalam konteks reformasi administrasi negara dan birokrasi di dalamnya pada hakikinya merupakan transformasi berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi. Dalam hubungan itu, reformasi birokrasi juga merupakan jawaban atas tuntutan akan tegaknya aparatur pemerintahan yang berdaya guna, berhasil guna, bertanggung jawab, bersih dan bebas KKN memerlukan pendekatan dan dukungan sistem administrasi negara yang mengindahkan nilai dan prinsip- prinsip good governance, dan sumber daya manusia aparatur negara (pejabat politik, dan karier) yang memiliki integritas, kompetensi, dan konsistensi dalam menerapkan prinsip-prinsip tersebut, baik dalam jajaran eksekuti, legislatif, maupun yudikatif. Selain dari unsur aparatur negara tersebut, untuk mewujudkan good governance dibutuhkan juga komitmen dan konsistemsi dari semua pihak, aparatur negara, dunia usaha, dan masyarakat; dan pelaksanaannya di samping menuntut adanya koordinasi yang baik, juga persyaratan integritas, profesionalitas, etos kerja dan moral yang tinggi. Dalam rangka itu, diperlukan pula perubahan perilaku yang sesuai dengan dimensi-dimensi nilai SANKRI, "penegakan hukum yang efektif” (effective law enforcement), serta pengembangan dan penerapan sistem dan pertanggung-jawaban yang tepat, jelas, dan nyata, sehingga penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan dapat berlangsung secara berdayaguna dan berhasil guna, bersih dan bertanggung jawab serta bebas KKN. Untuk dapat meluruskan kembali birokrasi pada posisi dan misi atau perannya yang sebenamya selaku “pelayan publik” (public servant), diperlukan kemampuan dan kemauan kalangan birokrasi untuk melakukan langkah-langkah reformasi birokrasi yang mencakup perubahan perilaku yang mengedepankan “netralitas, professionalitas, demokratis, transparan, dan mandiri”, disertai perbaikan semangat kerja, cara kerja, dan kinerja terutama dalam pengelolaan kebijakan dan pemberian pelayanan publik, serta komitmen dan pemberdayaan akuntabilitas instansi pemerintah. Untuk memperbaiki cara kerja birokrasi diperlukan birokrasi yang berorientasi pada hasil. Di sinilah peran akuntabilitas dalam menyatukan persepsi anggota organisasi yang beragam sehingga menjadi kekuatan bersama untuk mencapai kemajuan dalam mewujudkan citacita dan tujuan NKRI. Selanjutnya, diperlukan sosok pemimpin yang memiliki komitmen dan kompetensi terhadap reformasi administrasi negara secara tepat, termasuk dalam penyusunan agenda dan pelaksanaan kebijakan pemerintahan dan pembangunan yang ditujukan pada kepentingan rakyat, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa. Dalam rangka itu, diperlukan pula reformasi struktural, seperti independensi sistem peradilan dan sistem keuangan negara, disertai upaya peningkatan transparansi dan akuntabilitasnya kepada publik. Untuk memberantas korupsi diperlukan agenda dan prioritas yang jelas dengan memberikan sanksi kepada pelakunya (law enforcement). Di samping itu perlu dilakukan kampanye kepada masyarakat agar korupsi dipandang sebagai penyakit sosial, tindakan kriminal yang merupakan musuh publik. Pers sebagai kontrol sosial harus diberi kebebasan yang bertanggung jawab dalam mengungkap dan memberitakan tindak korupsi. Pengembangan budaya maIu harus disertai dengan upaya menumbuhkan budaya bersalah individu dalam dirinya (quilty feeling). Akhirnya satu kondisi dasar untuk pemberantasan korupsi adalah suatu keranka hukum nyata dan menegakkan hukum tanpa campur tangan politik. Tujuannya adalah untuk menghindari konflik kepentingan dan intervensi kekuasaan terhadap proses hukum. Reformasi birokrasi akan dapat menjadi syarat pemberantasan korupsi, bila terwujud badan peradilan dan system peradilan yang independen, didukung dengan keterbukaan dan system pengawasan yang efektif. Peningkatan kualitas pelayanan publik tidak hanya ditentukan oleh perangkat birokrasi di tingkat eksekutif maupun di tingkat manajerial. Lebih dari itu, kualitas nyata pelayanan publik