This is a preview of the print version of your report. Please click "print" to continue or "done" to close this window.

done

or Cancel

 
Similarity Index
21%
Similarity by Source
Internet Sources:
20%
Publications:
1%
Student Papers:
2%

Begin Match to source 80 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-semoga-kedepan-lembaga-penelitian-dan-pengabdian-k.htmlMODEL NEW GOVERNANCE DALAM GOOD GOVERNANCE DR. Praptining Sukowati, SH. MSiEnd MatchBegin Match to source 80 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-semoga-kedepan-lembaga-penelitian-dan-pengabdian-k.htmlMODEL NEW GOVERNANCE DALAM GOOD GOVERNANCE DR. Praptining Sukowati, SH, MSiEnd Match Editor & Layout : Vicky Nelwan Cover : Dimas Aditya Edisi Kedua Cetakan Pertama, Juli 2012 Begin Match to source 54 in source list: http://kimia.um.ac.id/wp-content/uploads/2014/10/Binder1_SNKP-2014-Atribut+Daftar-isi.pdfHak Cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi buku ini ke dalam bentuk apapun, secara elektronis maupun mekanis, termasuk fotokopi, merekam, atau dengan teknik perekaman lainnya, tanpa izin tertulis dari penerbit. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2000 tentang Hak Cipta, Bab XII Ketentuan Pidana, Pasal 72, Ayat (1),(2) dan (6).End Match ISBN : 978-602-8624-97-8 Diterbitkan Oleh : @ 2012 Program Pascasarjana UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG ii Kata Pengantar Direktur Program Pascasarjana Universitas Brawijaya Malang Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfGood governance adalah penyelenggaraan pemerintahan (good governance) yang mampu mendorong dan memfasilitasi terbentuknya hubungan yang saling mendukung, selaras, seimbang dan adil antaraEnd MatchBegin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfpemerintah (the state), masyarakat (civil society) dan dunia usaha (business sector). Ketiga unsur ini memainkan peranan yang berbeda tetapi harus saling mendukung untuk menciptakan kegiatan produktif yang semakin besar.End Match Tujuan adanya Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfkebijakan untuk meningkatkan administrative governanceEnd Match adalah terwujudnya Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfpendayagunaan dan rightsizing aparatur negara agar mampu menyelenggarakan pelayanan publik dengan lebih cepat dan lebih baik,End Match adanya Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfprivatisasi; pelembagaan mekanisme pembentukanEnd Match consensus yang Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfmendorong otonomi daerah;End Match serta Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfmeningkatkan keamanan dan stabilitas, menegakkan hukum dan fungsi peradilan; mendorong pelayanan prima dan inovasi; memperluas pemanfaatan teknologi informasi untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas instansi pemerintah.End Match Upaya tersebut adalah dalam rangka pening- katan Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfsistemik kinerja operasional sektor publik secara terencana.End Match Sedangkan adanya Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfpenerapan ide-ide baru atau kombinasi ide guna meningkatkan sistem administrasi agar mampu melaksanakan tujuanEnd Match reformasi dan Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfpembangunan nasionalEnd Match dilakukan melalui Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfpenggunaan otoritas dan pengaruh secara sengaja dan terencana dalam penerapan cara-cara baru terhadap sistem administrasi, merubah tujuan, struktur danEnd Match prosedurnya Begin Match to source 22 in source list: http://sofian.staff.ugm.ac.id/kuliah/Reformasi Administrasi.pdfsehingga meningkat kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas pembangunan.End Match Untuk meningkatkan profesionalisme dan integritas birokrasi peme- rintahan di dalam meningkatkan kualitas perlu dilakukan Begin Match to source 99 in source list: http://egg-animation.blogspot.com/2012/08/reformasi-birokrasi-contoh-makalah-dan.htmlmelalui penguatan perundang-undangan, perubahan perilaku, penataan organisasiEnd Match dan Begin Match to source 99 in source list: http://egg-animation.blogspot.com/2012/08/reformasi-birokrasi-contoh-makalah-dan.htmlpenataan tatalaksana,End Match SDM, Begin Match to source 99 in source list: http://egg-animation.blogspot.com/2012/08/reformasi-birokrasi-contoh-makalah-dan.htmlpenerapan budaya organisasi,End MatchBegin Match to source 99 in source list: http://egg-animation.blogspot.com/2012/08/reformasi-birokrasi-contoh-makalah-dan.htmlpenguatan akuntabilitas, pemberantasan KKN, penerapan sistem monitoring, evaluasi dan pengawasanEnd Match birokrasi yang semakin Begin Match to source 99 in source list: http://egg-animation.blogspot.com/2012/08/reformasi-birokrasi-contoh-makalah-dan.htmlmelibatkan masyarakat.End Match Buku “Model New Governance dalam Good Governance”, yang ditulis oleh saudari Praptining Sukowati, mahasiswa kami, Program Studi Doktor Ilmu Administrasi Publik, telah memberikan banyak Begin Match to source 132 in source list: http://library.unmer.ac.id/index.php?p=show_detail&id=24576ulasan tentang bagaimana upaya pemerintah daerah dalam mewujudkan good governance. Demikian pula mengulas tentang adanyaEnd MatchBegin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfbudaya kerja korporat yang ditandai dengan semangatEnd Match i Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfprofesionalismeEnd Match yang Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfperlu diwadahi dalam model organisasi yang sesuai, sehingga semangat tersebut dapat terus dikembangkan. Apalagi jika dikaitkan dengan tantangan global yang menuntut agar organisasi publik, termasuk pula birokrasi pemerintah daerah menjadi semakin ramping, efektif, efisien, serta responsif. Model organisasi hirarkhis dengan sistem komando terpusat semakin dirasakan tidak memadai lagi untuk mengikuti cepatnya laju perkembangan masyarakat.End Match Semoga buku ini dapat semakin dapat memberikan wawasan bagi kita semua khususnya di kalangan perguruan tinggi, baik mahasiswa S1, S2, S3,maupun para dosen, para pejabat dan apara- tur publik serta masyarakat umum, dalam semangat untuk mening- katkan kinerja aparatur pemerintah di negara kita. Dalam konteks globalisasi, tentunya aparatur publik Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfsemakin dituntut untuk memiliki daya saing sehingga otomatis penguasaan ilmu pengetahuan menjadi kata kunci bagiEnd Match aparatur publik untuk dapat bertahan dan mengembangkan diri. Direktur, ii Begin Match to source 171 in source list: http://e-journal.uajy.ac.id/16132/1/Peran Jejaring Sosial  dalam-F.ANITA.pdfKata Pengantar Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UniversitasEnd Match Merdeka Malang Model New Governance merupakan perkembangan baru dalam literatur manajemen publik yang mengidealkan kerjasama, interaksi atau kemitraan antara pemerintah, swasata dan masyarakat dalam proses pemerintahan secara umum, yang dalam tulisan ini dibatasi pada aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Metamorfosis model itu dapat ditelusuri dari model administrasi publik klasik (Classical Public Administration) dan model manajemen publik baru New New Governance, yang muncul pada tahun 1990-an bersamaan dengan maraknya gerakan pembaruan sistem pemerintahan sebagai upaya untuk memecahkan berbagai persoalan publik yang juga dikenal dengan istilah “Modern Governance” atau “Good Governance” (World Bank, IMF, dan UNDP, 1995). Sistem pemerintahan dikatakan baik jika sistem tersebut dapat mengelola sumberdaya dan masalah- masalah publik secara efektif, efisien dan responsif yang melibatkan lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat yang ada di dalam suatu negara. Dengan kata lain, transformasi sistem pemerintahan diarahkan untuk memfasilitasi transaksi yang luas, bebas dan terbuka an tara berbagai elemen di dalam sebuah negara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan budayanya (Bank Dunia, 1994). Di dalam model New Governance, penyelenggaraan pemerin- tahan di bangun berdasarkan pola interaksi baru antara pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan dan menyediakan kebijakan dan pelayanan publik. Konsepsi tersebut berkembang dari bentuk- bentuk pengaturan yang dilakukan oleh aktor-aktor sosial, ekonomi, dan politik dalam proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan pemahaman yang demikian, model New Governance identik dengan model pemerintahan interaksionis dan model pengelolaan sistem pelayanan publik yang menganut prinsip co- production atau co-arrangement. Kemunculan model manajemen baru itu dilatar belakangi oleh suatu kesadaran bahwa sebenarnya kegiatan penyediaan pelayanan publik merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh jaringan kerja (networks) dari berbagai organisasi, baik yang ada di lingkungan pemerintah maupun masyarakat (Public Management). iii Adanya buku “Model New Governance dalam Good Governance”, yang ditulis oleh saudara Praptining Sukowati, SH, MSi dosen Fakultas Ilmu Administrasi Negara di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Merdeka Malang ini, akan semakin memberikan warna terkait dengan perdebatan publik yang berlangsung saat ini khususnya tentang pergeseran nilai-nilai dalam upaya peningkatan kualitas aparatur publik di negara kita. Semoga buku ini dapat berguna dalam upaya memperkenalkan paradigma New Governance diarahkan untuk melengkapi kekurangan paradigma manajemen publik baru yang dianggap masih kurang efektif dan kurang mendapat dukungan dari berbagai pihak sebagai model kebijakan dan pelayanan publik alternatif yang pro-rakyat. Dekan, DR. Kridawati Sadhana, MS. iv Kata Pengantar Ketua Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) Sebagai gagasan visioner yang menawarkan alternatif solusi bagi pemecahan problem penyelenggaraan pelayanan publik di Indoensia, implementasi model New Governance tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Diperlukan sejumlah intervensi strategis untuk memungkinkan implementasinya dengan mempertimbangkan secara seksama semua faktor penentu yang melingkupinya. Kritik yang sering dilontarkan berkaitan dengan upaya mengadopsi kerangka kerja baru itu adalah bahwa model New Governance merupakan konstruk historis yang tidak memiliki basis eksistensi Indonesia. Sebagai gagasan yang dikembangkan di negara-negara Barat, model New Governance tidak dapat dengan serta merta diadopsike dalam praktek penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia. Kekawatiran itu berkaitan dengan sindrom metodologis yang cukup umum dikenal yaitu loncatan normatif (normative leap)atau kegagalan ekologis (Zifcak, 1994).Yang dimaksudkan adalah bahwa adopsi suatu kerangka kerja atau paradigma baru memerlukan sejumlah adaptasi dengan time horizon yang juga panjang, atau proses tersebut akan mengalami kegagalan total. Sedangkan dinamika interaksional berkaitan dengan konflik yang timbul antara aktor-aktor yang bersaing dalam arena prosesa dministrasi pengam- bilan keputusan. Dalam hal ini kepentingan dan orientasi para politisi akan berbenturan dengan prioritas dan logika birokrasi. Konflik yang timbul antara lain berkaitan dengan pertentangan antara orientasi kepentingan “constituent” dengan peran“rationality of planning”, diskriminasi politik berbenturan dengan netralitas birokrasi, dan kontrol politik berbenturan dengan otoritas untuk mencapai rasio- nalitas manajemen. Dengan memperhatikan dimensi-dimensi dalam dinamika interaksional tersebut, buku Begin Match to source 80 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-semoga-kedepan-lembaga-penelitian-dan-pengabdian-k.html“Model New Governance dalam Good Governance”,End Match yang ditulis oleh Begin Match to source 80 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-semoga-kedepan-lembaga-penelitian-dan-pengabdian-k.htmlPraptining Sukowati, SH, MSiEnd Match salah satu dosen Begin Match to source 80 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-semoga-kedepan-lembaga-penelitian-dan-pengabdian-k.htmlProgramEnd Match Magister Administrasi Publik Program Pasca- sarjana Universitas Merdeka Malang ini, sangat membantu kita dalam rangka menemukan model baru khususnya dalam rangka revitalisasi birokrasi pemerintah dan mrumuskan model pelayanan publik baru yang berpihak kepada masyarakat. Adanya Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfbudaya primordial danEnd Match v Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfnepotismeEnd Match yang Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfmasih mengganggu efektivitas dan produktivitas kerja aparatur,End Match yang Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfdiperparah dengan penegakan disiplin pegawai yang belum maksimal,End Match dan Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfditandai dengan kurang adanya sanksi dan hukuman yang jelas atas kesalahan yang dibuat oleh oknum aparat,End Match dan sebagainya merupakan Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfbentuk-End Match bentuk Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfpatologi birokrasiEnd Match di negara kita, yang Begin Match to source 30 in source list: http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2009/08/pengembangan_budaya_kerja_pemerintah_provinsi_jawa_barat.pdfmenempatkan birokrasi pemerintahan daerah dalam posisi yang dilematis di mata publik.End Match Semoga buku ini dapat berguna dalam rangka mendukung adanya transformasi atau perubahan birokrasi kita, disamping sebagai acuan dalam proses belajar mengajar di lingkungan Program Studi Magister Administrasi Publik. Sebagai acuan pemahaman bahwa transformasi hanya akan berhasil jika ada kepentingan dan dukungan politik yang kuat, adanya kesamaan wawasan, horizon waktu yang panjang disertai dengan kontinuitas rejim; dan adanya dukungan pihak legislatif. Sebagai proses transformasi yang berlangsung dalam jangka panjang, adopsi model New Governance yang berbasis interaksi dan jaringan kerja tidak dengan sendirinya menjanjikan efektivitas atau kinerja yang optimal. Ketua Program MAP, Prof. DR. Bonaventura Ngarawula, MS vi Pengantar Penulis Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kuasa dan limpah-Nya kami telah dapat menyelesaikan buku ”Model New Governance dalam Good Governance” ini. Selama ini isue good governance cenderung lebih ditujukan kepada pihak eksekutif khususnya dikaitkan dengan kinerja instansi atau birokrasi pemerintah baik di pusat maupun daerah. Sehingga dalam hal ini, persoalan good governance menjadi bagian dari agenda pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi, yang salah satu fokusnya adalah memperbaiki kinerja pelayanan publik di berbagai bidang. Reformasi birokrasi tidak dapat dipisahkan dari upaya reformasi di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dan dimaksud- kan untuk Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlmewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.End Match Reformasi birokrasi pada dasarnya merupakan upaya perubahan yang dilakukan secara sadar dan terencana agar birokrasi mampu menyesuaikan diri dengan dinamika lingkungan strategis dan mendorong perubahan yang lebih baik dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan. Perlunya membangun good governance sudah menjadi salah satu isu penting di Indonesia sejak beberapa tahun lalu, didahului oleh krisis finansial yang terjadi pada tahun 1997-1998 yang meluas menjadi krisis mutidimensi. Krisis tersebut telah mendorong arus balik yang menuntut perbaikan atau reformasi dalam penyelenggaraan negara termasuk birokrasi pemerintahannya. Pihak-pihak yang terkait dengan reformasi tersebut tidak hanya nega- ra saja (legislatif, yudikatif, dan eksekutif) melainkan juga pihak dunia usaha/swasta dan masyarakat sipil (civil society). Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good governance da-lam penyelenggaraan pemerintahan negara, yang mampu mendu-kung terwujudnya good governance. Sejak terjadinya krisis multi-dimensi beberapa tahun ini, masyarakat telah terbiasa dengan berbagai ulasan, diskusi dan analisis mengenai berbagai sebab dan akibat krisis tersebut. Adanya perbedaaan sudut pandang, pendekatan dan teori yang digunakan, memberikan perbedaan pula dalam hasil analisisnya. Dalam kesempatan ini Begin Match to source 159 in source list: https://pt.slideshare.net/AMpolepple/laporan-kerja-praktek-penentuan-klinker-rasio-semen-pcc-trass-dan-slagpenulis mengucapkan terimakasihEnd Match tak terhingga Begin Match to source 159 in source list: https://pt.slideshare.net/AMpolepple/laporan-kerja-praktek-penentuan-klinker-rasio-semen-pcc-trass-dan-slagkepada semua pihak yang telah membantu selama prosesEnd Match penyelesaian buku ini. Begin Match to source 172 in source list: https://id.123dok.com/document/nzwgv7gq-analisis-ekspor-teh-hitam-indonesia.htmlSemoga AllahEnd Match SWT Begin Match to source 172 in source list: https://id.123dok.com/document/nzwgv7gq-analisis-ekspor-teh-hitam-indonesia.htmlmembalas semua kebaikan yang telah diberikan. Amin PenulisEnd Match vii viii Begin Match to source 151 in source list: https://es.scribd.com/document/258518506/GC-MSTabel 1 Tabel 2 Tabel 3 Tabel 4 Tabel 5 Daftar TabelEnd Match : Pergeseran Perspektif Administrasi Publik (Birokrasi)........................................................ : Perbandingan Beberapa Istilah dalam Perundangan Indonesia dengan UNCAC....... : Sasaran Strategi Indeks Korupsi di Indonesia : Sasaran Strategi Koordinasi Pencegahan Korupsi............................................................ : Wewenang Penegak Hukum dalam Penyidikan, Penuntutan, dan Pemeriksaan................................................... 52 64 93 95 98 ix Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambar 1 Gambar 2 Gambar 3 Gambar 4 Gambar 5 Gambar 6 Gambar 7 Gambar 8 Gambar 9 Gambar 10End Match Gambar 11 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambar12 Gambar 13 Gambar 14 Gambar 15 Gambar 16 Gambar 17 GambarEnd Match 18 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 19 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 20 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 21 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 22 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 23 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 24 Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match 25 Daftar Begin Match to source 70 in source list: https://www.scribd.com/document/333511632/Bab-i-V-Daftar-PustakaGambarEnd Match : Reformasi Birokrasi ........................................ : Sebab-Sebab Korupsi .................................... : Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia....... : Presentase Penyuapan dalam Pelayanan Publik.............................................................. : Peta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Seluruh Dunia.................................................. : Struktur Pengawasan di Indonesia................. : Pola Strategi Pemberantasan Korupsi di KPK : Fase-Fase Struktur Pemecahan Persoalan.... : GCG Yang Kurang Baik ................................. : GCG Yang Baik............................................... : Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfGood Corporate Governance dan Kinerja BUMN di Indonesia.........................................End Match : GCG in Simple Terms : Dukungan UU dan Peraturan GCG di Indonesia......................................................... : Efektifitas Kerja GCG...................................... : Perkembangan Teori Korporasi dan Implikasinya Terhadap Good Corporate Governance.............................................................. : Indikator dan Alat Ukur Prinsip : Transparansi : Indikator dan Alat Ukur Prinsip : Partisipasi Publik............................................................... : Indikator dan Alat Ukur Akuntabilitas............... : Prasayarat Good Governance......................... : 14 Prinsip dalam Good Public Governance..... Creating A New Government Model : Model Peningkatan Kinerja Aparatur Negara.. : Good Governance Menuju Clean Goverment. : Empat Hirarki Etika.......................................... : Pentingnya NPM (Lester Salamon)................. 8 70 83 84 85 88 97 126 136 136 139 142 143 144 146 160 167 180 226 225 231 240 248 255 261 x Daftar Isi Kata Pengantar Direktur Pasca Sarjana Universitas Brawijaya Malang............. Kata Pengantar Rektor Universitas Merdeka Malang......................................... Kata Pengantar Ketua Program Pascasarjana Universitas Merdeka Malang Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) ................ Pengantar Penulis ......................................................... Daftar Tabel..................................................................... Daftar Gambar................................................................. Daftar Isi.......................................................................... Pendahuluan................................................................... BAB I REFORMASI BIROKRASI ‣ Istilah Reformasi Birokrasi ‣ Reformasi Birokrasi.............................................................. ‣ Rendahnya Kinerja Aparatur................................................ ‣ Rendahnya Kinerja Pelayanan Publik................................. ‣ Kinerja Aparatur Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah.............................................................. BAB II KORUPSI (Penyebab, Akibat, Strategi dan Solusi Pemberantasan) ‣ Istilah Korupsi...................................................................... ‣ Sebab-Sebab Korupsi ........................................................ ‣ Akibat Korupsi .................................................................... ‣ Strategi, Solusi dan Upaya Pemberantasan Korupsi ........ ‣ Strategi Kebijakan Pemberantasan Korupsi ...................... ‣ Mal Administrasi.................................................................. ‣ Patologi Birokrasi................................................................ Begin Match to source 198 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26197874/PENERAPAN-MODEL-PEMBELAJARAN-KOOPERATIF-METODE-STUDENT-TEAMS-ACHIEVEMENT-DIVISION-STAD-UNTUK-MENINGKATKAN-HASIL-BELAJAR-SISWA-PADA-MATA-PELAJARAN-KOi iii v vii ix x xi 1End Match 4 7 30 40 49 56 66 76 79 87 102 105 xi BAB III MEMBANGUN TATA KEPEMRINTAHAN Begin Match to source 170 in source list: http://belajartanpabuku.blogspot.com/2014/01/peranannya-dalam-mewujudkan-good.htmlYANG BAIK (GOOD GOVERNANCE)End Match ‣ Tata Begin Match to source 170 in source list: http://belajartanpabuku.blogspot.com/2014/01/peranannya-dalam-mewujudkan-good.htmlKepemerintahan yang Baik (Good Governance)........End Match ‣ Model dan Pendekatan Begin Match to source 170 in source list: http://belajartanpabuku.blogspot.com/2014/01/peranannya-dalam-mewujudkan-good.htmldalamEnd Match Good Governance.............. ‣ Good Public Governance di Lembaga-Lembaga Pemerintahan...................................................................... ‣ Pengukuran Indeks Good Governance (IGG).................... ‣ Good Corporate Governance (GCG) pada Tata Kelola Pemerintahan yang baik......................... ‣ Membangun Tata Keperintahan yang Begin Match to source 217 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2020-03-08baik (Good Governance)............................................................End Match BAB IV Begin Match to source 217 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2020-03-08PRINSIP-End Match PRINSIP Begin Match to source 217 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2020-03-08GOOD GOVERNANCEEnd Match DALAM PENYELENGGARAAAN PEMERINTAH ‣ Keterbukaan atau Transparansi (transparency).................. ‣ Partisipasi Masyarakat (people participation)...................... ‣ Akuntabilitas (accountability)............................................... ‣ Good Governance dan Demokrasi..................................... ‣ Profesionalisme dan Kompetensi ‣ Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan, Lingkungan Hidup, dan Pasar yang Fair.................................................End Match BAB V GOOD PUBLIC GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAN PEMERINTAH ‣ Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfPrinsip-Prinsip GoodEnd Match Public Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfGovernance............................End Match ‣ Konsistensi Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfPrinsip-Prinsip GoodEnd Match Public Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfGovernance........End Match ‣ Sinergi Tiga Pilar (Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat)........................................................................ BAB VI MODEL NEW GOVERNANCE ‣ Model New Governance ..................................................... ‣ Model New Governance dalam Kinerja Pemerintah........... ‣ Model New Governance dalam Layanan Publik................ ‣ Aspek Etika Dalam Pelayanan Publik................................ ‣ Model Manajemen Publik Baru........................................... ‣ Istilah New Public Management (NPM).............................. 110 118 124 128 131 148 157 164 171 192 199 204 210 213 220 230 233 241 252 257 258 xii BAB VII Model NEW GOOD GOVERNANCE DALAM GOOD GOVERNANCE ‣ Transformasi Government menjadi Good Governance ...... ‣ Sound Governance : Paradigma baru pembangunan di era globalisasi.................................................................. BAB VIII P E N U T U P 268 276 ‣ Faktor-Faktor Penentu ........................................................ 282 ‣ Hambatan dan Tantangan................................................... 287 Daftar Pustaka xiii xiv 1 Pendahuluan M enguatnya isu demokratisasi dan munculnya aneka perspektif atau paradigma baru dalam studi administrasi publik, khususnya tentang governance, makin menegaskan pentingnya memahami administrasi publik tidak sekedar terbatas pada aktivitas lembaga eksekutif. Namun juga dalam perspektif lebih utuh (komprehensif), dimana efektivitas administrasi publik tidak dapat dilepaskan dari persoalan berfungsi tidaknya mekanisme check and balance antara lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif dalam penyelenggaraan kekuasaan politik pemerintahan itu sendiri. Sejalan dengan teori demokrasi yang secara normatif bersendikan Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21“pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”End Match (government from Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21the people, by the people,End Match and Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21for the people),End Match pemerintahan Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21yangEnd Match demokratis dan mengutamakan kepentingan rakyat, mensyaratkan tidak terjadinya pemusatan kekuasaan negara dan dominasi Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21satu lembaga negaraEnd Match atas Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21lembaga negaraEnd Match yang Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21lainnyaEnd Match (Legowo, dkk, 2005). Prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), adalah kunci mendasar untuk mewujudkan mekanisme check and balance sebagai cermin dari adanya pemerintahan yang demokratis. Didalam Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/pembukaan UUD 1945End Match menegaskan Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/tujuan nasionalEnd Match pemerintah negara Indonesia Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/adalahEnd Match untuk Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukanEnd Match kepentingan Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,End Match serta Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/ikut melaksanakan ketertiban dunia.End Match Namun secara empirik, khususnya pada era Orde Baru, format kekuasaan negara yang tersentralisir pada eksekutif, telah membuat tidak berfungsinya mekanisme check and balance. Tidak berfungsinya mekanisme check and balance juga telah menimbulkan konsekwensi penting dalam praktek administrasi publik. Khususnya bagi kepentingan mendukung penyelenggaraan pembangunan (development), atau dalam upaya memecahkan aneka permasalahan publik dan mewujudkan kepentingan publik. Sampai di-era 90-an ada kecenderungan kuat penyelenggaraan pembangunan cenderung lebih bertumpu pada strategi pengutama- kan peran pemerintah atau negara (stated-led development strategies) daripada pengutamaan peran masyarakat (society-led strategies). State-led development strategies yang bersifat intervensionis disertai kontrol politik terpusat, telah menimbulkan birokrasi yang tidak responsif, otoriter dan korup. 2 BAB I REFORMASI BIROKRASI Istilah Reformasi Birokrasi K ata "reform" menurut Oxford Advanced Learner's Dictionary adalah Begin Match to source 139 in source list: https://www.scribd.com/document/397839671/Buku-Ajar-Bersama-BKS-MK-Pancasila-docxmake or become better by removingEnd Match obstacles Begin Match to source 139 in source list: https://www.scribd.com/document/397839671/Buku-Ajar-Bersama-BKS-MK-Pancasila-docxor putting right what is bad or wrong.End Match Rumusan tersebut menggambarkan bahwa pada dasarnya reformasi adalah mengubah. Reformasi merupakan salah satu bentuk kajian konsep perubahan sosial inkremental yang bersifat evolutif, disamping bentuk-bentuk perubahan lain seperti: revolusi (perubahan komprehensif) dan social redundancy (perubah- an yang berkelebihan/keblabasen/euforia). Reformasi mempunyai arti mengubah atau memperbaiki untuk lebih baik. Ada substansi yang diubah, tetapi tidak mengganti substansi inti (new function Vs eu-function). Meskipun berubah, sifatnya harus lebih baik dari sebelumnya, dan dalam jangka pendek menguntungkan, tetapi dalam jangka panjang tidak pasti. Reformasi Birokrasi diarahkan pada perubahan sistim birokrasi dari yang berorientasi kepentingan negara kepada birokrasi berorientasi pelayanan masyarakat (public service). Perubahan dimaksud adalah untuk menciptakan birokrasi dan sistim pemerintah- an yang terus menerus berkreasi, berinovasi dan secara kontinue memperbaiki kualitas tanpa tekanan. Perubahan dimaksudkan kiranya dapat menciptakan dorongan untuk melakukan perbaikan di dalam diri para birokrat. Terdapat banyak cara memotret transformasi organisasi birokrasi pelayanan publik. Dalam rangka reformasi birokrasi tersebut, Osborne dan Plastrik (1996), mengidentifikasikan lima strategi dasar yang disebut sebagai pendongkrak utama perubahan birokrasi pemerintahan dalam pelayanan publik yang disingkat Five Cs’. Untuk memahami mengapa birokrasi pemerintah- an gagal mengembangkan Begin Match to source 207 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03kinerja pelayanan publik yang baikEnd Match terdapat Begin Match to source 207 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03berbagaiEnd Match penjelasan Begin Match to source 207 in source list: Submitted to Sastruyati Chao Test Account on 2020-06-03yangEnd Match dapat digunakan. Dengan menggunakan metafora biologi mengenai kelima strategi DNA (kode genetika) dalam tubuh birokrasi pemerintahan dapat mempengaruhi kapasitas dan kapabilitas perilaku birokrasi pemerintahan menyikapi penyelenggaraan pelayanan publik. Kelima strategi dimaksud disingkat The Five Cs’ yang meliputi: Begin Match to source 183 in source list: http://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/3519/Winardi_142752-p.pdf?isAllowed=y&sequence=1Core Strategy, Consequences Strategy, Customer Strategy, Control Strategy,End Match dan Control Begin Match to source 183 in source list: http://repository.unpar.ac.id/bitstream/handle/123456789/3519/Winardi_142752-p.pdf?isAllowed=y&sequence=1Strategy.End Match Kelima Begin Match to source 179 in source list: https://es.scribd.com/document/239996314/Persepsi-Dan-Motivasiunsur tersebut saling mempengaruhi satu dengan yang lain dalamEnd Match membentuk perilaku birokrasi dalam pelayanan publik. Pengelolaan kelima strategi DNA dalam sistim kehidupan birokrasi, akan menentukan kualitas sistim pelayanan berdasarkan pada pinsip- prinsip efisiensi, efektivitas, keadilan, kejujuran, keterbukaan akuntabilitas, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Secara umum, tuntutan reformasi berupa penciptaan good corporate governance di sektor dunia usaha atau swasta, penciptaan good public governance dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dan pembentukan good civil society atau masyarakat sipil yang mampu mendukung terwujudnya good governance. Sejak terjadinya krisis multidimensi beberapa tahun tersebut, masyarakat telah terbiasa dengan berbagai ulasan, diskusi dan analisis mengenai berbagai sebab dan akibat krisis tersebut. Adanya perbedaaan sudut pandang, pendekatan dan teori yang digunakan, memberikan perbedaan pula dalam hasil analisisnya. Pada masa lalu, akses kepada Begin Match to source 144 in source list: https://fr.scribd.com/doc/42792417/SEMINAR-S1-ILMU-ADMINISTRASI-NEGARAsumberdaya ekonomi yang tersedia hanya terbatas padaEnd Match sekelompok Begin Match to source 144 in source list: https://fr.scribd.com/doc/42792417/SEMINAR-S1-ILMU-ADMINISTRASI-NEGARAmasyarakatEnd Match saja, Begin Match to source 144 in source list: https://fr.scribd.com/doc/42792417/SEMINAR-S1-ILMU-ADMINISTRASI-NEGARAsehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggiEnd Match hanya dapat dinikmati oleh sebagian penduduk. Pada masa itu pula, politik cenderung mempe- ngaruhi dan menguasai birokrasi pemerintahan sehingga mengham- bat upaya Begin Match to source 192 in source list: http://harbani-pasolong.blogspot.com/2012_02_01_archive.htmluntuk mewujudkanEnd Match birokrasi Begin Match to source 192 in source list: http://harbani-pasolong.blogspot.com/2012_02_01_archive.htmlpemerintahan yang efisien dan efektif.End Match Perubahan birokrasi Begin Match to source 192 in source list: http://harbani-pasolong.blogspot.com/2012_02_01_archive.htmlpemerintahan,End Match khususnya pemerintahan daerah, dapat dipergunakan secara bersamaan, meskipun dalam derajat penekanan yang berbeda-beda, sesuai dengan permasalah- an, kondisi dan karakteristik masing-masing daerah atau tingkatan pemerintahan, sebagai berikut : 1) Political change: Perubahan politis dalam birokrasi dan manajemen pemerintahan meliputi perubahan-perubahan paradigma peme- rintahan yang tadinya lebih berorientasi pada pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi menjadi pada pemberdayaan masyarakat” di lapisan bawah, terutama yang bertempat tinggal di daerah pedesaan. 2) Managerial change: Perubahan manajerial dalam cara-cara mengerahkan atau menggerakkan Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15sumber-sumberEnd Match daya Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15yangEnd Match tersedia Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15untuk mencapai tujuanEnd Match dan sasaran Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15yang ditetapkan,End Match yang meliputi perubahan pengelolaan yang tadinya kurang efisien menjadi lebih efisien, yang tadinya kurang begitu memperhatikan lingkungan di sekitarnya menjadi lebih responsif terhadap external environment, dan yang tadinya kurang begitu mempersoalkan strategi keluar lingkungan organisasi menjadi lebih sadar akan urgensi lingkungan luar untuk keberhasilan proses manajemen pemerintahan secara keseluruhan. 3) Cultural change: Perubahan nilai-nilai, orientasi, sikap dan perilaku yang ada ke arah yang diprasyaratkan atau lebih dibutuhkan dan lebih mendukung upaya pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi birokrasi dan manajemennya yang ditetapkan itu. 4) Technical change: Perubahan tatacara, metode-metode, teknik- teknik, dan sarana-sarana kerja sehingga proses organisasi dan manajemen dapat berlangsung lebih cepat, tepat, cermat, murah, dan atau efisien dalam upaya pencapaian tujuan-tujuan dan sasaran-sasaran organisasi birokrasi dan manajemen dimaksud. Sedangkan dalam konteks birokrasi pemerintahan, termasuk pemerintahan daerah, beberapa bidang utama yang memerlukan perubahan atau reformasi secara komprehensif dan berkelanjutan adalah organisasi dan kelembagaan; ketatalaksanaan; sumber daya manusia aparatur; dan kultur birokrasi. Keempatnya membutuhkan jawaban yang berbeda. Bidang kelembagaan dan organisasi menun- tut jawaban restrukturisasi. Bidang sumber daya manusia aparatur menuntut adanya rasionalisasi, re-lokasi, peningkatan kualitas pega- wai negeri, dan pembenahan sistem pengelolaan sumber daya manusia. Bidang ketatalaksanaan atau prosedur menghendaki adanya simplifikasi serta otomatisasi. Dan bidang kultur birokrasi mengharuskan dilakukannya perubahan budaya organisasi dan budaya kerja para aparatur negara. Dengan demikian aparat pemerintah dituntut agar bekerja lebih profesional dengan mengedepankan tanggungjawab dan akun- tabitas publik dengan menekan sekecil mungkin pemborosan peng- gunaan anggaran dan sekaligus menegakkan perundang-undangan sebagai landasan tupoksi mereka. Masyarakat menuntut, agar peme- rintah memperhatikan aspirasi rakyat sejauh bisa memenuhinya (civil society). Birokrasi dan Reformasi Birokrasi di Indonesia T untutan reformasi birokrasi adalah adanya perubahan paradigma pembangunan dan per undang-undangan otonomi daerah tahun 1999 dan tahun 2004, derasnya tuntutan masyarakat agar pemerintah menumbuhkan good governance, dan semakin tajamnya kritik masyarakat terhadap kinerja birokrasi yang dianggap rendah, lambat, kurang bertanggungjawab, dan kurang profesional terutama dalam pelayanan publik, dimana semua aparat pemerintah di tuntut memiliki sense of crisis dan tanggap terhadap perubahan dan perkembangan masyarakat. Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfDalam menjelaskan kepolitikan dan birokrasi di Indonesia (terutama pada masa Orde Baru), hubungan yang bersifatEnd Match patrimo- nialisme Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfdidasarkan pada budaya Jawa. Menurut modelEnd Match patrmonial, Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfterdapat kontinuitas nilai-nilai politik dan birokrasi yang berlangsung pada masa lalu (biasanyaEnd Match merujuk Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfpada Kerajaan Mataram II) dengan nilai-nilai politik dan birokrasi Orde Baru. Misalnya, nilai-nilai kekuasaan dalam paham kebudayaan Jawa yang menurut Anderson (1972), memenuhi empat sifat: kongkret, homogen, tetap, dan tidak mempersoalkan legitimasi. Birokrasi Orde Baru, walaupunEnd Match memperli- hatkan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfciri-ciri modern, tetap dipengaruhi nilai-niai lama yang merupakan tradisi dan budaya politik masa lalu (Jawa), seperti karakteristik patrimonial. Jabatan dan keseluruhan hirarki birokrasi didasarkan atas hubungan personal atau hubungan bapak-anak buah (patront-client).End Match Reformasi Birokrasi di Indonesia digambarkan Rewansyah Asmawi (2007) sebagai berikut: Gambar 1 Reformasi Birokraasi Sumber: Rewansyah Asmawi, 2007 Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfSutherland (1979), menceritakan tentang the making of bureaucratic elites. Menurutnya, kelompok priyayi (ambtenaar) di daerah-daerah yang telah jatuh dibawah kekuasaan danEnd Match pemerintah- an Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfHindia Belanda digarap menjadi pegawai-End Match pegawaii Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfgubernemen sehingga harus bekerja dalam suatu organisasi pemerintahan yang berkonfigurasi baru. Disinilah terjadi proses transformasi, dari model birokrasi feodal yang primordial dan disakralkan ke model birokrasi kolonial yang formal dan rasional berdasarkan sistem yang bukan karena keturunan (non-ascription).End Match Anderson (1990), mengemuka- kan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfbahwa birokrasi Indonesia pada masa orde baru tidak ubahnya seperti masyarakat lama dalam negara baru.End Match Demikian pula dalam mengidentifikasikan birokrasi di Indonesia sebagai model birokrasi Weberian, juga kurang tepat. Karena dalam prakteknya di Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfmasyarakat Indonesia, model Weberian ternyata tidak terlalu membumi pada struktur kehidupan masyarakatEnd Match (terutama dalam aspek hubungan personal yang oleh Weber justru diajurkan untuk impersonal). Masyarakat Indonesia saat ini Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfmerupakan masyarakatEnd Match kontemporer Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfyang terombang ambingEnd Match (anomie) Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfdalam benturan nilai- nilaiEnd Match moderen Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfdan tradisional. Pada suatu saat nilai lama belum benar-benar tercabut akarnya, namun nilai-nilai baru sudah mulai diperkenalkan danEnd Match dipaksakan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfuntuk tumbuhEnd Match dan berkembang Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfdalam kehidupan masyarakat.End Match Sehingga dapat disampaikan bahwa karak- teristik Birokrasi Negara Sedang Berkembang adalah: a) Rendahnya kecakapan birokrat b) Konflik antara pejabat dan warga negara c) Kecenderungan pemerintah untuk mendikte sistem administrasi d) Merajalelanya korupsi e) Terjadinya inkonsistensi antara yang tertulis dan realitas sehari- hari (formalism) Kondisi patrimonalistik akan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfmembentuk perilaku aparat yang cenderung menghambaEnd Match (ngawulo) Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfkepada kekuasaan, padaEnd Match kinerja aparat birokrasi. Sedangkan pada pola hubungan yang diikat tali geneologis (pertalian darah) dan ikatan spoil sistem dalam recruit- men (nepotisme), akan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfmelebar pada hubungan patron-klien antara penguasa dan pengusaha dalam pembagian keuntunganEnd Match sebagai konsekuensi Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfdari pemanfaatan jabatan dalamEnd Match birokrasi. Refleksinya akan mewujudkan perilaku Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfkorupsi dan kolusi yang melibatkan unsur-End Match unsur Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfimbalan materiil dari pengusahaEnd Match kepada pejabat Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfatasEnd Match perlindungannya terhadap patron, sebagai replica tradi- sional “budaya upeti” (asok glondong pangareng-areng) Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfyang menjadi konsekuensi dari cara memandang jabatan dan kedudukan sebagai sumberEnd Match kekuasaan dan Begin Match to source 14 in source list: http://www.4gussuryono.lecture.ub.ac.id/files/2012/03/Agus-Suryono-Pendekatan-Kultur-Struktur-Birokrasi.pdfkekayaan.End Match Dengan melihat kondisi semacam ini maka sulit kiranya apabila birokrasi tidak benar-benar netral dan professional, mewujudkan proses control yang efektif untuk mencipta- kan proses check and balance dalam mekanisme birokrasi di Indonesia, sehingga yang terjadi adalah birokrasi tidak streril lagi serta cenderung korup. Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Mencermati tahun 1997 awal krisis ekonomi yang melanda Indonesia hingga sekarang ini, maka dapat dikatakan bahwa bangsa Indonesia tidak memiliki dasar yang kuat untuk dapat tegar menghadapi perubahan-perubahan global. Berbagai tekanan yang datang dari dalam dan luar negeri selalu menghasilkan perubahan ke arah yang lebih buruk dalam kinerja ekonomi, struktur sosial masyarakat, dan struktur politik bangsa. Pemerintah selaluEnd Match mengala- mi Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/kesulitan dalam upayanya mengentaskan bangsa ini bangkit dari keterpurukan ekonomi, sosial, dan politik. Krisis demi krisis akhirnya menghancurkan modal sosial bangsa. Pada sisi lain terdapatEnd Match penu- runan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/kemampuan kinerja birokrasi, yang dalam konteks negara berkembang, akan sangat berpengaruh terhadap kinerja bangsa secara menyeluruh. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 di beberapa daerahEnd Match mengha- silkan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/pemahaman yang tidak tepat. Pemahaman yang keliru ini meningkatkan ketidakpastian ekonomi, sosial, dan politik, sementara biaya penyelenggaraan Pemerintah juga meningkat. Apa yang perlu dilakukan oleh birokrasi Indonesia dalam suasana yang tidak menentu. Birokrasi dalam pengertian di sini adalah organisasi besar dengan staf yang bekerja penuh waktu yang memiliki sistem penilaian standar, dan hasil kerjanya tidak dinilai secara langsung di pasar eksternal. Perubaban dari Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 menjadi Undang- Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tidak menghasilkan output yang menguntungkanEnd Match masyaraat Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/luas. Bahkan terkesan, masyarakat semakin sulitEnd Match memper- oleh Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/hak pelayanan publik. Dunia usahapun konon semakin terperosok. Agar Indonesia tidak semakin jatuh maka birokrasi Indonesia perlu melakukan reformasi secara menyeluruh. Reformasi itu sesungguhnya harus dilihat dalam kerangka teoritik dan empirik yang luas, mencakup didalamnya penguatan masyarakat sipil (civil society), supremasi hukum, strategi pembangunan ekonomi dan pembangunan politik yang sating terkait dan mempengaruhi. Dengan demikian, reformasi birokrasi juga merupakan bagian tak terpisahkan dalam upaya konsolidasi demokrasi kita saat ini. Namun, kita harus akui bahwa peralihan dari sistem otoritarian keEnd Match system Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/demokratik dewasa ini merupakan periode yang amat sulit bagi proses reformasi birokrasi. Apalagi, kalau dikaitkan dengan kualitas birokrasiEnd Match pemerin- tahan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/maupun realisasi otonomi daerah, serta maraknyaEnd Match penyalah- gunaan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/wewenang pada birokrasi pemerintahanEnd Match yang diperkirakan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/semakin sistemik dan bahkan merata ke daerah-daerah.End Match Dalam kehidupan berbagai negara bangsa di berbagai belahan dunia, birokrasi berkembang merupakan wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan dalam hubungan antar bangsa. Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara operasional. Untuk itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas korupsi (clean government) dalam keseluruan skenario perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce). Namun pengalaman bangsa kita dan bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja yang signifikan. Keberhasilan birokrasi dalam pemberantasan korupsi juga ditentukan oleh banyak faktor lainnya. Di antara faktor-faktor tersebut yang pertu diperhitungkan dalam kebijakan “reformasi birokrasi” adalah koplitmen, kompetensi, dan konsistensi semua pihak yang berperan dalam penyelenggaraan Negara, baik unsur aparatur negara maupun warga negara dalam mewujudkan clean government dan good governance, serta dalam mengaktualisasikan dan membumikan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara kita, sesuai posisi dan peran masing-masing dalam negara dan bermasyarakat bangsa. Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good governance) adalah birokrasi. Dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efesiensi dan kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Undang-undang telah ditetapkan oleh legislative dan diundangkan oleh pemerintah, dan berbagai kebijakan publik yang dituangkan dalam berbagai bentuk aturan perundang-undangan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pemba- ngunan, akan dapat dikelola secara efektif oleh pemerintah apabila terdapat “birokrasi yang sehat dan kuat”, yaitu “birokrasi yang profe- sional, netral, terbuka, demokratis, mandiri, serta memiliki integritas dan kompetensi dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya selaku abdi masyarakat dan abdi negara, dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara”. Birokrasi sesuai dengan kedudukannya dalam sistem administrasi negara (baca: dalam penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan bangsa), dan sesuai pula dengan sifat dan lingkup pekerjaannya, akan menguasai pengetahuan dan informasi serta dukungan sumber daya yang tidak dimiliki pihak lain. Dengan posisi dan kemampuan sangat besar yang dimilikinya tersebut, birokrasi bukan saja mempunyai akses yang kuat untuk membuat kebijakan yang tepat secara teknis, tetapi juga yang mendapat dukungan yang kuat dari masyarakat dan dunia usaha. Birokrasi memegang peranan penting dalam perumusan, pelaksanakan, dan pengawasan berbagai kebijakan publik, serta dalam evaluasi kinerjanya. Dalam posisi yang stratejik seperti itu, adalah logis apabila pada setiap perkembangan politik, selalu terdapat kemungkinan dan upaya menarik birokrasi pada partai tertentu, birokrasi dimanfaatkan untuk mencapai, mempertahankan, atau pun memperkuat kekuasaan oleh partai tertentu atau pihak penguasa. Kalau perilaku birokrasi berkembang dalam pengaruh politik seperti itu dan menjadi tidak netral, maka birokrasi yang seharusnya mengemban misi menegakan “kualitas, efisiensi, dan efektivitas pelayanan secara netral dan optimal kepada masyarakat”, besar kemungkinan akan berorientasi pada kepentingan partai atau partai-partai, sehingga terjadi pergeser- an keberpihakan dari “kepentingan publik” ke pada “pengabdian pada pihak penguasa atau partai-partai yang berkuasa”. Dalam kondisi seperti itu, korupsi akan tumbuh dan birokrasi akan kehilangan jati dirinya, dari pengemban misi perjuangan negara bangsa, menjadi partisan kelompok kepentingan yang sempit. “Birokrasi yang sakit” seperti itu akan menjadi corong dan memberikan kontribusi pada penguasa. Semangat keberpihakannya banyak diarahkan pada kepentingan segelintir orang atau pun kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat, bekerja dengan lamban, tidak akurat, berbelit-belit, berkecenderungan pada motif uud (bukan UUD), dan sudah barang tentu tidak efisien serta memberatkan masyarakat. Sebaliknya, birokrasi yang terlalu kuat dengan kemampuan profesional yang tinggi tapi tanpa etika dan integritas pengabdian, akan cendrung menjadi tidak konsisten, bahkan arogan, sulit dikontrol, masyarakat menjadi serba tergantung pada birokrasi. Dalam perkembangan birokrasi seperti ini, juga akan memberikan dampak negatif bagi pengembangan inisiatif masyarakat, dan sudah barang tentu tidak efisien serta sangat memberatkan masyarakat. Namun pada sisi yang berseberangan hal tersebut telah sangat menguntungkan pihak-pihak tertentu yang jumlahnya sangat sedikit bila dibandingkan dengan masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Sejarah Indonesia Merdeka menunjukan, birokrasi yang tidak netral telah turut membawa Indonesia pada jurang kekacauan politik; dan birokrasi yang tidak netral selalu tumbuh bersama dengan kekuatan dan kepentingan politik atau golongan tertentu, selalu terjebak dalam godaan korupsi, dan akhirnya juga membawa negara kita pada kehancuran ekonomi. Hal semacam itu telah terjadi pada setiap “rezim pemerintahan”; dengan akibat dan dampak yang serupa berupa kelemahan bangunan kelembagaan hukum, dan kehancuran kehidupan ekonomi, politik, dan sosial. Reformasi birokrasi yang terjadi di Indonesia pada dasarnya dirancang sebagai birokrasi yang rasional dengan pendekatan struktural-hirarkikal (tradisi weberian). Pendekatan Weberian dalam penataan kelembagaan yang berlangsung dalam pendayagunaan aparatur negara hingga dewasa ini, secara klasikal menegaskan pentingnya rasionalisasi birokrasi yang menciptakan efisiensi, efektivitas, dan produktivitas melalui pembagian kerja hirarkikal dan horisontal yang seimbang, diukur dengan rasio antara volume atau beban tugas dengan jumlah sumber daya, disertai tata kerja yang formalistik dan pengawasan yang ketat. Dalam pertumbuhannya, birokrasi di Indonesia berkembang secara vertikal linear, dalam arti “arah kebijakan dan perintah dari atas kebawah, dan pertanggungjawaban berjalan dari bawah ke atas”, demikian pula “loyalitasnya”, karenanya koordinasi lintas lembaga yang umumnya dilakukan secara formal sulit dilakukan. Birokrasi di Indonesia juga masih di pengaruhi sikap budaya “feodalistis”, tertutup, sentralistik, serta ditandai pula dengan arogansi kekuasaan, tidak atau kurang senang dengan kritik, sulit dikontrol secara efektif, sehingga merupakan lahan subur bagi tumbuhnya korupsi atau pun neo-Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN). Dalam kondisi seperti itu akan sulit bagi Indonesia untuk menghadirkan clean government dan good governance. Berbagai fenomena di atas mengungkapkan perlunya pelaksanaan reformasi birokrasi secara menyeluruh dan sistimatis sebagai bagian dari pembangunan Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia. Dalam konteks Sistem Administrasi Negara Kesatuan, Republik Indonesia. reformasi birokrasi yang dilakukan harus beranjak pada amanat konstitusi NKRI, memperhatikan tantangan lingkungan stratejik internal dan eksternal yang dihadapi, mencakup keseluruhan unsure sistem administrasi negara dan birokrasi secara tepat, sesuai dengan tantangan ling-kungan stratejik (internal dan eksternal) yang dihadapi, dan bertitik berat pada peningkatan “daya guna, hasil guna, bersih, dan bertanggung jawab, serta bebas KKN”, disertai pula upaya-upaya perubahan perilaku secara mantap. Dengan demikian, tuntutan akan reformasi birokrasi mengandung makna perlunya langkah-Iangkah pendayagunaan bukan saja terhadap sistem birokrasi dan birokrat, tetapi juga langkah-Iangkah serupa pada berbagai institusi dan individu di luar birokrasi, baik publik maupun private, termasuk lembaga-lembaga negara dan berbagai lembaga, yang berkembang dalam masyarakat, beserta segenap personnelnya dan semuanya itu dilakukan secara sinergis dengan semangat “mengemban perjuangan yang diamanatkan konstitusi”, dan mengindahkan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Reformasi birokrasi dalam skim “pembangunan sistem administrasi negara” tersebut memerlukan strategi dan program aksi yang terarah pada proses perubahan dan pencapaian sasaran yang pada pokoknya meliputi, aktualisasi tata nilai, yang melandasi dan menjadi acuan perilaku sistem dan proses adminsitrasi negara dan birokrasi, yang terarah secara pada pencapaian tujuan bangsa dalam bernegara, struktur (tatanan kelembagaan negara dan masyarakat pada setiap satuan wilayah), proses (manajemen dalam keseluruhan fungsinya, dalam dinamika kegiatan dan entitas publik dan private (business and society)), dan sumber daya aparatur yang berada pada struktur dengan posisi, hak, kewajiban, dan tanggung jawab tertentu. Semua itu dikembangkan dalam rangka mengemban perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI, terwujudnya kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih, bertang-gungjawab, dan bebas KKN. Transformasi Nilai. Tata nilai dalam suatu sistem berperan melandasi, memberikan acuan, menjadi pedoman perilaku, dan menghikmati eksistensi dan dinamika unsur-unsur lainnya dalam sistem administrasi Negara termasuk birokrasi. Reformasi birokrasi yang hendak dilakukan pertama-tama harus menjaga konsistensinya dengan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi negara yang menjadi dasar eksistensi dan acuan perilaku sistem dan proses administrasi negara bangsa ini. Reformasi birokrasi harus merefleksikan transformasi nilai. Dasar kegitimasi eksistensi setiap individu dan institusi di negeri ini adalah kompetensi dan kontribusinya masing- masing dalam meng-aktualisasikan dan mewujudkan berbagai dimensi nilai yang terkandung dalam konstitusi kita. Dalam pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai, yang secara keseluruhan terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap ek-sistensi, kemahakekuasaan, dan curahan rahmat Allah SWT dalam perjuangan bangsa (pada aline tiga), dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alinea dua) dan tujuan bernegara, serta nilai-nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan system penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea empat). Penem-patannya dalam konstitusi, menjadikannya sebagai nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa, yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dan dalam hubungan antar bangsa, sebagai acuan pokok dalam pengembangan “visi, misi, dan strategi” bagi setiap individu dan institusi dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Dimensi-dimensi nilai itu pulalah yang harus kita aktualisasi-kan dalam dan melalui reformasi birokrasi dalam berbagai aspeknya, dengan penyusunan visi, misi, dan strategi yang tepat dan efektif dalam pencapaian kinerja yang terarah pada pencapaian tujuan bernegara. Penataan Organisasi dan Tata Kerja. Penataan organisasi pemerintah baik pusat maupun daerah didasarkan pada visi, misi, sasaran, strategi, agenda kebijakan, program, dan kinerja kegiatan yang terencana; dan diarahkan pada terbangunnya sosok birokrasi dengan tugas dan tanggung jawab yang jelas, ramping, desentralistik, efisien, efektif, berpertanggung jawaban, terbuka, dan aksesif; serta terjalin dengan jelas satu, sama lain sebagai satu kesatuan birokrasi nasional. Seiring dengan itu, penyederhanaan tata kerja dalam hubungan intra dan antar aparatur, serta antara aparatur dengan masyarakat dan dunia usaha berorientasi pada kriteria dan mekanisme yang imper-sonal terarah pada penerapan pelayanan prima (peningkatran efisiensi dan mutu pelayanan); peningkatan kesejahteraan sosial dalam arti luas; serta peningkatan kreativitas, oto-aktivitas, dan produktivitas nasional. Pemantapan Sistem Manajemen. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan kegiatan pembangunan, pengem- bangan sistem manajemen pemerintahan. Di dalam konstitusi negara kita menegaskan bahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan proses kebijakan yang mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan kepu- tusan politik yang strategis dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga-lembaga perwakilan sebagai representasi rakyat bangsa dari dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (provinsi) dan kecil (Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan perundangan tertentu (UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda). Undang-Undang, PP dan Perda tentang substansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR(D) dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga keserasian dan keterpaduanya satu sama lain. Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya yang terkandung dalam dimensi-dimensi nilai sistim administrasi negara yaitu “kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbuka- an, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggung- jawaban”. (Mustopadidjaja AR, 2001). Diprioritaskan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e-administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu pada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi. Peningkatan Kompetensi SDM, Aparatur. Sosok birokrat ataupun SDM aparatur (pegawai negeri) pada umumnya - penampilannya harus profesional sekaligus taat hukum, netral, rasional, demokratik, inovatif, mandiri, memiliki integritas yang tinggi serta menjunjung tinggi etika administrasi publik dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Peningkatan profess- ionalisme aparatur harus ditunjang dengan integritas yang tinggi, dengan mengupayakan terlembagakannya karakteristik sebagai berikut: a) Mempunyai komitmen yang tinggi terhadap perjuangan mencapai cita-cita dan tujuan bernegara b) Memiliki kompetensi yang dipersyaratkan dalam mengem-ban tugas pengelolaan pelayanan dan kebijakan publik c) Berkemampuan melaksanakan tugas dengan terampil, kreatif dan inovatif d) Taat asas, dan disiplin dalam bekerja berdasar-kan sifat dan etika profesional e) Memiliiki daya tanggap dan sikap bertanggung gugat (akuntabilitas) f) Memiliki jati diri sebagai abdi negara dan abdi masyarakat, serta bangga terhadap profesinya sebagai pegawai negeri g) Memiliki derajat otonomi yang penuh rasa tanggung jawab dalam membuat dan melaksanakan berbagai keputusan sesuai kewenangan, dan h) Memaksimalkan efisiensi, kualitas, dan produktivitas. Selain itu perlu pula diperhatikan reward system yang kondusi (baik dalam bentuk gaji maupun perkembangan karier yang didasarkan atas sistem merit, serta finalty system yang bersifat preventif dan repressif. Mengantisi-pasi tantangan global, pembinaan sumber daya manusia aparatur negara juga perlu mengacu pada standar kompetensi internasional (world class). Selanjutnya, reformasi birokrasi dalam konsteks pembangunan sistem administrasi negara, baik di pusat maupun di daerah-daerah, perlu memperhatikan aktualisasi nilai dan prinsip- prinsip berikut: 1) Demokrasi dan Pemberdayaan. Hidupnya demokrasi dalam suatu negara bangsa, dicerminkan oleh adanya pengakuan dan penghormatan negara dan seluruh unsur aparatur negara atas hak dan kewajiban warga negara, termasuk kebebasan untuk menentukan pilihan dan mengekspresikan diri secara rasional sebagai wujud rasa tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dan pemberdayaan bagi mereka yang dalam posisi lemah secara rasional dan berkeadilan. Demokrasi tidak hanya mempunyai makna dan berisikan kebebasan, tetapi juga tanggung jawab; demokrasi juga mengandung tuntutan kompetensi dan bermakna kearifan dalam memikul tanggung jawab dalam mewujudkan tujuan bersama, yang dilakukan berkeadaban, disertai komitmen tinggi untuk menegakan kepentingan publik dengan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, dan kebenaran. Dalam hubungan itu, birokrasi dalam mengemban tugas pemerintah-an dan pembangunan, tidak harus berupaya melakukan sendiri, tetapi mengarahkan (“steering rather than rowing”), atau memilih kombinasi yang optimal antara steering dan rowing apabila langkah tersebut merupakan cara terbaik untuk mencapai kesejahteraan sosial yang maksimal. Yang jelas sesuatu yang sudah bisa dilakukan oleh masyarakat, tidak perlu dilakukan lagi oleh pemerintah. Apabila masyarakat atau sebagian dari mereka belum mampu atau tidak berdaya, maka harus dimampu-kan atau diberdayakan (empowered). Pemberdayaan berarti pula memberi peran kepada masyarakat lapisan bawah di dalam keikutsertaannya dalam berbagai kegiatan pembangunan. Dalam rangka memberdayakan masyarakat dalam memikul tanggungjawab pembangunan, peran pemerintah dapat direinveting antara lain melalui pengurangan hambatan dan kendala-kendala bagi kreativitas dan partisipasi masyarakat, perluasan akses pelayanan untuk menunjang berbagai kegiatan sosial ekonomi masyarakat, dan pengembangan program untuk lebih meningkatkan keamampuan dan memberikan kesempatan kepada masyarakat berperan aktif dalam memanfaatkan dan mendayagunakan sumber daya produktif yang tersedia sehingga memiliki nilai tambah tinggi guna meningkatkan kesejahteraan mereka. 2) Pelayanan. Upaya pemberdayaan memerlukan semangat untuk melayani masyarakat (“a spirit of public services”), dan menjadi mitra masyarakat (“partner of society”); atau melakukan kerja sama dengan masyarakat (“coproduction atau partnership”). Hal tersebut memerlukam perubahan perilaku yang antara lain dapat dilakukan melalui pembudayaan kode etik (“code of ethical conducts”) yang didasarkan pada dukungan lingkungan (“enabling strategy”) yang diterjemahkan ke dalam standar tingkah laku yang dapat diterima umum, dan dijadikan acuan perilaku aparatur pemerintah baik di pusat maupun di daerah- daerah. Pelayanan berarti pula semangat pengabdian yang mengutamakan efisiensi dan keberhasilan bangsa dalam membangun, yang dimanifestasikan antara lain dalam perilaku “melayani, bukan dilayani”, “mendorong, bukan menghambat”, “mempermudah, bukan mempersulit”, “sederhana, bukan berbelit-belit”, “terbuka untuk setiap orang, bukan hanya untuk segelintir orang”. Makna administrasi publik sebagai wahana penyelengga-raan pemerintahan negara, yang esensinya “melayani publik”, harus benar-benar dihayati para penyelenggara pemerintahan negara. 3) Transparansi. Dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya, di samping mematuhi kode etik, aparatur dan sistem manajemen publik harus mengembangkan keterbukaaan dan sistem akuntabilitas, bersikap terbuka dan bertanggung jawab untuk mendorong para pimpinan dan seluruh sumber daya manusia di dalamnya berperan dalam mengamalkan dan melembagakan kode etik dimaksud, sehingga dapat menjadikan diri mereka sebagai panutan masyarakat; dan itu dilakukan sebagai bagian dari pelaksanaan tanggung jawab dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dan negara. Upaya pemberdayaan masyarakat dan dunia usaha, peningkatan partisipasi dan kemitraan, selain memerlukan keterbukaan birokrasi pemerintah, juga memerlukan langkah-Iangkah yang tegas dalam mengurangi peraturan dan prosedur yang mengham-bat kreativitas dan otoaktivitas mereka. serta memberi kesempatan kepada masyarakat untuk dapat berperan serta dalam proses penyusunan peraturan kebijaksanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pembangunan. Pemberdayaan dan keterbukaan akan lebih mendorong akuntabilitas dalam pemanfaatan sumber daya, dan adanya keputusan-keputusan pembangunan yang benar-benar diarahkan sesuai prioritas dan kebutuhan masyara-kat, serta dilakukan secara riil dan adil sesuai aspirasi dan kepentingan masyarakat. 4) Partisipasi. Masyarakat diikutsertakan dalam proses menghasilkan public good and services dengan mengem-bangkan pola kemitraan dan kebersamaan, dan bukan semata-mata dilayani. Untuk itulah kemampuan masyarakat harus diperkuat (“empowering rather than serving”), kepercayaan masya-rakat harus meningkat, dan kesempatan masyarakat untuk ber- partisipasi ditingkatkan. Konsep pemberdayaan (“empowerment”) juga selalu dikaitkan dengan pendekatan partisipasi dan kemitraan dalam manajemen pembangunan, dan memberikan penekanan pada desentralisasi dalam proses pengambilan keputusan agar diperoleh hasil yang diharapkan dengan cara yang paling efektif dan efisien dalam pelaksanaan pembangunan. Dalam hubungan itu perlu dicatat pentingnya peranan keswadayaan masyarakat, dan menekankan bahwa fokus pembangunan yang hakiki adalah peningkatan kapasitas perorangan dan kelembagaan (“capacity building”). Jangan diabaikan pula penyebaran informasi mengenai berbagai potensi dan peluang pembangunan nasional, regional, dan global yang terbuka bagi daerah; serta privatisasi dalam pengelolaan usaha- usaha negara. 5) Kemitraan. Dalam membangun masyarakat yang modern dimana dunia usaha menjadi ujung tombaknya, terwujudnya kemitraan, dan modernisasi dunia usaha terutama usaha kecil dan menengah yang terarah pada peningkatan mutu dan efisiensi serta produktivitas usaha amat penting, khususnya dalam pengembangan dan penguasaan teknologi dan manajemen produksi, pemasaran, dan informasi. Dalam upaya mengembangkan kemitraan dunia usaha yang saling menguntungkan antara usaha besar, menengah, dan kecil, peranan pemerintah ditujukan kearah pertumbuhan yang serasi. Pemerintah berperan dalam menciptakan iklim usaha dan kondisi lingkungan bisnis, melalui berbagai kebijaksanaan dan perangkat perundang-undangan yang mendorong terjadinya kemitraan antarskala usaha besar, menengah, dan kecil dalam produksi dan pemasaran barang dan jasa, dan dalam berbagai kegiatan ekonomi dan pembangunan lainnya, serta pengintegrasian usaha kecil ke dalam sector modern dalam ekonomi nasional, serta mendorong proses pertumbuhannya. Dalam proses tersebut adanya kepastian hukum sangat diperlukan. 6) Desentralisasi. Desentralisasi merupakan wujud nyata dari otonomi daerah, merupakan amanat konstitusi, dan respons atas tuntutan demokratisasi dan globalisasi. Peningkatan kompetensi dan Penguatan kelembagaan sangat diperlukan dalam mewujudkan format otonomi daerah tersebut, termasuk kemampuan dalam proses pengambilan keputusan dan pemberian perizinan, yang tetap terarah pada keterikatan dan pada perwujudan cita-cita dan tujuan NKRI. Perubahan-perubahan yang cepat di segala bidang pembangunan menuntut pengambilan keputusan dan pelayanan yang tidak terpusat, tetapi tersebar sesuai dengan fungsi, kewenangan, dan tangungjawab yang ada di daerah. Karena pembangunan pada hakekatnya dilaksanakan di daerah-daerah, berbagai kewenangan yang selama ini ditangani oleh pemerintah pusat telah dilimpahkan kepada pemerintah daerah. Langkah-Iangkah serupa perIu diikuti pula oleh organisasi-organisasi dunia usaha, khususnya perusahaanperusahaan besar yang berkantor pusat di Jakarta, sehingga pengambilan keputusan bisnis bisa pula secara cepat dilakukan di daerah. Perbedaan perkembangan antar daerah mempunyai implikasi yang berbeda pada macam dan intensitas peranan pemerintah, namun pada umumnya masyarakat dan dunia usaha memerIukan (a) desentralisasi dalam pemberian perizinan, dan efisiensi pelayanan birokrasi bagi kegiatan- kegiatan dunia usaha di bidang sosial ekonomi, (b) penyesuaian kebijakan pajak dan perkreditan yang lebih nyata bagi pembangunan di kawasan-kawasan tertinggal, dan sistem perimbangan keuangan pusat dan daerah yang sesuai dengan kontribusi dan potensi pembangunan daerah, serta (c) ketersediaan dan kemudahan mendapatkan informasi mengenai potensi dan peluang bisnis di daerah dan di wilayah lainnya kepada daerah di dalam upaya peningkatan pembangunan daerah. 7) Konsistensi Kebijakan, dan Kepastian Hukum. Tegaknya hokum yang berkeadilan secara efektif merupakan jasa pemerintahan yang terasa teramat sulit diwujudkan, namun mutlak diperlukan dalam penyelenggaraan pernerintahan yang baik dan bersih, justru di tengah kemaje- mukan, merajalelanya KKN termasuk money politics, berbagai ketidakpastian perkem-bangan lingkungan, dan menajamnya persaingan. Peningkatan dan efisiensi nasional membutuhkan penyesuaian kebijakan dan perangkat perundang-undangan, namun tidak berarti harus mengabaikan kepastian hukum. Adanya kepastian hukum merupakan indikator profesio- nalisme dan syarat bagi kredibilitas pemerintahan, sebab bersifat vital dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, serta dalam pengembangan hubungan internasional. Tegaknya kepastian hukum juga mensyaratkan kecermatan dalam penyu- sunan berbagai kebijakan pembangunan. Sebab berbagai kebijak-an public tersebut pada akhirnya harus dituangkan dalam sistem perundang-undangan untuk memiliki kekuatan hukum dan harus mengandung kepastian hukum. Wujud dari cita-cita reformasi birokrasi adalah berupa sistem dan proses pemerintah- an negara berdasarkan hukum yang merupakan perwujudan atas nilai peradaban dan kemanusiaan yang luhur, dilaksanakan dengan penuh kearifan, ketaatan, atau kepatuhan sebagai aparatur negara, warga negara, dan warga masyarakat dunia. Dengan demikian hukum dapat ditempatkan pada tingkat yang paling tinggi, yang pada akhirnya tidak boleh lagi menjadi subordinasi dari bidang-bidang lain, tapi menghikmati bidang- bidang lain. Pembangunan hukum harus ditujukan untuk mencapai tegak-nya supremasi hukum, sehingga kepentingan ekonomi dan politik tidak dapat lagi memanipulasi hukum sebagaimana lazimnya terjadi. Pembangunan hukum sebagai sarana mewujudkan supre-masi hukum, harus diartikan bahwa hukum termasuk penegakan hukum, harus diberikan tempat yang strategis sebagai instrument utama yang akan mengarahkan, menjaga dan mengawasi jalannya pemerintahan. Hukum juga harus bersifat netral dalam menyelesaikan potensi konflik dalam hidup dan kehidupan masyarakat Indonesia yang majemuk. Begin Match to source 58 in source list: Marulak Pardede. Penegakan hukum harus dilakukan secara sistematis, terarah dan dilandasiEnd Match oleh Begin Match to source 58 in source list: Marulak Pardede. konsep yang jelas,End Match dan integritas yang tinggi. Begin Match to source 58 in source list: Marulak Pardede. Selain itu penegakan hukum harus benar-benar ditujukan untuk meningkatkan jaminan dan kepastian hukum dalam masyarakat, baik di tingkat pusat maupun daerah sehingga keadilan dan perlindungan hukum terhadapEnd Match HAM benar-benar Begin Match to source 58 in source list: Marulak Pardede. dapat dirasakan oleh masyarakat.End Match Untuk menjamin adanya pemerintah yang bersih (clean government) serta kepemerintah- an yang baik (good governance), maka pelaksanaan pembangunan hukum harus memenuhi asas-asas kewajiban prosedural (fairness), pertanggungjawaban publik (acqoun- tability) dan dapat dipenuhi kewajiban untuk peka terhadap aspirasi masyarakat (responsibility). Hal ini dapat terwujud dikarenakan ada saling ketergantungan di antara mereka. Masyarakat dan lembaga- Iembaga pengontrol dan penyeimbang akan bersuara dengan lantang apabila pelayanan yang diterimanya dari birokrasi tidak seperti yang diharapkannya. Dengan penerapan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah maka keber-pihakan birokrasi pada kepentingan masyarakat akan menjadi lebih besar serta dapat mempertahankan posisi netralnya. Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah ini juga akan menjadi semacam sistem pengendalian internal bagi birokrasi. Belajar dengan Negara Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Lain Globalisasi tak hanya menuntut peningkatan peran sektor swasta, tetapi juga menuntut sektor publik untuk memperbaiki kinerjanya dalam rangka melayani kebutuhan pasar global. Hal ini telah berlangsung di Thailand, Singapura, Malaysia, dan Filipina. Di Singapura, misalnya, munculnya pasar global ditanggapi perrnerintah dengan meningkatkan kompetensi civil service agar mereka mampu menjawab tantangan zaman dan lebih kompetitif di duniaEnd Match interna-sional. Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Birokrasi di Malaysia lebih diorientasikan ke bisnis untuk menggantikan peran aktif birokrasi dalam pembangunan dan meredefinisi perannya sebagai fasilitator dalam aktivitas sektor swasta. Dalam kasus di Thailand, munculnya peran birokrasi publik adalah untuk memfasilitasi kebijakan pro-pasar seperti privatisasi dan berbagai aktivitas yang berkaitan dengan sektor swasta seperti business licensing, perdagangan internasional, dan pengawasan fiskal. Perubahan birokrasi di Thailand belakangan ini juga lebih menempatkan dirinya sebagai katalisator untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi yang civil service-nya berperan sebagai pendukung dan bukannya pemimpin. Hal yang sama juga dilakukan Filipina. Hal ini dengan jelas menunjukkan bahwa perubahan birokrasi ituEnd Match menekan-kan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/perlunya keterbukaan struktural untuk memungkinkan terjadinya pertukaran gagasan dan perubahan inovasi. Meski demikian, tidak semua negara berhasil melakukan perubahan birokrasi. Singapura dan Malaysia tergolong cukup efektif mewujudkan beberapa reformasi administrasi, antara lain karena stabilitas politik dan kerja sama yang baik antara birokrasi dan pemimpin politik. Sementara itu, Indonesia, Thailand, dan Filipina kurang efektif dalam mewujudkan perubahan administrasi karena dominannya aparat birokrasi dan adanya konflik atau kolusi antara birokrasi dan elite politik. Berkenaan dengan orientasi baru birokrasi yang lebih melihat ke pasar, kelak diharapkan keputusan didasarkan pada analisisEnd Match Iogis Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/dan melihat secara jeli implikasi dari kebijakan pro- pasar untuk legitimasi birokrasi publik, moralitas, dan motivasi pegawai negeri, sertaEnd Match mempertim-bangkan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/manfaat dan kerugiannya bagi penduduk. Untuk itu, pembuat kebijakan perluEnd Match memper- timbangkan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/perbedaan mendasar antara sektor publik dan sektor swasta dalam hal tujuan, struktur, norma-norma, meneliti secara kritis pelaksanaan ekonomi, sosial, dan keuntungan serta kerugian administrasi dalam transisi birokrasi, mengidentifikasi siapa saja yang diuntungkan dan siapa yang tidak diuntungkan dari perubahan birokrasi. Posisi dan Peran Birokrasi Pola birokrasi yang cenderung sentralisitik, dan kurang peka terhadap perkembangan ekonomi, sosial dan politjk masyarakat harus ditinggalkan, dan diarahkan seiring dengan tuntutanEnd Match masyara- kat. Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Harus diciptakan Birokrasi yang terbuka,End Match professional Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/dan akuntabel. Birokrasi yang dapat memicu pemberdayaan masyarakat, dan mengutamakan pelayanan kepada masyarakat tanpaEnd Match diskrimi- nasi. Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Birokrasi demikian dapat terwujud apabila terbentuk suatu sistem di mana terjadi mekanisme Birokrasi yang efisien dan efektif dengan menjaga sinergi yang konstiruktif di antara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Saat ini posisi, wewenang dan peranan Birokrasi masih sangat kuat, baik dalam mobilisasi sumber daya pembangunan,End Match pe- rencanaan, Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/maupun pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan yang masih terkesan sentralistik. Di samping itu, kepekaan Birokrasi untuk mengantisipasi tuntutanEnd Match perkem-bangan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/masyarakat mengenai perkembangan ekonomi, sosial dan politik sangat kurang sehingga kedudukan birokrasi yang seharusnya sebagai pelayan masyarakat cenderung bersifat vertical top down daripada horizontal partisipative. Birokrasi masih belum efisien, yang antara lain ditandai dengan adanya tumpang tindih kegiatan antar instansi dan masih banyak fungsi-fungsi yang sudah seharusnya dapat diserahkan kepada masyarakat masih ditangani pemerintah. Dengan makin besarnya peran yang dijalankan oleh masyarakat, maka seharusnya peran Birokrasi lebih cenderung sebagai agen pembaharuan, pelayanan dan pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, fungsi pengaturan dan pengendalian yang dilakukan oleh Negara adalah perumusan dan pelaksanaanEnd Match kebijak- sanaan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/yang berfungsi sebagai motivator dan fasilitator guna tercapainya swakarsa dan swadaya masyarakat termasuk dunia usaha. Peran lain yang seharusnya dijalankan oleb birokrasi adalah sebagai consensus building, yaitu membangun pemufakatan antara negara, sektor swasta dan masyarakat. Peran ini harus dijalankan oleh birokrasi mengingat fungsinya sebagai agen pembaharuan dan faslitator. Sebagai agen perubahan, birokrasi harus mengambilEnd Match ini-siatif Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/dan memelopori suatu kebijakan atau tindakan. Sedangkan sebagai fasilitator, Birokrasi harus dapat memfasilitasi kepentingan kepentingan yang muncul dari masyarakat, sektor swasta maupun kepentingan negara. Selain itu, pemisahan peran yang melekat pada aparatur pemerintah menjadi suatu keharusan. Aparatur pemerintah adalah pelayan publik yang harus melayani masyarakat apapun latar belakangnya. Perbedaan ideologi maupun pilihan potitik tidak boleh menghalangi perannya sebagai pelayan masyarakat. Dalam rangka optimasi peran birokrasi sebagaimana dikemukakan diatas,End Match kebijak-sanaan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/debirokratisasi, deregulasi, dan desentralisasi perlu dilanjutkan dan dikawal pelaksanaannya, peningkatanEnd Match pela-yanan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/kepada masyarakat harusEnd Match terusmenerus Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/ditingkatkan dan diusahakan. Upaya Reformasi Birokrasi Reformasi birokrasi menjadi usaha mendesak mengingat implikasinya yang begitu luas bagi masyarakat dan negara. Perlu usaha-usaha serius agar pembaharuan birokrasi menjadi lancar dan berkelanjutan. Beberapa poin berikut ini adalah langkah-langkah yang perlu ditempuh untuk menuju reformasi birokrasi. Langkah internal: 1) Meluruskan orientasi Reformasi birokrasi harus berorientasi pada demokratisasi dan bukan pada kekuasaan. Perubahan birokrasi harus mengarah pada amanah rakyat karena reformasi birokrasi harus bermuara pada pelayanan masyarakat. 2) Memperkuat komitmen Tekad birokrat untuk berubah harus ditumbuhkan. Ini prasyarat penting, karena tanpa disertai tekad yang kuat dari birokrat untuk berubah maka reformasi birokrasi akan menghadapi banyak kendala. Untuk memperkuat tekad perubahan di kalangan birokrat perlu ada stimulus, seperti peningkatan kesejahteraan, tetapi pada saat yang sama tidak memberikan ampun bagi mereka yang membuat kesalahan atau bekerja tidak benar. 3) Membangun kultur baru Kultur birokrasi kita begitu buruk, konotasi negatif seperti mekanisme dan prosedur kerja berbelit -belit dan penyalahgunaan status perlu diubah. Sebagai gantinya, dilakukan pembenahan kultur dan etika birokrasi dengan konsep transparansi, melayani secara terbuka, serta jelas kode etiknya. 4) Rasionalisasi Struktur kelembagaan birokrasi cenderung gemuk dan tidak efisien. Rasionalisasi kelembagaan dan personalia menjadi penting dilakukan agar birokrasi menjadi ramping dan lincah dalam menyelesaikan permasalahan serta dalam menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat, termasuk kemajuan teknologi informasi. 5) Memperkuat payungEnd Match hokum Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Upaya reformasi birokrasi perlu dilandasi dengan aturan hukum yang jelas. Aturan hukum yang jelas bisa menjadi koridor dalam menjalankan perubahan-perubahan 6) Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Semua upaya reformasi birokrasi tidak akan memberikan hasil yang optimal tanpa disertai sumber daya manusia yang handal dan profesional. Oleh karena itu untuk mendapatkan sumber daya manusia (SDM) yang memadai diperlukan penataan dan sistem rekrutmen kepegawaian, sistem penggajian, pelaksanaan pelatihan, dan peningkatan kesejahteraan. 7) Reformasi birokrasi dalam konteks pelaksanaan otonomi daerah perlu dilakukan:End Match a) Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Pelaksanaan otonomi daerah menuntut pembagian sumber daya yang memadai. Karena selama ini pendapatan keuangan negara ditarik ke pusat, sekarang sudah dimulai dan harus terus dilakukan distribusi lokal. Karena terdapat kesenjangan dalam sumber daya lokal, maka power sharing mudah dilakukan tapi reventte sharing lebih sulit dilakukan.End Match b) Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/Untuk memenuhi otonomi, perlu kesiapan daerah untuk diberdayakan, karena banyak urusan negara yang perlu diserahkan ke daerah. Kecenderungan swasta berperan sebagai pemain utama, tentu memberi dampak kompetisi berdasarkan profesionalitas. Langkah eksternal: 1) Komitmen dan keteladanan elit politik Reformasi birokrasi merupakan pekerjaan besar karena menyangkut sistem besar negara yang mengalami tradisi buruk untuk kurun yang cukup lama. Untuk memutus tradisi lama dan menciptakan tatanan dan tradisi baru, perlu kepemimpinan yang kuat dan yang patut diteladani. Kepemimpinan yang kuat berarti hadirnya pemimpin-pemimpin yang berani dan tegas dalam membuat keputusan. Sedangkan keteladanan adalah keberanian memberikan contoh kepada bawahan dan masyarakat. 2) Pengawasan masyarakat Reformasi birokrasi akan berdampak langsung pada masyarakat, karena peran birokrasi yang utama adalah memberikan pelayanan kepada masyarakat. Pada tataran ini masyarakat dapat dilibatkan untuk mengawasi kinerja birokrasi. Kepemimpinan dan Peluang Reformasi Birokrasi Patut rnenjadi perhatian semua pihak bahwa birokrasi merupakan kekuatan yang besar sekali. Kegiatannya menyentuh hampir setiap kehidupan warga negara. Maka kebijakan yang dibuat oleh birokrasi sangat mempengaruhi sendi-sendi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Karena warga yang hidup dalam suatu negara terpaksa menerima kebijaksanaan yang telah dibuat oleh birokrasi, selain itu memang birokrasi merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian pelayanan umum kepada masyarakat. Berkenaan dengan hal tersebut, tidak berlebihan bila dikatakan, gagalnya upaya untuk membenahi birokrasi akan berdampak luas pada nasib rakyat, dan tentu saja berdampak pada proses demokratisasi. Nasib rakyat akan semakin terpuruk karena kualitas pelayan publik dan tidak berfungsinya pelayanan publik karena akan cenderung mendistorsi proses menuju keadilan dan kesejahteraan rakyat. PemiluEnd Match 2004 Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/merupakan momentum penting untuk melanjutkan proses reformasi birokrasi. PergantianEnd Match kepemim- pinan Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/sejak masa reformasi tidak berpengaruh pada kinerja birokrasi. Reformasi birokrasi sebenarnya sudah dilakukan secara internal. Perubahan struktur organisasi dan program kerja sudah dijalankan.End Match Namun Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/demikian, kinerjanya tetap tidak berubah bahkan cenderung semakin buruk. Kasus-kasus penyalahgunaan wewenang semakin meningkat tidak hanya terjadi di lembaga eksekutif melainkan meluas kelembaga legislatif dan yudikatif. Kecenderungan meluasnya kasus- kasus tidak hanya terjadi di tingkat pusat, tetapi juga meluas ke daerah. Hal itu bisa dimaklumi karena perubahan-perubahan internal itu dilakukan semata-mata hanya berdasarkan keinginan sesaat ketika eforia reformasi berlangsung. Pergantian kepemimpinan pasca reformasi tidak mengubah perilaku ini, bahkan terjadi hal yang sebaliknya. HalEnd Match ini Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/terjadiEnd Match karena Begin Match to source 2 in source list: http://l-moestika.blogspot.com/2010/adanya komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Perencanaan dan program reformasi sebaik apapun tidak akan bisa dijalankan kalau tidak ada komitmen dan keteladanan dari para pemimpin. Oleh karena itu, mau tidak mau pada Pemilu 2004 kita harus mendapatkan pemimpin-pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan tidak hanya pada proses reformasi birokrasi melainkan pemimpin yang mempunyai komitmen dan keteladanan untuk mengubah masa depan bangsa menuju keadaan yang lebih baik. Hanya para pemimpin berkomitmen dan mampu memberi teladan serta benar- benar meluhurkan nilai-nilai moral dan akhlak, yang mampu menegakkan supremasi hukum dalam era pembangunan nasional berkelanjutan, dalam kerangka dasar membangun kembali Indonesia.End Match Rendahnya Kinerja Aparatur K inerja birokrasi yang belum baik tersebut hingga saat ini masih kita rasakan. Selain itu, hingga kini kita juga masih meng- hadapi berbagai persoalan lainnya yang mendasar, antara lain pengangguran, kemiskinan, korupsi, in-efisiensi dalam penggunaan waktu dan sumber daya, rendahnya daya saing nasional, kurang stabilnya ekonomi, kerusakan lingkungan, belum optimalnya kinerja pelayanan di bidang pendidikan dan kesehatan, serta masih lemah- nya penegakan hukum dan termasuk disini peran birokrasi dalam penanganan bencana di daerah rawan bencana. Salah satu penyebab terjadinya krisis multidimensi yang kita alami tersebut adalah karena buruknya atau salah kelola dalam penyelengaraan tata kepemerintahan (poor or bad governance), yang antara lain diindikasikan oleh 3 (tiga) permasalahan utama di dalam birokrasi pemerintahan yaitu: 1. Terjadinya tindakan KKN (korupsi, kolusi, dan nepotisme); 2. Rendahnya kinerja aparatur; dan 3. Rendahnya kinerja pelayanan kepada publik atau masyarakat. Ketiga permasalahan tersebut antara lain disebabkan oleh belum optimalnya penyempurnaan birokrasi secara konsisten dan berkelanjutan ketika itu, yang ditandai dengan: 1. Masih lemahnya penerapan prinsip-prinsip good public governance, 2. Belum diterapkannya sistem manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja yang antara lain dimaksudkan untuk mendukung pelaksanaan berbagai kebijakan pembangunan; dan 3. Masih rendahnya gaji pegawai negeri. Selain itu rendahnya kinerja aparatur public juga disebabkan karena: 1. Dari perspektik internal birokrasi: a) Menguatnya pengaruh politik dalam birokrasi sebagai dampak diadopsinya pilkada langsung sehingga pengangkatan pejabat dalam birokrasi banyak ditentukan oleh pengaruh politik sehingga birokrat kariermemiliki ketergantungan yang tinggi terhadap pejabat politik; b) Lemahnya hubungan check and balances antara eksekutif dan legislatif; c) Posisi bawasda/inspektorat yang lemah dalam struktur pemerintahan sebagai implikasi struktur birokrasi pemerintah- an daerah yang hierarkhis dan fragmented; d) Bawasda/inspektorat akan sulit bekerja ketika akuntabilitas masih dipahami sebagai pertanggungjawaban terhadap atasan (upwards accountability); e) Kesulitan tersebut makin bertambah ketika hubungan antara atasan-bawahan bersifat paternalistik (atasan memegang kekuasaan pemberian insentif kepada bawahan); f) Tidak jelasnya Begin Match to source 204 in source list: Submitted to STIE Perbanas Surabaya on 2015-02-01sistem rewardEnd Match and Begin Match to source 204 in source list: Submitted to STIE Perbanas Surabaya on 2015-02-01punishment bagiEnd Match aparat birokrasi Begin Match to source 204 in source list: Submitted to STIE Perbanas Surabaya on 2015-02-01yang berprestasi danEnd Match yang Begin Match to source 204 in source list: Submitted to STIE Perbanas Surabaya on 2015-02-01tidakEnd Match Ketidakjelasan prosedur kerja dan ukuran kinerja aparat birokrasi membuat sulit untuk meminta akuntabilitas kinerja birokrasi; 2. Dari perspektif sistem pengawasan: Kaburnya domain hukum administrasi dan hukum pidana membuat posisi aparat birokrasi sangat rentan untuk ‘dikriminali- sasikan’ sehingga akan mendorong mereka untuk “merekayasa laporan”. 