Search for collections on University of Merdeka Malang Repository

Hak tanggungan sebagai satu-satunya lembaga jaminan hak atas tanah

Ganggas, Gaspar (2007) Hak tanggungan sebagai satu-satunya lembaga jaminan hak atas tanah. Jurnal Transmisi, 3 (1).

Full text not available from this repository.

Abstract

Sebelum diundangkannya UU No. 4 Tahun 1996 tanggal 9 April 1996 tentang Hakk Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang terkait dengan tanah, sebenarnya dikenal beberapa lembaga jaminan yang berobyekan tanah seperti lembaga hipotik, credietverband dan fidusia.

Pada era sebelum berlakunya UU No. 5 Tahun 1960 tanggal 24 September 1960, di Indonesia masih ada dualisme hukum pertanahan karena ada tanah-tanah yang tunduk pada hukum adat.

Untuk tanah yang tunduk pada hukum perdata barat seperti hak eigendam erpacht dan postal dapat dijadikan jaminan hutang dengan hipotik, sedangkan untuk tanah masyarakat adat yang tunduk pada hukum adat dapat dijadikan jaminan hutang dengan credietverband (Stb. 1908 – 504 jo Stb. 1937 – 190).

Adanya dualisme hukum tanah tersebut sangat tidka cocok dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagai negara kesatuan yang menghendaki adanya unifikasi hukum pertanahan. Karena itu lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 merupakan perwujudan cita-cita unifikasi hukum pertahanan di Indonesia.

Di dalam UU No. 5 Tahun 1960 tersebut, khususnya pasal 51 menegaskan bahwa : “hak tanggungan yang dapat dibeban pada hak milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan tersebut dalam pasal 25, 33 dan 39 di atur dengan UU. Jadi hak tanggungan yang sekarang dijabarkan dalam UU. No. 4 Tahnu 1996 tersebut memiliki landasan hukum yakni Pasal 51 di atas.

Kemudian ditegaskan dalam Pasal 57 UU No. 5 Tahun 1960; selama UU mengenai hak tanggungan sebagaimana tersebut dalam Pasal 51 belum terbentuk, maka yang berlaku adalah ketentuan mengenai hipotik tersebut dalam KUH Perdata Indonesia dan Credietverband tersebut dalam Stb. 1908 – 542 jo Stb. 1937 – 190).

Dari informasi kedua pasal dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Hak tanggungan merupakan lembaga jaminan yang berobyekan tanah hak milik, hak guna usaha, dan hak bangunan.

2. Ketentuan hipotik dalam KUH Perdata dan Stb. 1908 – 542 jo Stb. 1937 – 190 telah diangkat untuk mengatasi kekosongan materiil berkenaan dengan hak tanggungan.

3. Ketentuan formil hipotik dan credietverband tidak diperlukan lagi dan digantikan dengan ketentuan UUPA dan Peraturan-peraturan pelaksanaanya.

Lahirnya UU Hak Tanggungan sebagaimana dijanjikan Pasal 51 UU No. 5 Tahun 1960, merupakan perwujudan tercapainya unifikasi hukum pertahanan dalam arti yang utuh dan sekaligus mengakhiri berlakunya ketentuan hipotik dan credietverband. Hal demikian itu secara tegas ditemukan dalam Pasal 29 UU No. 4 Tahun 1996 yang mengatakan : “Dengan berlakunya undang0undang ini, ketentuan mengenai credietverband sebagaimana tersebut dalam Stb. 1908 – 542 jo Stb. 1909 – 586 dan Stb. 1909 – 584 yang telah diubah dengan Stb. 1937 – 190 jo Stb. 1937 – 191 dan ketentuan mengenai hypoteek sebagaimana tersebut dalam buku II KUH Perdata Indonesia sepanjang mengenai pembebanan hak tanggungan pada hak atas tanah beserta benda-benda yang berkaitan dengan tanah dinyatakan tidak berlaku”.

Judul UU No. 4 Tahun 1996 tersebut menurut penulis kurang tepat, oleh karena cakupannya terlalu luas dimana benda-benda yang berkaitan dengantanah juga diaturnya. Pada hal UU No. 4 Tahun 1996 itu bersumberkan dari UUPA khususnya Pasal 51 tentang hak tanggungan. Dalam Pasal 51 tersebut jelas dikatakan Hak Tanggungan yang dapat dibebankan pada hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan akan diatur undang-undang.

Implikasi dari judul Undang-undang Hak Tanggungan tersebut, menimbulkan kesan seolah-olah bahwa hukum pertanahan di Indonesia menganut asas accesie (perlekatan vertical) dimana tanah dan benda-benda di atasnya merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Implikasi diterimanya atas accesie adalah kalau tanah dijadikan sebagai jaminan hutang maka segala sesuatu yang melekat di atasnya otomatis ikut sebagai jaminan.

Undang-undang No. 5 Tahun 1960 sebagai sumber lahirnya UU No. 4 Tahun 1996, jelas-jelas berasaskan hukum adat ( Pasal 5 UU No. 5 Tahun 1960) dan hukum adat menganut asas pemisahan horizontal artinya tanah dipisahkan dari benda-benda yang terdapat di atasnya. Konsekuensi dari asas pemisahan horizontal itu adalah kalau tanah dijadikan jaminan hutang, tidak otomatis benda-benda di atasnya ikut sebagai jaminan. Kalau dikehendaki untuk ikut dijadikan jaminan hutang, maka harus dinyatakan secara tegas dalam perjanjian pemberian jaminannya.

Item Type: Article
Additional Information: Nama : Gaspar Ganggas NIDN : 0710025501
Uncontrolled Keywords: Hak tanggungan, lembaga jaminan atas tanah
Divisions: Fakultas Hukum > S1 Hukum
Depositing User: tassa Natassa Auditasi
Date Deposited: 20 Feb 2022 07:58
Last Modified: 20 Feb 2022 07:58
URI: https://eprints.unmer.ac.id/id/eprint/2635

Actions (login required)

View Item View Item