adalah sangat ditentukan oleh perangkat birokrasi di tingkat operasional. Pada tingkatan ini sangat diperlukan institusi pemerintah daerah dengan dukungan perangkat birokrasinya yang memiliki kompetensi inti (core competence) dan ketrampilan inti (core skills) terutama menyangkut pelayanan dibidang pendidikan, kesehatan, keamanan dan ketertiban, maupun pelayanan sosial (street level public organization). Disadari bahwa saat ini masih terdapat ketimpangan dalam melaksanakan pelayanan publik di bidang infrastruktur. Dengan berefleksi melihat kedalam, bagaimana pelayanan publik dikelola, diharapkan dapat memberikan kejelasan terhadap duduk permasalahan yang telah menyebabkan ketimpangan-ketimpangan trsebut. Strategi pemberantasan korupsi harus bersifat menyeluruh dan seimbang. Ini berarti bahwa strategi pemberantasan yang parsial dan tidak komprehensif tidak dapat menyelesaikan masalah secara tuntas. Strategi pemberantasan korupsi harus dilakukan secara adil, dan tidak ada istilah “tebang pilih” dalam memberantas korupsi. Selain itu, upaya pencegahan (ex ante) harus lebih digalakkan, antara lain melalui: (1) Menumbuhkan kesadaran masyarakat (public awareness) mengenai dampak destruktif dari korupsi, khususnya bagi PNS; (2) Pendidikan anti korupsi; (3) Sosialisasi tindak pidana korupsi melalui media cetak & elektronik; (4) Perbaikan remunerasi PNS. Adapun upaya penindakan (ex post facto) harus memberikan efek jera, baik secara hukum, maupu sosial. Selama ini pelaku korupsi, walaupun dapat dijerat dengan hukum dan dipidana penjara ataupun denda, namun tidak pernah mendapatkan sanksi sosial. Efek jera seperti: (1) Hukuman yang berat ditambah dengan denda yang jumlahnya signifikan; (2) Pengembalian hasil membuka kerjasama internasional. Keterukuran strategi merupakan hal yang tidak bisa dikesampingkan. Salah satu caranya yaitu membuat mekanisme pengawasan dan evaluasi atas setiap tahapan pemberantasan korupsi dalam periode waktu tertentu secara berkala. Selain itu juga, dalam rangka penyusunan strategi yang terukur, perlu untuk melakukan survei mengenai kepuasan masyarakat atas usaha pemberantasan korupsi yang telah dilakukan pemerintahan. Suatu strategi pemberantasan memerlukan prinsip transparan dan bebas konflik kepentingan. Transparansi membuka akses publik terhadap sistem yang berlaku, sehingga terjadi mekanisme penyeimbang. Warga masyarakat mempunyai hak dasar untuk turut serta menjadi bagian dari strategi pemberantasan korupsi. Saat ini optimalisasi penggunaan teknologi informasi di sektor pemerintah dapat membantu untuk memfasilitasinya. Strategi pemberantasan juga harus bebas kepentingan golongan maupun individu, sehingga pada prosesnya tidak ada keberpihakan yang tidak seimbang. Semua strategi berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan objektif. Instrumen strategi pemberantasan lain yang menjadi bagian dari elemen masyarakat adalah pers. Transparansi dapat difasilitasi dengan baik dengan adanya dukungan media massa yang memainkan peranannya secara kuat. Dengan adanya kebebasan pers, maka kontrol masyarakat dapat semakin ditingkatkan lagi. Adanya konsep masyarakat madani merupakan konsep yang mengandung visi, misi, dan strategi tertentu dalam rangka penyelenggaraan negara guna mewujudkan nilai-nilai luhur yang terkandung di dalamnya, yang memerlukan komitmen yang kuat dari keseluruhan unsur kelembagaan yang ada dalam kehidupan bangsa bernegara, baik pemerintah maupun masyarakat. Perubahan dan peningkatan kualitas kelembagaan pada birokrasi pemerintah tersebut di atas perlu diikuti pula dengan semangat dan kualitas perubahan serupa pada lembaga-lembaga lainnya dalam masyarakat, sehingga sistem dan dinamika kelembagaan secara keseluruhan terarah pada perwujudan masyarakat madani. Dalam perjuangan mewujudkan masyarakat madani memerlukan dukungan sistem kelembagaan yang sesuai, baik dalam bidang politik, ekonomi, maupun pemerintahan. Sistem kelembagaan tersebut harus