3. Dari perspektif masyarakat: a) Kurangnya transparansi pemerintah daerah dalam menyam- paikan informasi kepada masyarakat; b) Masih rendahnya demand untuk meminta akuntabilitas pemerintah daerah rekayasa’ laporan. Solusi alternatif untuk mengatasinya adalah: a) Memperkuat posisi inspektorat dalam struktur birokrasi pemerintah daerah agar terbebas dari pengaruh politik dan lebih independent; b) Mendorong dilakukannya akutabilitas politik atau downwards accountability untuk mengimbangai bias akuntabilas yang bersifat administratif dan upwards accountability c) Memperjelas prosedur kerja dan ukuran kinerja d) Memperjelas mekanisme reward and punishment e) Memperjelas ranah hukum administrasi dan hokum pidana Hal tersebut bisa dilakukan dengan adanya Reformasi Birokrasi, karena: 1) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeranan strategis dari birokrasi dalam mewujudkan visi dan misi bangsa (melindungi bangsa dan tanah air, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia).End Match 2) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfKrisis multi dimensi dimulai sejak Orde Baru, puncaknya pada tahun 1997 dan masih berkepanjangan, termasuk krisis moral (Indonesia paling lamban keluar dari krisis).End Match 3) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeringkat Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia teratas di Asia.End Match 4) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfMillenium Development Goals (Deklarasi PBB No. 55/2000) dimana setiap negara anggota PBB harus mengurangi wargaEnd Match masyarakat Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfmiskin dan pengangguran sebesar 50% pada akhir tahun 2015.End Match 5) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfMasih tingginya jumlah penduduk miskin (37,17 juta atau 16,6%) dan jmlh pengangguran terbuka (10,55 juta atau 9,8%) th 2007.End Match 6) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfBirokrasi yg ada dewasa ini belum berperan dlm meningkatkan investasi (Menurut IFC, doing business di Indonesia berada pada peringkat 135 dari 175 negara yg disurvey)End Match 7) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPeranan strategis dari birokrasi dalam mewujudkan visi dan misi bangsa (melindungi bangsa dan tanah air, memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa serta ikut memelihara ketertiban dunia).End Match 8) Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfPelaksanaan reformasi birokrasi selama ini belum memenuhi tuntutan masyarakat, belum terencana secara sistemik,End Match kom- prehensif Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfdan berdurasi jangka panjang (setiap ganti Pemerintah kebijakan reformasi birokrasi dimulai dari awal kembali).End Match Rendahnya kinerja aparatur juga ditandai dengan masih tingginya pelanggaran disiplin dan tingkat penyalahgunaan kewe- nangan dalam bentuk tindak pidana korupsi, masih rendahnya kinerja sumber daya manusia aparatur, belum memadainya sistem kelem- bagaan dan ketatalaksanaan birokrasi pemerintah untuk dapat menunjang pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangun- an secara efisien dan efektif, dan belum optimalnya penerapan teknologi informasi dan komunikasi (e-services) di setiap instansi pelayanan publik yang berakibat pada rendahnya kualitas pelayanan publik. Berbagai kondisi tersebut dikarenakan antara lain: (a) Belum tertatanya dengan baik manajemen penyusunan atau pencairan anggaran, yang berakibat akan memberi peluang terjadinya inefisien dan penyimpangan yang tidak dikehendaki. (b) Masih lemahnya manajemen internal di berbagai instansi pemerintah ditandai dengan masih lemahnya sistem koordinasi pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan, yang berpengaruh kepada kinerja aparatur dan kualitas pelayanan publik. (c) Masih lemahnya penerapan aturan disiplin dan penjatuhan sanksi terhadap aparatur yang melakukan pelanggaran. (d) Masih belum, efektif dan efisiensinya birokrasi pemerintahan sebagai akibat dari masih tumpang-tindihnya Begin Match to source 221 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-09-18berbagai peraturan perundang-undanganEnd Match yang berhubungan dengan Begin Match to source 221 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-09-18penyelenggara-End Match an Begin Match to source 221 in source list: Submitted to Udayana University on 2015-09-18negaraEnd Match dan aparatur negara. (e) Masih belum tertatanya sistem pencatatan registrasi vital kepen- dudukan yang berakibat pada penyalahgunaan identitas ataupun pembuatan identitas ganda. (f) Ketidakjelasan koordinasi dan masih tumpang tindihnya pelaksa- naan pengawasan dan audit pemerintah. (g) Masih terbatasnya dukungan sarana dan prasarana serta profe- sionalitas operator pelayanan publik. Kemerosotan kinerja pemerintahan sebenarnya mulai terasa pada awal reformasi karena kebiasaan mengadakan perubahan- perubahan secara erratic dan tidak terencana, seperti mengadakan 5 jabatan Sekretaris yang setingkat pada Sekretariat Negara, reshuffle Kabinet yang dilakukan beberapa kali, dan intervensi Presiden dalam penunjukan jabatan teras pada birokrasi pusat dan daerah daerah, adalah faktor utama yang mendorong terjadinya kondisi entrofi tersebut. Pada pemerintahan awal era reformasi adanya Begin Match to source 137 in source list: https://docobook.com/reaktualisasi-39semangat-kepublikan-birokrasi39-di-erac4186a9a438562e48f8aa04a2b7ce49b75452.htmlkabinet Gotong Royong yang terdiri dari para menteri dari kalanganEnd Match profe- sional Begin Match to source 137 in source list: https://docobook.com/reaktualisasi-39semangat-kepublikan-birokrasi39-di-erac4186a9a438562e48f8aa04a2b7ce49b75452.htmlyang mempunyai reputasi tinggi,End Match entrofi pemerintahan mulai menghilang karena kepercayaan rakyat mulai menguat kembali. Sayangnya, pada pemerintahan tersebut kinerja pemerintah muncul kembali karena didorong oleh dua faktor penyebab: Pertama, rendahnya kepercayaan masyarakat pada kemampuan para pembantu Presiden. Kedua, yang justru merupakan faktor penyebab utama, adalah karena UUD hasil amandemen nampaknya kurang memberikan landasan konstitusional untuk sistem pemerintahan yang memiliki kapasitas tinggi, yaitu suatu pemerintahan negara yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidup- an bangsa, dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi serta keadilan sosial. Sudah cukup banyak penilaian terhadap kinerja aparatur yang dilakukan oleh berbagai media cetak dan elektronik, serta para pengamat pada berbagai forum, dan saya rasa penilaian tersebut sudah cukup untuk memberikan gambaran tentang pandangan masyarakat terhadap kondisi pemerintahan pada saat ini. Faktor kedua yang sebenarnya merupakan akar permasalahan atas rendah- nya kinerja pemerintah adalah amandemen UUD hasil amandemen sebanyak 4 kali selama kurun waktu 1999 sampai 2004, yang menciptakan pemerintahan parlementer semu. UUD hasil aman- demen telah merubah secara mendasar sistem pemerintahan negara menjadi sistem presidensial, padahal oleh para founding fathers sistem tersebut dipandang kurang “adekuat” sebagai sistem pemerin- tahan negara bangsa yang berlandaskan faham kekeluargaan untuk menciptakan keadilan sosial. Kalau kita ikuti pembahasan pada sidang-sidang BPUPK pada pertengahan Juli sampai 15 Agustus 1945, waktu menyusun sistem pemerintahan untuk negara Republik Indonesia, dan pembahasan pada sidang-sidang PPKI pada 18 – 20 Agustus 1945, sebagaimana terekam dalam notulen otentik yang hampir selama 56 tahun “hilang”, dapat disimpulkan bahwa sistem pemerintahan untuk Negara Bangsa Republik Indonesia adalah yang oleh Dr. Soekiman, anggota BPUPK yang mewakili Yogyakarta, disebut “sistem sendiri”. Dalam literatur ilmu politik system pemerintahan tersebut ditahbiskan pertama kali oleh ilmuwan politik Prancis, Maurice Duverger, sebagai sistem pemerintahan semipresidensial. Sistem pemerintahan tersebut dipilih karena dipandang akan mampu mengatasi kelemahan-kelemahan sistem parlementer yang dipandang tidak mengenal pemisahan antara kekuasaan eksekutif dan legislatif, karena yang memegang portofolio penting dalam eksekutif adalah anggota legislatif, sehingga tidak menjamin tumbuhnya check-andbalance yang merupakan persyarakat penting dalam penyelenggaraan pemerintahan yang baik. Para penyusun konstitusi tidak memilih sistem presidensial karena memperkirakan pada sistem tersebut terbuka lebar peluang terjadinya “political gridlocks” apabila presiden terpilih berasal dari partai minoritas sedangkan berkuasa di lembaga legislatif adalah partai mayoritas. Hubungan yang kurang serasi antara eksekutif dan legislatif pada tahun pertama pemerintahan pada waktu itu memang merupakan salah satu contoh fenomena kemacetan politik yang dikhawatirkan oleh para pendahulu kita. Political gridlock itulah yang kita alami sejak pemerintahan terbentuk karena dalam sistem parlementer semu, presiden bukan saja menghadapi kendala dari DPR, tetapi juga karena para menteri dalam kabinetnya lebih loyal kepada politik partai masing-masing. Selain harus menghadapi ancaman instabilitas politik, pemerintah yang terdiri atas Presiden yang berasal dari partai minoritas dan petinggi aparatur sebagai seorang ketua umum salah satu partai mayoritas, masih harus menghadapi “tekanan” masyara- kat internasional yang sedang mengalami pergeseran pandangan tentang misi dan sistem pemerintah dalam pembangunan negara- negara berkembang. Dirangsang oleh pemikiran-pemikiran Osborne dan Gaebler melalui buku mereka Reinventing Government (1992) dan Osborne dan Plastrik melalui buku berjudul provokatif Banishing Bureaucracy: the Five Stages of Reinventing Government (1998), berkembanglah pemikiran yang cukup berpengaruh di lingkungan lembaga-lembaga keuangan internasional bahwa pemerintah yang baik adalah pemerintah yang ramping. Lembaga-lembaga multilateral maupun bilateral dengan cepat menerima pandangan tersebut dan menerap- kannya dalam program bantuan mereka dan menjadikannya bagian dari paket program pengembangan good governance, yang secara sempit diartikan sama dengan small government atau clean government. Program-program reformasi ekonomi yang dilaksanakan oleh lembaga-lembaga internasional di Indonesia, khususnya privatisasi dan debirokratisasi, juga tidak terlepas dari pemikiran dasar ini, padahal dalam kenyataannya peranan Pemerintah Indonesia, anggaran pemerintah cukup kecil, tidak mencapai 20 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), berarti berada jauh di bawah negara- negara OECD yang sekarang masih cukup tinggi yaitu rata-rata 47.7 persen. Demikian juga bila diukur dari rasio penduduk per pegawai, Indonesia ternyata berada di bawah rasio di negara-negara maju. Dalam keadaan organisasi pemerintah terlalu kecil untuk mampu melaksanakan tugas-tugas pokoknya, Pemerintah Indonesia mendapat desakan kuat dari luar untuk melakukan debirokratisasi dan deregulasi. Selain itu ditunjang adanya arah kebijakan reformasi kelembagaan atau reformasi aparatur negara di negara-negara maju yang tujuannya adalah memperkecil peranan negara dalam pembanguan ekonomi memang tidak sepenuhnya dapat diterapkan di Indonesia. Kalau arah kebijakan seperti itu tetap dipaksakan oleh kekuatan luar terhadap Indonesia, maka dapat dipastikan entrofi pemerintahan akan semakin berlanjut dan Indonesia akan betul-betul menjadi negara yang gagal yang tidak mampu lagi melakukan tugas- tugas untuk mencapai cita-cita bangsa, yang berdampak pada rendahnya kinerja aparatur kita. Beberapa faktor penyebab rendahnya kinerja aparatur negara bagi pencapaian tujuan negara yaitu antara lain: Pertama, adanya arogansi kekuasaan. Hingga saat ini kita masih melihat, mendengar dan bahkan merasakan adanya arogansi kekuasaan oknum aparatur negara yang dilakukan secara sistematis tersembunyi maupun secara terang-terangan. Pada praktek penyelenggaraan administrasi pemerintahan daerah arogansi kekuasaan ini terasa sangat kental mulai dari recruitmen, mutasi, rotasi dan promosi dengan mengangkat pegawai baru melalui penyimpangan aturan dan mengangkat kolega-kolega pada jabatan tertentu meskipun diyakini bahwa yang bersangkutan tidak akan mampu mengemban tugas bagi pencapaian visi daerah. Nepotisme dalam segala bentuk dan perwujudannya berhasil menyingkirkan meritokrasi yang seharusnya ditaati oleh para aparat penyelenggara pemerintahan daerah. Premanisme penye- lenggaraan administrasi pemerintahan daerah sebagai wujud dari arogansi kekuasaan bukanlah isapan jempol. Kasus semacam ini terjadi pada banyak daerah, dimana oknum pimpinan daerah menggunakan para preman untuk mengintimidasi, mengancam physik dan psykhis kelompok lain (di dalam dan di luar struktur pemerintahan daerah) yang dianggap berseberangan atau kurang sepaham, dan jika yang bersebe-rangan atau kurang sepaham tersebut adalah aparat pemerintah daerah, maka upaya pembunuhan karakter dan pengkerdilan imajinasi dan pemikiran dilakukan melalui pemarkiran yang bersangkutan pada jejeran bangku panjang alias non job seperti dialami oleh banyak aparatur pemerintah pada berbagai daerah di republik tercinta ini. Arogansi semacam ini tidak hanya milik dan terjadi pada penyelenggaraan administrasi pemerintahan daerah, tetapi juga terjadi pada badan atau lembaga-lembaga pemerintah di tingkat pusat. Arogansi kekuasaan ini disebabkan oleh dua hal yaitu ketidaktaatan terhadap peraturan berlaku dan tidak adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Ketidak- taatan atau bahkan kesemena-menaan dan penyimpangan terhadap peraturan perundang-undangan berlaku akan berdam- pak pada kegagalan pencapaian tujuan negara. Penyebab kedua adalah tidak adanya transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan. Kita fahami dan ketahui bersama bahwa sebagian besar dari kebijakan publik merupakan output dari proses politik yang kadang-kadang memiliki agenda terselubung yang tidak pernah dimengerti dan difahami oleh aparatur negara. Tidak transparannya tujuan kebijakan dan pengelolaan suatu program menimbulkan interpretasi imajiner berlebihan yang mengarah pada praduga negatif bahkan fitnah baik dari aparatur negara pelaksana kebijakan maupun segmen masyarakat tertentu se- bagai kelompok sasaran program (target group). Dalam kondisi tidak adanya keterbukaan seperti ini akan menimbul frustasi yang ditandai dengan sikap tidak peduli atau apatisme aparatur negara terhadap berbagai rencana program yang sedang ataupun akan berjalan. Kedua adalah adanya intervensi berlebihan baik dari supra institusi (institusi atasnya) maupun infrastruktur politik, terutama partai politik berkuasa. Intervensi dilakukan mulai dari rekruitment pegawai, penempatan jabatan, promosi sampai pada peme- nangan tender proyek, sehingga kemandirian aparatur negara untuk melaksanakan pekerjaannya secara rasional sangat sulit untuk dilakukan. Dampaknya adalah aparatur negara berlomba- lomba untuk mendekatkan diri dengan penguasa atau pihak yang mampu mengintervensi, dengan segala cara termasuk meng- gadaikan profesionalitas,idealisme, prinsip, dan moral. Asumsi yang dipakai adalah kedekatan dengan penguasa jauh lebih menguntungkan dibanding memiliki pengetahuan dan keterampilan yang tinggi karena lebih memberi peluang untuk mendapatkan kekuasaan, dan jika kekuasaan diperoleh maka peluang untuk mendapatkan pristise dan keuntungan financial telah terbuka lebar. Cara berpikir konvensional semacam ini masih dipertahankan dan bahkan dikembangkan oleh tidak sedikit aparatur negara ditambah lagi dengan hedonisme dan ambisi berlebihan akan kekuasaan yang merasuki pikiran aparatur negara berakibat pada terkurasnya energi bagi upaya mendekatkan diri dengan penguasa daripada dimanfaatkan untuk penyelesaian tugas-tugas rutin. Ambisi yang berlebihan pada akhirnya dapat mendorong seseorang untuk melakukan jalan pintas, menghalalkan segala cara dengan menabrak rambu-rambu moral, agama dan hukum berlaku. Masalah ketiga yang dihadapi aparatur negara adalah lemahnya tim kerja (team work) karena dua hal yaitu ketidak- mampuan manajerial dan inefisiensi. Telah kita ketahui bersama bahwa administrasi merupakan proses kerjasama kelompok orang yang terorganisir untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal administrasi negara berarti proses kerjasama dari segenap aparatur negara untuk mencapai tujuan negara. Maknanya adalah perlu adanya kerjasama tim (team work), karena pencapaian tujuan negara hanya mungkin dilakukan jika terjalin kerjasama antar aparatur negara terkait. Pada level institusi, lembaga, dinas, biro, bidang, dan lain-lain dalam banyak kasus kerjasama tim tidak dapat tumbuh dengan baik akibat ketidakmampuan pimpinan dalam menggerakkan, mengelola, mengarahkan staf dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Pimpinan kadang-kadang sibuk dengan kepentingan- nya sendiri, fokus perhatiannya tidak pada pencapaian tujuan dan pengembangan organisasi tetapi lebih pada upaya agar jabatan- nya tetap survive dan langgeng, kurang memiliki komitmen untuk mengembangkan kinerja staf dan organisasi secara keseluruhan. Padahal kita ketahui bersama hasil penelitian pada banyak negara hanya sekitar 20 persen dari jumlah pegawai suatu organisasi yang loyal, berdedikasi dan mampu menangani pekerjaannya secara baik, 60 persen abu-abu dalam arti dapat loyal, berdedikasi dan bekerja dengan baik asal pimpinan mam- pu menggerakkan dan mengarahkan mereka, sedang 20 persen sisanya selalu memposisikan diri sebagai musuh pimpinan, yang lebih senang melihat kejatuhan pimpinan dan kegagalan pencapaian tujuan organisasi. Bagi seorang pimpinan, komitmen melakukan perubahan, mengembangkan aparat, dan meningkat- kan kinerja adalah penting untuk dilakukan karena upaya tersebut berkaitan dengan pencapaian tujuan terlebih jika organisasi yang dipimpinnya bersentuhan langsung dengan pelayanan bagi peningkatan kesejahteraan dan taraf hidup masyarakat luas. Efisiensi merujuk pada perbandingan terbaik antara hasil dengan usaha (output-input), besaran dana, tenaga, fikiran yang dikeluarkan dengan hasil yang diperoleh, besaran / jumlah aparatur negara dengan pekerjaan yang harus ditangani. Dalam banyak hal aparatur negara bekerja sangat tidak efisien, boros, menghambur-hamburkan dana, mubazir. Banyak dana yang dikeluarkan dengan perolehan hasil yang tidak seimbang baik kualitas maupun kuantitas. Banyak ruang kerja yang bagus-bagus lengkap dengan fasilitas pendingin udara, computer, kulkas, TV, dan lain-lain namun tidak menghasilkan apa-apa. Ratusan bahkan ribuan pegawai berangkat pagi ke kantor namun tidak berbuat apa-apa hingga tiba waktu pulang kerja pada sore hari selama berhari-hari, dan bahkan berminggu. Inefisiensi sekurang-kurangnya terkait dengan tiga hal: 1) Pengambilan keputusan. Kekeliruan pimpinan puncak dalam merumuskan kebijakan maupun dalam menunjuk pejabat pelaksana untuk mengimplementasikan kebijakan yang telah dirumuskan. Kekeliruan ini dapat terjadi karena kurangnya informasi tentang data yang benar, atau distorsi informasi diterima pimpinan puncak, sehingga terjadi kekeliruan dalam pengambilan keputusan, dan hal disebut terakhir berdampak pada inefisiensi organisasi. 2) Kemampuan kerja (kapasitas) pegawai bersangkutan. Kemampuan kerja terkait erat dengan kompetensi yang dimiliki aparatur negara yang meliputi kompetensi teknis, kompetensi sosial, dan kompetensi intelektual Semakin tinggi kemampuan kerja pegawai metode kerja dan penyelesaian masalah. 3) Semangat dan budaya kerja. Semangat kerja berhubungan dengan fighting spirite, daya juang, ambisi, dan cita-cita. Sedang budaya kerja terkait dengan persepsi, prinsip, nilai, dan lain-lain yang terbentuk atas dasar pengalaman dan lingkungan. Semangat kerja yang tinggi dengan didukung oleh budaya kerja yang selalu berorientasi pencapaian kerja (achievement oriented) akan mengurangi inefisensi. Rendahnya Kinerja Pelayanan Publik D alam birokrasi, dikenal dengan istilah melayani dan dilayani. Adanya birokrasi adalah untuk melayani masyarakat. Bila melihat konsep Governance, sebagai pemerintah yang men- jalankan tugasnya untuk melayani masyarakat, maka perlu ditekankan adanya pelayanan dasar atau minimal masyarakat yang wajib dilaksanakan. Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/Perubahan paradigma penyelenggaraan pemerintahan dalam wujud pelaksanaan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab telah menjadikan Pemerintah Daerah sebagai ujung tombak dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahanEnd Match teru- tama Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebagai konsekuensi dari perubahan tersebut maka perlu adanya penataan ulang berbagai elemen dalam sistem penyelengggaraanEnd Match peme- rintahan Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/dalam rangka manifestasi pelaksanaan otonomi daerah. Karena pada dasarnya tujuan pelaksanaan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.End Match Menurut Sjamsiar Sj (2008), untuk Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/mewujudkan sasaran atau tujuan yang diinginkan diperlukan upaya pembinaan aparatur pemerintah daerah, sehingga dapat bekerja secara profesional dan manajemen pelayanan umum (public service) dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan akuntabel. Yang perlu dikedepankan oleh Pemerintah Daerah adalah bagaimana pemerintah daerah mampu membangun, meningkatkan dan mendayagunakan kelembagaan daerah yang kondusif, sehingga dapat mendesain standart pelayanan publik yang mudah, murah dan cepat. Pelayaan Publik (Public Service) oleh birokrasi publik merupakan salah satu perwujudan dari fungsi aparatur negara sebagai abdi masyarakat disamping sebagai abdi negara. Pelayanan publik oleh birokrasi publik dimaksudkan untuk mensejahterakan masyarakat (warga negara) dari satu negara kesejahteraan (welfare state). Dengan demikian pelayanan publikEnd Match menurut Scottish (2008), Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Kondisi masyarakat yang mengalami perkembangan dinamis, tingkat kehidupan masyarakat yang semakin baik, mengakibatkan masyarakat semakin sadar akan apa yang menjadi hak danEnd Match kewa- jibannya Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/sebagai warga negara dalam hidup bermasyarakat mengajukan tuntutan, keinginan dan aspirasinya kepada pemerintah.End Match Masyarkat Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/semakin kritis dan semakin berani untuk melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh pemerintahnya. Kenyataan yang ada mengisyaratkan hal yang kurang melegakan, hal tersebut terkait dengan kepuasan masyarakat yang belum terpenuhi dengan kata lain pelayanan yang diberikan selama ini masih belum memenuhi harapan pelanggan atau masyarakat, bahkan seringkali terjadi mal-pelayanan, dimana masih banyak dirasakan kelemahan- kelemahan yang dampaknya sering merugikan masyarakat.End Match Di era globalisasi ini misi pemerintahan tidak lagi bertumpu pada pengaturan, akan tetapi telah bergeser kepada pelayanan. Dimana pemerintahan tidak lagi hanya mengatur dan menciptakan prosedur-prosedur akan tetapi lebih pada pemberian pelayanan yang baik kepada masyarakat. Bahkan masalah pelayanan masyarakat yang diberikan oleh aparat birokrasi pemerintah merupakan satu masalah penting bahkan seringkali variabel ini dijadikan alat ukur menilai keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas pokok pemerintah. Aspek pelayanan merupakan bagian integral dalam strategi pengembangan tugas dan fungsi pemerintahan, untuk itu aspek perhatian terhadap kualitas pelayanan publik merupakan parameter dari keberhasilan birokrasi dalam pemuasan publik. Pelayanan yang berkualitas adalah merupakan harapan yang didambakan masyara- kat karena masyarakat menganggap bahwa hal itu adalah merupa- kan hak yang harus diperolehnya. Khususnya di era reformasi sekarang ini pemerintah memberikan perhatian yang serius dalam upaya peningkatan dan perbaikan mutu pelayanan. Antisipasi terhadap tuntutan pelayanan yang baik membawa suatu konsekuensi logis bagi pemerintah untuk memberikan perubahan-perubahan terhadap pola budaya kerja aparatur pemerintah. Begin Match to source 205 in source list: Muhaimin Muhaimin. Dalam Undang-Undang Nomor 32 TahunEnd Match 2005 Begin Match to source 205 in source list: Muhaimin Muhaimin. tentangEnd Match Pemerintahan Daerah disebutkan bahwa salah satu tujuan pemberian otonomi kepada daerah adalah untuk peningkatan pela- yanan dan kesejahteraan masyarakat yang semakin baik. Dengan demikian, pelaksanaan otonomi daerah, yaitu dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggungjawab kepada daerah secara proporsional yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian dan pemanfaatan sumber daya nasional yang berke- adilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan Daerah, maka kewenangan kebijakan pelayanan juga diserahkan kepada daerah dimana unit-unit birokrasi dituntut untuk lebih mampu mengimple- mentasi dalam bentuk program pelayanan publik yang berkualitas dan sebaik-baiknya. Terciptanya kualitas pelayanan tentunya akan menciptakan efektivitas dalam kinerja pelayananpublik, yang berdampak pada kenyamanan dan kesejahteraan masyarakat. Adanya pelayanan yang baik terhadap masyarakat Begin Match to source 11 in source list: http://opiktaufikbudiawan.blogspot.com/akan dapat mendukung tercapainya indikator keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah begitu pula sebaliknya. Peranan pelayanan sangat penting artinnya di dalam penyelenggaraan pemerintahan terlebih pada pelakasanaan otonomi daerah karena dengan kebijakan otonomi daerah, maka daerah harus mampu mengelola daerahnya secara mandiri.End Match Seperti pendapat Kumorotomo Wahyudi (2005), yang mengatakan bahwa untuk meningkatkan kualitas pelayanan, organisasi publik Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1(birokrasi publik) harus mengubah posisi dan peran (revitalisasi) dalam memberikanEnd Match layanan Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1publik. Dari yang suka mengatur dan memerintah berubah menjadi sukaEnd Match melayani, Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1dari yang suka menggunakan pendekatan kekuasaan berubah menjadi suka menolong menuju ke arah yang fleksibelEnd Match kolaburatis Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1dan dialogisEnd Match serta Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1dari cara-cara yang sloganis menuju cara-cara kerja yangEnd Match realistis pragmastis dan efisien sehingga bisa terhindar dari mal- administrasi. Demikian pula rendahnya kinerja pemerintah daerah dalam menyelenggarakan pelayanan publik. Tidak berbeda dengan adanya pemekaran wilayah ternyata tidak menjamin akan makin membaiknya pelayanan publik. Hal ini setidaknya tergambar dalam beberapa ”benang merah” dari makalah/paper/tulisan ilmiah berikut ini : 1) Penataan Ulang Birokrasi Dan Kualitas Pelayanan Publik Di Era Otonomi Daerah, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Administrasi Kepegawaian Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Oleh Erika Revida, Tahun 2007. Beberapa point penting dalam makalah, yang memberi gambaran masih ”buram-nya” pelayanan publik, adalah: a. Sejak otonomi daerah digulirkan peranan dan fungsi birokrasi semakin dipertanyakan, mengingat banyaknya kecaman dan keluhan masyarakat terhadap rendahnya kualitas pelayanan publik diberbagai sektor kehidupan, b. Praktik KKN dalam pemerintahan dan dalam pelayanan publik masih terus berlangsung, bahkan dengan skala dan pelaku semakin meluas, keinginan masyarakat untuk menikmati pelayanan yang efisien, responsif, akuntabel masih jauh dari realitas. 2) Desentralisasi Ekonomi Dan Pelayanan Publik: Studi Di Kabupaten/Kota Jawa Timur Periode 2000 – 2004, oleh Wilopo, dan Budiono: a. Aparat birokrasi lebih mementingkan pencapaian retribusi di wilayah kedinasannya sebagai ukuran keberhasilan kinerja dibandingkan dengan layanan publik yang kurang jelas pengukuran, sanksi, pinalti serta ganjarannya. b. Kondisi umum pelayanan publik masih dihadapkan pada sistem pelayanan dari aparatur yang belum maksimal dalam pelayanan publik yang efektif dan efisien. 3) Desentralisasi dan Demokrasi, Oleh Meizar Malanesia (2005) a. Selama ini realitas yang mewarnai kondisi pelayanan publik di Indonesia adalah ketidakberpihakan kepada rakyat; b. Pelayanan publik berada dalam kondisi yang memprihatinkan, contohnya kondisi sarana dan prasarana transportasi yang masih buruk. c. Salah satu faktor yang menjadi penyebabnya (belum adanya pelayanan yang baik kepada masyarakat) adalah masih dianutnya budaya “pangreh praja” oleh pemerintah, dimana pemerintah menganggap sebagai penguasa yang harus dilayani, dan rakyat menjadi “abdi” yang harus melayaninya. 4) Tinjauan Sosio Teknologi Atas Penerapan Standar Pelayanan Publik di Kabupaten Jembrana Bali, Oleh Agus Fanar Sukri Tahun 2007. a. Tampaknya apa yang telah dilakukan pemerintah masih belum banyak memberikan kontribusi bagi perbaikan kualitas pelayanan publik di negeri ini. Bahkan aparat birokrasi pelayanan publik masih belum mampu menyelenggarakan pelayanan yang diharapkan oleh masyarakat, kecuali hanya 3% daerah yang telah berhasil memperbaikinya ; b. Beberapa kelemahan dalam penyelenggaraan pelayanan publik di Indonesia, antara lain, kurang responsif, kurang informatif, terlalu birokratis dan kurang mau mendengar keluhan/aspirasi masyarakat; c. Dilihat dari sisi sumber daya manusianya, kelemahan utama pelayanan publik pemerintah daerah adalah kurangnya professionalisme, kompetensi, empati dan etika. 5) Stop Pemekaran, Utamakan Kemakmuran Di Daerah, Wahyudi Kumorotomo (2009). a. Pemekaran tidak lagi mengedepankan tujuan yang sesungguhnya dari desentralisasi, yaitu untuk mendekatkan pelayanan publik kepada rakyat, menciptakan sistem pemerintahan daerah yang responsif, dan meningkatkan kemakmuran rakyat di daerah secara menyeluruh. b. Jika dilakukan dengan landasan berpikir yang benar, pemekaran ditujukan untuk memperbaiki kualitas pelayanan publik karena administrasi-pemerintahan akan lebih dekat kepada rakyat di daerah. Namun di dalam praktik di Indonesia yang mengemuka adalah sentimen primordial, syahwat elit lokal yang menginginkan jabatan baru, keuntungan politis maupun keuntungan materi, yang kebetulan berimpit dengan kepentingan para perumus kebijakan di pusat sehingga merekapun kurang tegas dalam mewujudkan moratorium pemekaran. 6) Ringkasan Eksekutif : Studi Evaluasi Dampak Pemekaran Daerah Tahun 2001-2007, Bappenas bekerja sama dengan UNDP Tahun 2007. a. Mengenai aspek kinerja pelayanan publik diidentifikasi bahwa pelayanan publik di daerah pemekaran belum berjalan optimal, disebabkan oleh beberapa permasalahan, antara lain tidak efektifnya penggunaan dana; tidak tersedianya tenaga layanan publik, dan belum optimalnya pemanfaatan pelayanan public b. Di sisi pelayanan publik, kinerja Daerah Otonom Baru masih berada di bawah daerah induk. Kinerja pelayanan publik daerah otonom baru dan daerah induk secara umum masih di bawah kinerja pelayanan publik di daerah kontrol maupun rata-rata kabupaten 7) Kerjasama Antar Daerah (KAD) Untuk Peningkatan Penyeleng- garaan Pelayanan Publik dan Daya Saing Daerah, oleh Antonius Tarigan. Berangkat dari fakta sementara, saat ini konsep desentralisasi dan Otonomi Daerah diartikulasikan oleh daerah untuk hanya terfokus pada usaha menata dan mempercepat pembangunan di wilayahnya masing-masing. Penerjemahan seperti ini ternyata belum cukup efisien dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, karena tidak dapat dipungkiri bahwa maju mundurnya satu daerah juga bergantung pada daerah-daerah lain, khususnya daerah yang berdekatan Pelayanan masyarakat bisa dikatakan baik (profesionalisme) bila masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan pelayanan dan dengan prosedur yang tidak panjang, biaya murah, waktu cepat dan hampir tidak ada keluhan yang diberikan kepadanya. Kondisi tersebut dapat terwujud bilamana birokrasi didukung oleh sumber daya manusia yang mumpuni baik dari kualitas maupun kuantitas, disamping juga adanya sumber daya peralatan dan sumber daya keuangan yang memadai. Pembenahan birokrasi dapat menjadi agenda yang strategis, karena kompleksitas masalah, dampak yang mungkin dihasilkan dan dukungan yang mungkin diperoleh sangat besar. Dengan memberikan prioritas pada pembenahan birokrasi maka dampaknya terhadap percepatan terwujudnya good governance sangat besar. Karena itu sebaiknya pemerintah memberikan prioritas pada reformasi birokrasi sebagai bagian dari tindakan kongkrit dalam membangun good governance. Lebih konkrit lagi, perbaikan praktek penyelenggaraan pelayanan publik semestinya menjadi agenda awal dari reformasi birokrasi. Penyelenggaraan pelayanan publik menjadi core business dari birokrasi pemerintah. Dengan berhasil memperbaiki penyeleng- garaan pelayanan publik menjadi efisien, responsif, partisipatif dan akuntabel maka pemerintah bukan hanya dapat memperbaiki kinerja birokrasi tetapi juga membangun good governance. Dengan menjadikan praktik pelayanan publik sebagai pintu masuk dalam membangun good governance maka diharapkan toleransi terhadap praktik mal-administrasi (bad governance) yang semakin luas dapat dihentikan. Dalam teori demokratis dikatakan bahwa kedaulatan ada di tangan rakyat, dimana salah satu semangat yang terkandung di dalamnya adalah pemerintahan untuk rakyat, dengan demikian pemerintahan yang mengakui dirinya sebagai pemerintahan demo- kratis adalah yang menggunakan konsep demokratis dalam proses penyelenggaraan negara. Memperlakukan rakyat dengan baik sesuai dengan harkat martabatnya karena berlangsungnya suatu pemerintahan ditentukan oleh kehendak rakyat. Dalam hubungan inilah pelayanan sebagai salah satu fungsi pemerintah, pada tingkat operasionalnya harus dapat melindungi dan memenuhi tuntutan dan kebutuhan masyarakat. Memenuhi dan melindungi tuntutan kebutuhan masyarakat sebagai bagian dari wujud pelayanan dimaksudkan agar masyarakat dapat terpuaskan. Itulah sebabnya untuk memperbaiki kinerja Pemerintahan di Amerika Serikat, dari sepuluh formula yang dikemukakan oleh Osborne dan Geabler (1996), satu diantaranya adalah pemerintah sebagai pelayanan masyarakat haruslah lebih mementingkan terpenuhinya kepuasan pelanggan, bukan memenuhi apa yang menjadi kemauan birokrasi sendiri. Hal ini berarti upaya untuk memuaskan masyarakat terkait dengan misi pemerintahan yaitu dengan tidak lagi bertumpu pada kekuasaan melainkan telah bergeser pada pelayanan. Pemerintahan, seperti dikatakan Mac Iver (1992), adalah demi untuk mereka yang diperintah dan bukan demi yang memerintah, maka semua aktivitasnya pada umumnya hanya ditujukan pada kesejahteraan umum. Dinyatakannya pula bahwa dalam negara yang moderen konsepsi negara yang tadinya dalam mata mereka yang menjadi rakyatnya semata-mata alat kekuasaan, kini telah menjadi suatu badan pelayanan. Sebagai suatu badan pelayanan, negara perlu diurus, diatur dan dikelola agar dapat menghasilkan pelayanan yang berkualitas tangggung jawab akan semua itu, bila disimak dari teori “Kontrak Sosial” JJ Rousseau, terletak pada pemerintah. Dengan demikian penekanan pada tanggung jawab harus dilihat, hal ini penting karena sebagaimana dikatakan Rasyid (1997), bahwa manifestasi dari suatu pemerintahan adalah tanggung jawab yang pada hakekatnya adalah pelayanan kepada masyarakat. Namun pertanggungjawaban yang dikehendaki saat ini dari pelayanan pemerintah, termasuk di dalamnya pelayanan publik, adalah pertanggungjawaban yang bukan saja bersifat internal (orientasi ke dalam organisasi) tetapi yang lebih penting adalah pertanggung jawaban eksternal (orientasi ke pelanggan / masyarakat). Menurut Gronroos dalam Reyner (1997), Kualitas Pelayanan (service quality) adalah “sebagai hasil persepsi dari perbandingan antara harapan dengan kinerja actual layanan”. Sedangkan menurut Parasuraman (1997), diartikan sebagai “sebera- pa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang Begin Match to source 196 in source list: https://id.123dok.com/document/q7517ndz-pengaruh-kualitas-layanan-dan-kompetensi-karyawan-terhadap-kepuasan-nasabah.htmlmereka terima”, sehingga dapat dikatakan bahwa kualitasEnd Match pelayanan adalah Begin Match to source 196 in source list: https://id.123dok.com/document/q7517ndz-pengaruh-kualitas-layanan-dan-kompetensi-karyawan-terhadap-kepuasan-nasabah.htmlmerupakanEnd Match ukuran penilaian menyeluruh atas tingkat suatu layanan yang baik. Dalam memberikan pelayanan kepada publik, birokrasi pelayanan publik Iebih cenderung mempersulit stakeholder yang dilayaninya daripada mempermudah proses pelayanan, dengan memperpanjang jaring (red-tape) untuk memaksa pengguna layanan membayar upeti. Birokrasi yang yang bertele-tele dan kurang accessable dinilai sebagai salah satu penyebab munculnya high-cost economy, inefisiensi dan kurang mampu dalam memberikan pelayan- an yang baik, bermutu dan adil kepada masyarakat pengguna layanan. Kinerja pelayanan publik ‘pada umumnya cenderung terlalu bias kepada kelompok masyarakat kota dan masyarakat berpenghasilan menengah ke atas dengan kualitas yang rendah dan lamban. Melihat kriteria dari kinerja birokrasi pelayanan publik menyangkut permasalahan pilihan personal yang dikaitkan dengan nilai-nilai, Pemerintahan (government values), yang membawa konsekuensi bahwa birokrasi pelayan publik haruslah memiliki consumer-aware, menerapkan nilai-nilai the manager faces the consumer yang pada akhimya akan membawa implikasi pada efektivitas pelayanan dan kinerja pelayanan secara keseluruhan (service effectiveness). Secara umum, bila dirangkum beberapa hal yang menjadi penyebab dari beberapa kenyataan di atas adalah bersumber pada kelemahan peraturan perundang-undangan, rendahnya sumber daya manusia aparat birokrasi, kultur/budaya birokrasi yang masih bersifat paternalisitik dan hanya berorientasi pada kepentingan golongan yang sesaat. Alternatif-alternatif pemecahan masalah atau solusi untuk mengatasi kurang baiknya pelayanan publik oleh pemerintah daerah, yaitu antara lain : 1) Mengadobsi teori yang di gagas oleh David Osborne dan Ted Gabler dalam bukunya Reinventing Goverment (2005). Teori ini dikenal dengan istilah New Public Management (NPM). Teori ini sudah terbukti mampu menjadi solusi atas buruknya pelayanan publik yang terjadi Amerika Serikat. 2) Perbaikan mutu pelayanan publik dengan menggunakan ISO / IWA 4:2005 untuk Pemerintah Daerah seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Jembarana di Bali. 3) Ada tawaran untuk memperbaiki pelayanan publik dengan konsep Balanced Scorecard yang digagas oleh Kaplan & Norton, 2001. dengan balanced Scored maka pimpinan pemerintahan dapat mengetahui apa harapan rakyat dan apa kebutuhan pegawai pemerintah untuk memenuhi harapan rakyat tersebut. Namun untuk perbaikan pelayanan publik, sebelum mengadobsi beberapa teori yang ada, pertama kali seharusnya yang dilakukan adalah merubah paradigma pelayanan publik itu sendiri. Artinya, bila selama ini paradigma yang tertanam di benak aparat birokrasi di Daerah adalah terbiasa ”dilayani” digeser” menjadi birokrasi yang ”melayani”. Kemudian perlu juga pergeseran pemak- naan, bahwa menjadi ”pelayan” masyarakat adalah pekerjaan mulia dan ibadah. Dengan merubah paradigma ini diharapkan pelayanan publik akan menjadi semakin baik lagi. Kinerja Aparatur Publik dalam Penyelenggaraan Pemerintah Daerah K inerja Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfsecara umum dan populer diartikan sebagai prestasi kerja. Suatu prestasi kerja diukur setelah melakukan seperangkat kegiatan kerja yang menjadi tanggung jawab/tugas individu sebagai bagian dari uraian tugasnya dalam suatu lingkup kerja. Kinerja sering disamakan dengan performance; yaitu prestasi kerja yang dihasilkan dengan membandingkan apa yang seharusnya dilaksanakan dengan kualitas tampilan kerja sebenamya. Dalam konteks organisasi instansi pemerintah, kinerja diartikan sebagai hasil kerja aparatur pemerintah sebagai bagian dari proses manajemen kerja. Hasil kerja tersebut biasanya ada buktinya, dapat diukur, nyata dan sekaligus menjadi acuan hasil kerja seseorang yang digunakan sebagai basis menentukan tingkat pencapaian kerja dalam kurun waktu tertentu. Dari uraian di atas disimpulkan bahwa komponen kinerja meliputi hasil kerja (tingkat pencapaian kerja), aparatur yang melaksanakan kerja (individu), bukti kerja (konkret maupun non-konkret), dan adanya standar kerja yang menjadi acuan kerja.End Match Kinerja merupakan suatu hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu Begin Match to source 211 in source list: Submitted to iGroup on 2013-06-27instansi pemerintah sesuai denganEnd Match wewenang Begin Match to source 211 in source list: Submitted to iGroup on 2013-06-27danEnd Match tanggung jawab Begin Match to source 211 in source list: Submitted to iGroup on 2013-06-27masing-masingEnd Match dalam rangka mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika (Widodo, 2001). Kinerja aparatur publik merupakan perihal yang penting dan perlu mendapat perhatian yang cukup dalam rangka untuk peningkatan dan perbaikan kualitas pelayanan publik. Penilaian terhadap kinerja birokrasi akan sangat berguna untuk melihat atau menilai kuantitas, kualitas dan efisiensi pelayanan mendorong aparatur publik untuk lebih memahami kebutuhan masyarakat yang dilayani serta untuk melakukan perbaikan pelayanan publik. Kinerja aparatur dapat didefinisikan sebagai tingkat pencapaian hasil (“the degree of accomplisment’), oleh karena itu kinerja aparatur dapat dipandang sebagai tingkat pencapaian tujuan aparatur. Definisi lain, yang juga memandang kinerja secara internal, hanya membandingkannya dengan tujuan organisasi, bahwa “performance refers specificailly to performing and reaching group goal throught fast work speed; outcomes of high quality, accuracy, and quantity; observation of rules” (kinerja secara khusus mengacu kepada melaksanakan dan mencapa tujuan organisasi melalui kerja yang tepat, dan hasil yang memiliki kuantitas, kualitas, dan akurasi tinggi; pengawasan aturan) (Osbone & Gaebler 2000). Kinerja aparatur negara sebagai salah satu dimensi dari administrasi publik masih menjadi isu penting yang banyak dibicarakan karena di samping merupakan substansi utama dalam akuntabilitas publik yang harus dilakukan oleh setiap institusi negara, juga menjadi parameter keberhasilan pencapaian tujuan negara. Aparatur negara sebagai intrumen pilar pengemban amanah penca- paian masyarakat adil dan makmur hingga saat ini belum sepenuh- nya mampu memenuhi harapan pemangku kepentingan (stake- holders) terutama karena kesulitan dalam menyeimbangkan tiga tuntutan kebutuhan yang kadang-kadang seiring tapi tidak sejalan yaitu tuntutan kebutuhan politis, tuntutan kebutuhan profesionalisme dan tuntutan kebutuhan hidup layak. Kinerja aparatur akan menunjuk pada efektivitas aparatur dimana hal itu akan menyangkut pengha- rapan untuk mencapal hasil yang terbaik sesuai dengan tujuan kebijakan. Isu efektivitas organisasi dalam kaitannya dengan kinerja aparatur, mencakup how well the organization is doing, bagaimana, suatu organisasi mencapal profit/tujuannya dan tingkat kepuasan dan para pelanggan/pengguna jasa pelayananya, (Johson & Lewin 1991) Krackhhardt dalam Erry Riana, mengatakan bahwa dalam konteks organisasi publik, biasanya terdapat beberapa faktor yang menghambat enersia sosial untuk melakukan kolaborasi, interaksi, dan koordinasi dengan organisasi lain di luarnya. Faktor-faktor tersebut dikenal sebagai faktor-faktor penghambat yang bersifat kekal (immutable constraints) yang berkaitan dengan kapasitas interaksi. Intervensi pemerintah tetap diperlukan untuk mengisi peran residual dalam rangka memperlancar dan memfasilitasi proses interaksi antar aktor dalam jaringan kerja terutama ketika terjadi kesenjangan proses interaksi akibat hambatan peraturan, perbedaan kepentingan, ketidakseimbangan kekuatan, dan keterbatasan sumberdaya. Sejalan dengan hal tersebut di atas, John Steward juga menyatakan bahwa proses transformasi nilai-nilai baru dalam sistem pemerintahan dan pengaturan seharusnya dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan tiga aspek penting yang mempengaruhinya, yaitu dinamika (dynamic),komplekitas (complexity), dan diversitas (diversity) dari kondisi sosial-politik di masyarakat. Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Perspektif ini menaruh perhatian pada fokus pemerintahan pada penyediaan layanan secara langsung kepada masyarakat melalui badan-badan publik. Perspektif ini berpandangan bahwa organisasi publik beroperasi paling efisien sebagai suatu sistem tertutup sehingga keterlibatan warga negara dalam pemerintahan dibatasi.End Match Disamping itu juga Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/berpandangan bahwa peran utama administrator publik dibatasi dengan tegas dalam bidangEnd Match peren- canaan, Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/pengorganisasian, pengelolaan pegawai, pengarahan,End Match peng- koordinasian, Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/pelaporan, dan penganggaran.End Match Dalam hal ini dikatakan oleh Denhardt dan Denhardt (2000), bahwa diperlukan perubahan pola dalam rangka peningkatan kinerja aparatur publik dengan paradigma baru. Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Selama masa berlakunya perspektif old public administration ini, terdapat dua pandangan utama yang lainnya yang berada dalam arus besar tersebut. Pertama adalah pandangan Herbert A. Simon yang tertuang dalam karya klasiknya “administrative behavior”. Simon mengungkapkan bahwa preferensi individu dan kelompok seringkali berpengaruh pada berbagai urusan manusia. Organisasi pada dasarnya tidak sekedar berkenaan dengan standar tunggal efisiensi, tetapi juga dengan berbagai standar lainnya. Konsep utama yang ditampilkan oleh Simon adalah rasionalitas,End MatchBegin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1mengungkapkan bahwa dalam organisasi manusia yang rasional adalah yang menerima tujuan organisasi sebagai nilai dasar bagi pengambilanEnd Match keputusan- nya. Begin Match to source 111 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0700689_chapter1.pdfLebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 1End Match Pergeseran Perspektif Administrasi Publik (Birokrasi) ASPEK Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1OLD PUBLIC ADMINISTRATION NEW PUBLICEnd Match ADMINISTRATION Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1NEW PUBLIC SERVICE DasarEnd Match Teoritis Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1Teori politik Teori ekonomi Teori Demokrasi KonsepEnd Match kepentingan publik Kepentingan publik adalah Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1sesuatu yangEnd Match didefinisikan Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1secara politis danEnd Match yang Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1tercantum dalam aturanEnd Match Kepentingan publik mewakili agregasi dari kepentingan individu Kepentingan publik adalah hasil dari dialog tentang berbagai nilai Kepada siapa birokrasi harus bertanggungjawab Klien (clients) dan pemilih Pelanggan (Customer) Warga Negara (citizens) Peran pemerintah Pengayuh (Rowing) Mengarahkan (Steering) Menegoisasikan dan mengelaborasikan berbagai kepentingan warga negara dan kelompok komunitas Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1Akuntabilitas MenurutEnd Match hirarki Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1administratif Kehendak pasar yang merupakan hasil keinginanEnd Match pelanggan Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1(customers)End Match Multi aspek: akuntabel pada hukum,nilai komunitas, norma politik, standar profesional, kepentingan warga negara Sumber: Denhardt, 2000 Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1Dengan demikian orang akan berusaha mencapai tujuan organisasi dengan cara yang rasional dan menjamin perilaku manusia untuk mengikuti langkah yang paling efisien bagi organisasi. Dengan pandangan ini akhirnya posisi rasionalitas dipersamakan dengan efisiensi. Hal ini tampak dalam pandangan Denhardt & Denhardt bahwa “for what Simon called ‘administrative man,’ the most rational behavior is that which moves an organization efficiently toward its objective.”End MatchBegin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Dengan demikian, seseorang senantiasa berusaha mencari keuntungan sebesar-besarnya denganEnd Match pengo- rbanan Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/sekecil-kecilnya,End Match yang Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/memusatkan perhatian pada public goods (komoditas publik) sebagai output dari badan-badan publik.End Match Dalam pemerintahan orde baru, pemerintah seakan berhasil membangun kembali kehidupan sosial, politik dan ekonomi yang morat-marit menjelang akhir tahun 1960-an. Akan tetapi, kemapanan itu agaknya semata-mata karena hasil rekayasa politik yang menjadi- kan stabilitas sebagai tujuan utamanya. Untuk menjaga stabilitas tersebut “ bahasa kekuasaan” selalu tampak dominan. Dalam kaitan ini, tentara (ABRI) berfungsi efektif membasmi anasir-anasir yang dianggap ekstrim. Pendekatan “keamanan” ini menjadikan posisi pemerintah semakin kuat dan sebaliknya rakyat menjadi sangat lemah. Sebagai bagian integral dari kinerja penyelenggaraan peme- rintah di daerah perlu dilakukan overhaul besar-besar pada birokrasi pemerintah, yang mencakup penerapan model manajemen baru, sistem kepegawaian baru termasuk penerapan sistem peng-gajian dan jaminan sosial yang lebih rasional, serta penerapan aplikasi teknologi informasi modern dalam manajemen pemerintahan. Tanpa reformasi yang komprehensif tersebut, sukar mengharapkan akan terjadi peningkatan kinerja birokrasi secara mendasar. BAB II KORUPSI (Penyebab, Akibat, Strategi dan Solusi Pemberantasan ) Istilah Korupsi K orupsi adalah penyalahgunaan wewenang yang ada pada pejabat atau pegawai demi keuntungan pribadi, keluarga dan teman atau kelompoknya. Korupsi menghambat pembangunan, karena merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan dan menghianati cita-cita perjuangan bangsa. Cara penanggulangan korupsi adalah bersifat Preventif dan Represif. Pencegahan (preventif) yang perlu dilakukan adalah dengan menumbuhkan dan membangun etos kerja pejabat maupun pegawai tentang pemisahan yang jelas antara milik negara atau perusahaan dengan milik pribadi, mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji), menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehormatan diri setiap jabatan dan pekerjaan, teladan dan pelaku pimpinan atau atasan lebih efektif dalam memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan, terbuka untuk kontrol, adanya kontrol sosial dan sanksi sosial, menumbuhkan rasa “sense of belongingness” diantara para pejabat dan pegawai. Sedangkan tindakan yang bersifat Represif adalah menegakan hukum yang berlaku pada koruptor dan penayangan wajah koruptor di layar televisi dan herregistrasi (pencatatan ulang) kekayaan pejabat dan pegawai Baswir (1993) menjelaskan ada 7 pola korupsi yang sering dilakukan oleh oknum-oknum pelaku tindak korupsi baik daari kalangan pemerintah maupun swasta. Ketujuh pola tersebut meliputi : (1) pola konvensional. (2) pola upeti. (3) pola komisi. (4) pola menjegal order. (5) pola perusahaan rekanan. (6) pola kwiitansi fiktif. (7) pola penyalahgunaan wewenang. Untuk menanggulangi terjadinya korupsi yang bermacam- macam jenisnya ini diperlukan strategi khusus dari semua bidang, meskipun untuk menghilangkan sama sekali praktik korupsi adalah sesuatu yang mustahil, tertapi setidaknya-tidaknya ada upaya untuk menekan terjadinya tindak korupsi. Strategi yang dibentuk hendaknya melibatkan seluruh lapisaan masyarakat dan pejabat struktur pemerintahan. Begin Match to source 31 in source list: http://febry-phetot.blogspot.com/2011/10/korupsi-di-indonesia.htmlPada hakekatnya, korupsi adalah “benalu sosial” yang merusak struktur pemerintahan, dan menjadi penghambat utama terhadap jalannya pemerintahan dan pembangunan pada umumnya. Dalam prakteknya, korupsi sangat sukar bahkan hampir tidak mungkin dapat diberantas, oleh karena sangat sulit memberikan pembuktian-pembuktian yang eksak. Disamping itu sangat sulit mendeteksinya dengan dasar-dasar hukum yang pasti. Namun akses perbuatan korupsi merupakan bahaya latent yang harus diwaspadai baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat itu sendiri. Korupsi adalah produk dari sikap hidup satu kelompok masyarakat yang memakai uang sebagai standard kebenaran dan sebagai kekuasaaan mutlak. Sebagai akibatnya, kaum koruptor yang kaya raya dan para politisi korup yang berkelebihan uang bisa masuk ke dalam golongan elit yang berkuasa dan sangat dihormati. Mereka ini juga akan menduduki status sosial yang tinggi dimata masyarakat.End Match Korupsi sudah berlangsung lama, sejak zaman Mesir Kuno, Babilonia, Roma sampai abad pertengahan dan sampai sekarang. Korupsi terjadi diberbagai negara, tak terkecuali di negara-negara maju sekalipun. Di negara Amerika Serikat sendiri yang sudah begitu maju masih ada praktek-praktek korupsi. Sebaliknya, pada masyarakat yang primitif dimana ikatan- ikatan sosial masih sangat kuat dan control sosial yang efektif, korupsi relatif jarang terjadi. Tetapi dengan semakin berkembangnya sektor ekonomi dan politik serta semakin majunya usaha-usaha pembangunan dengan pembukaan-pembukaan sumber alam yang baru, maka semakin kuat dorongan individu terutama di kalangan pegawai negari untuk melakukan praktek korupsi dan usaha-usaha penggelapan. Korupsi dimulai dengan semakin mendesaknya usaha-usaha pembangunan yang diinginkan, sedangkan proses birokrasi relatif lambat, sehingga setiap orang atau badan menginginkan jalan pintas yang cepat dengan memberikan imbalan-imbalan dengan cara memberikan uang pelicin (uang sogok). Praktek ini akan berlangsung terus menerus sepanjang tidak adanya kontrol dari pemerintah dan masyarakat, sehingga timbul golongan pegawai yang termasuk OKB- OKB (orang kaya baru) yang memperkaya diri sendiri (ambisi material). Agar tercapai tujuan pembangunan nasional, maka mau tidak mau korupsi harus diberantas. Ada beberapa cara penanggulangan korupsi, dimulai yang sifatnya preventif maupun yang represif. Banyak para ahli yang mencoba merumuskan korupsi, yang jka dilihat dari struktrur bahasa dan cara penyampaiannya yang berbeda, tetapi pada hakekatnya mempunyai makna yang sama. Kartono (1983) memberi batasan korupsi sebagai tingkah laku individu yang menggunakan wewenang dan jabatan guna mengeduk keuntungan pribadi, merugikan kepentingan umum dan negara. Jadi korupsi merupakan gejala salah pakai dan salah urus dari kekuasaan, demi keuntungan pribadi, salah urus terhadap sumber- sumber kekayaan negara dengan menggunakan wewenang dan kekuatan-kekuatan formal (misalnya denagan alasan hukum dan kekuatan senjata) untuk memperkaya diri sendiri. Menurut Fadjar (2002) pola terjadinya korupsi dapat dibedakan dalam tiga wilayah besar yaitu: Pertama, bentuk penyalahgunaan kewenangan yang berdampak terjadinya korupsi adalah pertama; Mercenery abuse of power, penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh orang yang mempunyai suatu kewenangan tertentu yang bekerjasama dengan pihak lain dengan cara sogok-menyogok, suap, mengurangi standar spesifikasi atau volume dan penggelembungan dana (mark up). Penyalahgunaan wewenang tipe seperti ini adalah biasanya non politis dan dilakukan oleh level pejabat yang tidak terlalu tinggi kedudukannya. Kedua, Discretinery abuse of power, pada tipe ini penyalahgunaan wewenang yang dilakukan oleh pejabat yang mempunyai kewenangan istimewa dengan mengeluarkan kebijakan tertentu misalnya keputusan Walikota/Bupati atau berbentuk peraturan daerah/keputusan Walikota/Bupati yang biasanya menjadikan mereka dapat bekerjasama dengan kawan/kelompok (despotis) maupun dengan keluarganya (nepotis). Ketiga, Idiological abuse of power, hal ini dilakukan oleh pejabat untuk mengejar tujuan dan kepentingan tertentu dari kelompok atau partainya. Bisa juga terjadi dukungan kelompok pada pihak tertentu untuk menduduki jabatan strategis di birokrasi/lembaga ekskutif, dimana kelak mereka akan mendapatkan kompensasi dari tindakannya itu, hal ini yang sering disebut politik balas budi yang licik. Korupsi jenis inilah yang sangat berbahaya, karena dengan praktek ini semua elemen yang mendukung telah mendapatkan kompensasi. Di China, Hong Kong dan Taiwan, korupsi dikenal dengan nama yum cha, atau di India terkenal dengan istilah baksheesh, atau di Filipina dengan nama lagay dan di Indonesia atau Malaysia memiliki padanan kata yaitu suap. Semua istilah memiliki pengertian yang variatif, namun pada umumnya merujuk pada kegiatan ilegal yang berlaku di luar sistem formal. Tidak semua istilah ini secara spesifik mendefinisikan diri sebagai sebuah pengertian hukum dari praktek korupsi. Istilah-istilah ini juga belum memberikan gambaran mendalam mengenai dampak luas dari praktek korupsi. Istilah lokal yang dianggap paling mendekati pengertian korupsi secara mendalam adalah yang berlaku di Thailand, yaitu istilah gin muong, yang secara literal berarti nation eating. Pengertian dari istilah ini menunjukkan adanya kerusakan yang luar biasa besar terhadap kehidupan suatu bangsa akibat dari adanya perilaku praktek korupsi. Dalam norma umum di masyarakat maupun norma khusus semisal perundangan, istilah korupsi memiliki beragam pengertian. Perbedaan pengertian ini menyebabkan implikasi hukum dan sosial yang berbeda pula di masyarakat. Sebuah tindakan korupsi yang merugikan keuangan negara boleh jadi secara norma sosial dianggap oleh masyarakat sebagai tindakan wajar dan tidak melanggar. Ini karena pandangan dan pemahaman suatu masyarakat terhadap perbuatan korupsi berbeda dengan masyarakat lainnya. Oleh karenanya, suatu masyarakat dapat menilai suatu perbuatan termasuk dalam praktek korupsi, namun tidak demikian halnya dengan masyarakat lain, terlebih dalam masyarakat yang permisif dan patronialistik. Terlepas dari perbedaan pemahaman ini, sebenarnya terdapat ciri khas/atribut yang melekat pada tindakan korupsi, yang membedakannya dengan yang lain. Dari segi bahasa, Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/kata korupsi berasal dari bahasa latinEnd Match yaitu Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/corruptio. KataEnd Match ini sendiri Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/memilikiEnd Match kata kerja corrumpere yang berarti busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalikkan atau menyogok. Dalam Wordnet Princenton Education, korupsi didefinisikan sebagai “lack of integrity or honesty (especially susceptibility to bribery); use of a position of trust for dishonest gain.” Selanjutnya, dalam Kamus Collins Cobuild arti dari kata corrupt adalah Begin Match to source 104 in source list: Submitted to INTO Queen's University Belfast on 2015-08-13“someone who is corrupt behaves in a way that is morally wrong, especially by doingEnd Match dishonesty Begin Match to source 104 in source list: Submitted to INTO Queen's University Belfast on 2015-08-13or illegal things in return for money or power.”End Match Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Balai Pustaka, 597: 2001), Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/korupsi adalah penyelewengan atauEnd Match penyalahgunaan Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/uang negara (perusahaanEnd Match dan sebagainya) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/untuk keuntungan pribadi atau orang lain.End Match Sementara itu dalam kesempatan diskusi dengan peneliti, Direktur Transparency International India, secara lebih sederhana mendefinisikan korupsi sebagai Begin Match to source 86 in source list: Submitted to Chartered Institute for Securities & Investment on 2012-11-19”the use of public office for private gain”.End Match Jadi segala tindakan penggunaan barang publik untuk kepentingan pribadi adalah termasuk kategori korupsi. Transparency International sendiri sebagai lembaga internasional yang sangat menaruh perhatian terhadap korupsi di negara-negara di dunia dan menyoroti korupsi yang dilakukan oleh birokrasi, mendefinisikan korupsi sebagai perilaku pejabat publik, baik politikus maupun pegawai negeri yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengan dirinya, dengan cara menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka. Pengertian ini lebih dilatarbelakangi karena korupsi yang dilakukan oleh birokrasi memiliki dampak dan pengaruh negative yang besar dan signifikan terhadap pembangunan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat secara nasional. Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlJika dibandingkan dengan korupsi yang dilakukan oleh paraEnd Match pelaku bisnis ataupun masyarakat. Studi yang dilakukan oleh Transparency International Indonesia tersebut menunjukkan bahwa praktek-praktek korupsi dapat diidentifikasi meliputi: (1) manipulasi uang negara (2) praktek suap dan pemerasan (3) politik uang. (4) kolusi bisnis. Pendapat dari beberapa pakar mengenai korupsi juga dapat dijelaskan seperti Juniadi Suwartojo (1997) menyatakan bahwa korupsi ialah tingkah laku atau tindakan seseorang atau lebih yang melanggar norma-norma yang berlaku dengan menyalahgunakan kekuasaan atau kesempatan melalui proses pengadaan, penetapan pungutan penerimaan atau pemberian fasilitas atau jasa lainnya yang dilakukan pada kegiatan penerimaan atau pengeluaran uang atau kekayaan, penyimpanan uang atau kekayaan serta dalam perizinan jasa lainnya dengan tujuan keuntungan pribadi atau golongannya sehingga langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan keuangan negara/masyarakat. Sementara Brooks memberikan pengertian korupsi yaitu: “Dengan sengaja melakukan kesalahan atau melalaikan tugas yang diketahui sebagai kewajiban, atau tanpa hak menggunakan ke- kuasaan, dengan tujuan memperoleh keuntungan yang sedikit banyak bersifat pribadi.” Selanjutnya Alfiler menyatakan bahwa korupsi adalah: “Purposive behavior which may be deviation from an expected norm but is undertake nevertheless with a view to attain materials or other rewards.” Bahkan Klitgaard membuat persamaan sederhana untuk menjelaskan pengertian korupsi sebagai berikut: C=M+D–A C = Corruption / Korupsi M = Monopoly / Monopoli D = Discretion / Diskresi / keleluasaan A = Accountability / Akuntabilitas Persamaan di atas menjelaskan bahwa korupsi hanya bisa terjadi apabila seseorang atau pihak tertentu mempunyai hak monopoli atas urusan tertentu serta ditunjang oleh diskresi atau keleluasaan dalam menggunakan kekuasaannya, sehingga cen- derung menyalahgunakannya, namun lemah dalam hal pertanggung jawaban kepada publik (akuntabilitas). Beberapa pengertian di atas menyoroti korupsi sebagai perilaku merugikan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa pihak dan tidak secara eksplisit disebutkan apakah dari unsur birokrasi, swasta, maupun masyarakat. Karena pada dasarnya tindakan korupsi bukan saja terjadi di sektor pemerintahan tetapi juga dalam dunia bisnis dan bahkan dalam masyarakat. Dari beberapa pendapat diatas dapat dikatakan bahwa korupsi bukan saja dilakukan oleh kalangan biro- krat, tetapi juga kalangan di luar birokrasi. Arti maupun pendefinisian tindakan korupsi juga memiliki berbagai sudut pandang yang cukup berbeda. Namun demikian, suatu tindakan dapat dikategorikan korupsi siapa pun pelakunya apabila memenuhi unsur-unsur: 1) Suatu pengkhianatan terhadap kepercayaan. 2) Penipuan terhadap badan pemerintah, lembaga swasta atau masyarakat umumnya. 3) Dengan sengaja melalaikan kepentingan umum untuk kepen- tingan khusus. 4) Dilakukan dengan rahasia, kecuali dengan keadaan dimana orang-orang berkuasa atau bawahannya menganggapnya tidak perlu. 5) Melibatkan lebih dari satu orang atau pihak. 6) Adanya kewajiban dan keuntungan bersama dalam bentuk uang atau yang lain. 7) Terpusatnya kegiatan (korupsi) pada mereka yang menghendaki keputusan yang pasti dan mereka yang dapat mempengaruhinya. 8) Adanya usaha untuk menutupi perbuatan korup dalam bentuk- bentuk pengesahan hukum. 9) Menunjukkan fungsi ganda yang kontradiktif pada mereka yang melakukan korupsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa korupsi dapat diartikan sebagai tindakan dan perilaku yang menyimpang atau melanggar aturan, norma, dan etika dengan menyalahgunakan kekuasaan yang dimiliki, mengingkari amanat yang diemban untuk kepentingan memperkaya diri sendiri, kerabat ataupun orang lain. Pada dasarnya praktek korupsi dapat dikenal dalam berbagai bentuk umum yaitu: 1) Bribery (penyuapan). 2) Embezzlement (penggelapan/pencurian); 3) Fraud (penipuan). 4) Extortion (pemerasan). 5) Favouritism (favoritisme). Kelima bentuk ini secara konsep seringkali overlapping satu sama lain, di mana masing-masing istilah digunakan secara bergantian. Untuk lebih mudah dalam membedakan satu konsep dengan yang lainnya, Amundsen (2000) menjelaskan masing-masing pengertian konsep secara detail. Penyuapan didefinisikan sebagai “Bribery is the payment (in money or kind) that is given or taken in a corrupt relationship” (Amundsen, 2000: 2). Jadi penyuapan adalah pembayaran (dalam bentuk uang atau sejenisnya) yang diberikan atau diambil dalam hubungan korupsi. Sehingga esensi korupsi dalam konteks penyuapan adalah baik tindakan membayar maupun menerima suap. Beberapa istilah yang memiliki kesamaan arti dengan penyuapan adalah kickbacks, gratuities, baksheesh, sweeteners, pay-offs, speed money, grease money. Jenis-jenis penyuapan ini adalah pembayaran untuk memuluskan atau memperlancar urusan, terutama ketika harus melewati proses birokrasi formal. Dengan penyuapan ini pula maka kepentingan perusahaan atau bisnis dapat dibantu oleh politik, dan menghindari tagihan pajak serta peraturan mengikat lainnya, atau memonopoli pasar, ijin ekspor/impor dsb. Lebih lanjut Amundsen menjelaskan bahwa penyuapan ini juga dapat berbentuk pajak informal, ketika petugas terkait meminta biaya tambahan (under-the-table payments) atau mengharapkan hadiah dari klien, serta bentuk donasi bagi pejabat atau petugas terkait. Sedangkan penggelapan atau embezzlement didefinisikan sebagai “embezzlement is theft of public resources by public officials, which is another form of misappropiation of public funds” (Amundsen, 2000,3). Jadi,ini merupakan tindakan kejahatan meng- gelapkan atau mencuri uang rakyat yang dilakukan oleh pegawai pemerintah atau aparat birokrasi. Penggelapan ini juga biasanya dilakukan oleh pegawai di sektor swasta. Adapun fraud atau penipuan diartikan sebagai “fraud is an economic crime that involves some kind of trickery, swindle or deceit (Amundsen, 2000: 3). Fraud atau penipuan merupakan tindakan-tindakan kejahatan yang berwujud kebohongan, penipuan, dan perilaku tidak jujur. Jenis korupsi ini merupakan kejahatan ekonomi yang terorganisir dan melibatkan pejabat. Dari segi tingkatan kejahatan, istilah fraud ini merupakan istlah yang lebih popular dan juga istilah hukum yang lebih luas dibandingkan dengan bribery dan embezzlement. Dengan kata lain fraud relatif lebih berbahaya dan berskala lebih luas dibanding kedua jenis korupsi sebelumnya. Kerjasama antar pejabat atau instansi dalam menutupi satu hal kepada publik yang berhak mengetahuinya merupakan contoh dari jenis kejahatan ini. Bentuk korupsi lainya adalah extortion atau pemerasan yang didefinisikan sebagai ”extortion is money and other resources extracted by the use of coercion, violance or the threats to use force” (Amundsen, 2000: 4). Korupsi dalam bentuk pemerasan adalah jenis korupsi yang melibatkan aparat yang melakukan pemaksaan atau pendekatan koersif untuk mendapatkan keuntungan sebagai imbal jasa atas pelayanan yang diberikan. Pemerasan ini dapat berbentuk “from below” atau “from above”. Sedangkan yang dimaksud dengan “from above” adalah jenis pemerasan yang dilakukan oleh aparat pemberi layanan terhadap warga hukum internasional yang ber- hubungan langsung dengan penanganan korupsi, termasuk yang berlaku untuk wilayah Asia Pasifik dan Asia Tenggara adalah : 1) Begin Match to source 86 in source list: Submitted to Chartered Institute for Securities & Investment on 2012-11-19Anti Corruption Action Plan for Asia and theEnd Match Pacific Action Plan (Konferensi Tokyo 2001). 2) MoU on Cooperation for Preventing and Combating Corruption 2004 (Singapura, Indonesia, Brunei, Malaysia). 3) Begin Match to source 86 in source list: Submitted to Chartered Institute for Securities & Investment on 2012-11-19The United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).End Match 4) Begin Match to source 86 in source list: Submitted to Chartered Institute for Securities & Investment on 2012-11-19The United Nations Convention Against Transnational Organized CrimeEnd Match (UNTOC). Dalam hal ratifikasi UNCAC, sebagai bentuk komitmen Indonesia dalam memerangi korupsi di hadapan masyarakat internasional, Indonesia perlu melakukan harmonisasi perundangan yang masih terdapat kesenjangan dan perbedaan substantif. Dalam analisa terbatas yang dilakukan oleh Masyarakat Transparansi Indonesia, terdapat beberapa substansi istilah yang memerlukan klarifikasi dalam perundangan Indonesia, untuk menyesuaikan dengan klausul yang berlaku dalam UNCAC. Beberapa contoh kesenjangan istilah dapat dilihat dalam tabel berikut : Tabel 2 Perbandingan Beberapa Istilah dalam Perundangan Indonesia dengan UNCAC Sumber: Diolah dari MTI, 2006. Di tingkat nasional pun, Indonesia sudah mempunyai instrumen hukum yang secara eksplisit menggunakan istilah korupsi dalam pasal-pasalnya. Dalam hal ini beberapa peraturan perundangan yang telah berlaku antara lain : 1) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, khususnya pasal 21 dan pasal 5 (ayat 1) 2) Begin Match to source 58 in source list: Marulak Pardede. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 Tentang Hukum Acara PidanaEnd Match 3) Ketetapan MPR Nomor XI Tahun 1998 4) Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaran 5) Pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktek KKN 6) Begin Match to source 214 in source list: Arisandi Arisandi. Undang-Undang Nomor 31 TahunEnd Match 1999 Begin Match to source 214 in source list: Arisandi Arisandi. tentangEnd Match Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 7) Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfUndang-Undang NomorEnd Match 20 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfTahunEnd Match 2001 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdftentang perubahan atasEnd Match 8) Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfUndang-Undang NomorEnd Match 31 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfTahunEnd Match 1999 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdftentangEnd Match Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi 9) Dibentuknya Komisi Pemeriksa Kekayaan Penyelenggara Negara 10) (KPKPN) tahun 2001 berdasarkan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 28 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Tahun 1999End Match 11) Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 30 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/TahunEnd Match 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (KPTPK) 12) Dibentuknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tahun 2003 berdasarkan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 31 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/TahunEnd Match 1999 junto Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 20 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/tahunEnd Match 2001 junto Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 30 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/TahunEnd Match 2002 Dengan banyaknya peraturan perundangan yang telah dan sedang diterapkan, maka seyogyanya pemberantasan korupsi di Indonesia harus mulai menemukan arah yang tepat. Indonesia, akan membuka celah dalam penerapan hukum. Sehingga perlu rumusan dan indikator baku untuk menentukan definisi dari eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sebab-Sebab Korupsi S alah Begin Match to source 21 in source list: http://www.modusaceh.com/weekly/kolom/66-penyebab-korupsi-di-indonesia.htmlsatu penyebab yang paling utama dan sangat mendasar terjadinya Korupsi di kalangan para Birokrat, adalah menyangkut masalah keimanan, kejujuran, moral, dan etika sang Birokrat itu sendiri.End MatchBegin Match to source 21 in source list: http://www.modusaceh.com/weekly/kolom/66-penyebab-korupsi-di-indonesia.htmlTingginya kasus korupsi di negeri ini disebabkan oleh beberapa hal diantaranya: (1) Kurang keteladanan dan kepemimpinan elite bangsa, (2) Rendahnya gaji Pegawai Negeri Sipil, (3) Lemahnya komitmen dan konsistensi penegakan hukum dan peraturan perundangan, (4) Rendahnya integritas danEnd Match profesionalis-me, Begin Match to source 21 in source list: http://www.modusaceh.com/weekly/kolom/66-penyebab-korupsi-di-indonesia.html(5) Mekanisme pengawasan internal di semua lembaga perbankan, keuangan, dan birokrasi belum mapan, (6) Kondisi lingkungan kerja, tugas jabatan, dan lingkungan masyarakat, dan (7) Lemahnya keimanan, kejujuran, rasa malu, moral dan etika.End Match Namun Begin Match to source 21 in source list: http://www.modusaceh.com/weekly/kolom/66-penyebab-korupsi-di-indonesia.htmldariEnd Match semua Begin Match to source 21 in source list: http://www.modusaceh.com/weekly/kolom/66-penyebab-korupsi-di-indonesia.htmldi atas, yang disebut terakhirlah yang paling mendasar karena terkait dengan karakter manusia, yakni keimanan, kejujuran, moral, dan etika dalam melaksanakan tugas sehari-hari. Karena setinggi apa pun gelar akademik seorang birokrat, jika ia tidak memiliki keimanan, kejujuran, moral dan etika, ia akan menjadi komponen perusak birokrasi. Semakin tinggi kekuasaannya, maka semakin destruktif pula perannya, sehingga birokrasi menjadi disfungsional.End MatchBegin Match to source 41 in source list: https://www.slideshare.net/MendekoJo/penyebab-kegagalan-birokrasi-di-indonesiaKeberadaan birokrasi itu sendiri sebenarnya bertujuan mulia, yaitu sebagai prosedur (baku) demi tercapainya suatu tujuan secara efektif. Namun, tatkalaEnd Match diisi Begin Match to source 41 in source list: https://www.slideshare.net/MendekoJo/penyebab-kegagalan-birokrasi-di-indonesiaoleh orang-orang yang tidak professional, birokrasi justruEnd Match bercita Begin Match to source 41 in source list: https://www.slideshare.net/MendekoJo/penyebab-kegagalan-birokrasi-di-indonesiaburuk, yakni sebuah proses yangEnd Match kaku, Begin Match to source 41 in source list: https://www.slideshare.net/MendekoJo/penyebab-kegagalan-birokrasi-di-indonesiaketidakefisienan sogok menyogok dan suap-menyuap semakin marak. Sehingga dengan carut-marutnya birokrasi di negeri ini, maka tumbuh-suburlah korupsi, kolusi dan nepotisme. Max Weber menyebutkan dua cara untuk mengontrol birokrasi agar berfungsi dengan baik, yaitu rasionalisasi dan formalisasi. Karena birokrasi itu organisasiEnd Match yang terdiri Begin Match to source 41 in source list: https://www.slideshare.net/MendekoJo/penyebab-kegagalan-birokrasi-di-indonesiaatas sejumlah individu, sehingga kualitasnya pun tergantung pada kualitas individu.End Match Untuk menciptakan tata kelola peemrintahan yang baik seyogianya menanamkan dua komponen besar, yaitu komponen profesionalisme birokrat dan komponen kepribadian. Yang disebut pertama merujuk pada prinsip-prinsip good governance sebagai berikut: Pertama, memiliki visi dan misi yang lebih efisien, efektif, inovatif, fleksibel, dan mempunyai semangat juang lebih tinggi yang digerakan oleh suatu peraturan. Artinya para calon birokrat selain harus memahami peraturan yang berlaku, juga meski kritis terhadapnya agar mampu melaksanakannya dengan cerdas dan kreatif. Seorang pemimpin itu harus berani melakukan suatu terobosan-terobosan dan mendobrak kultur lama demi pembaruan ke arah yang lebih maju dalam hal pelayanan publik. Kreativitas itu adalah merupakan mesin yang menggerakan reinventing government atau kinerja yang memudakan birokrasi agar tata kelola tidak ribet. Birokrasi yang ada saat ini, cenderung mandeg, karatan, membela status quo, dan alergi terhadap inovasi. Sehingga perlu adanya transformasi dalam sistem Begin Match to source 174 in source list: http://supplychainindonesia.com/new/wp-content/files/SCI-Artikel_Reinventing_Kelembagaan_Logistik.pdforganisasi publik untuk meningkatkan efektivitas, efisiensi, kemampuan beradaptasi, danEnd Match kapasitas dalam Begin Match to source 174 in source list: http://supplychainindonesia.com/new/wp-content/files/SCI-Artikel_Reinventing_Kelembagaan_Logistik.pdfberinovasi.End Match Transformasi dilakukan dalam tiga hal, yaitu perubahan pemahaman ikhwal birokrasi, revitalisasi lingkungan birokrasi, dan pembaruan etos kerja. Kedua, ditaatinya rule of law, yakni aturan main. Birokrasi yang sehat akan melaju mulus dengan berpedoman pada hukum. Asrama atau barak lazimnya memberlakukan aturan dan disiplin (seperti militer) dengan harapan agar siswa menjadi birokrat yang taat hukum. Namun perlu diingat bahwa, birokrat bukan prajurit penembak hukum. Mereka adalah abdi masyarakat yang mesti siap memerangi kebodohan, keterbekangan dan kemiskinan rakyat yang multikultural dan multireligius. Senjata untuk melumpuhkan semua ini bukan otot atau senjata, tetapi otak dan nurani. Ketiga, tertanamnya responsiveness atau cepat tanggap. Birokrat yang profesional memiliki kepekaan yang tinggi terhadap kesulitan yang dihadapi masyarakat. Pendidikan birokrat bukan untuk menyiapkan sekelompok elite birokrat yang merasa hebat dan ingin dilayani, tetapi membentuk abdi masyarakat yang memahami rakyat. Karena pemerintah itu ada karena masyarakat. Rakyat member wewenang kepada birokrat, jadi bukan untuk melayani birokrat. Itulah demokrasi. Apalagi bila birokrat itu dipilih langsung oleh rakyat. Keempat, memiliki consensus orientation, yakni mengutama- kan konsesus daripada kekuasaan. Kunci tercapainya konsesus adalah dialog dan manajemen konflik yang berkesinambungan. Kesalahan terbesar dalam komunikasi politik adalah bahwa partai birokrat menganggap bahwa gagasan mereka telah dipahami publik. Pemerintahan sehat senantiasa berorientasi pada masyarakat. Maka dari itu, disebut “Abdi Masyarakat”. Mestinya birokrat itu berpihak kepada masyarakat bukan birokrasi. Ketika birokrat mementingkan birokrasi dan bukannya mementingkan rakyat maka muncul-lah oligarki yang semakin jauh dari konsesus publik. Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlKelima, menjunjung equity dan partisipasi. Tata kelola yang sehat memungkinkan partisipasi publik dalam mekanisme birokrasi, sehingga pada dasarnya semua warga negara mendapatkan hak yang sama untuk memilih dan dipilih.End Match Partisipasi kolektif menjadi penting karena seorang pemimpin tidak pernah serbatahu dan segala bisa. Kata kunci dalam hal ini teamwork. Tugas pemimpin adalah mengelola berbagai potensi pada orang lain demi pencapaian tujuan bersama. Dengan demikian, pemimpin yang baik tidak pernah merasa paling berjasa, sebab kesuksesannya itu adalah hasil dari suatu kerja sama yang solid. Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlKeenam, melakukan efisiensi dan efektivitas. Hanya birokrat yang profesional yang mampu bekerja secara efisien dan efektif. Birokrasi akan sulit untuk mencapai keberhasilan bila tidak mengukur hasil kinerjanya.End Match Keuntungan pemerintah yang selalu berorientasi kepada hasil kinerja, antara lain bahwa pemerintah akan dapat membedakan antara keberhasilan dan kegagalan. Kunci utama semua ini adalah penempatan seorang birokrat yang sesuai dengan kemampuannya. Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlKetujuh, mengupayakan akuntabilitas danEnd Match trasparansi. Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlBirokrasi yang sehat selalu siap mempertanggungjawabkan segalaEnd Match kegiatan- nya Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlkepada publik. Akuntabilitas akan tercapai bila segala program kerja disusunEnd Match berdasarkan Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlperencanaan yang baik,End Match disefakati Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlbersama, dan semua pihak memahami aturan main, denganEnd Match demi- kian Begin Match to source 39 in source list: http://dewa-api.blogspot.com/2007/09/tujuh-ayat-pendidikan-birokrat-dari.htmlmudah mengukurnya.End Match Bila kurang cerdas, birokrat tidak akan mampu membuat perencanaan, sehingga segala bentuk program kegiatan menjadi sporadis dan tanpa fokus. Harus diingat, bahwa birokrasi itu merupakan mesin yang “Menggurita”, yang bahan bakarnya justru uang rakyat. Oleh karena itu harus ada transparansi dalam pengelolaannya. Korupsi terjadi disebabkan adanya penyalahgunaan wewenang dan jabatan yang dimiliki oleh pejabat atau pegawai demi kepen- tingan pribadi dengan mengatasnamakan pribadi atau keluarga, sanak saudara dan teman. Wertheim (dalam Lubis, 1970) menyatakan bahwa seorang pejabat dikatakan melakukan tindakan korupsi bila ia menerima hadiah dari seseorang yang bertujuan mempengaruhinya agar ia mengambil keputusan yang menguntung- kan kepentingan si pemberi hadiah. Kadang-kadang orang yang menawarkan hadiahdalam bentuk balas jasa juga termasuk dalam korupsi. Selanjutnya, Wertheim menambahkan bahwa balas jasa dari pihak ketiga yang diterima atau diminta oleh seorang pejabat untuk diteruskan kepada keluarganya atau partainya/ kelompoknya atau orang-orang yang mempunyai hubungan pribadi dengannya, juga dapat dianggap sebagai korupsi. Dalam keadaan yang demikian, jelas bahwa ciri yang paling menonjol di dalam korupsi adalah tingkah laku pejabat yang melanggar azas pemisahan antara kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat, pemisaham keuangan pribadi dengan masyarakat. Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Ada beberapa sebab terjadinya praktek korupsi. Singh (1974) menemukan dalam penelitiannya bahwa penyebab terjadinya korupsi di India adalah kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2 %), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikutEnd Match : 1) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Peninggalan pemerintahanEnd Match kolonial. 2) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Kemiskinan dan ketidaksamaan.End Match 3) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Gaji yang rendah.End Match 4) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Persepsi yangEnd Match populer. 5) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Pengaturan yang bertele-tele.End Match 6) Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnya DiEnd Match sisi lain Ainan (1982) menyebutkan beberapa sebab terjadi- nya korupsi yaitu : 1) Perumusan perundang-undangan yang kurang sempurna. 2) Administrasi yang lamban, mahal, dan tidak luwes. 3) Tradisi untuk menambah penghasilan yang kurang dari pejabat pemerintah dengan upeti atau suap. 4) Dimana berbagai macam korupsi dianggap biasa, tidak dianggap bertentangan dengan moral, sehingga orang berlomba untuk korupsi. 5) Di India, misalnya menyuap jarang dikutuk selama menyuap tidak dapat dihindarkan. 6) Menurut kebudayaannya, orang Nigeria Tidak dapat menolak suapan dan korupsi, kecuali mengganggap telah berlebihan harta dan kekayaannya. 7) Manakala orang tidak menghargai aturan-aturan resmi dan tujuan organisasi pemerintah, mengapa orang harus mempersoalkan korupsi. Dari pendapat para ahli diatas, maka dapat disimpulkan bahwa sebab-sebab terjadinya korupsi adalah sebagai berikut : 1) Gaji yang rendah, kurang sempurnanya peraturan perundang- undangan, administrasi yang lamban dan sebagainya. 2) Warisan pemerintahan kolonial. 3) Sikap mental pegawai yang ingin cepat kaya dengan cara yang tidak halal, tidak ada kesadaran bernegara, tidak ad Menurut Sadhana Kridawati, 2004, sebab-sebab korupsi digambarkan sebagai berikut: Gambar 2 Sebab-Sebab Korupsi KORUPSI & MANIPULASI STRATEGIK & TAKTIK Kepentingan : ‣ Pribadi ‣ Kelompok ‣ Organisasi Peluang pada setiap manusia Sistim Decision, Policy,Evaluasi Unsur-unsur Dominan 1. Bersumber pada kekuasaan yang dide- 2. Fungsi ganda legasikan yang kontradiktif 3. Selalu bertentangan dengan kepentingan negara, Organisasi & umum 4. Motif yang 5. Dilakukan dgn tersembunyi secara sadar Tidak mengandung kekerasan langsung 1 s/d 5 Tipu muslihat, ketidakjujuran Penyembunyian suatu kenyataan Tindakan-tindakan licik, sulit dideteksi Sumber: Sadhana Kridawati, 2004 Menurut Fadjar (2002), terjadinya korupsi bisa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu : (1) Sistem pemerintahan dan birokrasi yang memang kondusif untuk melakukan penyimpangan, (2) Belum adanya sistem kontrol dari masyarakat yang kuat, dan belum adanya perangkat peraturan dan perundang-perundangan yang tegas. Faktor lainnya menurutnya adalah tindak lanjut dari setiap penemuan pelanggaran yang masih lemah dan belum menunjukkan “greget” oleh pimpinan instansi. Terbukti dengan banyaknya pene- muan yang ditutup secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas serta tekad dalam pemberantasan korupsi dan dalam penuntasan penyim- pangan yang ada dari semua unsur tidak kelihatan. Disamping itu kurang memadainya sistem pertanggungjawaban organisasi peme- rintah kepada masyarakat yang menyebabkan banyak proyek yang hanya sekedar pelengkap laporan kepada atasan. Sedangkan menurut Arifin (2000) faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah: (1) aspek prilaku individu organisasi, (2) aspek organisasi, dan (3) aspek masyarakat tempat individu dan organisasi berada. Sementara menurut Lutfhi (2002) faktor-faktor penyebab terjadi- nya korupsi adalah: (1) motif, baik motif ekonomi maupun motif politik, (2) peluang, dan (3) lemahnya pengawasan. Malang Corruption Watch (MCW) dalam penelitiannya mengelompokkan empat aspek yang menyebabkan terjadinya korupsi APBD di wilayah Malang Raya yaitu: 1) Aspek Prilaku individu Apabila dilihat dari segi pelaku korupsi, sebab-sebab dia melakukan korupsi dapat berupa dorongan dari dalam dirinya, yang dapat pula dikatakan sebagai keinginan, niat, atau kesadaran untuk melakukan. Sebab-sebab manusia terdorong untuk melakukan korupsi antara lain : sifat tamak manusia, moral yang kurang kuat menghadapi godaan, penghasilan kurang mencukupi kebutuhan hidup yang wajar, kebutuhan hidup yang mendesak, gaya hidup konsumtif, tidak mau bekerja keras, ajaran-ajaraan agamaa kurang diterapkan secara benar. Dalam teori kebutuhan Maslow, demikian dikatakan Sulistyantoro (2004) korupsi seharusnya hanya dilakukan oleh orang untuk memenuhi dua kebutuhan yang paling bawah dan logika lurusnya hanya dilakukan oleh komunitas masyarakat yang pas-pasan yang bertahan hidup, namum saat ini korupsi dilaku- kan oleh orang kaya, pendidikan tinggi. Selanjutnya, poling yang dilakukan oleh Malang Corruption Watch (MCW) berdasarkan jawaban dari 9273 responden, hasilnya menunjukkan sekitar 30,2% korupsi terjadi karena aspek individu demi kepentingan pribadinya. Pola-pola penyimpangan yang terjadi biasanya tidak bekerja pada saat jam kantor (14,2%), pemakaian fasilitas kantor untuk kepentingan pribadi dan keluarganya (10%), dan (6)% adalah biaya pengurusan sesuatu yang berkaitan dengan administrasi (MCW, 2004). 2) Aspek Organisasi Kepemerintahan Organisasi dalam hal ini adalah organisasi dalam arti yang luas, termasuk sistem pengorganisasian lingkungan masyarakat. Organisasi yang menjadi korban korupsi atau dimana korupsi terjadi biasanya memberi andil terjadinya korupsi karena membuka peluang atau kesempatan untuk terjadinya korupsi (Tunggal, 2000). Bilamana organisasi tersebut tidak membuka peluang sedikitpun bagi seseorang untuk melakukan korupsi, maka korupsi tidak akan terjadi. Aspek-aspek penyebab terjadi- nya korupsi dari sudut pandang organisasi ini meliputi: kurang adanya teladan dari pimpinan, tidak adanya kultur organisasi yang benar, sistem akuntabilitas di instansi pemerintah kurang memadai, manajemen cenderung menutupi korupsi di dalam organisasinya. Berdasarkan jejak pendapat yang dilakukan oleh Kompas 29/7/2004 di kota Surabaya, Medan, Jakarta dan Makasar, menyebutkan bahwa korupsi yang terjadi di tubuh organisasi kepemerintahan (eksekutif) maupun legislatif. Tidak kurang dari 40 persen responden menilai bahwa tindakan korupsi di lingkungan birokrasi kepemerintahan dan wakil rakyat di daerahnya semakin menjadi-jadi. hanya 20 persen responden saja yang berpendapat bahwa prilaku korupsi di pemkot dan DPRD masing-masing sudah berkurang. 3) Aspek Peraturan Perundang-Undangan Tindakan korupsi mudah timbul karena ada kelemahan di dalam peraturan perundang-undangan, yang dapat mencakup: adanya peraturan perundang-undangan yang monolistik yang hanya menguntungkan kerabat dan “konco-konco” presiden, kualitas peraturan perundang-undangan kurang memadai, peraturan kurang disosialisasikan, sangsi yang terlalu ringan, (e) penerapan sangsi yang tidak konsisten dan pandang bulu, lemahnya bidang evalusi dan revisi peraturan perundang- undangan. Beberapa ide strategis untuk menanggulangi kelemah- an ini telah dibentuk oleh pemerintah diantaranya dengan mendorong para pembuat undang-undang untuk melakukan evaluasi atas efektivitas suatu undang-undang secara terencana sejak undang-undang tersebut dibuat. Lembaga-lembaga ekskutif (Bupati/Walikota dan jajarannya) dalam melakukan praktek korupsinya tidak selalu berdiri sendiri, akan tetapi melalui suatu kosnpirasi dengan para pengusaha atau dengan kelompok kepentingan lainnya misalnya, dalam hal penentuan tender pembangunan yang terlebih dahulu pengusaha menanamkan saham kekuasaannya lewat proses pembiayaan pengusaha dalam terpilihnya bupati/Walikota tersebut. Kemudian mereka secara bersama-sama dengan DPRD, Bupati/Walikota membuat kebijakan yang koruptif yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat yaitu para kolega, keluarga maupun kelompoknya sendiri. Dengan kemampuan lobi kelompok kepentingan dan pengusaha kepada pejabat publik yang berupa uang sogokan, hadiah, hibah dan berbagai bentuk pemberian yang mempunyai motif koruptif telah berhasil membawa pengusaha melancarkan aktifitas usahanya yang berlawanan dengan kehendak masya- rakat, sehingga masyarakat hanya menikmati sisa-sisa ekonomi kaum borjuasi atau pemodal yang kapitalistik. Dari kasus ini dapat disimpulkan bahwa terjadinya korupsi APBD sangat mungkin jika aspek peraturan perundang-undangan sangat lemah atau hanya menguntungkan pihak tertentu saja. Hal senada juga dikemukakan oleh Basyaib, dkk (2002) yang menyatakan bahwa lemahnya sistem peraturan perundang- undangan memberikan peluang untuk melakukan tindak pidana korupsi. Hasil poling yang dilakukan oleh Malang Corruption Watch (MCW) berdasarkan jawaban dari 9273 responden menunjukan bahwa sekitar 22,2% korupsi terjadi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) (MCW, 2004). Bentuk korupsi ini terjadi karena lemahnya peraturan perundang-undangan didaerah. 4) Aspek Pengawasan Pengawasan yang dilakukan instansi terkait (BPKP, Itwil, Irjen, Bawasda) kurang bisa efektif karena beberapa faktor, diantaranya: adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurangnya profesionalisme pengawas, kurang adanya koordinasi antar pengawas kurangnya kepatuhan terhadap etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. Hal ini sering kali para pengawas tersebut terlibat dalam praktik korupsi. belum lagi berkaitan dengan pengawasan ekternal yang dilakukan masyarakat dan media juga lemah, dengan demikian menambah deretan citra buruk pengawasan APBD yang sarat dengan korupsi. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Baswir (1996) yang mengemukakan bahwa negara kita yang merupakan birokrasi patrimonial dan negara hegemonik tersebut menyebabkan lemahnya fungsi pengawasan, sehingga meluaslah budaya korupsi tersebut. Dalam hal ini pengawasan yang dimaksud terbagi menjadi dua, yaitu pengawasan internal (penga- wasan fungsional dan pengawasan langsung oleh pimpinan) serta pengawasan bersifat eksternal (pengawasan dari legislatif dan masyarakat). Dimana pengawasan ini kurang bisa efektif karena adanya beberapa faktor, diantaranya adanya tumpang tindih pengawasan pada berbagai instansi, kurang profesionalis- menya pengawas serta kurangnya kepatuhan pada etika hukum maupun pemerintahan oleh pengawas sendiri. Dan berkaitan dengan hal ini pengawas sendiri sering kali terlibat dalam praktek korupsi. Sedangkan Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/beberapa sebab terjadinya praktek korupsiEnd Match menurut Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/Singh (1974), dalam penelitiannyaEnd Match tentang sebab-sebab Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/korupsi di India adalahEnd Match adanya Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/kelemahan moral (41,3%), tekanan ekonomi (23,8%), hambatan struktur administrasi (17,2%), hambatan struktur sosial (7,08 %). Sementara itu Merican (1971) menyatakan sebab-sebab terjadinya korupsi adalahEnd Match karena Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/peninggalan pemerintahanEnd Match kolonial, Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/kemiskinan dan ketidaksamaan, gaji yang rendah, persepsi yang popular, pengaturan yang bertele-tele,End Match serta Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/pengetahuan yang tidak cukup dari bidangnyaEnd Match Akibat Begin Match to source 24 in source list: http://www.isukepri.com/2012/12/orkestra-pemberantasan-korupsi-sistemik/KorupsiEnd Match A kibat adanya korupsi, adalah banyaknya kerugian Pemerintah terkai dengan hilangnya anggaran sehingga tidak Begin Match to source 26 in source list: http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2009/08/bisa membangun berbagai fasilitas pendukung dan infrastruktur. Yang semestinya dapat dibangun dengan baik, karena adanya berbagai kebocoran dana akibat korupsi. Hal ini membuat daerah tidak bisa maju dalam melaksanakan pembangunan. Efek selanjutnya adalah, kemiskinan massal yang terjadi pada masayrakat, karena sulit melaksanakan berbagai aktivitas sosisl, ekonomi, dan lainnya, akibat minimnya sarana penunjang ini.End Match Adanya korupsi sangat merugikan bangsa dan negara yang cenderung merusak tatanan tujuan pembangunan nasional. Dalam hal ini Nye menyatakan bahwa akibat-akibat korupsi adalah: 1) Pemborosan sumber-sumber, modal yang lari, gangguan terhadap penanaman modal, terbuangnya keahlian, bantuan yang lenyap. 2) Ketidakstabilan, revolusi sosial, pengambilan alih kekuasaan oleh militer, menimbulkan ketimpangan sosial budaya. Pengu- rangan kemampuan aparatur pemerintah, pengurangan kapasitas administrasi, hilangnya kewibawaan administrasi. Selanjutnya Mc Mullan (1961) menyatakan bahwa akibat korupsi adalah ketidak efisienan, ketidakadilan, rakyat tidak mempercayai pemerintah, memboroskan sumber-sumber negara, tidak mendorong perusahaan untuk berusaha terutama perusahaan asing, ketidak- stabilan politik, pembatasan dalam kebijaksanaan pemerintah dan tidak represif. Dalam hal ini Begin Match to source 26 in source list: http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2009/08/kita bisa mengambil contoh yang baik dari Republik Rakyat China (RRC) dalam penanganan masalah korupsi. China menghukum mati dan menyita semua harta para koruptor. Hukuman ini terlihat kejam. Namun, efek dan kerugian yangEnd Match ditimbul- kan Begin Match to source 26 in source list: http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2009/08/oleh korupsi juga menyebabkan kemiskinan struktural dan membuat banyak orang menderita, karena tak bisa melaksanakan berbagai hak dan fasilitas yang seharusnya bisa mereka miliki.End MatchBegin Match to source 209 in source list: Submitted to Universitas Krisnadwipayana - Faculty of Administration on 2019-10-15Berdasarkan pendapat di atas, maka dapat disimpulkanEnd Match akibat korupsi diatas adalah sebagai berikut : 1) Tata ekonomi seperti larinya modal keluar negeri, gangguan terhadap perusahaan, gangguan penanaman modal. 2) Tata sosial budaya seperti revolusi sosial, ketimpangan sosial. 3) Tata politik seperti pengambil alihan kekuasaan, hilangnya bantu- an luar negeri, hilangnya kewibawaan pemerintah, ketidakstabilan politik. 4) Tata administrasi seperti tidak efisien, kurangnya kemampuan administrasi, hilangnya keahlian, hilangnya sumber-sumber negara, keterbatasan kebijaksanaan pemerintah, pengambilan tindakan-tindakan represif. Secara umum akibat korupsi adalah merugikan negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan Undang- undang Dasar 1945. Dalam salah satu kasus “illegal loging”, yang disampaikan Human Rights Watch, bahwa akibat atau dampak di dalam negeri yang ditimbulkan oleh korupsi adalah kehilangan pendapatan, terutama di daerah miskin terpencil, sangat terasa. Indonesia meru- pakan negara penandatangan Konvensi Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya, yang menyatakan kesetujuan untuk menggunakan semua sumber daya yang ada guna menjamin warga negara mendapatkan hak atas layanan kesehatan, pendidikan dan perumahan. Namun melihat besarnya jumlah pedapatan yang hilang akibat korupsi menunjukan bahwa Indonesia telah melanggar kewajiban- kewajibannya seperti yang tertera dalam konvensi tersebut. Jumlah milyaran dolar (diperkirakan 2 milyar) yang hilang setiap tahun itu sama dengan gabungan seluruh alokasi anggaran untuk kesehatan nasional, provinsi dan kebupaten. Nilai kehilangan tahunan ini juga sama dengan perhitungan Bank Dunia terhadap anggaran yang cukup untuk memberikan layanan dasar kepada 100 juta penduduk miskin selama hampir dua tahun. Indonesia merupakan salah satu negara di Asia dengan anggaran kesehatan perkapita terkecil bahkan jika dibandingkan dengan negara yang memiliki GDP yang lebih rendah. "Sangat menyedihkan dan ironis dimana banyak daerah terpencil yang merupakan sumber pemasukan negara dari hasil kehutanan justru memiliki layanan dasar kesehatan yang paling buruk," kata Saunders. "Masyarakat yang tinggal di pinggir hutan, yang tengah dirusak untuk mempertebal kantung oknum pejabat, justru harus menempuh perjalanan yang sangat jauh untuk mendapat perawatan dokter," lanjutnya. Selain itu Indonesia juga merupakan salah satu negara yang memiliki wilayah hutan terbesar di dunia, tetapi sekaligus merupakan salah satu negara yang memiliki tingkat penggundulan hutan yang juga tertinggi. Indonesia dilaporkan meraup 6,6 milyar dolar Amerika dari ekspor sektor perkayuannya yang sangat menguntungkan. Dengan nilai ekspor yang sedemikian besar, Indonesia menduduki peringkat kedua setelah Brasil dan lebih besar dari pada gabungan ekspor negara-negara di Afrika dan Amerika Tengah. Berdasarkan temuan laporan Human Rights Watch tersebut, mereka yang mendapat keuntungan terbanyak dari pembalakan liar serta korupsi yang menyertainya sangat jarang diminta pertanggung- jawabannya. Sebagian hal ini disebaban oleh perilaku korupsi yang terjadi dalam tubuh penegak hukum dan peradilan. Uang suap diberikan kepada polisi untuk memanipulasi barang bukti atau bahkan menjual kembali kayu hasil sitaan kepada pembalak liar. Suap juga diberikan kepada jaksa untuk memanipulasi tuduhan (kadang-kadang sengaja menggunakan pasal yang memiliki pembuktian yang lemah), dan kepada hakim untuk putusan yang menguntungkan. Pejabat Departemen Kehutanan telah melakukan langkah- langkah untuk memperbaiki sistem pelacakan dan pelaporan kayu, namun mereka juga tetap harus menghadapi pelaku usaha yang selalu mencari celah serta berbagai kepentingan yang telah mengakar di dalam departemen itu sendiri. Pelaporan produksi kayu dan keuntungannya sering dinodai oleh pertentangan kepentingan antar instansi kehutanan dan ketidakjelasan wewenang kantor kehutanan pusat dan daerah. Uang suap yang diberikan kepada oknum pejabat utuk meloloskan pembalakan liar atau melanggar surat ijin merupakan insentif yang sangat menggoda untuk menelantarkan pencatatan data yang akurat atau kegagalan membuat laporan terjadwal kepada kementerian pusat. Begin Match to source 26 in source list: http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2009/08/Karenanya, menjadi kewajiban bersama bagi setiap masyarakat, aparat hukum, media massa, untuk sama-sama mengawasi setiap pembangunan yang dilakukan. Caranya, dengan melihat secara bersama pembangunan itu. Sebab, bila hal itu tak dilakukan, kebocoran dana akibatEnd Match korupsi Begin Match to source 26 in source list: http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2009/08/akan terus berlangsung.End Match Strategi Solusi dan Upaya Pemberantasan Korupsi P ersoalan korupsi beraneka ragam cara melihatnya, oleh karena itu cara pengkajiannya pun bermacam-macam pula. Korupsi tidak cukup ditinjau dari segi deduktif saja, melainkan perlu ditinaju dari segi induktifnya yaitu mulai melihat masalah praktisnya (practical problems), juga harus dilihat apa yang menyebabkan timbulnya korupsi. Pemberantasan korupsi merupakan salah satu agenda penting dari pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN). Pemberantasan korupsi juga merupakan agenda di tingkat regional dan internasional. Lembaga-lembaga internasional turut menegaskan komitmennya untuk bersama-sama memerangi korupsi. Salah satu penghambat kesejahteraan negara berkembang pun disinyalir akibat dari praktek korupsi yang eksesif, baik yang melibatkan aparat di sektor publik, maupun yang melibatkan masyarakat yang lebih luas. Indikasi tetap maraknya praktek korupsi di negara ini dapat terlihat dari tidak kunjung membaiknya angka persepsi korupsi Indonesia. Beberapa survey yang dilakukan oleh lembaga independen internasional juga membuktikan fakta yang sama, walaupun dengan bahasa, instrumen atau pendekatan yang berbeda. Situasi ini jelas memprihatinkan banyak pihak.Korupsi tidak dapat dibiarkan berjalan begitu saja kalau suatu negara ingin mencapai tujuannya, karena kalau dibiarkan secara terus menerus, maka akan terbiasa dan menjadi subur dan akan menimbulkan sikap mental pejabat yang selalu mencari jalan pintas yang mudah dan menghalalkan segala cara (the end justifies the means). Untuk itu, korupsi perlu ditanggulanggi secara tuntas dan bertanggung jawab. Ada beberapa upaya pemberantasan korupsi yang ditawarkan para ahli yang masing-masing memandang dari berbagai segi dan pandangan. Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah- langkah untuk pemberantasan korupsi sebagai berikut : 1) Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan sejumlah pembayaran tertentu. 2) Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat. 3) Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan, wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi. 4) Meningkatkan ancaman bagi pelaku korupsi. 5) Korupsi adalah persoalan nilai, sulit untuk dihilangkan sehingga harus ditekan seminimum mungkin, 6) Agar beban korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar maka perlu pembaharuan struktural, untuk mengu- rangi kesempatan dan dorongan untuk melakukan korupsi dengan perubahan organisasi. Cara yang diperkenalkan oleh Caiden di atas membenarkan (legalized) tindakan yang semula dikategorikan kedalam korupsi menjadi tindakan yang legal dengan adanya pungutan resmi. Di lain pihak, celah-celah yang membuka untuk kesempatan korupsi harus segera ditutup, begitu halnya dengan struktur organisasi haruslah membantu kearah pencegahan korupsi, misalnya tanggung jawab pimpinan dalam pelaksanaan pengawasan melekat, dengan tidak lupa meningkatkan ancaman hukuman kepada pelaku-pelakunya. Selanjutnya, Myrdal (dalam Lubis, 1987) memberi saran penaggulangan korupsi yaitu agar pengaturan dan prosedur untuk keputusan-keputusan administratif yang menyangkut orang per- orangan dan perusahaan lebih disederhanakan dan dipertegas, pengadakan pengawasan yang lebih keras, kebijaksanaan pribadi dalam menjalankan kekuasaan hendaknya dikurangi sejauh mungkin, gaji pegawai yang rendah harus dinaikkan dan kedudukan social ekonominya diperbaiki, lebih terjamin, satuan-satuan pengamanan termasuk polisi harus diperkuat, hukum pidana dan hukum atas pejabat-pejabat yang korupsi dapat lebih cepat diambil. Orang-orang yang menyogok pejabat-pejabat harus ditindak pula. Kartono (1983) menyarankan pemberantasan korupsi sebagai berikut : 1) Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh. 2) Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan kepentingan nasional. 3) Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan menindak korupsi. 4) Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan menghukum tindak korupsi. 5) Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya. 6) Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan bukan berdasarkan sistem “ascription”. 7) Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran administrasi pemerintah. 8) Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur 9) Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien. 10) Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi. Marmosudjono (Kompas, 1989) mengatakan bahwa dalam memberantas korupsi, perlu sanksi malu bagi koruptor yaitu dengan menayangkan wajah para koruptor di televisi karena menurutnya masuk penjara tidak dianggap sebagai hal yang memalukan lagi. Upaya pemberantasan korupsi juga bisa dilakukan dengan tindakan-tindakan sebagai berikut : 1) Preventif. a. Membangun dan menyebarkan etos pejabat dan pegawai baik di instansi pemerintah maupun swasta tentang pemisahan yang jelas dan tajam antara milik pribadi dan milik perusahaan atau milik negara. b. Mengusahakan perbaikan penghasilan (gaji) bagi pejabat dan pegawai negeri sesuai dengan kemajuan ekonomi dan kemajuan swasta, agar pejabat dan pegawai saling menegakan wibawa dan integritas jabatannya dan tidak terbawa oleh godaan dan kesempatan yang diberikan oleh wewenangnya. c. Menumbuhkan kebanggaan-kebanggaan dan atribut kehor- matan diri setiap jabatan dan pekerjaan. Kebijakan pejabat dan pegawai bukanlah bahwa mereka kaya dan melimpah, akan tetapi mereka terhormat karena jasa pelayanannya kepada masyarakat dan negara. d. Bahwa teladan dan pelaku pimpinan dan atasan lebih efektif dalam. e. Memasyarakatkan pandangan, penilaian dan kebijakan. f. Menumbuhkan pemahaman dan kebudayaan politik yang terbuka untuk kontrol, koreksi dan peringatan, sebab we- wenang dan kekuasaan itu cenderung disalahgunakan. g. Hal yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana menumbuhkan “sense of belongingness” dikalangan pejabat dan pegawai, sehingga mereka merasa peruasahaan tersebut adalah milik sendiri dan tidak perlu korupsi, dan selalu berusaha berbuat yang terbaik. 2) Represif. a. Perlu penayangan wajah koruptor di televisi. b. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan pejabat. Upaya pencegahan praktek korupsi juga dilakukan di lingkungan eksekutif atau penyelenggara negara, dimana masing- masing instansi memiliki Internal Control Unit (unit pengawas dan pengendali dalam instansi) yang berupa inspektorat. Fungsi inspektorat mengawasi dan memeriksa penyelenggaraan kegiatan pembangunan di instansi masing-masing, terutama pengelolaan keuangan negara, agar kegiatan pembangunan berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis sesuai sasaran. Di samping pengawasan internal, ada juga pengawasan dan pemeriksaan kegiatan pembangunan yang dilakukan oleh instansi eksternal yaitu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan BadanPengawas Keuangan Pembangunan (BPKP). Selain lembaga internal dan eksternal, lembaga swadaya masyarakat (LSM) juga ikut berperan dalam melakukan pengawasan kegiatan pembangunan, terutama kasus-kasus korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara. Beberapa LSM yang aktif dan gencar mengawasi dan melaporkan praktek korupsi yang dilakukan penyelenggara negara antara lain adalah Indonesian Corruption Watch (ICW), Government Watch (GOWA), dan Masyarakat Tranparansi Indonesia (MTI). Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia digambarkan sebagai berikut: Gambar 3 Peringkat Korupsi Beberapa Negara Asia Sumber: PERC, Corruption in Asia, 2006 Dilihat dari upaya-upaya pemerintah dalam memberantas praktek korupsi selama ini sepertinya sudah cukup memadai baik dilihat dari segi hukum dan peraturan perundang-undangan, komisi- komisi, lembaga pemeriksa baik internal maupun eksternal, bahkan keterlibatan LSM. Namun, kenyataannya praktek korupsi bukannya berkurang malah meningkat dari tahun ke tahun. Bahkan Indonesia kembali dinilai sebagai negara paling terkorup di Asia pada awal tahun 2004 dan 2005 berdasarkan hasil survei dikalangan para pengusahan dan pebisnis oleh lembaga konsultan Political and Economic Risk Consultancy (PERC). Hasil survei lembaga konsultan PERC yang berbasis di Hong Kong menyatakan bahwa Indonesia merupakan negara yang paling korup di antara 12 negara Asia. Hal ini bisa dilihat dari presentase penyuapan dalam pelayanan publik yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 4 Presentase Penyuapan dalam Pelayanan Publik Begin Match to source 168 in source list: https://docobook.com/peranan-forensic-auditing-dalam-penegakan-good-corporatef6bf7db0680b5f1d8b23c18503d3e8f526191.htmlGood Governance in the World Persentase Penyuapan Dalam Pelayanan PublikEnd MatchBegin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfQuintile Countries/Territories Top quintile:End Match More than 32% Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfAlbania, Cambodia, Cameroon, FYR Macedonia, Kosovo,End Match % of Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfNigeria, Pakistan, Philippines, Romania, SenegalEnd Match respondents Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfSecond quintile: Bolivia, Dominican Republic, Greece, India, Indonesia, Lithuania,End Match reporting Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdf18 – 32% Moldova, Peru, Serbia, Ukraine they paidEnd Match a Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfThird quintile:End Match 6 – Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfBulgaria, Croatia, Czech Republic, Luxembourg, Malaysia, bribe toEnd Match 18% Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfPanama, Russia, Turkey, Venezuela, Vietnam obtain a service Fourth quintile:End Match 2 Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfArgentina, Bosnia-Herzegovina, Finland, Hong Kong, Ireland,End Match – 6% Begin Match to source 38 in source list: http://corruptionmonitor.com/pakistancorruption.pdfPortugal, South Africa, Spain, United Kingdom, United States Bottom quintile: Austria, Canada, Denmark, France, Iceland, Japan, South Korea, Less than 2% Netherlands, Sweden, Switzerland Source: Transparency International Global Corruption Barometer 2007.End Match Predikat negara terkorup diberikan karena nilai Indonesia hampir menyentuh angka mutlak 10 dengan skor 9,25 (nilai 10 merupakan nilai tertinggi atau terkorup). Pada tahun 2005, Indonesia masih termasuk dalam tiga teratas negara terkorup di Asia. Peringkat negara terkorup setelah Indonesia, berdasarkan hasil survei yang dilakukan PERC, yaitu India (8,9), Vietnam (8,67), Thailand, Malaysia dan China berada pada posisi sejajar di peringkat keempat yang terbersih. Sebaliknya, negara yang terbersih tingkat korupsinya adalah Singapura (0,5) disusul Jepang (3,5), Hong Kong, Taiwan dan Korea Selatan. Rentang skor dari nol sampai 10, di mana skor nol adalah mewakili posisi terbaik, sedangkan skor 10 merupakan posisi skor terburuk. Ini merupakan survei tahunan yang dilakukan oleh PERC untuk menilai kecenderungan korupsi di Asia dari tahun ke tahun. Dalam hal ini PERC bertanya kepada responden untuk menilai kondisi di mana mereka bekerja sekaligus juga untuk menilai kondisi negara asalnya masing-masing. Metode ini digunakan agar dapat menghasilkan data perbandingan antar negara (cross-country comparison), sehingga survei ini dapat dimanfaatkan untuk meng- evaluasi bagaimana persepsi terhadap suatu negara berubah seiring waktu. Seperti digambarkan pada peta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Seluruh Dunia berikut ini: Gambar 5 Peta Indeks Persepsi Korupsi (IPK) di Seluruh Dunia Sumber: Transparency International (2006) Demikian pula dengan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia tahun 2006 adalah 2,4 dan menempati urutan ke-130 dari 163 negara. Sebelumnya, pada tahun 2005 IPK Indonesia adalah 2,2, tahun 2004 (2,0) serta tahun 2003 (1,9). Hal ini menunjukkan bahwa penanganan kasus korupsi di Indonesia masih sangat lambat dan belum mampu membuat jera para koruptor. Gambar 5 merupakan pemetaan IPK seluruh negara yang dibedakan dalam warna. Biru adalah negara-negara yang tingkat korupsinya paling kecil (9-10). Merah tua merupakan negara dengan tingkat korupsi terparah (1- 1,9). Sedangkan, warna-warna lain berada di antaranya (2-8,9) Namun sebagian besar negara-negara berkembang berada pada tingkat korupsi sedang sampai dengan parah (2-2,9), termasuk Indonesia (warna merah). Dari gambar di atas juga dapat diketahui bahwa gejala umum menunjukkan bahwa tingkat korupsi cenderung berbanding lurus dengan tingkat kemakmuran suatu negara. Dalam peta tersebut, dapat diketahui bahwa Indonesia dengan sedikit negara di tingkat regional, serta dengan banyak negara di kawasan Afrika dan Amerika Latin tergolong rawan korupsi dengan indikasi IPK yang buruk. Adapun China dan Thailand merupakan contoh negara yang mengesankan dalam mengubah reputasi negara yang bergelimang korupsi menjadi negara yang rendah korupsinya. India dan Vietnam juga mulai melakukan perbaikan melalui keinginan politik tinggi dalam mempersempit ruang korupsi. China selama satu dasawarsa terakhir melancarkan perang besar dengan korupsi. Para pejabat yang terbukti melakukan tindak pidana korupsi tidak segan-segan dibawa ke tiang gantungan. Tindakan ini cukup efektif mengurangi praktek korupsi di kalangan pejabat. Sementara Thailand juga melakukan kampanye pemberantasan korupsi secara serius. Sektor perpajakan dan pengadilan yang dianggap rawan korupsi dan kolusi dijadikan prioritas dalam target kampanye melawan korupsi dan hasilnya mengesankan. Kemajuan dalam kampanye korupsi membawa dampak positif dalam berbagai bidang kehidupan, termasuk kesanggupan membayar hutang luar negeri. Selama lima tahun Thailand mampu mencicil 50 milyar dollar AS utangnya. Strategi Kebijakan Pemberantasan Korupsi K oruspi Indonesia semakin meluas. Perkembangannya pun terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun jumlah kerugian keuangan negara. Korupsi yang dilakukan juga semakin sistematis dengan lingkup yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat. Kondisi tersebut menjadi salah satu faktor utama penghambat keberhasilan untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kekurang berhasilan Pemerintah dalam memberantas Korupsi semakin memperburuk citra Pemerintah di mata masyarakat yang tercermin dalam bentuk ketidakpercayaan dan ketidakpatuhan masyarakat terhadap hukum. Sehingga diperlukan strategi handal dalam rangka pemberantasan Korupsi. Ketetapan MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme mengamanatkan pentingnya memfungsikan lembaga-lembaga negara secara proporsional dan tepat, sehingga penyelenggaraan negara dapat berlangsung sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Ketetapan MPR tersebut juga mengamanatkan bahwa untuk menghindarkan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme, setiap Penyelenggara Negara harus bersedia mengumumkan dan diperiksa kekayaannya sebelum dan setelah menjabat. Selanjutnya diamanatkan pula bahwa penindakan terhadap pelaku korupsi, kolusi dan nepotisme harus dilakukan secara tegas terhadap siapapun juga. Adapun struktur pengawasan di Indonesia saat ini adalah sebagai berikut: Gambar 6 Struktur Pengawasan di Indonesia STRUKTUR PENGAWASAN DI INDONESIA SAAT INI PRESIDEN WAPRES MPR DPR/DPD BPK MENDAGRI Feed back MENEG PAN BPKP APBD APBN GUBERNUR Feed MENTERI/ back Pimp. LPND BUPATI / Feed WALIKOTA back ESELON I Unsur ITJEN / Unit Pelaksana Was LPND Unsur Bawasda Pelaksana KAB/KO Unsur TA BAWASDA Pelaksana PROP Direksi KAB/KOTA BUMN/D PROPINSI DEP/LPND PEMERINTAH KAP NEGARA Ket: garis komando garis koordinasi garis pengawasan 3 Sebagai tindak lanjut dari TAP MPR RI No. XI/MPR/1998, maka telah disahkan dan diundangkan beberapa peraturan perundang- undangan sebagai landasan hukum untuk melakukan pencegahan dan penindakan tindak pidana korupsi. Upaya tersebut diawali dengan diberlakukannya Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. Undang-Undang NomorEnd Match 28 Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. TahunEnd Match 1999 Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. tentang PenyelenggaraEnd Match Negara Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. yangEnd Match Bersih Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. danEnd Match Bebas dari Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme. Konsideran undang-undang tersebut menjelaskan bahwa praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme tidak hanya dilakukan antar-Penyelenggara Negara melainkan juga antara Penyelenggara Negara dan pihak lain. Hal tersebut dapat merusak sendi-sendi kehidupan berma- syarakat, berbangsa, dan bernegara serta membahayakan eksistensi negara, sehingga diperlukan landasan hukum untuk pencegahannya. Perbaikan di bidang legislasi juga diikuti dengan diberlakukannya Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfUndang-Undang NomorEnd Match 31 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfTahun 1999End Match sebagai penyempurnaan Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfatas Undang-undang NomorEnd Match 3 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdfTahunEnd Match 1971 Begin Match to source 23 in source list: http://terrasolusi.net/wp-content/uploads/2012/03/Modul-3-Eselon-3-Manajemen-SDM.pdftentangEnd Match Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Konsideran undang-undang tersebut secara tegas menyebutkan bahwa tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur Begin Match to source 201 in source list: Jawardi Jawardi. berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. PadaEnd Match tahun 2001, Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 31 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Tahun 1999End Match disempurnakan kembali Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/danEnd Match diubah dengan Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/Undang-Undang NomorEnd Match 20 Begin Match to source 5 in source list: https://irwan68.wordpress.com/2008/04/06/TahunEnd Match 2001. Penyempurnaan ini dimaksudkan untuk lebih menjamin kepastian hukum, menghindari keragaman penafsiran hukum dan memberikan perlindungan terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, serta perlakuan secara adil dalam memberantas tindak pidana korupsi. Dengan pertimbangan bahwa sampai akhir tahun 2002 pemberantasan tindak pidana korupsi belum dapat dilaksana- kan secara optimal dan lembaga pemerintah yang menangani perkara tindak pidana korupsi belum berfungsi secara efektif dan efisien, maka ditetapkan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 yang menjadi dasar pembentukan Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang disingkat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). KPK merupakan lembaga negara yang bersifat independen yang dalam melaksanakan tugas dan kewenangannya bebas dari pengaruh kekuasaan manapun. Berdasarkan Pasal 6 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2002, maka tugas dari KPK ini meliputi: melakukan koordinasi dan supervisi terhadap upaya pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga yang berwenang, melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi, melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi, dan melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk tugas penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, sejak berdirinya sampai dengan triwulan keempat 2007, dari 479 kasus pengaduan masyarakat dan kasus dari sumber lainnya, KPK berhasil melakukan penyelidikan sebanyak 158 kasus. Dari 158 kasus yang diselidiki, 72 perkara ditingkatkan ke penyidikan, 60 perkara masuk ke penuntutan, 43 perkara telah memperoleh kekuatan hukum tetap (inkracht) dan 41 diantaranya telah dieksekusi. Untuk tugas pencegahan korupsi, dari 405.766 penyelenggara negara wajib lapor Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), 241.845 PN telah melaporkan LHKPN nya kepada KPK. Sedangkan untuk gratifikasi, terjadi kenaikan yang cukup berarti dalam jumlah uang yang disita dan disetor ke kas negara, yaitu dari Rp.0,- pada tahun 2004, menjadi Rp.2.887.784.644,- pada akhir tahun 2007. Kegiatan peningkatan kesadaran masyarakat pun terus dilakukan melalui sosialisasi dan pendidikan anti korupsi, serta implementasi good governance. Sedangkan untuk tugas monitoring, sejak tahun 2005 s.d 2007, telah dilakukan pengkajian sistem administrasi pertanahan pada Badan Pertanahan Nasional (BPN); pengkajian sistem pelayanan imigrasi pada Kantor Imigrasi; pengkajian sistem administrasi impor di Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; pengkajian sistem penempatan tenaga kerja Indonesia; dan pengkajian sistem pelayanan perijinan di Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Untuk meningkatkan keberhasilan pelaksanaan tugas-tugas KPK tersebut, dan mengingat pada akhir tahun 2007 terjadi perubahan pimpinan KPK, maka KPK perlu memperbaharui Rencana Stratejik (Renstra) sebagai pedoman bagi setiap unit organisasi di KPK untuk melaksanakan tugasnya masing-masing. Penyusunan Renstra KPK Tahun 2008-2011 menggunakan pendekatan Kartu Kinerja Berimbang (Balanced Scorecard) yang selanjutnya disebut BSC. Pendekatan ini tidak hanya digunakan sebagai alat pencatat kinerja, tetapi juga banyak dimanfaatkan sebagai alat yang efektif untuk perencanaan stratejik, yaitu sebagai alat untuk menerjemahkan visi, misi, tujuan, nilai dasar, dan strategi organisasi ke dalam rencana tindak yang komprehensif, koheren, terukur, dan berimbang. Tujuan yang ingin dicapai oleh KPK adalah: “Meningkatnya integritas aparat penegak hukum dan aparat pengawasan dalam pemberantasan korupsi, disertai dengan berkurangnya niat dan peluang untuk melakukan korupsi, sehingga korupsi di Indonesia berkurang secara signifikan”. Penetapan tujuan ini dilandasi oleh fakta bahwa tindak pidana korupsi di Indonesia sudah sangat meluas dan dilakukan secara sistematis dengan cakupan yang telah memasuki berbagai aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Perkembangannya juga terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi maupun dari jumlah kerugian negara. Pemberantasan TPK harus dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara KPK dengan instansi penegak hukum dan instansi lain serta seluruh komponen bangsa dan negara. Peran KPK sebagai pemimpin dan pemicu memungkinkan terciptanya kerjasama tersebut, sehingga timbul suatu gerakan pemberantasan korupsi yang masif, dinamis, dan harmonis. Strategi kebijakan dalam pemberantasan korupsi meliputi: 1) Korupsi adalah kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan semua pihak (everyone business), konsisten, dan berkesinambungan. 2) KPK sebagai institusi pendorong upaya pemberantasan korupsi merupakan lembaga yang disegani dan dihormati, bukan ditakuti. 3) Pemberantasan korupsi mengedepankan upaya preemtif (penangkalan/menangani hulu permasalahan) dan preventif (pencegahan) sehingga mampu menekan kebocoran keuangan negara. 4) Upaya represif untuk menimbulkan efek jera dan pengembalian kerugian keuangan negara secara optimal. Berdasarkan kondisi tersebut, pemberantasan TPK harus dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional, dan berkesinambungan. Oleh karena itu diperlukan kerjasama antara KPK dengan instansi penegak hukum dan instansi lain serta seluruh komponen bangsa dan negara. Peran KPK sebagai pemimpin dan pemicu memungkinkan terciptanya kerjasama tersebut, sehingga timbul suatu gerakan pemberantasan korupsi yang masif, dinamis, dan harmonis. Kebijakan dalam penentuan prioritas pelaksanaan tugas KPK adalah sebagai berikut: 1. Kebijakan di Bidang Koordinasi dan Supervisi: a. Menindaklanjuti MoU yang sudah dibuat antara KPK, Kejagung, dan POLRI dengan tindakan nyata di lapangan: Mengadakan pertemuan rutin dengan POLRI dan Kejagung Mengevaluasi proses penanganan kasus yang ditangani oleh Polri dan Kejagung b. Mendorong penanganan kasus-kasus korupsi ke daerah (Polda dan Kejati) dengan alternatif tindakan: Diserahkan sepenuhnya sesuai kewenangan Polri dan Jaksa dalam penanganan perkara digunakan kewenangan KPK namun dilaksanakan oleh instansi penegak hukum di daerah. c. Memantau penanganan kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Polri dan Kejagung: secara administratif check on the spot d. Mengambil alih penanganan kasus yang krusial atau yang tidak dapat ditangani oleh Polri dan Kejagung. 2. Kebijakan di Bidang Penindakan: a. Penindakan korupsi dilakukan bersama-sama dengan aparat penegak hukum lainnya. BUKU I 6 RENCANA STRATEGIS 2008-2011 PERUMUSAN STRATEGI b. Menangani kasus-kasus yang belum selesai dikerjakan oleh Pimpinan KPK yang lama. c. Menanganani kasus-kasus yang menimbulkan dampak ikutan kumulatif yang tinggi, sedangkan kasus-kasus yang ber-scope lokal dilimpahkan kepada aparat penegak hukum daerah. d. Menangani kasus-kasus korupsi di lingkungan aparat penegak hukum, pemasukan dan pengeluaran keuangan negara, serta sektor pelayanan publik. e. Menindaklanjuti MoU dengan Dephan untuk mendorong penanganan kasus-kasus korupsi di lingkungan TNI. 3. Kebijakan di Pencegahan a. Mendorong segenap instansi dan masyarakat untuk mening- katkan kesadaran anti korupsi dan peran sertanya dalam pencegahan korupsi di lingkungan masing-masing. b. Melakukan proaktif investigasi (deteksi) untuk mengenali dan memprediksi kerawanan korupsi dan potensi masalah penyebab korupsi secara periodik untuk disampaikan kepada instansi dan masyarakat yang bersangkutan. c. Mendorong lembaga dan masyarakat untuk mengantisipasi kerawanan korupsi (kegiatan pencegahan) dan potensi masalah penyebab korupsi (dengan menangani hulu permasalahan) di lingkungan masing-masing. 4. Kebijakan di Bidang Pengawasan terhadap Penyelenggaraan Negara: a. Melakukan kajian sistem administrasi negara dan sistem pengawasan terhadap lembaga negara/pemerintah secara selektif untuk mendorong dilaksanakannya perubahan sistem dan reformasi birokrasi pada tingkat nasional. b. Meningkatkan integritas dan efektifitas fungsi pengawasan pada masing-masing instansi melalui restrukturisasi kedudukan, tugas dan fungsi unit/lembaga pengawasan, agar pelaksanaan tugas dan fungsinya dapat dilaksanakan secara independen dan bertanggung jawab. Secara detail sasaran strategi indeks korupsi di Indonesia adalah sebagai berikut: Tabel 3 Sasaran Strategi Indeks Korupsi di Indonesia Dengan rincian sasaran sebagai berikut : 1) Bidang Penindakan: melaksanakan penindakan pada bidang strategis yang mempunyai efek jera terhadap para penegak hukum, berdampak peningkatan efisiensi dan transparansi pada layanan publik serta berdampak optimal pengembalian keuangan negara; pada 2) Bidang Pencegahan: melaksanakan pencegahan berdampak optimal kepada perbaikan meyeluruh yang pada layanan publik, peningkatan integritas pegawai negeri, efektifitas pengawasan, membentuk budaya masyarakat yang anti korupsi, serta meningkatkan partisi aktif masyarakat dalam pemberantasan korupsi. 3) Bidang Koordinasi dan Supervisi: melaksanakan peningkatan kualitas koordinasi dan supervisi bidang penindakan dan pencegahan dengan instansi pemerintah/lembaga negara baik pusat maupun daerah untuk membangun kapasitas kelembagaan; 4) Bidang Monitoring: melaksanakan monitoring pada instansi pemerintah pusat pada sektor yang berpengaruh pada peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK). Sedangkan sasaran strategi dalam penyelenggaraan koordinasi adalah sebagai berikut: Tabel 4 Sasaran Strategi Koordinasi Pencegahan Korupsi Berdasarkan analisis SWOT, potensi peluang yang ada lebih besar dibandingkan dengan ancaman yang dihadapi, sedangkan kekuatan yang dimiliki juga lebih besar dibandingkan kelemahan. Berdasarkan pertimbangan tersebut dan memperhatikan visi, misi, tujuan, dan sasaran, grand strategy yang dikembangkan dalam rangka mencapai visi, misi, tujuan, dan sasaran adalah sebagai berikut: 1) Pelibatan semua pihak dalam pemberantasan korupsi, dimana KPK menempatkan diri sebagai pemicu dan pendorong dalam pemberantasan korupsi; 2) Pemberantasan korupsi dilakukan secara komprehensif menggunakan pola deteksi - aksi dengan kegiatan: proaktif investigasi (deteksi), preemtif, preventif, represif, dan rehabilitasi. Adapun strategi operasional yang dipakai adalah sebagai berikut: 1) Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak hukum 2) Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah 3) Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik 4) Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat 5) Strategi Pembangunan Kelembagaan Strategi Penindakan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga penegak hukum, Strategi Pencegahan dan koordinasi serta supervisi dengan lembaga negara/pemerintah pusat dan daerah, Strategi Monitoring dan supervisi instansi pelayanan publik, serta Strategi Penggalangan Keikutsertaan Masyarakat diletakan pada perspektif pemangku kepentingan dan perspektif internal. Sedangkan Strategi Pembangunan Kelembagaan diletakkan pada perspektif pembelajaran & pertumbuhan serta keuangan. Pola Strategi pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK digambarkan sebagai berikut: Gambar 7 Pola Strategi Pemberantasan Korupsi di KPK Pada intinya dalam rangka pemberantasan korupsi diperlukan strategi yang mengacu pada indikator Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlsebagai berikut: 1) AdanyaEnd Match political will Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlyang tinggi dari pemerintah untuk memberantas korupsi 2) Kuatnya hukumEnd Match terutama Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlperaturanEnd Match mengenai anti Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlkorupsi 3) Adanya hukuman yang berat bagiEnd Match para Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlkoruptor 4) Adanya pendidikanEnd Match anti-korupsi Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.html5) Adanya analisisEnd Match mengenai Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmlmetode kerja 6) Adanya deklarasiEnd Match asset Begin Match to source 75 in source list: http://kampusstan.blogspot.co.id/2015/07/pemberantasan-korupsi-di-singapura.htmldan investasi 7)End Match Larangan menerima hadiah Dalam kaitannya dengan kebijakan pemberantasan korupsi, para penegak hukum mempunyai kewenangan yang diatur dalam peraturan perundangan. Tabel di bawah ini berikut menjelaskan wewenang penegak hukum, sebagai bagian organisasi pem- berantasan korupsi dalam penyidikan, penuntutan, pemeriksaan perkara korupsi. Tabel 5 Wewenang Penegak Hukum dalam Penyidikan, Penuntutan dan Pemeriksaan Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Transparency International, ditemukan adanya keterkaitan antara jumlah korupsi dan jumlah kejahatan/kriminalitas. Ketika korupsi meningkat, angka kejahatan yang terjadi meningkat pula (Global Corruption Report, 2005). Sebaliknya ketika korupsi berhasil dikurangi, kepercayaan masyarakat terhadap penegak hukum bertambah. Kepercayaan yang membaik dan dukungan masyarakat membuat penegakan hukum menjadi efektif. Penegakan hukum yang efektif dapat mengurangi jumlah kejahatan yang terjadi. Jadi kita bisa katakan bahwa dengan mengurangi korupsi dapat juga (secara tidak langsung) mengurangi kejahatan yang lain. Beberapa strategi pemberantasan korupsi akan diuraikan secara singkat berikut ini. 1) Mengenal Lebih Dekat Korupsi Kita (rakyat) perlu belajar mengenali korupsi. Salah satu sebab mengapa korupsi sukar diberantas karena baik pemerintah maupun anggota masyarakat kurang memahami dan mengenali secara baik, jenis-jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan. Jangan sampai kita berteriak ‘berantas korupsi’ tapi tidak sadar bahwa kita sendiri sebetulnya sering melakukan korupsi, ibarat maling teriak maling. 2) Mengetahui Hak dan Kewajiban yang Berkaitan dengan Pemberantasan Korupsi Kita perlu mengetahui dan memahami hak dan kewajiban kita, terutama yang berhubungan dengan pemberantasan korupsi. Kalau kita tahu aturan mainnya (proses hukum), kita tidak mudah dibohongi oleh oknum-oknum yang terlibat korupsi, sebaliknya kita bisa melakukan pengawasan (kontrol sosial) dan berperan serta secara aktif menanggulangi maupun mencegah korupsi. 3) Kerjasama dan Komitmen Dalam memberantas korupsi diperlukan kerjasama antar negara, terutama untuk kasus korupsi lintas negara. Kerjasama bisa dilakukan secara bilateral (dua negara), regional (Negara negara dalam satu wilayah) maupun multilateral (banyak negara). Kerjasama akan lebih solid bila negara-negara tersebut memiliki komitmen yang sama dalam memberantas korupsi, salah satunya diwujudkan dengan meratifikasi Konvensi Anti Korupsi, kemudian menyelaraskan peraturan perundangan di negaranya agar dapat meng- implementasikan pedoman anti korupsi dengan baik. Pada tanggal 9 Desember 2003 di Merida (Mexico), Begin Match to source 145 in source list: http://sigmanews.us/id/read/91/hari-anti-korupsi-internasional.htmlPerserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui sebuah Konvensi Anti Korupsi (United Nations Convention against Corruption).End Match 4) Sikap Anti Korupsi (Pencegahan, Preventif) Anti korupsi merupakan kebijakan untuk mencegah dan menghilangkan peluang bagi berkembangnya korupsi. Pencegahan yang dimaksud adalah bagaimana meningkatkan kesadaran individu untuk tidak melakukan korupsi dan bagaimana menyelamatkan uang dan aset negara. Begin Match to source 96 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16Peluang bagi berkembangnya korupsi dapat dihilangkan dengan melakukan perbaikan sistemEnd Match (sistem Begin Match to source 96 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16hukum,End Match sistem Begin Match to source 96 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16kelembagaan) dan perbaikan manusianyaEnd Match (moral, kesejahteraan). Begin Match to source 96 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16Perbaikan sistemEnd Match dilakukan dengan melakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/memperbaiki peraturan perundangan yang berlaku, untuk mengantisipasi perkembangan korupsi dan menutup celah hukum atau pasal-pasal karet yang sering digunakan koruptor melepaskan diri dari jerat hukum.End Match Kedua, Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/memperbaiki cara kerja pemerintahan (birokrasi) menjadi simple dan efisien. Menciptakan lingkungan kerja yang anti korupsi. Reformasi birokrasi.End Match Ketiga, Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/memisahkan secara tegasEnd Match kepe- milikan Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/negara dan kepemilikan pribadi, memberikan aturan yang jelas tentang penggunaan fasilitas negara untuk kepentingan umum dan penggunaannya untuk kepentingan pribadi.End Match Keempat, menegakkan Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/etika profesi dan tata tertib lembaga dengan pemberian sanksi secara tegas.End Match Kelima, menerapkan Begin Match to source 43 in source list: https://rizkikurniar.wordpress.com/2014/03/10/aspek-hukum-dalam-ekonomi-hukum-pidana-ekonomi/prinsip- prinsip Good Governance.End Match Keenam, mengoptimalkan peman- faatan teknologi, memperkecil terjadinya human error. Adapun perbaikan manusia dilakukan melakukan hal-hal sebagai berikut: pertama, memperbaiki moral manusia sebagai umat beriman. Mengoptimalkan peran agama dalam memberantas korupsi. Artinya pemuka agama berusaha mempererat ikatan emosional antara agama dengan umatnya dan menyatakan dengan tegas bahwa korupsi adalah perbuatan tercela, mengajak masyarakat untuk menjauhkan diri dari segala bentuk korupsi, mendewasakan iman dan menumbuhkan keberanian masyarakat untuk melawan korupsi. Kedua, memperbaiki moral sebagai suatu bangsa. Pengalihan loyalitas (kesetiaan) dari keluarga/ klan/ suku kepada bangsa. Menolak korupsi karena secara moral salah (Klitgaard, 2001). Morele herbewapening, yaitu mempersenjatai/memberdayakan kembali moral bangsa (Frans Seda, 2003). Ketiga, meningkatkan kesadaran hukum, dengan sosialisasi dan pendidikan anti korupsi. Keempat, mengentaskan kemiskinan. Meningkatkan kesejahteraan. Kelima, memilih pemimpin yang bersih, jujur dan anti korupsi, pemimpin yang memiliki kepedulian dan cepat tanggap, pemimpin yang bisa menjadi teladan. 5) Kontra Korupsi (Penindakan, Represif) Kontra korupsi adalah kebijakan dan upaya-upaya yang menitikberatkan aspek penindakan. Proses penindakan yang dilakukan sifatnya bisa dipaksakan. Akan tetapi supaya tidak terjadi penyalahgunaan kewenangan yang membahayakan hak-hak dan kebebasan masyarakat, maka dalam pelaksanaannya, kontra korupsi bersifat sementara dan terbatas. 6) Peran Serta Masyarakat Memberantas Korupsi Korupsi sungguh menyebabkan krisis kepercayaan. Korupsi di berbagai bidang pemerintahan menyebabkan kepercayaan rakyat dan dukungan terhadap pemerintahan menjadi minim. Padahal tanpa dukungan rakyat program perbaikan dalam bentuk apapun tak akan pernah berhasil. Sebaliknya jika rakyat memiliki kepercayaan dan mendukung pemerintah serta berperan serta dalam bisa diakhiri. Setiap orang berhak mencari, memperoleh dan memberikan informasi tentang dugaan korupsi serta menyampaikan saran dan pendapat maupun pengaduan kepada penegak hukum KPK. 7) Penghargaan Bagi Pelapor Kepada setiap orang, ormas atau LSM yang telah membantu upaya pencegahan atau pemberantasan tindak pidana korupsi, dapat diberikan penghargaan berupa piagam/premi, setelah keputusan penga- dilan yang mempidana terdakwa memperoleh kekuatan hukum tetap (PP No. 71/ 2000 Bab III Pasal 7 s/d Pasal 11). Pada prinsipnya korupsi tidak berbeda jauh dengan pencurian dan penggelapan, Begin Match to source 27 in source list: http://jurnalaspikom.org/index.php/aspikom/article/download/127/103hanya saja unsur-unsur pembentuknya lebih lengkap. Korupsi bisa kita pahami juga sebagai penggelapan yang mengakibatkan kerugian negara. Kita, sebagai masyarakat Indonesia secara umum dan sebagai penyelenggara negara/pegawai negeri pada khususnya, perlu memahami masalah korupsi, serta mengenali lebih detail berbagai kebijakan dan peraturan, dan mengikuti berbagai perkara dan jenis-jenis korupsi yang sering terjadi dalam masyarakat dan pemerintahan. Turut aktif berperan serta dalam pemberantasan korupsi, dan menjadi contoh dalam penggalakan anti korupsi untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik dan bersih (good and clean government). Dengan digalakkannya program pemberantasan dan tindak pidana korupsi oleh pemerintah di era reformasi melalui upaya koordinasi (coordination), pengawasan (controlling), monitoring, investigasi/ penyelidikan (investigation), penuntutan (prosecution) dan pemeriksaan (auditing) dan peran serta masyarakat berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku (Pasal 1 ayat (3) UU No. 30/ 2002), diharapkan dapat mempercepat terwujudnya masyarakat Indonesia yang adil dan makmur.End Match Mal Administrasi M al administrasi adalah penyimpangan perilaku yang dilakukan oleh para adminitrator negara dalam praktek administrasi negara. Penyimpangan ini diukur dari standar nilai yang diakui sebagai etika administrasi negara. Nilai adalah aturan yang menuntun perilaku orang-orang sehingga dari sana orang tersebut dapat dikatakan apakah berperilaku baik atau buruk. Karena sebagaian besar administrator negara adalah birokrat, mal administrasi bisa juga dikatakan sebagai mal praktek dalam birokrasi. Birokrasi disini dikonsepkan sebagai sekumpulan pegawai atau pejabat pemerintah. Yang termasuk dalam tindakan mal administrasi antara lain: 1) Mis Conduct yaitu melakukan sesuatu di kantor yang bertentangan dengan kepentingan kantor contoh: menggunakan mobil kantor untuk bisnis pribadi. 2) Deceitful practice yaitu praktek-praktek kebohongan, tidak jujur terhadap publik. Masyarakat disuguhi informasi yang menjebak, informasi yang tidak sebenarnya, untuk kepentingan birokrat. Misalnya: jumlah korban kecelakaan kereta api 30 orang, tetapi diberitakan hanya 10 orang. 3) Corruption yaitu bentuk kejahatan, sebagai kegiatan ilegal yang berlaku di luar sistem formal, yang oleh sejarahwan Inggris, Lord Acton, dikatakan sebagai “power tends to corrupt, absolute power corrupts absolutely”, yaitu korupsi berpotensi muncul di mana saja tanpa memandang ras, geografi, maupun kapasitas ekonomi. 4) Defective Polecy implementation, yaitu kebijakan yang tidak berakhir dengan implementasi. Keputusan-keputusan atau komitmen-komitmen politik hanya berhendti sampai pembahasan undang-undang atau pengesahan undang-undang, tetapi tidak sampai ditindak lanjuti menjadi kenyataan. 5) Bureaupathologis adalah penyakit-penyakit birokrasi. Yang termasuk penyakit-penyakit birokrasi ini antara lain: a. Indecision, tidak adanya keputusan yang jelas atas suatu kasus. Jadi suatu kasus yang pernah terjadi dibiarkan setengah jalan, atau dibiarkan mengambang, tanpa ada keputusan akhir yang jelas. Biasanya kasus-kasus seperti bila menyangkut sejumlah pejabat tinggi. Banyak kali dalam praktik muncul kasus-kasus yang di petieskan. b. Red Tape, Ini penyakit birokrasi yang berkaitan dengan penyelenggaraan pelayanan yang berbelit-belit, memakan waktu lama, meski sebenarnya bisa diselesaikan secara singkat. c. Cicumloution, Penyakit para birokrat yang terbiasa menggunakan kata-kata terlalu banyak. Banyak janji tetapi tidak ditepati. Banyak kata manis untuk menenangkan gejolak masa. Kadang-kadang banyak kata-kata kontroversi antar elit yang sifatnya bisa membingungkan masyarakat. d. Regidity, adalah penyakit birokrasi yang sifatnya kaku. Ini efek dari model pemisahan dan impersonality dari karakter birokrasi itu sendiri. Penyakit ini nampak,dalam pelayanan birokrasi yang kaku, tidak fleksibel, yang pokoknya baku menurut aturan, tanpa melihat kasus-per kasus. e. Psycophancy, kecenderungan penyakit birokrat untuk menjilat pada atasannya. Ada gejala Asal Bapak senang. Kecenderungan birokrat melayani individu atasannya, bukan melayani publik dan hati nurani. Gejala ini bisa juga dikatakan loyalitas pada individu, bukan loyalitas pada lembaga dan publik. f. Over staffing, Gejala penyakit dalam birokrasi dalam bentuk pembengkakan staf. Terlalu banyak staf sehingga mengurangi efisiensi. g. Paperasserie, adalah kecenderungan birokrasi menggunakan banyak kertas, banyak formulir-formulir, banyak laporan- laporan, tetapi tidak pernah dipergunakan sebagaimana mestinya. h. Defective accounting, Pemeriksaan keuangan yang cacat. Artinya pelaporan keuangan tidak sebagaimana mestinya, ada pelaporan keuangan ganda untuk kepentingan mengelabuhi. Biasanya kesalahan dalam keuangan ini adalah mark up proyek keuangan. Ada pendapat lain mengenai jenis-jenis mal adminitrasi yang dilakukan oleh birokrat. Menurut Nigro & Nigro ada 8 jenis mal administrasi. yaitu: 1) Ketidakjujuran (dishonesty), yait berbagai tindakan ketidakjujuran antara lain: menggunakan barang publik untuk kepentingan pribadi, menerima uang suap, dan sebagainya. 2) Perilaku yang buruk (unethical behavior), yaitu tindakan tidak etis ini adalah tindakan yang mungkin tidak bersalah secara hukum, tetapi melanggar etika sebagai administrator. Misalnya menitipkan anaknya pada panitia tes pegawai. meskipun dia tidak pernah menyuruh supaya anaknya diterima, tetapi karena posisinya sebagai pejabat tindakan titip itu bisa diartikan sebagai perintah. dengan demikian tindakan itu disebut tindakan yang tidak etis. 3) Mengabaikan hukum (disregard of law), yaitu tindakan mengabaikan hukum mencakup juga tindakan menyepelekan hukum untuk kepentingan dirinya sendiri, atau kepentingan kelompoknya. Misalnya: menangani proyek negara oleh keluarganya sendiri tanpa melalui tender terbuka termasuk tindakan mengabaikan hukum. 4) Favoritisme dalam menafsirkan hukum, yaitu tindakan menafsirkan hukum untuk kepentingan kelompok, dan cenderung memilih penerapan hukum yang menguntungkan kelompoknya. 5) Perlakuan yang tidak adil terhadap pegawai, yaitu tindakan ini cenderung keperlakuan pimpinan kepada bawahannya berdasarkan faktor like and dislike, yitu orang yang disenangi cenderung mendapatkan fasilitas lebih, meski prestasinya tidak bagus. Sebaliknya untuk orang yang tidak disenangi cenderung diperlakukan terbatas. 6) Inefisiensi bruto (gross inefficiency) adalah kecenderungan suatu instansi publik memboroskan keuangan negara. 7) Menutup-nutupi kesalahan, yaitu kecenderungan menutupi kesalahan dirinya, kesalahan bawahannya, kesalahan instansi- nya dan menolak di liput kesalahannya. 