dapat menjamin terpeliharanya komitmen dan konsistensi antar perilaku (sikap, kebijakan, kegiatan, tindakan) setiap warga bangsa dan aparatur negara atau pun pemerintah dan masyarakat dengan nilai- nilai masyarakat madani sehingga perjuangan mewujudkan masyarakat madani dapat berlangsung secara harmonis, berkelanjutan, dan mencapai kinerja yang optimal dalam setiap dan seluruh tahapannya Perubahan paradigmatik yang berorientasi pada perwujudan masyarakat madani dan good governance perlu dilakukan sebagai koreksi terhadap kekeliruan masa lalu, yang secara umum berpangkal pada kurangnya konsistensi dalam memelihara dan menegakkan prinsip dan semangat yang telah disepakat melahirkan ketidak-seimbangan antara posisi dan peran pemerintah dan masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Berkembangnya ketidakseimbangan posisi dan peran pemerintah dan masyarakat tersebut untuk sebagian disebabkan oleh sistem politik dengan kultur dan perilaku politik yang tenggelam dalam kehidupan bersama dalam ”negara hukum yang demokratis”, sehingga demokrasi yang semu, ditandai dengan matinya oposisi, tabunya perbedaan pendapat, kontrol sosial tidak berjalan, lemahnya kompetensi birokrasi, berkembangnya KKN, kurang bermaknanya pelaksanaan fungsi pengawasan legislatif dan fungsional, dan lemahnya penegakkan hukum. Buku ini mencoba mengupas inti-inti refleksi yang perlu kita lihat, untuk kemudian dikelompokkan, sehingga dapat lebih mudah mengurai dan membentuk kerangka penyelesaiannya. Akan tetapi masih banyak isu/permasalahan lain yang belum terangkum dalam tulisan ini yang juga dirasakan penting kita relfeksikan bersama. Semoga setelah berefl eksi dan menjawab pertanyaan reflektif terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik diatas, kita dapat lebih tegas menentukan langkah dan memberikan kontribusi bagi peningkatan pelayanan di masa yang akan datang. Begin Match to source 64 in source list: https://es.scribd.com/doc/96394538/Bahn-KuliahDaftar Pustaka Agus Dwiyanto dan Bevaola Kusumasari. Reformasi Pelayanan Publik: Apa yang Harus Dilakukan? dalam Policy Brief, No. II/PB/2003. Agus Dwiyanto, dkk., Reformasi Tata Pemerintahan dan Otonomi Daerah, Yogayakarta: PSKK-UGM, 2003.Kompas, 23 September 2003.End Match --------------------, "Pemerintahan yang Efisien, Tanggap, dan Akuntabel: Kontrol atau Etika?" dalam Jurnal Kebijakan dan Administrasi Publik (JKAP), Yogyakarta: MAP UGM, Vol. I, No.2 , Juli 1997. Begin Match to source 89 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4801/19/DAFTAR PUSTAKA.pdfAnwar, Surya. 2000.End Match Konstribusi Begin Match to source 89 in source list: http://digilib.unila.ac.id/4801/19/DAFTAR PUSTAKA.pdfPenyuluhan Pembangunan dalam Mendukung Pelaksanaan Otonomi Daerah Seminar Pemberdayaan SDM Menuju Masyarakat Madani, Bogor : IPB. 25-26 September 2000.End Match Atep Adya Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlBarata. 2003. Dasar-dasar Pelayanan Prima. Gramedia. Jakarta.End MatchBegin Match to source 98 in source list: http://www.todaie.edu.tr/resimler/ekler/d0fc4f44f075297_ek.pdf?dergi=Amme Idaresi DergisiB. Denhardt, The New Public Service: Serving, not Steering,End Match New York: ANSI, 2002. Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlBovaird, Tonny dan Elke Loffler (2003), Public Management and Governance, London:End Match Burns, Danny; Robin Hambleton, and Paul Hoggett; The Politics of Decentralization – Revitalizing Local Democracy; London; McMillan; 1994. Caiden G.E., 1982, Public Administration,Palisades Publisher, California. Cohen, Steven and Eimicke William; Begin Match to source 74 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlIs PublicEnd Match Entrepeneurship Begin Match to source 74 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlEthical ? : A Second Look;End Match Paper Begin Match to source 74 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlprepared for presentation toEnd Match tha Begin Match to source 74 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlAnnual Meeting of the American Society for Public Administration; Philadelphia, Pennsylvania;End Match 1997. Denhart R Begin Match to source 98 in source list: http://www.todaie.edu.tr/resimler/ekler/d0fc4f44f075297_ek.pdf?dergi=Amme Idaresi Dergisi.B., 1984, Theories of Public Organization, Brooks/Cole Publishing Company, California,End Match 52-66. Dwiyanto Agus, dkk. (2006). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Esman, M.J., 1991, Begin Match to source 151 in source list: http://www.csvr.org.za/docs/policing/transformationandtheinternal.pdfManagement Dimensions of Development: Perspectives and Strategies, Kumarian Press,End Match Inc, Begin Match to source 151 in source list: http://www.csvr.org.za/docs/policing/transformationandtheinternal.pdfConnecticut,End Match 113-114, 117-118,122. Etzioni A., 1995, The Spirit of CoMasyarakat madaniunity: Right, Resposibilities and the CoMasyarakat madaniunitarian Agenda, Fontana Press, London. Begin Match to source 146 in source list: http://ksghome.harvard.edu/~pnorris/ACROBAT/Bretton02.pdfFarazmand Ali (ed). (2002). Administrative Reform in Developing Nations.End Match London: Begin Match to source 146 in source list: http://ksghome.harvard.edu/~pnorris/ACROBAT/Bretton02.pdfPraeger.End Match Ferlie E., dkk, Begin Match to source 144 in source list: Benchmarking: An International Journal, Volume 20, Issue 6 (2013-10-05)1996, The New Public Management in Action, Oxford University Press, Oxford,End Match 9-15. Flyn, Norman; Public Sector Management; Harvester Wheatsheaf; London; 1990. -------------- Begin Match to source 85 in source list: Submitted to University of Northumbria at Newcastle on 2017-08-14(2000). Managerialism and Public Services: Some International Trends. In J. Clarke. S. Getwirtz & E McLaughlin (Eds.). New Managerialism, New Welfare? London, UK: Sage/Open University.End MatchBegin Match to source 185 in source list: Ferri, Paolo <1982>(Bonini Baraldi, Sara, Masino, Giovanni and Zan, Luca). Fontana, A.End Match dan Begin Match to source 185 in source list: Ferri, Paolo <1982>(Bonini Baraldi, Sara, Masino, Giovanni and Zan, Luca). Frey J.H.,End Match 1994, Interviewing: Begin Match to source 185 in source list: Ferri, Paolo <1982>(Bonini Baraldi, Sara, Masino, Giovanni and Zan, Luca). TheEnd Match Art of Science, dalam Norman K. Denzin dan Yvonaa S. Lincoln (ed.), Begin Match to source 115 in source list: Submitted to University of Leeds on 2017-09-08Handbook of Qualitative Research,End Match sage publication, London, Begin Match to source 115 in source list: Submitted to University of Leeds on 2017-09-08361-376. Frederickson, HEnd Match George; Begin Match to source 115 in source list: Submitted to University of Leeds on 2017-09-08The Spirit of Public Administration; Jossey- BassEnd Match Publishers; San Fransisco; 1997. Begin Match to source 134 in source list: Submitted to University of Westminster on 2012-08-15Gaster, Lucy; Quality in Public Services, Managers Choices; Open University Press; BuckinghamEnd Match - Philadephia; 1995. Hoessein, Bhenyamin; Pergeseran Paradigma Otonomi Daerah Dalam Rangka Reformasi Administrasi Publik di Indonesia; Makalah disajikan dalam Seminar Reformasi Hubungan Pusat-Daerah Menuju Indonesia Baru : Beberapa Masukan Kritis Untuk Pembahasan RUU Begin Match to source 106 in source list: https://es.scribd.com/document/361457980/S2-2014-276008-chapter1Hamid Edy Suandi dan Malian SobirinEnd Match (ed). Begin Match to source 106 in source list: https://es.scribd.com/document/361457980/S2-2014-276008-chapter1(2005). Memperkokoh Otonomi Daerah: Kebijakan, Evaluasi, dan Saran. Yogyakarta: UII Press.End Match Cetakan Kedua. Ida, Laode, 2000. Otonomi Daerah dan Demokrasi Lokal. Lokakarya Membangun Otonomi Daerah. Klaten : Persepsi, 6 Mei 2000. Inu Kencana Syafi'i, dkk., Ilmu Administrasi Publik, Jakarta: Rineka cipta, 1999 Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlIslamy M. Irfan.End Match (2003). Begin Match to source 49 in source list: http://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlDasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik. Malang:End Match PDIA FIA UNIBRAW. Jay M. Shafritz dan Albert C. Hyde, Classics of Public Administration, USA: Harcourt Brace & company, 1978. John Stuart Mill. 1993. Begin Match to source 182 in source list: Submitted to University of Hull on 2008-12-03Utilitarianism, On Liberty, Consideration on Representative Government,End Match Vermont: Everyman. Begin Match to source 69 in source list: Submitted to University College London on 2008-10-02Joshi, Anuradha and Mick Moore.End Match 2003. Begin Match to source 69 in source list: Submitted to University College London on 2008-10-02Institutionalised Co- production: Unorthodox Public Service Delivery in Challenging Environments. TheEnd Match Institute Begin Match to source 69 in source list: Submitted to University College London on 2008-10-02of Development Studies.End Match Brighton. Kiser, Larry L. & Stephen L. Percy. Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-011980. The Concept of Coproduction and ItsEnd Match Implication Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-01for Public Service Delivery. Paper presented at theEnd Match 1980 Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-01AnnualEnd Match Meetings Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-01of the American SocietyEnd Match for Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-01Public Administration,End Match on April 13- 16. Indiana University. Bloomington. Begin Match to source 90 in source list: http://soc.kuleuven.be/io/pubpdf/IO0006005_egpa_spanhove.pdfKooiman, J. (ed), 1993, Modern Governance: New Government-Society Interactions. London:End Match Sane Publications. Leach, Steve; John Stewart, and Kieron Walsh; The Changing Organization and Management of Local Government; London; McMillan Press Ltd; 1994. Leisher, Susannah Hopkins & Stefan Nachuk. Begin Match to source 113 in source list: Submitted to University of Brighton on 2014-09-252006. Making Services Work for the Poor: AEnd Match Syinthesis Begin Match to source 113 in source list: Submitted to University of Brighton on 2014-09-25of Nine Case Studies from Indonesia.End Match Available Begin Match to source 113 in source list: Submitted to University of Brighton on 2014-09-25onlineEnd Match at Begin Match to source 113 in source list: Submitted to University of Brighton on 2014-09-25http://End Match www.innovations. harvard.edu/ Begin Match to source 61 in source list: Submitted to University College London on 2010-09-01Marschall, Melissa J. 2004. Citizen Participation and the Neighborhood Context: A New Look at the Coproduction of Local Public Goods. Political Research Quarterly.End Match Academic Research Library. Mayerson Begin Match to source 114 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Martin and Banfield Edward C.End Match (l985). Begin Match to source 114 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Politics, Planning, and The Public Interest. New York:End Match The Begin Match to source 114 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Free Press.End Match McLaverty, Peter. 2002. Public Participation and Innovations in Community Governance. Ashgate. England. McNabb David Begin Match to source 100 in source list: Submitted to University of Leicester on 2012-12-09E. (2002). Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management: Quantitative and Qualitative Approaches. New York: M.E. Sharpe, Inc.End Match Miftah Thoha, Ilmu Administrasi Negara, Jakarta: Rajawali Press, cet. keVIII, 2003. Napitupulu Paimin. (2007). Menakar Urgensi Otonomi Daerah. Bandung: PT Alumni. ---------------------- (2007). Pelayanan Publik & Customer Satisfaction. Bandung: Alumni. Begin Match to source 75 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceNasir M. Safar, dkk.End Match (ed). (2003). Begin Match to source 75 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-sciencePengukuran Kinerja Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UAD Press.End Match Cetakan ketiga. Begin Match to source 118 in source list: Submitted to University of Birmingham on 2011-01-20Norton Alan (1994).End Match Internastional Begin Match to source 118 in source list: Submitted to University of Birmingham on 2011-01-20Handbook of Local and Regional Government: AEnd Match Comparative Begin Match to source 118 in source list: Submitted to University of Birmingham on 2011-01-20Analysis ofEnd Match Advenced Democracies. Cheltenham: Begin Match to source 118 in source list: Submitted to University of Birmingham on 2011-01-20Edward Elgar.End MatchBegin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmlNurcholis, Hanif. (2005). Teori dan Praktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah. PT. Grasindo. JakartaEnd Match ----------------------(2007). Teori Begin Match to source 12 in source list: http://dedeandreas.blogspot.com/2015/03/kualitas-pelayanan-publik-bagi.htmldanEnd MatchBegin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdfPraktik Pemerintahan dan Otonomi Daerah.End Match Jakarta: Begin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdfGrasindo.End Match Cetakan Kedua. Begin Match to source 109 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/7351/1/6103.pdfOsborne DavidEnd Match and Gaebler Ted. (1992). Begin Match to source 141 in source list: https://vibdoc.com/public-administration-comparative-public-administration-the-.htmlReinventing Government: How theEnd Match Entrepreneural Begin Match to source 141 in source list: https://vibdoc.com/public-administration-comparative-public-administration-the-.htmlSpirit is Transforming the Public Sector.End Match United Begin Match to source 141 in source list: https://vibdoc.com/public-administration-comparative-public-administration-the-.htmlState:End Match David Osborne and Begin Match to source 143 in source list: Theresia Octastefani, Bayu Mitra Adhyatma Kusuma. Ted Gaebler.End Match ------------------------------ (1996). Begin Match to source 143 in source list: Theresia Octastefani, Bayu Mitra Adhyatma Kusuma. Mewirausahakan Birokrasi, terj. Abdul Rasyid, Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo,End MatchBegin Match to source 150 in source list: http://www.airitilibrary.com/Publication/alDetailedMesh1?DocID=U0001-1902200916005300Osborne David and Plastrik Peter. (1997). Banishing Bureaucracy: The FiveEnd Match S Begin Match to source 175 in source list: https://issuu.com/sijori/docs/haluankepri_12juli2011t r a t e g iEnd Match e s f o Begin Match to source 175 in source list: https://issuu.com/sijori/docs/haluankepri_12juli2011rEnd Match Reinventing Government. USA: Perseus Books Publishing. ------------------------------, Memangkas Birokrasi: Lima Strategi Menuju Pemerintahan Wirausaha, terj. Abdul Rasyid dan Ramelan, Jakarta: PPM, 2000. Janet V. Denhardt dan Robert Begin Match to source 69 in source list: Submitted to University College London on 2008-10-02Ostrom, Elinor. 1996. Crossing the Great Divide: Coproduction, Synergy, and Development. World Development, Vol. 24, No. 6End Match (June 1996), 1073 Begin Match to source 122 in source list: Submitted to Imperial College of Science, Technology and Medicine on 2003-06-04-87. Pollitt, C. (1990). Managerialism and Public Services: The Anglo-End Match Amirican Experiences. Begin Match to source 122 in source list: Submitted to Imperial College of Science, Technology and Medicine on 2003-06-04Oxford: Basil Blackwell.End Match ---------------- (2000). Begin Match to source 90 in source list: http://soc.kuleuven.be/io/pubpdf/IO0006005_egpa_spanhove.pdfPublic Management Reform: A Comparative Analysis. New York: Oxford University Press.End Match Purwanto