8) Gagal menunjukkan inisiatif, yaitu kecenderungan tidak berini- siatif tetapi menunggu perintah dari atas, meski secara peraturan memungkinkan dia untuk bertindak atau mengambil inisiatif kebijakan. Patologi Birokrasi P atologi Birokrasi (Bureaupathology) adalah himpunan dari perilaku-perilaku yang kadang-kadang disibukkan oleh para birokrat. Fitur dari patologi birokrasi digambarkan oleh Victor A Thompson seperti “sikap menyisih berlebihan, pemasangan taat pada aturan atau rutinitas-rutinitas dan prosedur-prosedur, perlawanan terhadap perubahan, dan desakan picik atas hak-hak dari otoritas dan status.” Red Tape merupakan awal kemunculan dari sebuah Patologi ini. Red Tape disebabkan adanya kecenderungan alami yang terjadi di dalam tubuh dan para birokrat yang tercetak dari rutinitas kegiatan mereka sendiri. Birokrasi yang semestinya lebih memper-efisien-kan proses malah semakin berbelit-belit karena para birokrat terlalu “patuh” pada prosedur yang ada. Jenis dari Patologi Birokrasi selain Red Tape yaitu Korupsi, Kolusi, Nepotisme, tidak adanya akuntabilitas, pertanggung jawaban formal, dan lain sebagainya. Negara berkembang lebih mudah terinfeksi, negara berkem- bang bisa dikatakan sebagai pusat dari Patologi Birokrasi. Negara- negara berkembang menghadapi ancaman patologi birokrasi, yaitu birokrasi yang cenderung mengutamakan kepentingan sendiri, terpusat, dan mempertahankan status quo. Patologi birokrasi juga menyebabkan birokrasi menggunakan kewenangannya yang besar untuk kepentingan sendiri. Ciri dari birokrasi negara berkembang yaitu: Pertama, administrasi publiknya bersifat elitis, otoriter, menjauh atau jauh dari masyarakat dan lingkungannya serta paternalistik. Kedua, birokrasinya kekurangan sumber daya manusia (dalam hal kualitas) untuk menyelenggarakan pembangunan dan over dalam segi kuantitas. Ketiga, birokrasi di negara berkembang lebih berorientasi kepada kemanfaatan pribadi ketimbang kepentingan masyarakat. Keempat, ditandai adanya formalisme. Yakni, gejala yang lebih berpegang kepada wujud-wujud dan ekspresi-ekspresi formal dibanding yang sesungguhnya terjadi. Kelima, birokrasi di negara berkembang acapkali bersifat otonom. Artinya lepas dari proses politik dan pengawasan publik. Administrasi publik di negara berkembang umumnya belum terbiasa bekerja dalam lingkungan publik yang demokratis. Dari sifat inilah, lahir nepotisme, penyalahgunaan wewenang, korupsi dan berbagai penyakit birokrasi yang menyebabkan aparat birokrasi di negara berkembang pada umumnya memiliki kredibilitas yang rendah. Gejala Patologi dalam Birokrasi Apabila ditelusuri lebih jauh, gejala patologi dalam birokrasi, menurut Sondang P. Siagian, bersumber pada lima masalah pokok: 1) Persepsi gaya manajerial para pejabat di lingkungan birokrasi yang menyimpang dari prinsip-prinsip demokrasi. Hal ini mengakibatkan bentuk patologi seperti: penyalahgunaan wewenang dan jabatan menerima sogok, dan nepotisme. 2) Rendahnya pengetahuan dan keterampilan para petugas pelaksana berbagai kegiatan operasional, mengakibatkan produktivitas dan mutu pelayanan yang rendah, serta pegawai sering berbuat kesalahan. 3) Tindakan pejabat yang melanggar hukum, dengan ”peng- gemukan” pembiayaan, menerima sogok, korupsi dan sebagainya. 4) Manifestasi perilaku birokrasi yang bersifat disfungsional atau negatif, seperti: sewenang-wenang, pura-pura sibuk, dan diskriminatif. 5) Akibat situasi internal berbagai instansi pemerintahan yang berakibat negatif terhadap birokrasi, seperti: imbalan dan kondisi kerja yang kurang memadai, ketiadaan deskripsi dan indikator kerja, dan sistem pilih kasih. Strategi Mengatasi Patologi Birokrasi Seperti pepatah mengatakan ”Ada penyakit ada pula obatnya”. Untuk mengatasi Patologi Birokrasi, seyogyanya seluruh lapisan masyarakat saling bahu-membahu bekerjasama untuk melaksanakan proses pemerintahan dengan sebaik-baiknya. Solusi dari Patologi Birokrasi tidak akan menjadi obat yang mujarab jika seluruh lapisan masyarakat tidak saling mendukung. Karena setiap elemen baik dari pemerintah, dunia bisnis, masyarakat kecil, dan pihak swasta memiliki keterkaitan yang sangat pokok dalam berjalannya pemerintahan. Solusi yang ditawarkan untuk mengatasi Patologi Birokrasi yaitu: 1) Perlu adanya reformasi administrasi yang global. Artinya reformasi administrasi bukan hanya sekedar mengganti personil saja, bukan hanya merubah nama instansi tertentu saja, atau bukan hanya mengurangi atau merampingkan birokrasi saja namun juga reformasi yang tidak kasat mata seperti upgrading kualitas birokrat, perbaikan moral, dan merubah cara pandang birokrat, bahwa birokrasi merupakan suatu alat pelayanan publik dan bukan untuk mencari keuntungan. 2) Pembentukan kekuatan hukum dan per-Undang-Undangan yang jelas. Kekuatan hukum sangat berpengaruh pada kejahatan- kejahatan, termasuk kejahatan dan penyakait-penyakit yang ada di dalam birokrasi. Kita sering melihat bahwa para koruptor tidak pernah jera walaupun sering keluar masuk buih. Ini dikarenakan hukuman yang diterima tidak sebanding dengan apa yang diperbuat. Pembentukan supremasi hukum dapat dilakukan dengan cara: kepemimpinan yang adil dan kuat, alat penegak hukum yang yang kuat dan bersih dari kepentingan politik, adanya pengawasan tidak berpihak dalam pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam birokrasi. 3) Dengan cara menciptakan sistem akuntabilitas dan transparansi. Kurangnya demokrasi dan rasa bertanggung jawab yang ada dalam birokrasi membuat para birokrat semakin mudah untuk menyeleweng dari hal yang semestinya dilakukan. Pengawasan dari bawah dan dari atas merupakan alat dari penciptaan akuntabilitas dan transparansi ini. Jenis-Jenis Begin Match to source 155 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16Patologi Birokrasi 1. Patologi yangEnd Match Berkaitan dengan Begin Match to source 155 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16Persepsi, Perilaku danEnd Match Gaya Begin Match to source 155 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16ManajerialEnd Match meliputi: ? Begin Match to source 155 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16PenyalahgunaanEnd Match Wewenang Begin Match to source 155 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16dan JabatanEnd Match ? Sikap/Perilaku yang Bermewah-mewah ? Ketakutan pada Perubahan ? Membuat Jarak Kekuasaan ? Takut Mengambil Keputusan ? Sikap Menyalahkan Orang lain ? Kurangnya Koordinasi, dan Kreativitas ? KKN ? Keengganan Melakukan Delegasi Begin Match to source 163 in source list: Submitted to iGroup on 2016-12-142. Patologi kurangnya Pengetahuan danEnd Match Ketrampilan ? Begin Match to source 163 in source list: Submitted to iGroup on 2016-12-14Ketidakmampuan Menjabarkan KebijakanEnd Match Pimpinan ? Begin Match to source 163 in source list: Submitted to iGroup on 2016-12-14KetidaktelitianEnd Match ? Tindakan yang Begin Match to source 163 in source list: Submitted to iGroup on 2016-12-14Tidak produktifEnd Match ? Mutu Hasil Pekerjaan yang Rendah ? Ketidak Tepatan Tindakan ? Stagnasi 3. Patologi Berkaitan dengan Situasi Internal ? Kewajiban dianggap sebagai Beban ? Kurang Tanggap ? Motivasi yang Kurang Tepat ? Kondisi Kerja yang Kurang Memadai ? Terlalu Banyak Pegawai ? Imbalan yang Tidak Sesuai ? Kekuasaan Kepemimpinan ? Miskomunikasi ? Sarana dan Prasarana yang Jelek 4. Patologi Berkaitan Perilaku Disfungsional ? Pura-Pura Sibuk ? Paksaan ? Cara Kerja yang Legalistik ? Tidak Disiplin ? Rasa Tanggung Jawab Yang Masih Rendah ? Tidak Profesional ? Pemborosan ? Pengutamaan Kepentingan Sendiri BAB III MEMBANGUN Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfTATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK (GOOD GOVERNANCE ) TataEnd Match Kepemerintahan Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfyang BaikEnd Match (Good Governance) D i Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfIndonesia, sejak tahun 1998 adaEnd Match kerjasama Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfdengan UNDP, yaitu program untuk lebih memberdayakan governance dan menerapkan prinsip-prinsipEnd Match dari kepemerintahan yang baik Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdf(good governance). Program tersebut dikenal dengan: “Partnership to Support Governance Reform inEnd Match Indonesian” dan Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfUNDP, World Bank dan Asian Development Bank. Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan di Indonesia atau Partnership for Governance Reform in IndonesiaEnd Match ini Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfmerupakanEnd Match kerjasama Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfantara UNDP, World Bank, ADB beserta negara-negara sahabat, masyarakat madani dan pemerintah Indonesia. Melalui program inilah “good governance” menjadi semakin populer.End MatchBegin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfIstilah goodEnd Match governance Begin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfmenurut versi awal Bank Dunia tahun 1989, yaitu manajemen pembangunan yang good/sound (sempurna) atau “sound developmentEnd Match management”. Begin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfKemudian, dalam laporan Bank Dunia tahun 1992 disebutkan: “good governance is less government and better government”, Less governmentEnd Match dimaksudkan Begin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfbahwa cakupan kewenangan pemerintah (negara) perlu dikurangi. Sedangkan better government, artinya, pemerintah yang sudah rampingEnd Match (less/small government) Begin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfperluEnd Match Iebih Begin Match to source 45 in source list: https://www.scribd.com/document/396291856/ANALISIS-KINERJA-BIROKRASI-DALAM-PRESPEK-pdfefektif dalam manajemen pembangunan. Dalam versi ini, good governance icon bagi liberalisasi yang fokus pada pembangunan ekonomi, tidak percaya pada negara, pro globalisasi, danEnd Match pro pasar. Menurut Sjamsiar (2006:2): “popularitas good governance terkait dengan ketidakpercayaan masyarakat terhadap pemerintah”. Banyak individu dan kelompok masyarakat kecewa dengan ketidakmampuan pemerintah untuk mengatasi masalah sosial pada umumnya. Hal ini mendorong pemikiran kembali teori lama administrasi publik. Kepercayaan diri administrasi publik tradisional (Classic or Old Public Administration, OPA) telah rusak dan menghadapi “krisis identitas “. Administrasi publik, yang diharapkan menjadi alat/instrumen untuk menyelesaikan masalahmasalah sosial, bahkan menjadi masalah sosial itu sendiri. Oleh karena itu, banyak teori yang diusulkan sebagai alternatif bagi OPA, diantaranya adalah good governance yang menarik perhatian masyarakat. Begin Match to source 133 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/74376-ID-pelaksanaan-tata-kelola-keuangan-dprd-da.pdfIstilah governance merujuk pada peran, struktur, dan proses operasional pemerintah atau cara menyelesaikan masalah sosial.End Match Meskipun memiliki daya tarik institusional yang kuat, governance belum memiliki definisi yang jelas (Heinrich dan Lynn, 2000). Ambiguitas definisi dapat menimbulkan banyak masalah, khususnya jika konsep good governance diterapkan pada proses reformasi administrasi publik (Asmawi, 2010:77). Mungkin disengaja atau tidak, konsep governance yang memiliki daya tark intuitif namun mem bingungkan, digunakan sebagai alasan retorik daripada substantif (Stoker, 1988). Seringkali ketika seseorang menyebut tentang governance pada proses reformasi administrasi publik Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25tidak jelas apakah rujukannyaEnd Match kestruktur Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25organisasi, proses administrasi,End Match penilaian manajerial, Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25sistem insentif danEnd Match aturan, filosofi administrasi, Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25atauEnd Match gabungan elemene-lemen ini“, demikian menurut Heinrich dan Lynn (2000:1). Kadangkala governance merujuk pada setiap perubahan yang diinginkan dalam reformasi administrasi negara (Andrew dan Goldmith, 1998). Begin Match to source 32 in source list: Wahyu Setyaningrum. Secara umum, good governance atau kepemerintahan yang baik, dapat diartikan, yaitu: dijalankannya dengan baik (good) ketiga domain yang ada dalam governance atau kepemerintahan. Ketiga domain governance itu adalah: (1) negara atauEnd Match pemerintahan Begin Match to source 32 in source list: Wahyu Setyaningrum. (state); (2) sektor swasta atau dunia usaha (private sector); dan (3) masyarakat (society). Secara konseptual, pengertian kata baik (good) dalam istilah kepemerintahan yang baik (good governance) mengandung dua pemahaman, yaitu: Pertama, nilai-End Match niIai Begin Match to source 32 in source list: Wahyu Setyaningrum. yang menjunjung tinggi keinginan/kehendak rakyat, dan nilai-nilai yang dapat meningkatkan kemampuan rakyat dalam pencapaian tujuan (nasional) kemandirian, pembangunan berkelanjutan, dan keadilan sosial, Kedua, aspek-aspek fungsional dari pemerintahan yang efektif dan efisien dalam pelaksanaan tugasnya untuk mencapai tujuan- tujuan tersebut.End Match Istilah Good Governance Sebagai konsep sosial memiliki banyak pengertian, meskipun dari setiap pengertian tersebut selalu ada kesamaan tertentu antara satu dengan Iainnya. Menurut Ghani (dalam Widodo, 2001) yang dimaksud dengan Good Governance adalah Mekanisme pengelolaan sumber daya ekonomi dan sosial yang melibatkan pengaruh sektor publik/pemerintah dan sektor swasta/privat serta masyarakat dalam suatu kegiatan kolektif. Pemerintah sebagai komponen pembuat sekaligus pelaksana kebijakan sudah saatnya untuk bertindak secara transparan terhadap pelaksanaan-pelaksanaan tugasnya. Untuk itu, Pemerintah hendaknya tidak membuat dan menjalankan suatu kebijaksanaan secara otokratis berdasarkan kemauannya sendiri. Akan tetapi Pemerintah harus selalu melibatkan unsur-unsur lain dalam masyarakat, baik sektor swasta maupun komponen civil society yang sering disebut sebagai good governance. Dalam hal ini Pemerintah harus mampu memberikan respon terhadap dinamika masyarakat yang menghendaki adanya sebuah kondisi yang transparan dan akuntabel. Good governance juga diartikan sebagai praktek penyelenggaraan kekuasaan dan kewenangan oleh pemerintah dalam pengelolaan urusan pemerintahan secara umum dan pembangunan dibidang ekonomi pada khususnya. Begin Match to source 56 in source list: http://www.studymode.com/essays/Good-Governance-647870.htmlWorld Bank mendefinisikan good governance sebagai suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab yang sejalan déngan prinsip demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan korupsi politik maupunEnd Match administrasi. Artinya Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmGood governance adalah penyelenggaraan pemerintah yang solid dan bertanggung jawab, efisien, dan efektif dengan unsur-unsur profesionalisme, akuntabilitas, dan transparansi.End Match Akhimya Good Governance sering diartikan sebagai pemerintahan yang baik (Tjokroamidjojo, 1999). Dengan Demikian Good Governance secara sederhana dapat dimaknai sebagai bentuk terbaik dari proses penyelenggaraan pemerintahan dalam mengadakan public goods and public services. Ditinjau dan Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmunsur pelaksana, Good Governance terdiri atas eksekutif (manajer institusi publik, pelaku visi dan misi daerah, danEnd Match lainlain) Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmlegislatif (partner eksekutif, pengawas pelaksana kebijakan bukan pengawas eksekutif), dan non-government organisation (NGO)End Match atau Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmLSMEnd Match (in formal suprivisor) (Dewi Wahyundaru, 2001). Namun bila Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmditinjau dari aspek fungsional, governance mempunyai tiga kaki, yaitu ekonomi, politik, dan administratif. Good governance dikaitkan dengan otonomi daerah, secara sosiologis disikapi sebagai pembebasan daerah dari pemerintah pusat dan pembebasan masyarakat daerah dari kemiskinan.End Match Konsep Governance sebenarnya Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmmerupakanEnd Match suatu konsep tentang bagaimana sebaiknya kebijakan publik itu dibuat melalui bagaimana melibatkan aktif Pemerintahan sendiri, Sektor Swasta (pengusaha), Civil Society (LSM, kelompok profesional dan sebagainya). Konsep governance yang ditanamkan di Indonesia lebih melihat pada pendekatan NPM dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Konsep ini terus berkembang dan menjadi populer terutama melalui badan-badan pembiayaan internasional seperti World Bank, IMF, ADB dan lain-lain (lihat: ADB, 1995, 1989; Tjokroamidjojo, 2001). Menurut Begin Match to source 122 in source list: http://digilib.unila.ac.id/11353/14/BAB II.pdfWorld Bank (1992), governanceEnd Match diartikan Begin Match to source 122 in source list: http://digilib.unila.ac.id/11353/14/BAB II.pdfsebagai “the way state power isEnd Match use Begin Match to source 122 in source list: http://digilib.unila.ac.id/11353/14/BAB II.pdfin managingEnd Match economical Begin Match to source 122 in source list: http://digilib.unila.ac.id/11353/14/BAB II.pdfand social resources for development society”.End Match UNDP (1987) mendefinisikan governance Begin Match to source 90 in source list: https://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlsebagai: “the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels”End Match (pembelajaran Begin Match to source 90 in source list: https://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmldariEnd Match pemegang Begin Match to source 90 in source list: https://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmlotoritasEnd Match politik, Begin Match to source 90 in source list: https://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmladministratifEnd Match dan ekonomi Begin Match to source 90 in source list: https://docplayer.info/48542113-Prosiding-peran-pemerintah-daerah-dalam-persaingan-global-unima-iapa-international-seminar-annual-conference-2015.htmluntuk mengatur suatu urusan bangsa pada semua tingkat".End Match Sehubungan dengan hal tersebut, UNDP kemudian menye- butkan bahwa governance didukung oleh tiga kaki, yakni politik, eknonomi serta administrasi. Kaki pertama, yaitu governance di bidang politik, dimaksudkan sebagal Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/proses pembuatan keputusan untuk formulasi kebijakan publik, baik dilakukan oleh birokrasiEnd Match sendiri Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/maupunEnd Match bersama politisi. Sehubungan Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/denganEnd Match hal ini, partisipasi Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. masyarakat dalam prosesEnd Match pembuatan Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. kebijakanEnd Match harus dimulai Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. dari formulasi, implementasiEnd Match sampai pada Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. evaluasi.End Match Kaki kedua, yaitu governance di bidang ekonomi, dimaksudkan sebagai Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/proses pembuatan keputusan untuk memfasilitasi aktivitas ekonomi di dalam negeri danEnd Match interaksi Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/antara penyelenggara ekonomi.End Match Dalam kaitan ini, Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/sektor pemerintahEnd Match diharapkan Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/tidak terlaluEnd Match banyak terjun langsung pada sektor ekonomi, sebab akan menimbulkan distorsi mekanisme pasar. Kaki ketiga, yaitu governance di bidang administrasi, dimaksudkan sebagai implementasi proses kebijakan yang telah diputuskan oleh institusi politik. Dikemukakan juga bahwa konsep governance memiliki tiga domain, yaitu: (1) negara atau pemerintahan (state), didalamnya termasuk Begin Match to source 158 in source list: https://pt.slideshare.net/mirunachan/sistem-perencanaan-pembangunanlembaga-lembaga politik dan lembaga-End Match lembaga Begin Match to source 158 in source list: https://pt.slideshare.net/mirunachan/sistem-perencanaan-pembangunansektor publik; (2)End Match swasta atau Begin Match to source 158 in source list: https://pt.slideshare.net/mirunachan/sistem-perencanaan-pembangunandunia usaha (private),End MatchBegin Match to source 138 in source list: http://silahkanngintip.blogspot.com/2012/meliputi perusahaan-perusahaan swasta yang bergerak diberbagai bidang danEnd Match sumber Begin Match to source 138 in source list: http://silahkanngintip.blogspot.com/2012/informal lain di pasar; danEnd Match masyarakat (society), terdiri dari individu maupun kelompok yang Begin Match to source 107 in source list: https://repository.usd.ac.id/31278/2/142114174_full.pdfberinteraksi secara sosial, politik, dan ekonomi dengan aturan formal maupun tidak. Society meliputi lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan lain-lain (LAN,End Match 2000). Begin Match to source 77 in source list: https://rodlialramdhan.blogspot.com/2014/01/good-governance.html?m=0Ketiga domain tersebut berada dalam kehidupan masyarakat yang berbangsa dan bernegara dan ketiga domain tersebut tidak sekedar berjalan tetapi harus baik (good), lahirlah istilah good governance yang sering diartikanEnd Match sebagai Begin Match to source 77 in source list: https://rodlialramdhan.blogspot.com/2014/01/good-governance.html?m=0kepemerintahanEnd Match atau Begin Match to source 77 in source list: https://rodlialramdhan.blogspot.com/2014/01/good-governance.html?m=0tata pemerintahan yang baik.End Match Dengan kata lain, Begin Match to source 77 in source list: https://rodlialramdhan.blogspot.com/2014/01/good-governance.html?m=0good governance,End Match yaitu dijalankannya atau dilaksanakan Begin Match to source 32 in source list: Wahyu Setyaningrum. dengan baik (good) ketiga domain yang ada dalam governance atau kepemerintahan,End Match yaitu state, privat, dan society. Hal ini berarti bahwa dengan good governance, pemerintah diminta untuk dapat menjelaskan perilakunya dalam penyelenggaraan pemerintah- an terutama didalam merumuskan dan melaksanakan kebijakan yang kemudian dituntut untuk mempertanggungjawabkan segala/semua perbuatan dan keputusannya kepada publik yang mereka layani. Konsep good governance ini, kemudian oleh UNDP (1997) dicirikan oleh sembilan karakteristik dan salah satunya adalah akuntabilitas. Karakteristik tersebut adalah: Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandung(1)“participation (partisipasi), (2) rule of lawEnd Match (penegakan Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandunghukum), (3)End Match transparancy Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandung(transparansi), (4) responsiveness (daya tanggap), (5) consensus orientation (berorientasi pada konsensus), (6) equityEnd Match (keadilan), Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandung(7) effectiveness and efficiencyEnd Match (efektif Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-BandungdanEnd Match efisien), Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandung(8) accountabilityEnd Match (akuntabilitas), dan Begin Match to source 79 in source list: https://fr.scribd.com/doc/26654009/sektor-publik-by-Asep-Effendi-R-USB-YPKP-Bandung(9) strategic vision (visi strategis).End Match Secara umum governance mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas (accountability), transparansi (transperency), keterbukaan (opennes) dan aturan hukum (rule of law), menurut Bhatta (lihat Syamsiar, 2007). Walaupun demikian, konsep governance dan good governance dengan prinsip NPM terus berkembang di Indonesia, dan salah satu isu utama yang menjadi perhatian publik adalah perlunya menerapkan akuntabilitas publik dalam pemerintahan. Masalah akuntabilitas ini berkaitan dengan adanya pertanggungjawaban dalam pengelolaan pemerintahan khususnya administrator pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pemerintahan merupakan suatu organisasi yang bertanggungjawab keluar, yakni kepada publik, yang sering disebut dengan sistem pertanggungjawaban publik atau akuntabilltas publik. Dengan demikian, akuntabilitas publik merupakan landasan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini diperlukan oleh karena aparatur pemerintah harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada publik dan organisasi tempat dimana ia bekerja (Swastiono, 2003). Karakteistik good governance menurut UNDP (dalam Mardiasmo, 2002) adalah sebagai berikut: Begin Match to source 114 in source list: https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9104-Full_Text.pdf1) Partisipasi (participation) yakni: keterlibatan masyarakat dalam pembuatan keputusan baik secara langsung maupun tidakEnd Match Iangsung. Begin Match to source 114 in source list: https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9104-Full_Text.pdf2)End Match Peraturan Begin Match to source 114 in source list: https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9104-Full_Text.pdfHukum (Rule of Law),End Match yakni: Kerangka aturan Begin Match to source 114 in source list: https://digilibadmin.unismuh.ac.id/upload/9104-Full_Text.pdfhukumEnd Match yang adil dan dilaksanakan dengan tidak pandang bulu. 3) Keterbukaan (Transparency), yakni keterbukaan memperoleh informasi terutama berkaitan dengan kepentingan publik agar dapat diakses secara angsung bagi mereka yang membutuhkan. 4) Responsif (Reponsiveness), dalam anti ketangga pan lembaga- lembaga publik untuk melayani stake holders. 5) Berorientasi pada konsensus (Consensus Orientation, yakni: menjadi perantara kepentingan yang berbeda untuk memperoleh pilihan terbaik demi kepentingan yang lebih luas. 6) Persamaan (equity), yakni: adanya kesempatan yang sama bagi semua warga negara tanpa pembedaan gender dan sebagainya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka sendiri. 7) Efektitifas dan Efisiensi (Effectiveness and efficiency), yakni penyelenggaraan negara harus menghasilkan Begin Match to source 185 in source list: Tulus Santoso, Maya Puspita Dewi. sesuai dengan apa yangEnd Match dikehendaki dengan Begin Match to source 185 in source list: Tulus Santoso, Maya Puspita Dewi. menggunakan sumber dayaEnd Match secara semaksimal mungkin. Begin Match to source 185 in source list: Tulus Santoso, Maya Puspita Dewi. 8)End Match Akuntabilitas Begin Match to source 185 in source list: Tulus Santoso, Maya Puspita Dewi. (Accountability),End Match yakni: semua kegiatan, baik yang bersifat internal maupun eksternal yang dilakukan oleh unsur governance (pemerintah, swasta dan masyarakat) harus dapat dipertanggungjawabkan kepada publik dan lembaga-lembaga stakeholders. 9) Visi yang Strategis (Strategic Vision), yakni: pemimpin dan publik harus memilik perspektif good governance dan pengembangan manusia yang luas dan jauh ke depan sejalan dengan kebutuhan pembangunan (Mardiasmo, 2002). Kesembilan karakteristik good governance di atas pada prinsipnya akan membawa proses-proses kenegaraan pada suatu kondisi dimana terjadi sinergitas antara ketiga domain good governance tadi. Akan tetapi peran. dominan tetap berada pada kekuasaan state (negara), sehingga mau tidak mau para pejabat negara harus mampu menjadi motor penggerak good governance.. Namun permasalahannya adalah apakah unsur negara/pemerintah sebagai penggerak telah memenuhi kualifikasi yang baik dibanding dengan kedua unsur yang lain. Atau paling tidak apakah swasta dan masyarakat mau memahami bahwa unsur pemerintah masih perlu mendapatkan perhatian yang lebih besar, sehingga mereka memaklumi tentang kondisi para pejabat negara itu. Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmTerdapat 3 pilar good governanceEnd Match yaltu: Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmakuntabilitas publik, transparansi, dan keterlibatan semua stakeholder. Kebijakan yang berhubungan dengan publik atau lebih dikenal dengan public policy, harus ada aturan hukum yang mengaturnya. Sehingga law enforcement wajib ditegakkan. Public policy adalah masalah kebijakan publik, sedangkan sektor pemerintah adalah sektor yang melakukan pembangunan dan pemerintah merupakan mandat konstitusi, legislatif dan yudikatif. Dengan demikian public policy dilakukan oleh pemerintah. Regulasi sangat mengikat dalam pembangunan, dan pelaku pembangunan mempunyai batas kewenangan masing-masing.End MatchBegin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmGovernance merupakan suatu jaringan para pelaku yang memerintah secara mandiri dan otonom. Jaringan governance tidak hanya melibatkan upaya mempengaruhi pemerintah, tetapi juga mengambil alih urusan pemerintah. Dalam konteks pengertian governance demikian, suatu pemerintahan yang baik pada intinya harus memenuhi prinsip-prinsip: demokratis, produktif, efisien, melayani publik, transparan, akuntabel, responsive, adil, partisipatif yang diharapkan menciptakan pemerintahan yang memiliki legitimasi dan kompetensi. Berdasarkan pengalaman empirik (mungkin dapat dikatakan perspektif masyarakat),End Match sebenamya Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmharapan masyarakat terhadap pemerintahan yang baik adalah terwujudnya prinsip-prinsip (1) Transparansi, (2) Partisipasi Publik dan (3) Akuntabilitas Publik. Transparansi lebih ditekankan adanya suatu “penjelasan secara rinci dan komunikatif mengenai manfaat/tujuan dan dampak suatu rencana rancangan kebijakan/program/proyek (KPP-prasarana) serta adanya interaksi informasi yang dibangun antar stakeholder, informasi harus dikemas sedemikian sehingga mudah dipahami oleh stakeholder. Partisipasi (pelibatan publik) lebih ditekankan padaEnd Match perlibatan Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmpublik (stakeholder) dalam proses pengambilan keputusan KPPEnd Match (joint Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmdecision making). Hal ini membutuhkan suatu mekanisme kerja yang manageable. Gagasan konsultasi publik harus dirumuskan secara bersama-sama sehinggaEnd Match bisa Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmmenjadi suatu mekanisme kerja bagi stakeholder, tetapi bukan forum/organisasi yang melibatkan semua stakeholder.End Match Namun demikian, nampaknya tidaklah mudah untuk bisa mengimplementasikan konsep good governance dalam konteks Indonesia. Sebab, penerapan good governance membutuhkan komitmen yang tinggi dan semua pihak yang terlibat terutama terkait dengan koordinasi, profesionalitas, etos kerja, moralitas dan integritas. Sementara, birokrasi Indonesia pada umumnya masih berbudaya dan berperilaku buruk sebagaimana pernah terjadi pada masa-masa lalu, yakni sarat dengan praktek-raktek korupsi, kolusi, nepotisme, penindasan dan manipulasi. Begin Match to source 34 in source list: http://www.suaramerdeka.com/harian/0102/21/kha1.htmGood governance akan tercapai jika lembaga pengawas dan pemeriksa berfungsi dengan baik, sehingga yang perlu dilakukan adalah memperbaiki teknik pengawasan dan pemeriksaan.End Match Model dan Pendekatan dalam Good Governance S ebagai Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25konsep lama, istilah governance dipopulerkan kembali oleh Bank Dunia pada tahun 1989-1992 dalamEnd Match reportnya yang Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25berjudul: “Governance and Development”. Berangkat dari kasus Sub- Sahara Africa tahun 1989, Bank Dunia menggarisbawahi, bahwa pemerintah adalah sumber kegagalan pembangunan. Pemerintahan yang besar akan menghasilkan bad governance, “big government is bad governance”. Disimpulkan bahwa: “good governance is less government, good governance is better government”.End Match Pada Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25tahun 1990-anEnd Match dilontarkanlah Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25gerakan good governance sebagai bentuk perlawanan terhadap konsep government yang dinilai memiliki banyak kelemahan karena meremehkan kekuatan yang ada pada masyarakat. Konsep ini masuk ke Indonesia melalui program “good governance” yang dipelopori oleh lembaga donor, seperti Bank Dunia, ADB, IMF dan lain-lain pada akhir 1990-an. Program ini menyatu dalam praktek bantuan/pinjaman, masuk dalam teknikalitas bantuan kepada pemerintah. dan civil society yang kemudian disambut oleh non-negara untuk merevitalisasi diri, juga disambut oleh negara untuk menghadang delegitimasi yang kemudian mendominasi arah reformasi. Kemudian dengan gerakan itu, istilah “governance” begitu cepat menjalar ke seluruh dunia termasuk Indonesia, terutama menjelang pergantian abad ke-20 menuju abad ke-21. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang mempopulerkan kembali istilah governance, adalahEnd Match dari Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25usulan badan-badan pembiayaan internasional, seperti World Bank, IMF, ADB, dan lain-lain yang dmaksudkan untuk memperbaiki manajemen pembangunan diEnd Match negaranegara Begin Match to source 15 in source list: Submitted to Universitas Negeri Manado on 2020-05-25penerima bantuan (try to use this concept to improve the management of development in recipient countries). ADB (1995) misalnya menerbitkan, Governance: Sound Development Management (Governance: Manajemen Pembangunan yang Sehat dan Efektif). Disebutkan ada lima hal penting dalam manajemen pembangunan yang sehat dan efektif tersebut, yaitu public sector management, accountability, the legal framework for development, information dan transparancy (Tjokroamidjojo, 2001).End Match Dalam buku yang Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfditulis oleh Ted Gaebler dan David Osborne (1992), yaitu: “Reinventing Government” yang kemudian populer denganEnd Match ‘Mewirausahakan Birokrasi” Begin Match to source 143 in source list: https://jispar.files.wordpress.com/2017/07/membangun-birokrasi-anti-korupsi.pdftelah menjadi rujukanEnd Match penting Begin Match to source 143 in source list: https://jispar.files.wordpress.com/2017/07/membangun-birokrasi-anti-korupsi.pdfbagi birokrasi di Indonesia dalam menyelenggarakan pemerintahan dengan sepuluh prinsipnya.End Match Buku tersebut berpendapat Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfbahwa kegagalan utama pemerintahanEnd Match saat ini Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfadalah karena kelemahan manajemennya. MasalahnyaEnd Match bukan Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfterletak pada apa yang dikerjakan pemerintah,End Match melainkan Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfbagaimana cara pemerintah mengerjakannya. BukuEnd Match tersebut Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfdianggap sebagai awal dari “kampanye” good governance. Kemudian padaEnd Match buku Osborne Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfdanEnd Match Plastrik (1996) yang berjudul Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdf‘Banishing Bureaucracy” menyarankan agar birokrasi dipangkas supaya menjadiEnd Match Iebih Begin Match to source 28 in source list: https://blognyaekonomi.files.wordpress.com/2013/06/2664-3609-1-sm.pdfefektif dan efisien.End Match Ketika pertama kali diperkenaikan oleh Bank Dunia tahun 1989- 1992, governance diartikan sebagai “the Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfways or types of using powers in the process of management of national economic/social resources” (BankEnd Match Dunia, 1992). Dengan demikian, kepemerintahan dapat didefinisikan sebagai cara, yaitu Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/bagaimana kekuasaan negaraEnd Match (pemerintah) Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/digunakanEnd Match untuk Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/mengelola sumberdaya-sumberdaya ekonomi dan sosialEnd Match untuk Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/pembangunan masyarakat.End Match Dalam pengertian Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/disini,End Match penekanannya adalah Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/padaEnd Match ‘cara” kekuasaan digunakan, yaitu Begin Match to source 59 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/27/mengurai-relasi-negara-dan-swasta-dalam-pembangunan/lebih menunjukkan pada hal-hal yang bersifat teknis.End Match Governance sudah banyak didefinisikan oleh para pakar. Pertamatama governance didefinisikan sebagal Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf“a wide variety of ways to solve common problemsEnd Match inckluding organizatiohal, Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfsocial, national and international problems’End Match Didefinisikan dengan cara ini, governance umumnya merujuk pada pertanyaan tentang bentuk kekuasaan dan otoritas, pola hubungan serta hak dan kewajiban diantara individu yang menghadapi permasalah umum (Newman, 2001). Rhodes (2000) menjelaskan ada tujuh definisi governance, yaitu:“ 1) Corporate governance 2) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfGood governance which emphasize formal processes of both private companies and governments for auditing, ensuring transparency, and information disclosure;End Match 3) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfNewEnd Match PublicS Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfManagement which refers to improving efficiencies of government bureaucracies by introducing private sector management methods:End Match 4) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfNew political economy which emphasizes the changed relationship among the government, civil society and the market;End Match 5) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfInternational interdependence;End Match 6) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfSocio-End Match cybemetic Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfsystem, andEnd Match 7) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfNetwork which deny the existence of mono-centric power.”End Match Sedangkan Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfCampbell,End Match dkk., Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf(1991)End Match mendefinisikan Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfgovernanceEnd Match sebagai: Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf“the political and economic processes that coordinate activity among economic actors, and provide 6End Match (six) Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfideal type mechanisms of governance, such as markets, obligational networks, hierarchy, monitoring,End Match promotion’ Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfnetworks, andEnd Match associations”. Dengan demikian, governance dalam arti luas dapat didefinisikan sebagai: Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf“a way ofEnd Match devining Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfrights and responsibilities of members who face a certain common problems, public or private, and want to resolve them jointly.End Match Selanjutnya Institute on Governance (lOG) seperti dikutip Myungsuk Lee (2003) menjelaskan bahwa governance mencakup: “The Begin Match to source 97 in source list: https://www.efi.int/sites/default/files/files/publication-bank/2018/tr_28.pdftraditions, institutions, and processes thatEnd Match detremine Begin Match to source 97 in source list: https://www.efi.int/sites/default/files/files/publication-bank/2018/tr_28.pdfhow power is exercised, how citizens are given a voice, and how decisions are made on issues of public concern”.End Match Definisi lainnya menyebutkan Begin Match to source 97 in source list: https://www.efi.int/sites/default/files/files/publication-bank/2018/tr_28.pdfgovernanceEnd Match sebagai Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf“regimes of laws, rules, judicial decisions, and administrative practices that constrain, prescribe, and enable the provision of publicly supported good and services”End Match (Lee, 2003). Sedangkan Williams (2001) mendefinisikan governance sebagai Begin Match to source 216 in source list: “art of steering societies and organizationsEnd Match “. Menurut United Nations Begin Match to source 56 in source list: http://www.studymode.com/essays/Good-Governance-647870.htmlDevelopment Program (UNDP), governanceEnd Match adalah: Begin Match to source 56 in source list: http://www.studymode.com/essays/Good-Governance-647870.html‘the exercise of political, economic and administrative authority to manage a nation’s affair at all levels.End MatchBegin Match to source 66 in source list: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan028359.pdfIt is theEnd Match ccmplex Begin Match to source 66 in source list: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan028359.pdfmechanisms,End Match process, Begin Match to source 66 in source list: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan028359.pdfrelationships and institUtions through which citizens and groups-. articulate their interests, exercise their rights and obligations and mediate their differences” (UNDP,1997).End Match Governance dalam pengertian ini Begin Match to source 72 in source list: http://tetenidris.blogspot.com/2013/05/kajian-tentang-pelaksanaan-good.htmlberarti penggunaan atau pelaksanaan, yakni penggunaan kewenangan politik, ekonomi, danEnd Match adminstratif Begin Match to source 72 in source list: http://tetenidris.blogspot.com/2013/05/kajian-tentang-pelaksanaan-good.htmluntuk mengelola masalah-masalah nasional pada semua tingkatan. Di sini tekanannya pada kewenangan, kekuasaan yang sah atau kekuasaan yang memiliki legitimasi. Berbicara kewenangan berarti menyangkut domain sektor publikEnd Match (Swastiono, Begin Match to source 72 in source list: http://tetenidris.blogspot.com/2013/05/kajian-tentang-pelaksanaan-good.html2003).End Match Definisi ini juga menunjukkan bahwa kepemerintahan merupakan suatu institusi, mekanisme, proses, dan hubungan yang komplek melalui warga negara (citizens) dan kelompok-kelompok yang mengartikutasikan kepentingannya, melaksanakan hak dan kewajibannya dan menengahi atau memfasilitasi perbedaan- perbedaan diantara mereka. Sedangkan, Kooiman (1994) memandang governance Begin Match to source 102 in source list: https://www.scribd.com/presentation/190442255/Good-Corporate-Governancelebih merupakanEnd Match “serangkaian Begin Match to source 102 in source list: https://www.scribd.com/presentation/190442255/Good-Corporate-Governanceproses interaksi sosial politik antara pemerintah dengan masyarakat dalam berbagai bidang yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat dan intervensi pemerintah atas kepentingankepentingan tersebut”.End Match Sementara itu, Lembaga Administrasi Negara (LAN) memberikan pengertian governance sebagai proses penyelenggaraan kekuasaan negara dan melaksanakan penyediaan public goods and services (kebutuhan dan pelayanan publik). Dengan demikian, istilah governance atau kepemerintahan tidak hanya berarti suatu cara atau metode, tindakan, kegiatan atau proses, dan sistem, tetapi juga berarti cara kekuasaan, digunakan; penggunaan kewenangan ekonomi, politik dan administratif; sebagai instrumen kebijakan publik; dan proses interaksi sosial politik. Governance adalah proses dengan apa lembaga, bisnis, dan kelompok warga mengungkapkan kepentingan, melaksanakan hak dan kewajiban, dan menengahi perbedaan mereka. Governance bukanlah sesuatu yang dilakukan negara pada masyarakat, namun cara masyarakat itu sendiri dan individu didalamnya mengatur semua aspek kehidupan bersama mereka. Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Governance dimaksudkan untuk mengatasi kelemahanEnd Match penyelenggaraan Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/pemerintahan dengan merubah perilaku birokrat maupun warga. Dengan demikian, akan dijumpai beragam pola governance atau cara dimana pemerintahan diorganisir dan pemerintah bekerja.End Match Dalam kaitan ini, Newman (2001) mengkla- sifikasikan governance menjadi empat model yang berbeda, yaitu: 1) Model hirarkis (the hierarcihcal model), yang Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/ditandai dengan sentralisasi dan kelangsungan urutan, dan menekankan otoritas, kontrol, standarisasi, dan akuntabilitas formalEnd Match 2) Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Model tujuan rasionalEnd Match (the rational goal model), yang Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/ditandai dengan sentralisasi dan inovasi/perubahan dan menekankan kekuasaan manajerial, maksimalisasi output dan rasionalisasi ekonomiEnd Match 3) Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Model sistem terbukaEnd Match (the open system model), yang Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/ditandai dengan desentralisasi dan inovasi/perubahan, danEnd Match menekan- kan Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/fleksibilitas dan perluasanEnd Match 4) Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Model kepemerintahan sendiriEnd Match (self-governance model), Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/yang ditandai dengan desentralisasi dan kelangsungan/urutan, dan menekankan kekuasaan, devolusi, dan partisipasi warga. Pierre (2000)End Match membedakan Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/ada dua model governance, yaitu:End MatchBegin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfState-centric old governance andEnd Match asociety Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf-centric ‘new governance’End Match yaitu kepemerintahan lama berpusat negara dan kepemerintahan baru berpusat masyarakat. Peters (1996) membedakan ada empat model governance, yaltu: market model (model pasar), participatory model (model partisipatori), flexible model, (model fleksibel) dan deregulation model Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/(model deregulasi).End Match Sedangkan Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/AndrewEnd Match and Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Goldsmith (1998):End Match menyebutkan Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/ada tiga model governance, yaitu:End Match privatization of services (swastanisasi layanan), contracting out (menetapkan kontrak) dan compulsary Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfcompetitive tendering or the introduction of a contract culture into the world of governmentEnd MatchBegin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/(pelaksanaan tender yang kompetitif wajib atau pengenalan budaya kontrak pada dunia pemerintahan).End Match Pandangan lainnya, adalah seperti yang dikemukakan oleh Pierre, (1999); yang menyebutkan adanya empat model governance, yaitu: model manajerial (managerial model), model korporatis (corporatist model), model pro-pertumbuhan (pro-growth model), dan model kesejahteraan (welfare model). Demikian pula model yang diidentifikasi oleh S. J. Kim (2000), yaitu tiga model governance, seperti: model berpusat negara (state-centere model) meliputi : model berpusat pasar (market-centric model) dan model berpusat masyarakat sipil (civil society-centric model). Model governance lainnya adalah seperti dikemukakan Considine and Lewis (1999), yang menyebutkan ada empat model, yaitu: procedural model (model prosedural), corporate model (model korporat), market model (model pasar), dan network model (model jaringan/network). Pendekatan dan Good Governance Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Semua modelEnd Match governance Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/yang dikemukakan olehEnd Match ketujuh Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/pakar tersebutEnd Match diatas Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/secara keseluruhanEnd Match terdapat 24 Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/modelEnd Match governance. Namun Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/model-End Match model Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/tersebut dapat disederhanakan menjadi tiga pendekatan, yaitu:End Match 1) Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Pendekatan administrasi tradisionalEnd Match (traditional administration), terdiri dari: model hirarkis, model berpusat negara, dan model prosedural. 2) Begin Match to source 25 in source list: http://blog.ub.ac.id/jasivanandya/Pendekatan New Public Management (NPM) dan New Political Economy (NPE)End Match terdiri dari: model pasar atau model berpusat pasar, model deregulasi, privatization service, contracting out, compulasary competitive tendering, model manajerial, model korporatis, model pro pertumbuhan, model kesejahteraan dan model tujuan rasional. 3) Pendekatan administrasi baru (new governance), terdiri dan enam model, yaltu: the open system model, self-governance model, model berpusat masyarakat atau model berpusat masyarakat sipil, flexible model, participatory model dan network model. Good Public Governance di Lembaga-Lembaga Pemerintahan T erkait dengan pelaksanaan reformasi birokrasi di mana di dalamnya ada Begin Match to source 208 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2017-01-12penerapan prinsip-prinsip goodEnd Match public Begin Match to source 208 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2017-01-12governance,End Match di beberapa Begin Match to source 208 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2017-01-12pemerintah daerahEnd Match telah dan sedang Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/melakukan reformasi birokrasi danEnd Match penerapan Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/prinsip-prinsip goodEnd Match public Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/governance.End Match Kalaupun kinerja pemerintah daerah tersebut dinilai masih belum optimal dan masih dalam bidang-bidang tertentu saja, namun dapat sebagai contoh yang baik bahwa penerapan good public governance dapat dilakukan, sementara pada pemerintah daerah lain belum melaksanakannya. Prinsip-prinsip good public governance diharapkan terus diterapkan dan bahkan dapat menjadi jiwa dan budaya unggulan dalam penyelenggaraan dalam pemerintahan daerah. Oleh karena itu, fasilitasi dan sosialisasi prinsip-prinsip good public governance harus terus dilakukan baik di lingkungan birokrasi pemerintah daerah, maupun di lingkungan dunia usaha dan masyarakatnya. Secara umum, yang perlu dilakukan dalam rangka penerapan prinsip-prinsip good public governance, adalah sebagai berikut: 1) Meningkatkan komitmen pimpinan dan staf. Peningkatan komitmen untuk mewujudkan good public governance merupakan agenda yang cukup penting. Komitmen ini harus diwujudkan secara nyata melalui berbagai upaya, antara lain perbaikan kualitas hasil kerja; perubahan mindset; penerapan sistem manajemen yang berorientasi kinerja, dan penerapan reward and punishment secara konsisten, transparan dan adil; serta meningkatkan kompetensi aparaturnya. 2) Menyusun rencana tindak. Penyusunan rencana tindak secara rinci, terukur dan aplikatif perlu segera dilakukan dan dimonitor serta dievaluasi secara berkala. Selama ini, banyak rencana tindak yang telah disusun tidak begitu jelas baik dari tujuan, sasaran dan implementasinya, sehingga hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun tidak tertutup kemungkinan sudah ada rencana tindak yang baik, tetapi terhambat oleh lemahnya kemauan untuk melaksanakannya. 3) Menerapkan prinsip-prinsip good public governance secara konsisten dan berkelanjutan baik dalam jangka menengah mau- pun jangka panjang. Prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan melalui: penyempurnaan manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai dan kinerja instansi atau lembaganya, perbaikan sistem rekrutmen dan promosi pegawai sesuai dengan keca- kapan dan kemampuannya, serta penerapan sistem pemberian penghargaan (reward) kepada aparatur yang berkinerja baik dan hukuman atau sanksi (punishement) bagi aparatur yang berkinerja buruk. 4) Memberdayakan pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pemberdayaan perlu dilakukan kepada stakeholders baik dari lingkungan masyarakat, pengusaha maupun pemerintahan (legislatif, eksekutif, yudikatif) agar terbangun komitmen untuk mewujudkan good public governance. 5) Melakukan evaluasi secara berkala. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap program-program yang telah dan sedang dilakukan untuk menilai kemajuan pelak- sanaan program pembangunan good public governance. Hasil evaluasi digunakan untuk melakukan penyempurnaan atau langkah-langkah peningkatan yang diperlukan. Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlElemen yang terkandung dalamEnd Match birokrasi Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpublik, dikemukakan oleh Anderson,End MatchBegin Match to source 78 in source list: http://ardi-mianuwancipunya.blogspot.com/2010/05/yang mencakup: 1)End Match Birokrasi publik Begin Match to source 78 in source list: http://ardi-mianuwancipunya.blogspot.com/2010/05/selalu mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu. 2)End Match Birokrasi publik Begin Match to source 78 in source list: http://ardi-mianuwancipunya.blogspot.com/2010/05/berisi tindakan atau pola tindakan pejabat- pejabat pemerintah. 3)End Match Birokrasi publik Begin Match to source 78 in source list: http://ardi-mianuwancipunya.blogspot.com/2010/05/adalahEnd Match wujud dari Begin Match to source 78 in source list: http://ardi-mianuwancipunya.blogspot.com/2010/05/apa yang benar-benar dilakukan dan bukan apa yang bermaksud akan dilakukanEnd Match oleh pemerintah. 4) Birokrasi Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpublik bersifat positif (merupakan tindakan pemerintah mengenai suatu masalah tertentu) dan bersifat negatif (keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu) 5)End Match Birokrasi Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpublik (positif) selalu berdasarkan pada suatu peraturan perundangan tertentu yang bersifat memaksa (otoritatif). Berdasarkan pengertian dan elemen yang terkandung dalamEnd Match birokrasi publik Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlsebagaimana disebutkan diatas makaEnd Match birokrasi Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpublik dibuat adalah dalam kerangka untuk memecahkan masalah dan untuk mencapai tujuan serta sasaran tertentu yang diinginkan.End Match Birokrasi Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpublik ini berkaitan dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah dan bukan sekedar apa yang ingin dilakukan.End Match Hal ini merupakan syarat mutlak yang seharusnya dilkukan oleh pemerintah untuk menuju good public governance dalam birokrasi pemerintah daerah. Begin Match to source 105 in source list: http://dokumen.tips/documents/s-kepuasan-masyarakat-kota-depok-2009pdfindek.htmlPemerintah harus mampu untuk memecahkan persoalan- persoalan yang terjadi di dalam masyarakat,End MatchBegin Match to source 105 in source list: http://dokumen.tips/documents/s-kepuasan-masyarakat-kota-depok-2009pdfindek.htmldimana beberapa fase tentang struktur pemecahanEnd Match persoalan Begin Match to source 105 in source list: http://dokumen.tips/documents/s-kepuasan-masyarakat-kota-depok-2009pdfindek.htmldapat digambarkan sebagai berikut,End Match dimana oleh Dunn, Begin Match to source 95 in source list: https://es.scribd.com/doc/193003980/S-KEPUASAN-MASYARAKAT-kota-depok-2009-pdfINDEKdigambarkan sebagai berikut: GambarEnd Match 8 Begin Match to source 95 in source list: https://es.scribd.com/doc/193003980/S-KEPUASAN-MASYARAKAT-kota-depok-2009-pdfINDEKFase-Fase Struktur Pemecahan PersoalanEnd Match Problem Search Begin Match to source 95 in source list: https://es.scribd.com/doc/193003980/S-KEPUASAN-MASYARAKAT-kota-depok-2009-pdfINDEKMETA PROBLEM Problem Definition PROBLEM SITUATION SUBSTANTIVE PROBLEM Problem Sensing Problem Specification FORMAL PROBLEM Sumber: William N Dunn,End Match 2000 126 Dengan demikian, terwujudnya good public governance tidak saja akan mendorong kinerja birokrasi yang semakin baik tetapi lebih dari itu dapat memberikan kontribusi yang signifikan terhadap keberhasilan berbagai program pembangunan dalam rangka untuk mengurangi jumlah penduduk miskin (poverty alleviation). Sebaliknya, tidak diterapkannya good public governance dapat mengakibatkan tetap buruknya kinerja birokrasi publik dan pada akhirnya dapat menghambat tercapainya keberhasilan berbagai pro- gram pembangunan. Sehingga membangun good public governance merupakan program strategis yang harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan serta memerlukan dukungan dari semua unsur dalam suatu pemerintahan. Adanya berbagai kelemahan dalam penyelenggaraan negara dan pemerintahan selama ini muncul ke permukaan secara serentak dan meliputi segala sendi kehidupan masyarakat yang menuntut penanganan dengan segera. Penanganan berbagai masalah yang saling terkait tadi menjadi semakin sulit dengan adanya krisis ekonomi. Sebaliknya, permasalahan ekonomi tidak dapat terselesaikan bila permasalahan di bidang lainnya belum tertangani, terutama tanpa pulihnya keamanan dan ketertiban. Langkah memulihkan keamanan dan ketertiban hanya dapat dicapai kalau masyarakat dilibatkan dalam pembangunan, baik itu dalam menetapkan keputusan-keputusan politik, ekonomi, maupun berbagai keputusan bangsa lainnya. Upaya mengikutsertakan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan ini dapat diwujudkan bila kehidupan berdemokrasi dapat berjalan dengan baik. Pengukuran Indeks Good Governance (IGG) D alam Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmltataran implementatif, guna mewujudkan good governance maka diperlukan metode untuk mengukur kapasitas good governance itu yang sering disebut sebagai pengukuran Indeks Good Governance (IGG). Pengukuran mengenai indeks tata kelola pemerintahan, khususnya yang berbasis governance sudah mulai dilakukan sejak tahun 1998 melalui indeks yang disusun oleh Jeff Huther dan Anwar Shah. Namun, selain indeks tersebut, sebenarnya ada sejumlah pendekatan yang dapat digunakan untuk menyusun indeks pemerintahan berbasis governance. Secara umum, berbagai pendekatan tersebut membangun indikator-indikator governance dengan berlandaskan pada konsep governance yang antara lain terutama mensyaratkan adanya partisipasi, transparansi, akuntabilitas, dan penegakan hukum (rule of law). Secara khusus, pengukuran Indeks Good Governance (IGG) juga pernah dilakukan di Indonesia ketika UU No. 22 Tahun 1999 baru diberlakukan. Pengukuran ini dilaksanakan dalam bentuk Governance and Decentralization Surveys (GDS) yang dilaksanakan pada tahun 2002 di sekitar 177 kabupaten/kota di seluruh wilayah Indonesia. Indikator yang digunakan dalam survei ini mencakup isu- isu governance seperti: (1) akuntabilitas; (2) partisipasi; (3) penegakan hukum; (4) keadilan; (5) responsivitas politisi; (6) tingkat KKN; serta (7) kualitas pelayanan publik. Berbeda dari model-model sebelumnya yang melakukan pengukuran Indeks Good Governance untuk tingkat pemerintah pusat (nasional), GDS melakukan pengukuran IGG untuk tingkat pemerintah kabupaten/kota dalam kaitannya dengan pelaksanaan desentralisasi (Bappenas, 2008: 20- 22).End MatchBegin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlMengacu kepada grand design penerapan Tata Kepemerintahan yang baik di Indonesia yang telah disusun oleh Tim Pengembangan Kebijakan Nasional Tata Kepemerintahan yang Baik BAPPENAS, sekurang-kurangnya terdapat empat belas nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang baik (Bapenas, 2008: 5- 15), yaitu : 1) Wawasan ke Depan (Visionary) 2) Keterbukaan dan Transparansi (Openness and Transparency) 3) Partisipasi Masyarakat (Participation) 4) Tanggung Gugat (Accountability) 5) Supremasi Hukum (Rule of Law) 6) Demokrasi (Democracy) 7) Profesionalisme dan Kompetensi (Profesionalism and Competency) 8) Daya Tanggap (Responsiveness) 9) Efisiensi dan Efektivitas (Efficiency and Effectiveness) 10) Desentralisasi (Decentralization) 11) Kemitraan dengan Dunia Usaha Swasta dan Masyarakat (Private and Civil Society Partnership) 12) Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan (Commitment to Reduce Inequality) 13) Komitmen pada Perlindungan Lingkungan Hidup (Commitment to Environmental Protection) 14) Komitmen pada Pasar yang Fair (Commitment to Fair Market).End Match Keempat Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlbelas nilai yang menjadi prinsip tata kepemerintahan yang baikEnd Match tersebut Begin Match to source 63 in source list: https://es.scribd.com/doc/313569520/Review-Kasus-KORUPSI-OLEH-PENYELENGGARA-NEGARA-KASUS-JAKSA-URIP-TRI-GUNAWANdapat dilaksanakanEnd Match kalau Begin Match to source 63 in source list: https://es.scribd.com/doc/313569520/Review-Kasus-KORUPSI-OLEH-PENYELENGGARA-NEGARA-KASUS-JAKSA-URIP-TRI-GUNAWANterciptanya supremasi hukum yang didukung oleh pemerintahan yang baik.End MatchBegin Match to source 63 in source list: https://es.scribd.com/doc/313569520/Review-Kasus-KORUPSI-OLEH-PENYELENGGARA-NEGARA-KASUS-JAKSA-URIP-TRI-GUNAWANPengalaman masa lalu menunjukkan bahwa tidak adanya kepastian hukum menyebabkan rendahnya tingkat kepercayan masyarakat pada penyelenggara pemerintahan yang dianggap korup dan tidak peka terhadap kebutuhan rakyat yang pada akhirnya memperlambat proses untuk keluar dari krisis yang berkepanjangan.End Match Tumbuhnya demokrasi, supremasi hukum, dan pemerintahan yang baik akan mengurangi berbagai ketidakpuasan yang akan mengembalikan suasana aman dan tertib dalam kehidupan masyarakat. Kembalinya keamanan dan ketertiban merupakan prasyarat untuk memulihkan kepercayaan, baik itu kepercayaan pelaku ekonomi dalam negeri maupun pelaku ekonomi luar negeri. Kepercayaan ini mutlak dibutuhkan untuk memulihkan perekonomian nasional, sesuai dengan amanah dalam prioritas pembangunan nasional, yaitu: 1) Membangun sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan. 2) Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. 3) Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan. 4) dan berkeadilan yang berlandaskan sistem ekonomi kerakyatan. 5) Membangun kesejahteraan rakyat, meningkatkan kualitas kehidupan beragama dan ketahanan budaya. 6) Meningkatkan pembangunan daerah. Untuk mewujudkan pemerintahan yang baik, diperlukan upaya dari berbagai bidang yang meliputi upaya penegakan hukum dan HAM melalui penuntasan berbagai kasus KKN serta pelanggaran HAM, peningkatan kesejahteraan masyarakat termasuk aparatur pemerintah, peningkatan pengawasan masyarakat, pemberantasan praktik KKN, pembenahan kelembagaan dan ketatalaksanaan yang mencakup pembaharuan sistem dan struktur pemerintahan, baik di pusat maupun di daerah, serta penyesuaian jumlah PNS dan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia penyelenggara negara yang meliputi peningkatan etos kerja, integritas dan kualitasnya agar mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Good Corporate Governance (GCG) pada Begin Match to source 215 in source list: Taufan Maulamin, Agus Cholik, Eneng Tuti Alawiah. Tata Kelola Pemerintahan yang BaikEnd Match I stilah Corporate Begin Match to source 215 in source list: Taufan Maulamin, Agus Cholik, Eneng Tuti Alawiah. GovernanceEnd Match (CG) pertama kali diperkenalkan oleh Cadbury Committee tahun 1992 dalam laporannya yang dikenal sebagai Cadbury Report (Tjager dkk., 2003). Terdapat banyak definisi tentang CG yang pendefinisiannya dipengaruhi oleh teori yang melandasinya. Perusahaan/korporasi dapat dipandang dari dua teori, yaitu teori pemegang saham (shareholding theory), dan teori stakeholder (stakeholding theory). Shareholding theory mangatakan bahwa perusahaan didirikan dan dijalankan untuk tujuan memaksimumkan kesejahteraan pemilik/pemegang saham sebagai akibat dari investasi yang dilakukannya. Shareholding theory ini sering disebut sebagai teori korporasi klasik yang sudah diperkenalkan oleh Adam Smith pada tahun 1776. Definisi CG yang berdasar pada shareholding theory diberikan oleh Monks dan Minow (1995) yaitu hubungan berbagai partisipan (pemilik/investor dan manajemen) dalam menentukan arah dan kinerja korporasi. Definisi lain diajukan oleh Shleifer dan Vishny (1997) yang menyebutkan bahwa CG sebagai cara atau mekanisme untuk meyakinkan para pemilik modal dalam memperoleh hasil (return) yang sesuai dengan investasi yang ditanamkan. Stakeholding theory, diperkenalkan oleh Freeman (1984), menyatakan bahwa perusahaan adalah organ yang berhubungan dengan pihak lain yang berkepentingan, baik yang ada di dalam maupun di luar perusahaan. Definisi stakeholder ini termasuk karyawan, pelanggan, kreditur, suplier, dan masyarakat sekitar dimana perusahaan tersebut beroperasi. Adapun definisi Good Corporate Governance dari Cadbury Committee yang berdasar pada teori stakeholder adalah sebagai berikut : “A set of rules that define the relationship between shareholders, managers, creditors, the government, employees and internal and external stakeholders in respect to their rights and responsibilities”. Yaitu seperangkat aturan yang mengatur hubungan antara para pemegang saham, manajer, kreditur, pemerintah, karyawan, dan pihak-pihak yang berkepentingan lainnya baik internal maupun eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka. Beberapa institusi Indonesia mengajukan definisi CG, antara lain oleh FCGI (Forum for Corporate Governance in Indonesia) tahun 2000 yang mendefinisikan CG sama seperti Cadbury Committee, sedangkan The Indonesian Institute for Corporate Governance atau IICG (2000) mendefinisikan CG sebagai proses dan struktur yang diterapkan dalam menjalankan perusahaan, dengan tujuan utama meningkatkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang, dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder yang lain. Pengertian lain CG menurut Surat Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan BUMN No. 23/M PM/BUMN/2000 tentang Pengembangan Praktik GCG dalam Perusahaan Perseroan (PERSERO), Good Corporate Governance adalah prinsip korporasi yang sehat yang perlu diterapkan dalam pengelolaan perusahaan yang dilaksanakan semata-mata demi menjaga kepentingan perusahaan dalam rangka mencapai maksud dan tujuan perusahaan. Berdasarkan definisi-definisi tersebut, nampak dengan jelas bahwa CG merupakan upaya yang dilakukan oleh semua pihak yang berkepentingan dengan perusahaan untuk menjalankan usahanya secara baik sesuai dengan hak dan kewajibannya masing-masing. Isu GCG diawali dengan munculnya pemisahan antara pemilik dan manajemen. Pemilik atau pemegang saham sebagai prinsipal, sedangkan manajemen sebagai agen. Agency Theory mendasarkan hubungan kontrak antar anggota-anggota dalam perusahaan, dimana prinsipal dan agen sebagai pelaku utama. Prinsipal merupakan pihak yang memberikan mandat kepada agen untuk bertindak atas nama prinsipal, sedangkan agen merupakan pihak yang diberi amanat oleh prinsipal untuk menjalankan perusahaan. Agen berkewajiban untuk mempertanggungjawabkan apa yang telah diamanahkan oleh prinsipal kepadanya. Aplikasi agency theory dapat terwujud dalam kontrak kerja yang akan mengatur proporsi hak dan kewajiban masing-masing pihak dengan tetap memperhitungkan kemanfaatan secara keseluruhan. Kontrak kerja merupakan seperangkat aturan yang mengatur mengenai mekanisme bagi hasil, baik yang berupa keuntungan, return maupun risiko-risiko yang disetujui oleh prinsipal dan agen. Kontrak kerja akan menjadi optimal bila kontrak dapat fairness yaitu mampu menyeimbangkan antara prinsipal dan agen yang secara matematis memperlihatkan pelaksanaan kewajiban yang optimal oleh agen dan pemberian insentif/imbalan khusus yang memuaskan dari prinsipal ke agen. Inti dari Agency Theory atau teori keagenan adalah pendesainan kontrak yang tepat untuk menyelaraskan kepentingan prinsipal dan agen dalam hal terjadi konflik kepentingan (Scott, 1997). Menurut Eisenhard (1989), teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga) buah asumsi yaitu: asumsi tentang sifat manusia, asumsi tentang keorganisasian, dan asumsi tentang informasi. Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion). Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi, efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information (AI) antara prinsipal dan agen. Sedangkan asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai barang komoditi yang bisa diperjual belikan. Baik prinsipal maupun agen, keduanya mempunyai bargaining position. Prinsipal sebagai pemilik modal mempunyai hak akses pada informasi internal perusahaan, sedangkan agen yang menjalankan operasional perusahaan mempunyai informasi tentang operasi dan kinerja perusahaan secara riil dan menyeluruh, namun agen tidak mempunyai wewenang mutlak dalam pengambilan keputusan, apalagi keputusan yang bersifat strategis, jangka panjang, dan global. Hal ini disebabkan untuk keputusan-keputusan tersebut tetap menjadi wewenang dari prinsipal selaku pemilik perusahaan. Adanya posisi, fungsi, kepentingan, dan latar belakang prinsipal dan agen yang berbeda dan saling bertolak belakang namun saling membutuhkan ini, mau tidak mau dalam praktiknya akan menimbulkan pertentangan dengan saling tarik menarik kepentingan dan pengaruh antara satu sama lain. Apabila agen (yang berperan sebagai penyedia informasi bagi prinsipal dalam pengambilan keputusan) melakukan upaya sistematis yang dapat menghambat prinsipal dalam pengambilan keputusan strategis melalui penyediaan informasi yang tidak transparan, sedang di lain pihak prinsipal selaku pemilik modal bertindak semaunya ataupun sewenang-wenang karena ia merasa sebagai pihak yang paling berkuasa dan penentu keputusan dengan wewenang yang tak terbatas, maka kemudian yang terjadi adalah pertentangan yang semakin tajam yang akan menyebabkan konflik yang berkepanjangan yang pada akhirnya merugikan semua pihak. Baik prinsipal maupun agen diasumsikan sebagai orang ekonomik (homo economicus) yang berperilaku ingin memaksimalkan kepentingannya masing-masing. Dalam konsep Agency Theory, manajemen sebagai agen semestinya on behalf of the best interest of the shareholders, akan tetapi tidak tertutup kemungkinan manajemen hanya mementingan kepentingannya sendiri untuk memaksimalkan utilitas. Manajemen bisa melakukan tindakan-tindakan yang tidak menguntungkan perusahaan secara keseluruhan yang dalam jangka panjang bisa merugikan kepentingan perusahaan. Bahkan untuk mencapai kepentingannya sendiri, manajemen bisa bertindak menggunakan akuntansi sebagai alat untuk melakukan rekayasa. Perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen inilah disebut dengan Agency Problem yang salah satunya disebabkan oleh adanya Asymmetric Information. Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfKonstitusi Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa pelaku utama dalam sistem perekonomian Indonesia adalah: Badan Usaha Milik Negara (BUMN); Badan Usaha Milik Swasta (BUMS); dan Koperasi. BUMN sebagai salah satu pelaku utama perekonomian nasional bertujuan untuk mendukung keuangan negara dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat yangEnd Match keberadaanya Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfpada saat ini diatur dengan Undang-Undang (UU) no. 19 Tahun 2003 tentang BUMN.End Match Menurut Faisal Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdf(2002: 268) paling tidakEnd Match ada Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdflima faktor yangEnd Match melatar belakangi keberadaan Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfBUMN, yaitu bahwa BUMN diperlukan:End Match 1) Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfSebagai pelopor atau perintis usaha, dimana swasta tidak tertarik untuk menggelutinya. 2) Sebagai pengelola bidang-bidang usaha yang strategis dan pelaksana pelayanan publik. 3)End MatchBegin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Sebagai penyeimbang kekuatan-kekuatan swasta besar.End Match 4) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Sebagai sumber pendapatan negara. Berdasarkan UU no. 19 Tahun 2003 pasal 2, maksud dan tujuan pendirian BUMN tidak lain adalah sebagai berikut:End Match 1) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Memberikan sumbangan bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan penerimaan negara pada khususnya.End Match 2) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Mengejar keuntungan.End Match 3) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Menyelenggarakan kemanfaatan umum berupa penyediaan barang dan jasa yangEnd Match bermutu Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491tinggi danEnd Match memadai Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491bagi pemenuhan hajat hidup orang banyak.End Match 4) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Menjadi perintis kegiatan-kegiatan usaha yangEnd Match belum Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491dapat dilaksanakan oleh sektor swasta dan koperasi.End Match 5) Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491Turut aktif memberikanEnd Match bimbingan Begin Match to source 40 in source list: http://ojs.polinpdg.ac.id/index.php/JAM/article/download/513/491dan bantuan kepada pengusaha golongan ekonomi lemah, koperasi, dan masyarakat.End MatchBegin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfBerdasarkan capaian ROA dan ROEEnd Match riil Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfselama tahunEnd Match 2001 Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfsampaiEnd Match tahun 2004, Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfdata menunjukkan bahwa kinerja BUMN yang direncanakanEnd Match sesuai Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfmaster plan BUMN belumEnd Match dapat Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdftercapai secara efektifEnd Match karena masih di bawah target. Begin Match to source 74 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0809266_chapter1.pdfApabila ditelaah secara literatur, salah satu penyebab belum optimalnya kinerja keuangan BUMN adalah karena penggunaan modal yang tidak efisien serta kurangnya perhatian terhadap penerapan prinsip-prinsip good corporate governance. (I Nyoman TjagerEnd Match dkk, Begin Match to source 74 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0809266_chapter1.pdf2003: 166; Laksamana Sukardi,End Match 2005: 17; Begin Match to source 74 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0809266_chapter1.pdfFCGI,End Match 2002 Begin Match to source 74 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0809266_chapter1.pdf:88).End Match Baik buruknya Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfgood corporate governance BUMN di Indonesia memiliki keterkaitan dengan pelaksanaan pengendalian internEnd Match pada BUMN tersebut. Dari kelima komponen pengendalian intern, Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfkomponen control environment atau lingkungan pengendalian, merupakanEnd Match pondasi Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfdari komponen pengendalian intern lainnya. Lingkungan pengendalian merupakan kondisi obyektif yang ada pada organisasi. Kondisi ini sebagian terbesar ditentukan oleh pimpinan organisasi, dimana lingkungan pengendalian meliputi nilai integritasEnd Match dan Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfetika, komitmen terhadap kompetensi, partisipasi dewan pengawas, filosofi manajemen dan gaya operasi, struktur organisasi, pelimpahan wewenang dan tanggung jawab dan kebijaksanaan dan praktik sumber daya manusia (Arens et al: 2006: 274-276).End Match Karena sangat mendasarnya komponen lingkungan pengendalian sebagai aspek pengendalian intern, jenis perusahaan merupakan salah satu aspek lingkungan pengendalian yang dapat memiliki keterkaitan dengan good corporate governance dan kinerja BUMN. Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfBerbicara tentang pengendalian intern organisasi tidak dapat dilepaskan dengan audit.End MatchBegin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfUntuk mencapai tujuan organisasi secara efektif diperlukan fungsi audit internal dengan tugas: mengevaluasi dan meningkatkanEnd Match keefektivan Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfmanajemen risiko, pengendalian, dan proses pengaturan, serta pengelolaan organisasi.End Match Adapun GCG yang baik dan yang kurang baik digambarkan sebagai berikut: Gambar 9 GCG Yang Kurang Baik Gambar 10 GCG Yang Baik Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfDalam rangka meninjauEnd Match tidak efektifnya Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfkinerja BUMN perlu juga ditinjau aspek ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas operasi BUMN.End Match Seharusnya semakin ekonomis, semakin efisien, dan semakin efektif suatu perusahaan dikelola maka akan semakin efektif pula kinerja perusahaan tersebut. Untuk melihat sejauhmana Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfperusahaan dikelola secara ekonomis, efisien, dan efektif diperlukan audit ekonomisasi, efisiensi, dan efektivitas operasi manajerial perusahaan yangEnd Match dikenal sebagai audit manajemen dimana hal tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dengan melakukan audit keuangan. Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfApabila dilakukan secara baik dan benar, auditEnd Match manaje- men Begin Match to source 35 in source list: http://repository.maranatha.edu/23906/1/2. Peranan Sistem Pengendalian Intern dan Audit Kinerja.pdfsecara potensial menjadi alat evaluasi yang sangat berguna (Arter, 1997:3).End MatchBegin Match to source 4 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/75348-ID-none.pdfMencuatnya skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom, Tyco, Global Crossing dan AOL- Warner, menuntut peningkatan kualitas good corporate governance (Soegiharto, 2005: 38). Terminologi good corporate governance telah dikenal dari Amerika Serikat pasca krisis ekonomi Amerika sekitar tahun 1930an. Istilah good corporate governance secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Ada beberapa pengertian good corporate governance yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Corporate governance is the system by which business corporations are directed and controlled. The corporate governance structure specifies the distribution of rights and responsibilities among different participants in the corporate, such as the board, the managers, shareholders and other stekeholders, and spells out the rules and procedure for making decisions on corporate affairs. By doing this, it also provides the structure through which the company objectives are set, and the means of ataining those objectives and monioring performance (OECD dalam Siswanto dan Aldridge, 2005:2). 2) Corporate governance is the system by which companies are directed and managed. It influences how the objectives of the company set and achieved, how risk is monitored and assessed, and how performance is optimised (ASX dalam Siswanto dan Aldridge, 2005:3). 3) Pengertian corporate governance, yaitu (1) hubungan antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham, karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain, (2) mekanisme pengecekan dan pemantauan perilaku manajemenEnd MatchBegin Match to source 4 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/75348-ID-none.pdfpuncak (Hirata, 2003: 1 dalam Majidah, 2004:64) 4) Menurut Cadbury Committee (Sukrisno Agoes, 2005), good corporate governance adalah a set of rules that define the relationship between shareholders in respect to their rights and external shareholder in respect to their right and responsibility 5) Salowe (2002) dalam Soegiharto (2005: 39) menyatakan bahwa good corporate governance dapat diartikan sebagai interaksi antara struktur dan mekanisme yang menjamin adanya control dan akuntabilitas, dengan tetap mendorong efisiensi dan kinerja perusahaan. 6) Burns dalam Carpenter (2004:8) mendefinisikan corporateEnd Match governance Begin Match to source 4 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/75348-ID-none.pdfsebagai: “A hefty sounding phrases that really just means oversight of company management - making sure the business is run well and investors are treated fairly”. 7) Ruin (2003:19) menyatakan bahwa corporate governance sebagai berikut: From some of the best practice guidelines that any one can come across globally, corporateEnd Match governance Begin Match to source 4 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/75348-ID-none.pdfis all about how an organization is managed; organizes its corporate and other structures; develops its culture; its policies and strategie; and deals with it various stekeholders. Berdasarkan uraian mengenai corporate governance tersebut, dapat dirumuskan suatu kesimpulan bahwa good corporateEnd Match governance Begin Match to source 4 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/75348-ID-none.pdfadalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut.End Match GCG secara sistim bertujuan mengatur bagai- mana korporasi diarahkan dan dikendalikan untuk meningkatkan kemakmuran bisnis secara accountable, dan Begin Match to source 160 in source list: https://vdocuments.mx/documents/annual-report-2009-56cbdcf30cd75.htmlmewujudkan nilai pe- megang saham dalam jangka panjang denganEnd Match tidak mengabaikan Begin Match to source 160 in source list: https://vdocuments.mx/documents/annual-report-2009-56cbdcf30cd75.htmlkepentinganEnd Match stakeholder Begin Match to source 160 in source list: https://vdocuments.mx/documents/annual-report-2009-56cbdcf30cd75.htmllainnya.End Match Secara struktur GCG bertujuan untuk memberikan kejelasan fungsi, hak, kewajiban dan tanggungjawab antara pihak-pihak yang berkepentingan atas korporasi, mencakup proses kontrol internal dan eksternal yang efektif serta menciptakan keseimbangan internal (antar organ perusahaan) dan keseimbangan eksternal (antar stakeholders). Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfUntuk mencapai tujuan BUMNEnd Match berupa kinerja perusahaan Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfsecara maksimal, perusahaan harus dikelola dengan baik. Pengelolaan perusahaan dengan baik pada arti yang luas diistilahkan dengan konsep good corporate governance.End Match Untuk dapat mewujudkan good corporate governance diperlukan pembangunan berbagai aspek yang mendukungnya. Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfPembangunan pada aspek sistem pada perusahaan antara lainEnd Match dapat Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfditempuh dengan pembangunan pengendalian intern yang baik dan auditEnd Match manajemen Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfyang handalEnd Match yang digambarkan sebagai berikut : Gambar 11 Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfGood Corporate Governance dan Kinerja BUMN di IndonesiaEnd Match Sumber: Pratolo Suryo, 2007 Hasil analisis penelitian audit manajemen dan pengendalian intern saling mendukung dalam rangka mempengaruhi Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfpenerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance dan kinerjaEnd Match perusahaan. Temuan tersebut sesuai dengan temuan Allen dan Meyer (1990), Steers (1977), Pinder (1998). Picket (2004), Sawyer, et.al (2003), Albrecht, et.al, (1992) COSO (1992), Cangemi & Singleton, (2003). Terbuktinya pengaruh audit manajemen terhadap penerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance sesuai dengan penelitian Batra G.S (1997). Hal itu menunjukkan bahwa penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang belum optimal terutama ditunjukkan oleh tingkat kemandirian BUMN yang relatif rendah dibandingkan dengan dimensi penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang lain salah satunya disebabkan penerapan audit manajemen yang belum optimal pula. Pengendalian intern berpengaruh terhadap Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfpenerapan prinsip- prinsip Good Corporate Governance dan kinerjaEnd Match perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Suripto Samid (1996) dan penelitian Hiro Tugiman (2001). Temuan ini menunjukkan bahwa pada BUMN di Indonesia, dalam rangka peningkatan penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance perusahaan perlu dilakukan peningkatan pengendalian intern. Hal tersebut didukung oleh temuan secara deskriptif bahwa tingkat pengendalian intern, penerapan prinsip-prinsip Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfGood Corporate Governance, dan kinerjaEnd Match perusahaan Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfBUMN di IndonesiaEnd Match relatif belum maksimal. Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfAudit manajemenEnd Match berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung melalui Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfpenerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance terhadap kinerjaEnd Match perusahaan. Hal tersebut adalah sesuai dengan hasil penelitian Batra G.S (1987). Temuan ini menunjukkan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan BUMN maka audit manajemen perlu ditingkatkan dan juga hal tersebut diperkuat dengan temuan deskriptif yang menunjukkan bahwa penerapan audit manajemen dan kinerja perusahaan BUMN relatif belum optimal sehingga untuk makimalisasi kinerja BUMN, maksimalisasi audit manajemen juga harus dilakukan. Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfPenerapan prinsip-prinsip Good Corporate GovernanceEnd Match berpengaruh langsung Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfterhadap kinerjaEnd Match perusahaan. Hal tersebut adalah sesuai dengan hasil penelitian Alexander dan Weiner (1998) dan penelitian Tuschke dan Sanders (2003). Temuan ini menunjukkan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan BUMN, perlu diterapkannya penerapan prinsip-prinsip Good Corporate Governance yang semakin baik. Manfaat Begin Match to source 178 in source list: http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/kalbar/files/LKj 2014.pdfGood Corporate Governance (GCG)End Match pada Begin Match to source 178 in source list: http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/kalbar/files/LKj 2014.pdftata KelolaEnd Match Pemerintahan Begin Match to source 178 in source list: http://www.bpkp.go.id/public/upload/unit/kalbar/files/LKj 2014.pdfyang Baik adalahEnd MatchBegin Match to source 50 in source list: https://es.scribd.com/doc/217426283/Akuntansi-gcg-Dan-Csr1) Pengelolaan sumber daya korporasi secara amanah dan bertanggungjawab, yang akan meningkatkan kinerja korporasi secara sustainable. 2) Perbaikan citra korporasi sebagai agen ekonomi yangEnd Match bertang- gungjawab Begin Match to source 50 in source list: https://es.scribd.com/doc/217426283/Akuntansi-gcg-Dan-Csr(good corporate citizen) sehingga meningkatkan nilai perusahaan (value of the firm). 3) Peningkatkan keyakinan investor terhadap korporasi sehingga menjadi lebih atraktif sebagai target investasi. 4) Memudahkan akses terhadap investasi domestik dan asing 5) Melindungi Direksi dan Dewan Komisaris dari tuntutan hukumEnd Match Prinsip GCG dan TARIF adalah: Begin Match to source 57 in source list: http://eprints.umm.ac.id/35011/3/jiptummpp-gdl-muhammadve-47662-3-babii.pdf1) Transparansi yaitu perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan. 2) AkuntabilitasEnd Match yaitu Begin Match to source 57 in source list: http://eprints.umm.ac.id/35011/3/jiptummpp-gdl-muhammadve-47662-3-babii.pdfperusahaan dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar. 3) ResponsibilitasEnd Match yaitu Begin Match to source 57 in source list: http://eprints.umm.ac.id/35011/3/jiptummpp-gdl-muhammadve-47662-3-babii.pdfperusahaan harus mematuhi peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung jawab terhadap masyarakat dan lingkungan 4) IndependensiEnd Match yaitu Begin Match to source 57 in source list: http://eprints.umm.ac.id/35011/3/jiptummpp-gdl-muhammadve-47662-3-babii.pdfperusahaan harus dikelola secara independenEnd Match 5) Fairness yaitu Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfperusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnyaEnd Match Parameter Implementasi dalam GCG meliputi: 1) Compliance (kepatuhan) yaitu sejauh mana perusahaan telah mematuhi aturan-aturan yang ada dalam memenuhi prinsip- prinsip GCG; 2) Conformance (kesesuaian dan kelengkapan) yaitu sejauh mana perusahaan telah berperilaku sesuai dengan berbagai aspek yang menjadi prinsip GCG dan kelengkapan perangkat dalam memenuhi kebutuhan implementasi GCG 3) Performance (unjuk kerja) yaitu sejauh mana perusahaan telah menampilkan bukti (evidence) yang menunjukkan bahwa perusahaan telah mendapatkan manfaat yang nyata dari perapan prinsip GCG di dalam perusahaan. Sedangkan komitmen GCG pada sektor swasta adalah sebagai berikut: 1) Lahirnya Begin Match to source 212 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-11-13Forum for Corporate Governance in IndonesiaEnd Match (FCGI). Begin Match to source 212 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-11-132)End Match Lahirnya Indonesian Institute for Corporate Governance (IICG) 3) Lahirnya Indonesian Institute for Corporate Directorship (IICD) 4) Begin Match to source 83 in source list: http://muc-advisory.com/tag/assessment-gcg/Lahirnya Lembaga Komisaris dan Direksi Indonesia (LKDI) yang kegiatannya antara lain mengadakan Forum LKDI untuk membahas berbagai hal seperti tanggung jawab hukum bagi Komisaris dan Direksi, undang-undang pencucian uang dan sebagainya.End Match 5) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaLahirnya Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA)End Match 6) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaLahirnya Ikatan Komite Audit Indonesia (IKAI)End Match 7) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaLahirnya Asosiasi Auditor Internal (AAI)End Match 8) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaLahirnya Klinik GCG KadinEnd Match 9) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaAnnual Report AwardEnd Match 10) Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaBerbagai award tentang GCGEnd Match Lebih jelasnya dalam Begin Match to source 89 in source list: https://es.scribd.com/presentation/331770887/SPM-8-GCG-Di-IndonesiaGCGEnd Match in simple terms digambarkan sebagai berikut: Gambar 12 GCG in Simple Terms Good Corporate Governance in Simple Terms For the balanced interests of shareholders and other stakeholders Based on the principles: Transparency Accountability Fairness Responsibility Indepedency Doing the right thing Doing the thing right In the right way At Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfthe rightEnd Match time Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfIn the right placeEnd Match By Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfthe rightEnd Match people GCG MMEELNAUKLUISKKAANN AAPPAAYYAANNGG DDIITLUALKISUKDAANN Sebagai pijakan GCG regulasi dan kebijakan GCG adalah: 1) Dibentuknya Komite Nasional tentang Kebijakan Corporate Governance (KNKCG) melalui Keputusan Menko Ekuin Nomor: KEP/31/M.EKUIN/08/1999 tentang pembentukan KNKCG . Menerbitkan Pedoman GCG Indonesia 2) Saat ini telah dibentuk Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG) sebagai pengganti KNKCG melalui Surat Keputusan Menko Bidang Perekonomian Nomor: KEP/49/M.EKON/11/2004. Terdiri dari Sub-Komite Publik dan Sub-Komite Korporasi. 3) Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Begin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdfBUMN Nomor Kep-End Match 133 Begin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdf/M-End Match PBUMN/1999 Begin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdftentang Pembentukan Komite Audit bagi BUMN.End Match 4) SE Begin Match to source 109 in source list: https://www.scribd.com/document/335188230/Pengarus-Gcg-Terhadap-Luas-Pengungkapan-CsrKetua Bapepam Nomor Se-03/PM/2000 tentang Komite Audit yang berisi himbauan perlunya Komite Audit dimiliki oleh setiap Emiten. 5)End Match Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/2008 Tentang Pedoman umum pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN. Keputusan Menteri BUMN No. Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdf09A/MBU/2005 TentangEnd Match Proses Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdfPenilaian Fit & Proper Test Calon Anggota Direksi BUMN.End Match Dukungan UU dan Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdfPeraturanEnd Match GCG di Indonesia digambarkan sebagai berikut: Gambar 13 Dukungan UU dan Peraturan GCG di Indonesia Namun walaupun BCG telah ada aturan perundang- undangannya, implementasi di lapangan masih belum efektif dan optimal, untuk itu masih diharapkan : 1) Adanya undang-undang atau peraturan yang mengharuskan implementasi GCG khususnya bagi perusahaan swasta. 2) Peningkatan governance bagi instansi Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlpemerintah terutama yang berkaitan dengan pelayanan publikEnd Match dan penegakan hukum - Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlDitjen Pajak, Bea Cukai, Imigrasi, BPN, Institusi yang mengeluarkan perizinan, dan institusi penegak hukum.End Match 3) Mengingat rendahnya tingkat implementasi GCG di BUMD, maka perlu dipertimbangkan untuk menyusun mekanisme yang dapat “memaksa” BUMD untuk mengimplementasikan GCG. Misalnya UU yang mengatur BUMD Dan dalam rangka efektifitas pelaksanaan GCG diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Sosialisasi dan asistensi tentang GCG khususnya kepada perusahaan yang belum go public. 2) Penerapan GCG yang dikaitkan dengan upaya pencegahan korupsi di sektor swasta. 3) Bapepam LK dan BEI perlu memberlakukan aturan GCG yang lebih luas untuk semua perusahaan yang go public. 