Erwan Agus dan Wahyudi Kumorotomo. (2005). Birokrasi Publik: dalam Sistem Politik Semi Parlementer. Yogyakarta: Gava Media. Raadschelders Jos C.N. (2000). Government: A Public Administration Perspective. New York: M.E. Sharpe, Inc. Routledge Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlMauro, Paul (1998), Corruption: Causes, Consequences, and Agenda for Further Research dalam Finance & Development, A Quarterly Publication of IMF and the World Bank, March, hal.12End Match Salamon, Leister Begin Match to source 142 in source list: http://www.familis.org/riopfq/publication/pensons81/deslauriers.htmlM. (1995) Partners in Public Service. Baltimore.End Match The Begin Match to source 142 in source list: http://www.familis.org/riopfq/publication/pensons81/deslauriers.htmlJohn Hopkins University Press.End Match Sattell Begin Match to source 75 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceDavid C. and Basehart Harry. (2001). State and Local Government: Politics and PublicEnd Match Policy. Begin Match to source 75 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceNew York: McGraw-Hill Companies, Inc.End Match Seventh Edition. Begin Match to source 133 in source list: Submitted to Queen Mary and Westfield College on 2012-01-08Savas, E S; Privatization, The Key to Better Government; New Jersey : ChathamEnd Match House Publisher Inc.; 1987. Sedarmayanti. (2004). Begin Match to source 180 in source list: Luchman Sanjaya. Good GovernanceEnd Match (Keperintahan Begin Match to source 180 in source list: Luchman Sanjaya. yang Baik). Bandung: Mandar Maju.End Match -------------- (2005). Desentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah. Bandung: Humaniora. Seeta Mishra, (1999). Reforming Public Sector Through Better Citizen Governance – A Case of Andhra Pradesh India, National Institute of Public Administration, Malaysia. Begin Match to source 152 in source list: Submitted to iGroup on 2014-07-07Shafritz Jay M. and Russell EW. (2005). Public Administration:End Match Introducing. NewYork: Begin Match to source 152 in source list: Submitted to iGroup on 2014-07-07PearsonEnd Match Education, Inc. Fourth Edition. Sinambela Lijan Poltak, dkk. (2006). Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Reformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi.End Match Jakarta: PT Begin Match to source 60 in source list: Arif Zainudin. Bumi Aksara.End MatchBegin Match to source 139 in source list: http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/download/920/389Sjamsiar Sjamsuddin. (2006). Dasar-Dasar Teori Administrasi Publik. Malang: Yayasan Pembangunan.End Match -------------------------- Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universitas Brawijaya on 2016-06-15(2008). Administrasi Pemerintahan Lokal. Malang:End Match Arsitek Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universitas Brawijaya on 2016-06-15YPN.End Match Starling, Grover; Managing Public Sector; School of Business and Public Administration; University of Houston; Clear Lake Hart Cour; College Publisher USA; 1998. Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlSuharto, Edi (2008b), Analisis Kebijakan Publik, Bandung: Alfabeta (Cetakan keempat)End Match Sukowati Praptining, 2007. Reformasi Birokrasi dalam Manajamen Pelayanan Publik. Jurnal Publisia Malang. ---------------------------,2008. Hasil Penelitian: Indeks Kepuasan Masyarakat dalam Pelayanan Publik. Hasil kerjasama Begin Match to source 173 in source list: http://lomboknews.com/2011/10/20/pt-newmont-nusa-tenggara-bagikan-deviden-2011/dengan Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat dan Pemerintah KabupatenEnd Match Malang. ---------------------------,2009. Hasil Penelitian: Begin Match to source 94 in source list: http://digilib.unmer.ac.id/index.php/35/nha-cung-cap-dieu-hoa-va-sua-chua-gia-re.htmly-21-apr-09-e/index.php?category=entertainment-tonight&subcategory=philippine-entertainment-portal5¨å¸‚民公園¼ãƒ†ã‚£ã‚·ãƒ§ãƒ³/°ìŠ¹-세레모니-포함720px264mkv4d55cb1741e79d4904d531169058c66600e304206cc0a94b22343ddee0a1eaa14348a6c14043b5de7eab8818e947f2b758019b8682edd4e46f3c86f5bb3a1e01badd124206191e02067850cecb8b5a8c504c6e4251eec0e3b3e590ec699372792954f64922162823TEŠï¾Ÿï½¿ï½ºï¾æ•™å®¤9Ešâ€‹ážŸáž˜áŸ’រាប់​បណ្តឹង​ឧទ5Tlhaa01VSlNVRlF3UFE9PQ==¸æ¯”具有无与伦比的优势!pZYUhaV2JYQkhXVlUxYzFWclZsVmlWR3h5V1ZST2IxZHNXbGhPVlU1WVlYcEdNVlpHVW5KUVVUMDk=/others20130114.html8µà¸¢.htmlAำบัดน้ำเสีย.html80สีย.htmlー-authentic-player-ユニフォーム-ロード-majesticヤンキース-p-882.htmlww.2egis.com99พรà¹%ic ­à¸¡.html§å­¦ç”Ÿç ”究優秀発表賞を叓žã‚’受賞[電気通信大学+情報理工学部]amansara-perdanaL”ไฟLED.html0¸šà¸²à¸¥.html0หนือวิทยาคม.html4ม.html0¸„ม.htmllA81ã®ä»–lhtml1ย์.htmlManfaat dan Dampak Diklat Kepemimpinan II, III, Dan IV bagi Peningkatan Kompetensi Aparatur danEnd Match Kinerja Satuan Begin Match to source 94 in source list: http://digilib.unmer.ac.id/index.php/35/nha-cung-cap-dieu-hoa-va-sua-chua-gia-re.htmly-21-apr-09-e/index.php?category=entertainment-tonight&subcategory=philippine-entertainment-portal5¨å¸‚民公園¼ãƒ†ã‚£ã‚·ãƒ§ãƒ³/°ìŠ¹-세레모니-포함720px264mkv4d55cb1741e79d4904d531169058c66600e304206cc0a94b22343ddee0a1eaa14348a6c14043b5de7eab8818e947f2b758019b8682edd4e46f3c86f5bb3a1e01badd124206191e02067850cecb8b5a8c504c6e4251eec0e3b3e590ec699372792954f64922162823TEŠï¾Ÿï½¿ï½ºï¾æ•™å®¤9Ešâ€‹ážŸáž˜áŸ’រាប់​បណ្តឹង​ឧទ5Tlhaa01VSlNVRlF3UFE9PQ==¸æ¯”具有无与伦比的优势!pZYUhaV2JYQkhXVlUxYzFWclZsVmlWR3h5V1ZST2IxZHNXbGhPVlU1WVlYcEdNVlpHVW5KUVVUMDk=/others20130114.html8µà¸¢.htmlAำบัดน้ำเสีย.html80สีย.htmlー-authentic-player-ユニフォーム-ロード-majesticヤンキース-p-882.htmlww.2egis.com99พรà¹%ic ­à¸¡.html§å­¦ç”Ÿç ”究優秀発表賞を叓žã‚’受賞[電気通信大学+情報理工学部]amansara-perdanaL”ไฟLED.html0¸šà¸²à¸¥.html0หนือวิทยาคม.html4ม.html0¸„ม.htmllA81ã®ä»–lhtml1ย์.htmlKerja Perangkat Daerah (SKPD) Di Kabupaten Malang,End Match Hasil kerjasama dengan Pemerintah Kabupaten Malang. Begin Match to source 145 in source list: Mustari, Nuryanti, and Lukman Hakim. Sumiharjo Tumar. (2008). Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Melalui Pengembangan Potensi Daerah. Bandung:End Match Fokusmedia. Suwarno, Yogi. 2005. The Emergence of Public Participation in Contemporary Indonesia: Coproduction Role of Neighborhood Association in delivering Public Service. Master Thesis at GSPA-ICU, Tokyo. Tamim Feisal. Begin Match to source 158 in source list: https://id.scribd.com/doc/26420882/1-BAB-I-PENDAHULUAN-Akhir-Akhir-Ini-Ramai(2004). Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara. Jakarta: Belantika.End Match Wasistiono Sadu. (2003). Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: Fokusmedia. Weneger, Alexander; Competition between public and private service producers, Inovative local governments in international perspective; Paper prepared for the 1997 Begin Match to source 74 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlNational Conference of the American Society for Public Administration;End Match Philadelphia, Pennyslvania, 1997. Wibawa Samodra. Begin Match to source 132 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-08-10(2004). Reformasi Administrasi: Bunga Rampai PemikiranEnd Match Adminisatrasi Begin Match to source 132 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-08-10Negara/Publik.End Match Yogyakarta: Begin Match to source 132 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-08-10Gava Media. Widodo Joko.End Match (2008). Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayumedia Publishing. Cetakan Keempat. Begin Match to source 6 in source list: http://www.lkpsmartmulticourse.com/2016/02/penerapan-kebijakan-pelayanan-publik.htmlWikipedia (2008), Pelayanan Publik, http://id.wikipedia.org/ wiki/Pelayanan_publik (diakses 6 Oktober)End Match Zeithaml, Valerie A. et. al. Begin Match to source 147 in source list: http://wkwk.lecture.ub.ac.id/tag/pelayanan-publik-berbasis-kebutuhan/1990. Delivering Quality Service. The Free Press. New York 1End Match 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260