4) Menjadikan GCG sebagai Corporate Culture. Efektifitas kerja GCG bila digambarkan adalah sebagai berikut: Gambar 14 Efektifitas Kerja GCG Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfGCG SEBAGAI CORPORATE CULTURE Pedoman Umum GCG Hukum & Peraturan yang berlaku Visi MisiEnd Match Sasaran Korporasi Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfCorporate/ Industry Best Practices Internal Best PracticesEnd Match Good Corporate Governance Begin Match to source 88 in source list: http://www.asei.co.id/wp-content/uploads/2013/06/CSR_Tahun_2012.pdfCodeEnd MatchBegin Match to source 136 in source list: https://id.scribd.com/presentation/392867186/Konsep-GCG-Di-IndonesiaPeraturan Teknis / Pelaksanaan R e Internalisasi / Sosialisasi v i e Implementasi w Corporate CultureEnd Match Dalam rangka menegakkan prinsip GCG pada perusahaan- perusahaan di Indonesia, khususnya prinsip transparansi dan akuntabilitas, penyajian informasi akuntansi yang berkualitas dan lengkap dalam laporan tahunan sangat diperlukan. Konsepsi CG dalam sudut pandang organisasi perusahaan privat sebagai open system, Burrel dan Morgan (1979) menyatakan bahwa suatu organisasi mempunyai fungsi yang sama dengan organisme yang berhadapan dengan lingkungannya. Untuk dapat bertahan hidup, organisasi tersebut harus menyesuaikan diri dengan lingkungan dimana organisasi tersebut berada (misal budaya masyarakat, pemerintah, aturan dan regulasi lainnya). Konsep pemisahan antara kepemilikan (ownership) para pemegang saham dan pengelolaan (management) para agen atau manajer dalam perusahaan telah menjadi kajian sejak tahun 1930-an. Manajemen perusahaan publik yang besar biasanya bukan pemilik. Bahkan sebagian besar manajemen puncak (top management) hanya memiliki saham nominal dalam perusahaan yang mereka kelola. Bila dilihat dari perkembangan teori perusahaan dan hubungannya dengan kebutuhan GCG, dari perspektif Agency Theory, tabel berikut ini menunjukkan perkembangan akan kebutuhan GCG pada teori korporasi klasik, modern, dan post- modern. Lebih jelasnya digambarkan sebagai berikut ini: Gambar 15 Perkembangan Teori Korporasi dan Implikasinya Terhadap Good Corporate Governance Sumber: Arifin, 2005 Dalam uraian tentang Agency Theory di atas disebutkan bahwa adanya perilaku dari manajer/agen untuk bertindak hanya untuk menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan pihak lain/pemilik, dapat terjadi karena manajer mempunyai informasi yang lengkap mengenai perusahaan, sedangkan informasi tersebut tidak dimiliki oleh pemilik perusahaan (dalam hal ini timbul Asymmetric Information atau AI). Adanya AI dan self serving behavior pada manajer/agen, memungkinkan mereka untuk mengambil keputusan dan kebijakan yang kurang bermanfaat bagi perusahaan. Adanya kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan yang kurang sehat karena tidak adanya keterbukaan dari manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal sebagai pemilik perusahaan. Agency Theory menganalisis dan mencari solusi atas dua permasalahan yang muncul dalam hubungan antara para principal (pemilik/ pemegang saham) dan agent mereka (manajemen). Berdasarkan kondisi semacam ini, dibutuhkan sistem tata kelola yang baik pada perusahaan yang disebut dengan Good Corporate Governance (GCG). Membangun Tata Keperintahan yang Baik (Good Governance) M embangun good governance adalah mengubah cara kerja state, membuat pemerintah accountable, dan membangun pelaku- pelaku di luar Negara cakap untuk ikut berperan membuat sistem baru yang bermanfaat secara umum. Dalam konteks ini, tidak ada satu tujuan pembangunan yang dapat diwujudkan dengan baik hanya dengan mengubah karakteristik dan cara kerja institusi negara dan pemerintah. Harus kita ingat, untuk mengakomodasi keragaman, good governance juga harus menjangkau berbagai tingkat wilayah politik. Karena itu, membangun good governance adalah proyek sosial yang besar. Agar realistis, usaha tersebut harus dilakukan secara bertahap. Untuk Indonesia, fleksibilitas dalam memahami konsep ini diperlukan agar dapat menangani realitas yang ada. UNDP merekomendasikan beberapa karakteristik governance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sipil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu accountability, transparency, predictability, dan participation. Jelas bahwa jumlah komponen atau pun prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu Akuntabilitas, transparansi, dan partisipasi masyarakat. Ketiga prinsip tersebut diatas tidaklah dapat berjalan sendiri- sendiri, ada hubungan yang sangat erat dan saling mempengaruhi, masing-masing adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai prinsip yang lainnya, dan ketiganya adalah instrumen yang diperlukan untuk mencapai manajemen publik yang baik. Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlDalam kajian-kajian pemerintahan yang bersifat institusionalisme atau kelembagaan, pemerintah dimaknai sebagai institusi atau lembaga sedangkan pemerintahan adalah kerja pemerintah. Inilah yang dimaknai sebagai konsep government. Dalam arti luas, government diartikan sebagai lembaga-lembaga yang bertanggung jawab membuat keputusan kolektif bagi masyarakat, sementara dalam arti sempit, government adalah pejabat politik paling tinggi dalam lembaga-lembaga itu, yaitu presiden, perdana menteri, dan menteri. Pemahaman tentang pemerintah dalam konsep ini menempatkan pemerintah sebagai aktor dominan bahkan aktor utama dalam penyelenggaraan pemerintahan. Keputusan kolektif dalam masyarakat dibuat sendiri oleh seorang pimpinan, misalnya presiden atau kepala daerah, atau oleh satu kelompok (misalnya kabinet). Peranan masyarakat terbatas sebagai kelompok sasaran dalam pelaksanaan kebijakan, bahkan partisipasi masyarakat dimaknai secara sempit hanya sebagai formalitas dalam mendukung legitimasi kebijakan yang dibuat pemerintah. Secara umum, istilah government lebih mudah dipahami sebagai pemerintah yaitu lembaga beserta aparaturnya yang mempunyai tanggung jawab untuk mengurus negara dan menjalankan kehendak rakyat, kecenderungannya lebih tertuju pada lembaga eksekutif atau kepresidenan (executive heavy). Selanjutnya ditegaskan bahwa wacana mengenai government lebih mengarah pada meminimalkan peran negara dan mempromosikan peran sektor swasta atau “limitation of the state’s roles”. Terdapat pula diskusi mengenai reformasi aparatur negara (civil service reform), namun hal ini tidak lebih dari bagian agenda ekonomi untuk penyesuaian struktural (structural adjustment). Wacana government adalah fenomena yang berkembang pada abad 20 di mana negara memegang hegemoni kekuasaan atas rakyat. Ketika negara (pemerintah) memegang hegemoni maka tertib sosial cenderung ditegakkan secara hierarkhis dan birokratis, dan kurangEnd Match mengan- dalkan Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlpada mekanisme spontan yang dapat berlangsung dari dalam masyarakat, oleh kekuatan yang ada pada masyarakat itu sendiri. Kegagalan konsep sentralisasi menyebabkan terjadinya pergeseran paradigma pemerintahan yang semula menekankan pada institusi pemerintah (government) menjadi governance, yakni suatu konsep yang memandang pemerintahan sebagai suatu proses yang tidak lagi bersifat “intra bureaucratic anality” (perspektif yang melihat aktivitas dan kekuasaan pemerintahan di dalam dirinya sendiri). Kinerja pemerintahan harus dilihat dari interaksi dan relasi antara berbagai faktor dan aktor di luar birokrasi (Oyugi, 2000: 67-69). Konsep governance dimunculkan sebagai alternatif model dan metode governing (proses pemerintahan) yang lebih mengandalkan pada pelibatan seluruh elemen masyarakat, baik pemerintah, semi pemerintah, atau non pemerintah, seperti lembaga bisnis, LSM, komunitas, atau lembaga-lembaga sosial lainnya. Dengan cara pandang itu, sekat-sekat formalitas negara atau pemerintah menjadi terabaikan. Konsep governance melihat kegiatan, proses atau kualitas memerintah, bukan tentang struktur pemerintahan, tetapi kebijakan yang dibuat dan efektivitas penerapan kebijakan itu. Kebijakan bukan dibuat oleh seorang pemimpin atau satu kelompok tertentu melainkan muncul dari proses konsultasi antara berbagai pihak yang terkena oleh kebijakan itu (Oyugi, 2000: 30-31). Dalam konsep ini, pemerintah bukan satu-satunya aktor dan tidak selalu menjadi pelopor dalam penyelenggaraan pemerintahan. Sebagai fungsi pengelolaan masyarakat yang kompleks, governance melibatkan relasi antara berbagai kekuatan dalam negara, yakni pemerintah (state), civil society, economic society, dan political society (Corbett 2000: 23-27; Keating, 1999: 40-43).End MatchBegin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlPada tataran implementasi di lapangan, variable-variabel good governance tersebut diatas tidaklah mudah untuk dicapai. Berbagai upaya kebijakan pemerintah telah dilakukan untuk mewujudkan peningkatan kesejahteraan rakyat dan kepuasan publik. Namun demikian hasilnya belum memuaskan semua pihak oleh karena pada tataran internasional baik tingkat dunia maupun tingkat Asia, angka indeks korupsi Indonesia masih cukup parah dibandingakan dengan berbagai Negara, termasuk Vietnam sekalipun. Padahal Vietnam bisa dikategorikan sebagai lebih tertinggal daripada Indonesia, tetapi saat ini justru memiliki kecenderungan tata pemerintahan yang lebih baik. Banyak agenda-agenda yang harus dilakukan oleh pemerintahan dalamEnd Match membangun tata keperintahan yang baik Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.html(good governance). Agenda-agenda tersebut antara lain: 1) Agenda pemberantasan korupsi, merupakan salah satu tantangan yang paling berat bagi pemerintahanEnd Match pasca reformasi. Pemanasan politik Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmldan berbagai macam jenis penyuapan sebagaimana yang disinyalir Markus “makelar kasus” merupakan pekerjaan rumah yang tidak ringan bagiEnd Match pemerintah ke depan. Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlBelum lagi berbagai korupsi yang berpotensi terjadi dari level pemerintahan pusat hingga pemerintahan daerah dan desa juga merupakan problem bangsa yang tidak kalah beratnya. Kolusi antara pejabat dan pengusaha dengan berbagai modus operandinya, juga tema lain korupsi yang harus diberantas.End MatchBegin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.html2) Agenda pemberantasan kemiskinan, merupakan salah satu tugas pokok yang harus dijalankan dalam rangka perwujudan good governance di era pemerintahan ini. Penyediaan fasilitas umum dan peningkatan kesejahteraan rakyat yang berarti tidak adanya kemiskinan merupakan ultimate goal dari tata kelola pemerintahan yang baik. Penyelenggaraan pemerintahan secara transparan, akuntabel dan berkeadilan adalah berdimensi untuk memberantas kemiskinan dan meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan rakyat. Pemerintahan yang efektif tentu harus menempatkan pemberantasan kemiskinan sebagai upaya utama dalam policy mainstream dan konsentrasi kebijakan publiknya. 3) Agenda reformasi birokrasi ditujukan untuk meningkatkan efektivitas dan efisiensi pemerintahan dari tingkat pusat hingga tingkat daerah sehingga berbagai pencapaian-pencapaian pembangunan nasional dan daerah dapat diraih olehEnd Match pemerintah. Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlReformasi birokrasi tentu harus dilakukan bukan saja dalam kerangka struktur tetapi juga kerangka fungsi yang lebih efektif dan efisien. Konsepsi miskin struktur kaya fungsi seharusnya bukan hanya sekedar jargon semata, tetapi harus ada upaya- upaya implementatif dalam tataran kebijakan, program dan kegiatan pemerintahan di semua tingkatan. Reformasi birokrasi juga membutuhkan paradigma pelayanan birokrasi yang dari bersifat governing menjadi serving. 4) Agenda peningkatan pelayanan publik merupakan salah satuEnd Match tindak lanjut Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmldari reformasi birokrasi. Pelayanan publik harus menjadi fokus utama dari keberadaan suatu pemerintahan (Denhardt & Denhardt, 2000: 50-52). Good governance juga pada hasil akhirnya dimaksudkan untuk meningkatkan pelayanan publik menuju tercapainya kesejahteraan publik. Program- program reformasi pelayanan publik harus diteruskan dalam pemerintahan ini agar efektivitas dan efisiensinya tercapai. Program-program tersebut antara lain, seperti, OSS (One Stop Services), mekanisme pengaduan, standard kompetensi jabatan, pelayanan pertanahan, dan sebagainya. 5) Agenda pelayanan hukum yang fair, adil dan setara merupakan salah satu agenda besarEnd Match pemerintah Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlyang harus diprioritaskan. Contoh kasus hukum yang menimpa masyarakat tidak mampu, seperti yang menimpa Mbah Mina di Kabupaten Banyumas dengan “pencurian” 3 (tiga) buah kakao mendapatkan ganjaran tahanan 3 (tiga) bulan percobaan, Basar Suyanto dan Kholil, dua orang petani di Kabupaten Kediri dengan tuduhan mencuri 1 (satu) buah semangka divonis penjara selama 2 (dua) bulan. Jika dibandingkan dengan korupsi yang dilakukan oleh para elite negeri ini membuktikan bahwa hukum belum benar-benar melindungi masyarakat lemah karena tidak adil perlakuannya. Kasus Prita Mulyasari juga memberikan buklti bahwa hukum tidak hanya harus mengabdi pada asas kepastian hukum (rechtmatigheid) semata tetapi juga harus mengabdi pada 2 (dua) asas hukum yang lain yaitu asas keadilan dan kemanfaatan (doelmatigheid). Sementara itu kepedulian sosial (Gerakan Kepedulian “Coin untuk Prita” dari tukang becak, pengamen hingga pejabat publik) yang tinggi muncul dari kasus hukum Prita Mulyasari sesungguhnya merupakan suatu sindiran hukum terhadap proses peradilan di Indonesia yang tidak fair. Akibat lebih jauh, seharusnya reformasi hukum juga harus menyentuh aspek-aspek nurani sosial. 6) Agenda peningkatan partisipasi efektif dalam sosial, politik dan ekonomi. Artinya pemerintah harus memberikan terobosan dan peluang yang lebih inovatif, yang lebih memungkinkan partisipasi masyarakat dan sektor privat agar lebih berkembang secara efektif dan efisien. Konsultasi publik, dialog publik, forum pertemuan dengan berbagai stakeholders harus ditingkatkan sehingga mampu mendorong komitmen bersama untuk pembangunan sosial, ekonomi dan politik. Forum Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) seharusnya ditata kembali sehingga bukan hanya menjadi pertemuan formal perencanaan tetapi harus benar-benar merupakan forum yang mewakili semua elemen masyarakat. 7) Agenda peningkatan kualitas demokrasi dan lembaga-lembaga politik. Partai politik dan lembaga-lembaga produk proses politik dan pemilu seperti halnya DPD, DPR, DPRD kabupaten-kota harus didorong dan didukung kapasitasnya sehinga benar-benar menjadi lembaga perwakilan rakyat yang memang harus menyalurkan aspirasi rakyat. Kepedulian dan kapasitas politik anggota perwakilan secara terus menerus harus di back up dan di berdayakan melalui berbagai metode. 8) Agenda peningkatan efektivitas otonomi daerah. Dimaksudkan untuk meningkatkan kapasitas pemerintah daerah didalam penyelengaraan otonomi daerah. Prinsip-prinsip good governance harus menjadi dasar aktivitas penyelengaraan fungsi pemerintahan daerah. Pada tahap pertama, 4 (empat)End Match variable Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlpokok good governance harus diimplementasikan dalam tata kelola pemerintahan daerah yang meliputi variabel kepastian hukum, partisipasi, transparansi dan akuntanbilitas. Pengembangan electronic government merupakan salah satu cara yang bisa ditempuh untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan ke 4 (empat) varabel pokok ini. 9) Agenda pemberdayaan perempuan dan kelompok terpinggirkan menjadi pusat perhatian penting yang harus diprioritaskan olehEnd Match pemerintah. Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmlProgram-program pemberdayaan perempuan ini diantaranya adalah: peningkatan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga perwakilan, peningkatan pendidikan, dan perlunya affirmative actions yang memang betul-betul dibutuhkan oleh kaum perempuan. TantanganEnd Match dalam membangun tata keperintahan yang baik Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.html(good governance) di eraEnd Match pasca reformasi ini Begin Match to source 1 in source list: http://anidanovs.blogspot.com/2014/06/era-pemerintahan-sby-boediono.htmltidaklah ringan.. Berbagai kebijakan dan alternatif pemecahan masalah harus dilakukan dari tingkat yang paling dasar. Persoalan-persoalan seperti kasus Bank Century, Bibit Candra, Prita Mulyasari, Mbah Minah dan lain-lain merupakan kasus-kasusEnd MatchBegin Match to source 73 in source list: http://blog.ub.ac.id/ismaya/2012/03/yang sangat berpengaruh terhadap kinerja dan kepercayaan publik di pemerintahan ini. Dibutuhkan strategi politik dan kebijakan yang tepat untuk mengatasi berbagai permasalahan yang menyangkut 9 (sembilan) agenda pokok sebagaimana tersebut di atas yang mestinya diletakkan sebagai prioritas dalamEnd Match pelaksanaan pembangunan yang berkeadilan dan berkeadaban. BAB IV PRINSIP-PRINSIP GOOD GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH U NDP merekomendasikan beberapa karakteristik gover- nance, yaitu legitimasi politik, kerjasama dengan institusi masyarakat sipil, kebebasan berasosiasi dan berpartisipasi, akuntabilitas birokratis dan keuangan (financial), manajemen sektor publik yang efisien, kebebasan informasi dan ekspresi, sistem yudisial yang adil dan dapat dipercaya. Sedangkan World Bank mengungkapkan sejumlah karakteristik good governance adalah masyarakat sispil yang kuat dan partisipatoris, terbuka, pembuatan kebijakan yang dapat diprediksi, eksekutif yang bertanggung jawab, birokrasi yang profesional dan aturan hukum. Masyarakat Transparansi Indonesia menyebutkan sejumlah indikator seperti : transparansi, akuntabilitas, kewajaran dan kesetaraan, serta kesinambungan. Asian Development Bank sendiri menegaskan adanya konsensus umum bahwa good governance dilandasi oleh 4 pilar yaitu 1) accountability 2) transparency 3) predictability 4) participation. Komponen atau prinsip yang melandasi tata pemerintahan yang baik sangat bervariasi dari satu institusi ke institusi lain, dari satu pakar ke pakar lainnya. Namun paling tidak ada sejumlah prinsip yang dianggap sebagai prinsip-prinsip utama yang melandasi good governance, yaitu 1) Akuntabilitas 2) Transparansi 3) Partisipasi Masyarakat. Persoalan good governance menjadi bagian dari agenda pemerintah dalam melakukan reformasi birokrasi, yang salah satu fokusnya adalah memperbaiki kinerja pelayanan publik di berbagai bidang. Reformasi birokrasi tidak dapat dipisahkan dari upaya reformasi di semua sendi kehidupan berbangsa dan bernegara dan dimaksudkan untuk Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlmewujudkan tata pemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa.End Match Keterbukaan atau Transparansi (transparency) T ransparansi Begin Match to source 8 in source list: https://paulusmtangke.wordpress.com/page/11/adalah keterbukaan pemerintahan dalam membuat kebijakan-kebijakan, sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh DPR dan masyarakat. Transparansi pada akhirnya akan menciptakan horizontal accountabilility antara pemerintah dengan masyarakat. Ini akan menciptakan pemerintahan yang bersih, efektif, efisien, akuntabel, dan responsive terhadap aspirasi dan kepentingan masyarakat. Keterbukaan pemerintahan merupakan syarat mutlak bagi suatu pemerintahan yang efisien. Keterbukaan mengandung makna bahwa setiap orang mengetahui proses pengambilan keputusan oleh pemerintah. Dengan mengetahui memungkinkan masyarakat itu memikirkan dan pada akhirnya ikut memutus. Ada tiga unsur utama keterbukaan pemerintah yang memungkinkan peran serta masyarakat: mengetahui proses pengambilan keputusan rancangan rencana (meeweten); memikirkan bersama pemerintah mengenai keputusan/rancangan rencana yang dilakukan pemerintah (meedenken); dan memutuskan bersama pemerintah (meebelissen). Prinsip transparansi ini tidak hanya berhubungan dengan hal- hal yang menyangkut keuangan. Keterbukaan pemerintah meliputi 5 (lima) hal: 1) Keterbukaan dalam hal Rapat-rapat. Para birokrat mestilah terbuka dalam melaksanakan rapat-rapat yang penting bagi masyarakat. Keterbukaan dalam hal rapat ini memungkinkan para birokrat serius memikirkan hal-hal yang dirapatkan, dan masyarakat dapat memberikan pendapatnya pula. 2) Keterbukaan Informasi. Keterbukaan informasi ini berhubungan dengan dokumen-dokumen yang perlu diketahui oleh masyarakat. Misalnya, informasi mengenai pelelangan atau penerimaan pegawai. 3) Keterbukaan Prosedur. Keterbukaan prosedur ini berhubungan dengan prosedur pengambilan keputusan maupun prosedur penyusunan rencana. Keterbukaan prosedur ini merupakan tindak pemerintahan yang bersifat publik. Misalnya, keterbukaan rencana pembebasan tanah, rencana pembangunan Mall atau rencana tata ruang. 4) Keterbukaan register. Register merupakan kegiatan pemerintahan. Register berisi fakta hukum, seperti catatan sipil, buku tanah, dan lain-lain. Register seperti itu memiliki sifat terbuka, artinya siapa saja berhak mengetahui fakta hukum dalam register tersebut. Keterbukaan register merupakan bentuk informasi pemerintahan. 5) Keterbukaan menerima peran serta masyarakat. Keterbukaan Peran serta ini terjadi bila: adanya tersedia suatu kesempatan bagi masyarakat untuk mengemukakan pendapatnya terhadap pokok- pokok kebijakan pemerintah; adanya kesempatan masyarakat melakukan diskusi dengan pemerintah dan perencana; dan adanya pengaruh masyarakat dalam mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut. Peran serta merupakan hak untuk ikut memutus. Hal ini menjadi bentuk perlindungan hukum preventif. Peran serta ini dapat berupa pengajuan keberatan terhadap rancangan keputusan atau rencana pemerintah, dengar pendapat dengan pemerintah, dan lain-lain.End Match Menurut pendapat dari Sekretariat Good Public Governance, transparansi adalah Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfprinsip yang menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai. TransparansiEnd Match yakni adanya kebijakan terbuka bagi pengawasan. Sedangkan yang dimaksud dengan informasi adalah informasi mengenai setiap aspek kebijakan pemerintah yang dapat dijangkau oleh publik. Keterbukaan informasi diharapkan akan menghasilkan persaingan politik yang sehat, toleran, dan kebijakan dibuat berdasarkan pada preferensi publik. Prinsip ini memiliki 2 aspek, yaitu (1) komunikasi publik oleh pemerintah, dan (2) hak masyarakat terhadap akses informasi.12 Keduanya akan sangat sulit dilakukan jika pemerintah tidak menangani dengan baik kinerjanya. Manajemen kinerja yang baik adalah titik awal dari transparansi. Komunikasi publik menuntut usaha afirmatif dari pemerintah untuk membuka dan mendiseminasi informasi maupun aktivitasnya yang relevan. Transparansi harus seimbang, juga, dengan kebutuhan akan kerahasiaan lembaga maupun informasi-informasi yang mempengaruhi hak privasi individu. Karena pemerintahan menghasilkan data dalam jumlah besar, maka dibutuhkan petugas informasi professional, bukan untuk membuat dalih atas keputusan pemerintah, tetapi untuk menyebarluaskan keputusan-keputusan yang penting kepada masyarakat serta menjelaskan alasan dari setiap kebijakan tersebut. Peran media juga sangat penting bagi transparansi pemerintah, baik sebagai sebuah kesempatan untuk berkomunikasi pada publik maupun menjelaskan berbagai informasi yang relevan, juga sebagai “watchdog” atas berbagai aksi pemerintah dan perilaku menyimpang dari para aparat birokrasi. Jelas, media tidak akan dapat melakukan tugas ini tanpa adanya kebebasan pers, bebas dari intervensi pemerintah maupun pengaruh kepentingan bisnis. Keterbukaan membawa konsekuensi adanya kontrol yang berlebih-lebihan dari masyarakat dan bahkan oleh media massa. Karena itu, kewajiban akan keterbukaan harus diimbangi dengan nilai pembatasan, yang mencakup kriteria yang jelas dari para aparat publik tentang jenis informasi apa saja yang mereka berikan dan pada siapa informasi tersebut diberikan. Beberapa definisi lebih lanjut tentang transparansi secara ringkas dapat disebutkan bahwa, prinsip transparasi paling tidak dapat diukur melalui sejumlah indikator seperti : 1) Mekanisme yang menjamin sistem keterbukaan dan standarisasi dari semua proses-proses pelayanan publik 2) Mekanisme yang memfasilitasi pertanyaan-pertanyaan publik tentang berbagai kebijakan dan pelayanan publik, maupun proses-proses didalam sektor publik. 3) Mekanisme yang memfasilitasi pelaporan maupun penyebaran informasi maupun penyimpangan tindakan aparat publik didalam kegiatan melayani Keterbukaan pemerintah atas berbagai aspek pelayanan publik, pada akhirnya akan membuat pemerintah menjadi bertanggung gugat kepada semua stakeholders yang berkepentingan dengan proses maupun kegiatan dalam sector publik. Gambar 16 Begin Match to source 220 in source list: Submitted to Universitas Muria Kudus on 2018-03-12Indikator dan Alat Ukur Prinsip : TransparansiEnd Match Sumber: Krina Loina Lalolo, 2003 Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlBirokrasi di Indonesia, baik di tingkat Pusat maupun di tingkat Daerah, sepanjang Orde Baru kerap mendapat sorotan dan kritik yang tajam karena perilakunya yang tidak sesuai dengan tugas yang diembannya sebagai pelayan masyarakat. Sehingga apabila orang berbicara tentang birokrasi selalu berkonotasi negatif. Birokrasi adalah lamban, berbelit-belit, menghalangi kemajuan, cenderung memperhatikan prosedur dibandingkan substansi, dan tidak efisien. Bahkan pandangan para pengamat lebih jauh lagi tentang model birokrasi di Indonesia. Karl D Jackson menilai bahwa birokrasi di Indonesia adalah model bureaucratic polity di mana terjadi akumulasi kekuasaan pada negara dan menyingkirkan peran masyarakat dari ruang politik dan Pemerintahan. Richard Robinson dan King menyebut birokrasi di Indonesia sebagai bureaucratic capitalism. Sementara Hans Dieter Evers melihat bahwa proses birokrasi di Indonesia berkembang model birokrasi ala Parkinson dan ala Orwel. Birokrasi ala Parkinson adalah pola dimana terjadi proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran struktural dalam birokrasi secara tidak terkendali. Sedang birokrasi ala Orwel adalah pola birokratisasi sebagai proses perluasan kekuasaan Pemerintah dengan maksud mengontrol kegiatan ekonomi, politik dan sosial dengan peraturan, regulasi dan bila perlu melalui paksaan. Dengan demikian birokrasi di Indonesia tidak berkembang menjadi lebih efisien, tetapi justru sebaliknya inefisiensi, berbelit-belit dan banyak aturan formal yang tidak ditaati. Birokrasi di Indonesia ditandai pula dengan tingginya pertumbuhan pegawai dan pemekaran struktur organisasi dan menjadikan birokrasi semakin besar dan membesar. Birokrasi juga semakin mengendalikan dan mengontrol masyarakat dalam bidang politik, ekonomi dan sosial.End Match Kondisi Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlbirokrasi IndonesiaEnd Match demikian Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlternyata bukan sampai di situ saja, tetapi melalui pendekatan budaya birokrasi Indonesia masuk dalam kategori birokrasi patrimonial,End Match dengan Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlciri-ciri:End MatchBegin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlpara pejabat disaring atas dasar kriteria pribadi, jabatan dipandang sebagai sumber kekayaan dan keuntungan, para pejabat mengontrol baik fungsi politik maupun fungsi administrasi, dan setiap tindakan diarahkan oleh hubungan pribadi dan politik. Munculnya birokrasi patrimonial di Indonesia merupakan kelanjutan dan warisan dariEnd Match sistem Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlnilai tradisional yang tumbuh di masa kerajaan-kerajaan masa lampau dan bercampur dengan birokrasi gaya kolonial. Jadi, selain tumbuh birokrasi modern tetapi warisan birokrasi tradisional juga mewarnai dalam perkembangan birokrasi di Indonesia. Sama seperti halnya abdi dalem dan priyayi yang juga berlapis-lapis, pegawai negeri pun terdiri dari berbagai pangkat, golongan dan eselon. Semboyan pegawai negeri adalah abdi negara mengandung makna berorientasi ke atas, sehingga mirip dengan birokrasi kerajaan,End Match ambtenaar. Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmlBirokrasi lebih menekankan pada mengabdi ke atas dari pada ke bawah sebagai pelayanan kepada masyarakat. Seharusnya secara teoritis sudah berubah yang tidak lagi seperti itu, tetapi harus menuju pada birokrasi ala Weber di mana birokrasi benar-benar menekankan pada aspek efisiensi, efektivitas, profesionalisme,End Match merit system, Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmldan pelayan masyarakat. Hal ini karenaEnd Match kondisi Begin Match to source 3 in source list: http://unchu87.blogspot.com/2012_11_01_archive.htmltelah berubah dengan adanya era reformasi dan otonomi daerah, maka seharusnya birokrasi mengalami perubahan paradigma di mana birokrasi harus memposisikan diri sebagai abdi masyarakat, efisien, efektif, dan profesionalisme.End Match Partisipasi Masyarakat (people participation) D alam proses pembangunan di segala sektor, aparat negara acapkali mengambil kebijakan-kebijakan yang terwujud dalam pelbagai keputusan yang mengikat masyarakat umum dengan tujuan demi tercapainya tingkat kesejahteraan yang lebih tinggi. Keputusan- keputusan semacam itu tidak jarang dapat membuka kemungkinan dilanggarnya hak-hak asasi warga negara akibat adanya pendirian sementara pejabat yang tidak rasional atau adanya program-program yang tidak mempertimbangkan pendapat rakyat kecil. Bukan rahasia lagi bahwa di negara kita ini pertimbangan- pertimbangan ekonomis, stabilitas, dan security sering mengalahkan pertimbangan pertimbangan mengenai aspirasi masyarakat dan hak asasi mereka sebagai warga negara. Pembangunan politis dalam banyak hal telah disubordinasi oleh pembangunan ekonomis maupun kebijakan-kebijakan pragmatis pejabat tertentu. Partisipasi dibutuhkan dalam memperkuat demokrasi, meningkatkan kualitas dan efektivitas layanan publik, dalam mewujudkan kerangka yang cocok bagi partisipasi, perlu dipertim- angkan beberapa aspek, yaitu : 1. partisipasi melalui institusi konstitusional (referendum, voting) dan 2. jaringan civil society (inisiatif asosiasi 3. partisipasi individu dalam proses pengambilan keputusan, civil society sebagai service provider 4. local kultur pemerintah (misalnya Neighborhood Service Department diUSA, atau Better Management Transparent Budget di New Zealand) 5. faktor-faktor lainnya, seoerti transparansi, substansi proses terbuka dan konsentrasi pada kompetisi. Partisipasi adalah prinsip bahwa setiap orang memiliki hak untuk terlibat dalam pengambilan keputusan di setiap kegiatan penyelenggaraan pemerintahan. Keterlibatan dalam pengambilan keputusan dapat dilakukan secara langsung atau secara tidak langsung. Transparansi bermakna tersedianya informasi yang cukup, akurat dan tepat waktu tentang kebijakan publik, dan proses pembentukannya. Dengan ketersediaan informasi seperti ini masyarakat dapat ikut sekaligus mengawasi sehingga kebijakan publik yang muncul bisa memberikan hasil yang optimal bagi masyarakat serta mencegah terjadinya kecurangan dan manipulasi yang hanya akan menguntungkan salah satu kelompok masyarakat saja secara tidak proporsional. Pendapat yang mengatakan bahwa partisipasi dapat dilihat melalui keterlibatan anggota-anggota masyarakat di dalam Pemilu saja, jelas merupakan pendapat yang kurang lengkap. Masih banyak pola perilaku informal yang dapat dijadikan patokan dalam menilai tingkat partisipasi dalam suatu masyarakat. Jika orang bersedia menilai proses politik secara netral maka bentuk-bentuk perilaku massa berupa protes, aksi pamflet, ataupun pemogokan, sebenarnya juga termasuk partisipasi. Tindakan protes atau mogok, boleh jadi merupakan luapan dari tuntutan massa akibat saluran-saluran aspirasi yang sebelumnya ada telah berkembang. Protes yang disertai aksi-aksi kekerasan terkadang semata- mata disebabkan oleh keputusasaan, kegusaran, dan terpendamnya konflik internal Suatu kebijakan mungkin pada dasarnya bertujuan mulia karena jelas-jelas akan bermanfaat untuk kepentingan umum. Namun seiring dilaksanakannya kebijakan tersebut dalam sistem birokrasi yang berjenjang seringkali terjadi pergeseran dan penyimpangan arah kebijakan tadi. Bagaimanapun jika para birokrat tidak ingin kehilangan wibawanya dalam melaksanakan kebijakan- kebijakan publik, para birokrat harus senantiasa memperhatikan aspirasi-aspirasi masyarakat dan mendukung partisipasi seluruh unsur kemasyarakatan secara wajar. Setidak-tidaknya ada 2 alasan mengapa sistem partisipatoris dibutuhkan dalam negara demokratis: Pertama, bahwa rakyat sendirilah yang paling paham mengenai kebutuhannya. Kedua, bermula dari kenyataan bahwa pemerintahan yang modern cenderung semakin luas dan kompleks, birokrasi tumbuh membengkak di luar kendali. Oleh sebab itu, untuk menghindari alienasi warga negara, para warga negara itu harus dirangsang dan dibantu dalam membina hubungan dengan aparat pemerintah. Dalam rangka penguatan partisipasi publik, beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah adalah : 1) Mengeluarkan informasi yang dapat diakses oleh publik 2) Menyelenggarakan proses konsultasi untuk menggali dan mengumpulkan masukan-masukan dari stakeholders termasuk aktivitas warga Negara dalam kegiatan publik, 3) Mendelegasikan otoritas tertentu kepada pengguna jasa layanan publik seperti proses perencanaan dan penyediaan panduan bagi kegiatan masyarakat dan layanan publik. Partisipasi masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan dari pembangunan itu sendiri, sehingga nantinya seluruh lapisan masyarakat akan memperoleh hak dan kekuatan yang sama untuk menuntut atau mendapatkan bagian yang adil dari manfaat pembangunan. Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlMelalui konsep governance, masyarakat bisaEnd Match berpartisipasi untuk Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlturut mengelola proses sosial, politik, ekonomi, dan istitusi, tidak hanya untuk pembangunan tetapi juga untuk menciptakan kohesi, integrasi, dan kesejahteraan rakyat. Untuk itu diperlukan tata pemerintahan yang baik (good governance), yakni suatu kondisi yang menjamin adanya kesejajaran, kohesi, dan keseimbangan peran serta dan saling mengontrol antara tiga komponen governance (state, civil society, and private sector). Dengan demikian, good governance mencakup relasi sinergis dan sejajar antara pemerintah, pasar, dan masyarakat sipil.End Match Adapun indikator dan alat ukur dari partisipasi adalah digambarkan sebagai berikut: Gambar 17 Indikator dan Alat Ukur Partisipasi Publik Sumber: Krina Loina Lalolo, 2003 Dalam hal ini Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlpelayanan umum adalah hak masyarakat dan merupakan tanggung jawab negara, guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Dari konsep tersebut, dapat dirumuskan bahwa ada hak yang dimiliki masyarakat untuk mendapat pelayanan terus menerus, secara efisien dan membayar dengan harga pantas. Selanjutnya hak tersebut harus terwujud dengan tersedianya pelayanan kepada semua lapisan masyarakat. Bahkan hak itu dapat dituntut dengan paksa secara hukum untuk dilaksanakan. Sebaliknya pemberi pelayanan umum diberi kewenangan menjual jasa dengan mempergunakan sarana milik umum. Jadi prinsip dan hakekat pemberian kewenangan dimaksudkan untuk diabdikan demi kepentingan umum, (Sedarmayanti, 1999:198).End MatchBegin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlDengan demikian peran Pemerintah Daerah/Kota tidak lagi mendominasi dalam setiap agenda pelayanan publik, melainkan harus melibatkan partisipasi warga dan mendengarkan suara warga masyarakat. DalamEnd Match hal Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlini keterlibatan warga masyarakat difokuskan pada partispasi masyarakat untuk memberikan informasi dan menyampaikan keluhan atas pelayanan publik yang diberikan Pemerintah. Partisipasi dimaknai sebagai proses keterlibatan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan sampai evaluasi program pembangunan. Secara substantif keterlibatan masyarakat itu bisa dibedakan dalam tiga segmentasiEnd Match yaitu Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlvoice, akses danEnd Match control. Akuntabilitas (accountability) K emauan untuk meningkatkan transparansi akuntabilitas menuju Good Governance diawali dengan lahirnya Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 dan Begin Match to source 213 in source list: Henry Donald Lbn. Toruan. Undang – Undang No.End Match 28 Begin Match to source 213 in source list: Henry Donald Lbn. Toruan. Tahun 1998 tentangEnd MatchBegin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN.End Match Untuk mendukung produk Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/hukumEnd Match tersebut, maka Presiden menerbitkan Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfInpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah.End Match Berdasarkan pada Inpres Nomor 7 Tahun 1999 setiap Satuan Kerja Perangkat Daerah yang dipimpin Pejabat Eselon II ke atas diwajibkan menyusun Perencanaan Strategik ( Renstra ) untuk masa lima tahun. Setelah berlangsung beberapa tahun , Inpres Nomor 7 Tahun 1999 dipandang masih belum optimal dalam mencapai Good Governance. Inpres Nomor 7 Tahun 1999 baru mampu menggerakkan birokrasi untuk melaksanakan akuntabilitas dan Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN dalam tataran wacana. Untuk menyempurnakan hal tersebut, maka pemerintah menerbitkan Intruksi Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/Presiden Nomor 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan Korupsi.End Match Implementasi Intruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2004 mengamatkan agar setiap penyelenggara pemerintah mewujudkan tata kelola kepemerintahan yang baik yang diterapkan dalam bentuk Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Sistem AKIP). Sistem AKIP pada hakikatnya merupakan sistem manajemen pemerintahan berfokus pada peningkatan akuntabilitas dan transparansi penegakan hukum yang berorientasi pada hasil (Outcomes oriented) bukan keluaran semata. Sistem AKIP diimplementasikan secara “self assesment” oleh masing-masing instansi pemerintah. Self assasment maksudnya, instansi pemerintah membuat perencanaan dan pelaksanaan, serta mengukur/mengevaluasi kinerjanya sendiri dan melaporkannya kepada instansi yang lebih tinggi. Akuntabilitas sudah banyak didefinisikan dengan pengertian yang cukup beragam. Namun pada dasarnya ada beberapa kesamaan dalam mendefinisikian akuntabilitas, yakni dalam kaitannya dengan “mekanisme pertanggungjawaban” dari satu pihak kepada pihak yang lain (lihat misalnya: Etzioni, 1978; Maheshwari, 1983; Jabra dan Dwivedi, 1989, Levine, dkk., 1990; Carino, 1991; Paul, 1995; Salleh dan Iqbal, 1995; UNDP, 1997; Spencer, 1998; Budiardjo, 1998; LAN - RI, 2001; Romzek & Dubnic, 2002). Definisi yang dikemukakan oleh LAN-RI misalnya menyebutan bahwa Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfakuntabilitas adalah kewajiban untukEnd Match mempertanggungjawabkan Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfatau untuk menjawab dan menerangkanEnd Match kinerja dan Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdftindakan seseorang/ badan hukum/pimpinan kolektif suatu organisasi kepada pihak yang memiliki atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawabanEnd Match (LAN-RI, 2001). Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfDefinisiEnd Match akuntabilitas secara spesifik Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfdapatEnd Match ditemukan dalam pengertian yang dikemukakan oleh Romzek dan Dubnic (1990) yang menyebutkan bahwa akuntabilitas publik terkait dengan bagaimana birokrasi publik (agencies) mewujudkan harapan-harapan publik. Sementara Chandler dan Plano (1992) yang menyebutkan akuntabilitas sebagai mekanisme check and balance. Ada beberapa ahli/pakar yang mengaitkan akuntabilitas dengan responsibilitas (lihat misalnya: Ghartey, 1987; Salleh dan Iqbal, 1995; Spencer, 1998). Bahkan dalam beberapa kamus akuntabilitas disamakan dengan responsibility, justification, liability Begin Match to source 126 in source list: http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10286/9/D_902005003_Daftar Pustaka.pdf(Kamus Webster, 1966; Kamus Oxford, 1995; Kamus Inggris-End Match lndonesia oleh Echolas Begin Match to source 126 in source list: http://repository.uksw.edu/bitstream/123456789/10286/9/D_902005003_Daftar Pustaka.pdfdan Hassan Shadiliy, 1997; Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001).End Match Definisi akuntabilitas yang dikemukakan diatas, pada tingkat tertentu lebih banyak merujuk pada teori ekonomi, manajemen, dan politik, termasuk NPM. Akuntabilitas (accountability), artinya, perbuatan (hal) bertanggungjawab; keadaan untuk dipertanggungjawabkan; atau sering juga diartikan dengan tanggung gugat; keadaan dapat dimintai pertanggungjawaban. Dalam beberapa kamus disinonimkan dengan responsibility, justification, accounting (Iihat: Echolas dan Hassan Shadily, 1997). Dalam New International Dictionary (1996) disebutkan, akuntabilitas adalah “the quality or state of being accountable, liable, or responsible (kualitas atau tingkatan dalam hal menjadi akuntabel, dapat dipercaya, atau bertanggungjawab).” Akuntabilitas secara filosofik timbul karena adanya kekuasaan yang berupa amanah yang diberikan kepada orang atau pihak tertentu untuk menjalankan tugasnya dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan, serta berdasarkan visi, misi, dan strategi. Dari pengertian di atas tersirat bahwa pihak yang diberikan amanah harus memberikan laporan atas tugas yang telah dipercayakan kepadanya, dengan mengungkapkan segala sesuatu yang dilakukan, dilihat, ataupun dirasakan, yang mencerminkan keberhasilan dan kegagalan. Dengan kata lain laporan akuntabilitas bukan sekedar laporan kepatuhan dan kewajajaran pelaksanaan tugas sesuai dengan ketentuan yang berlaku, tetapi juga termasuk berbagai indikator kinerja yang dicapai, di samping kewajiban untuk Begin Match to source 140 in source list: https://www.coursehero.com/file/57874939/ARTIKEL-ASPpptx/menjawab pertanyaan mendasar tentang apa yang harus dipertanggung- jawabkan. Dalam hal iniEnd Match si penerima amanah Begin Match to source 140 in source list: https://www.coursehero.com/file/57874939/ARTIKEL-ASPpptx/harus dapatEnd Match dan berani mengungkapkan dalam laporannya semua kegagalan yang terjadi berkenaan dengan kebijakan yang teIah dikeluarkan oleh pihak yang lebih tinggi. Secara analitik, akuntabilitas dapat pula dilihat dari segi internal dan eksternal. Secara internal, dapat pula diidentifikasi akuntabilitas spiritual seseorang. Dalam hubungan ini akuntabilitas merupakan pertanggungjawaban orang seorang kepada Tuhannya. Hal ini adalah sesuai dengan tata nilai yang terkandung dalam konstitusi. Akuntabilitas ini meliputi pertanggungjawaban sendiri mengenai segala sesuatu yang dijalankannya, hanya diketahui dan difahami yang bersangkutan. Semua tindakan akuntabilitas spiritual didasarkan pada hubungan orang bersangkutan dengan Tuhan. Namun apabila betul-betul dilaksanakan dengan penuh iman dan taqwa, kesadaran akan akuntabilitas spiritual ini akan memberikan pengaruh yang sangat besar pada pencapaian kinerja kelembagaan. Itulah sebabnya mengapa seseorang dapat melaksanakan pekerjaan dengan hasil yang berbeda dengan orang lain, atau mengapa suatu instansi menghasilkan kuantitas dan kualitas yang berbeda terhadap suatu pekerjaan yang sama-sama dikerjakan oleh instansi lainnya walaupun uraian tugas pokok dan fungsinya telah nyata-nyata dijelaskan secara rinci. Akuntabilitas dapat pula dilihat dari sisi eksternal, yaitu akuntabilitas orang tersebut kepada lingkungannya baik lingkungan formal (atasan bawahan) maupun lingkungan masyarakat. Kegagalan seseorang memenuhi akuntabilitas eksternal mencakup Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfpemborosan waktu, pemborosan sumber dana dan sumber-sumber dayaEnd Match pemerin- tah Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfyang lain, kewenangan,End Match dan Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfkepercayaan masyarakat kepada pemerintah.End Match Akuntabilitas eksternal lebih mudah diukur mengingat norma dan standar yang tersedia rnemang sudah jelas. Kontrol dan penilaian dari factor ekternal sudah ada dalam mekanisme yang terbentuk dalum suatu sistem dan prosedur kerja. Seorang atasan akan memantau pekerjaan bawahanya dan akan memberikan teguran apabila terjadi penyimpangan. Rekan kerja akan saling mengingatkan dalam pencapaian akuntabilitas masing-masing. Walupun akuntabilitas mempunyai definisi yang beragam, namun sejumlah pakar meyakini bahwa Begin Match to source 193 in source list: http://abrikurniadi.blogspot.com/p/blog-page.html?showComment=1529864527971akuntabilitas merupakan salah satu prinsipEnd Match mendasar Begin Match to source 193 in source list: http://abrikurniadi.blogspot.com/p/blog-page.html?showComment=1529864527971dalamEnd Match penyelenggaraan Begin Match to source 193 in source list: http://abrikurniadi.blogspot.com/p/blog-page.html?showComment=1529864527971pemerintahan yangEnd Match demokratis (Dahl, 1992; Budiardjo, M., 1998; Fox, 2000; Keohane & Duke, 2002). Dalam pemerintahan demokratis secara normatif Begin Match to source 82 in source list: http://aipi-politik.org/publikasi-aipi/32-desentralisasi-demokratisasi-akuntabilitasyang bersendikan “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat,’End Match menjadikan Begin Match to source 82 in source list: http://aipi-politik.org/publikasi-aipi/32-desentralisasi-demokratisasi-akuntabilitasakuntabilitasEnd Match merupakan indikator yang penting. Demokrasi menghendaki transparansi tatanan struktural dalam arti keterbukaan pada sistem pemerintahan agar dapat dipahami, diamati, dikontrol oleh masyarakat yang selanjutnya mendorong dan menghendaki partisipasi masyarakat dalam penentuan kebijakan publik. Dalam kondisi demikian inilah akuntabilitasnya teruji. Sebab, jika suatu ketika pemerintahan tidak teruji tingkat akuntabititasnya, maka akan terjadi pemerintahan yang sewenang-wenang dan jauh dari cita-cita untuk mensejahterakan masyarakat. Menurut Keohane & Duke (2002) mengemukakan bahwa demokrasi berhubungan dengan akuntabilitas politik. Hubungan tanggung jawab politik adalah hubungan akuntabilitas dimana wakil- wakil memiliki kekuasaan atas organisasi dan proses yang memberikan nilai-nilai dalam suatu masyarakat. Karena itu tujuan akuntabilitas publik sesungguhnya adalah untuk menjamin demokratisasi, tegaknya hukum serta tercapainya keadilan dalam proses penyelenggaraan pemerintahan yang efektif, produktif dan inovatif serta efisien. Melihat pandangan Schacter (2000) yang mengemukakan bahwa akuntabilitas memiliki Begin Match to source 184 in source list: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/tarbiyah/article/download/1306/2344dua dimensi, yaitu: vertikal dan horizontal. Secara vertikal,End Match akuntabilitas Begin Match to source 184 in source list: http://ejournal.uin-malang.ac.id/index.php/tarbiyah/article/download/1306/2344adalahEnd Match bagaimana negara mempertanggungjawabkan tugasnya kepada warga, sedangkan secara horizontal, negara mempertanggungjawabkan tugasnya pada institusi akuntabilitasnya sendiri. Menurut O’Donnel (1999), bahwa dimensi vertikal merujuk pada hubungan kekuasaan antara negara dengan warganya, sedangkan dimensi horizontalmerujuk pada pengawasan, pemeriksaan, dan perimbangan institusional. Akuntabi- litas dapat diperkuat melalui tuntutan masyarakat sipil, dalam hal ini pelaku masyarakat sipil dapat mempengaruhi akuntabilitas horizontal dengan dua cara: pertama, secara langsung, yaitu dengan mendukung pembentukan dan pemberdayaan pemeriksaan dan perimbangan institusional, dan kedua, secara tidak langsung dengan memperkuat institusi akuntabilitas vertikal yang mendukungnya, seperti demokrasi pemilihan, dan media yang independen (Fox, 2000). Dari semua prinsip-prinsip yang ada pada Good Governance akuntabilitas menjadi kunci dari semua prinsip ini. Prinsip ini menuntut dua hal yaitu kemampuan menjawab (answerability), dan konsekuensi (consequences). Komponen pertama (istilah yang bermula dari responsibilitas) adalah berhubungan dengan tuntutan bagi para aparat untuk menjawab secara periodik setiap pertanyaan- pertanyaan yang berhubungan dengan bagaimana mereka menggunakan wewenang mereka, kemana sumber daya telah dipergunakan, dan apa yang telah dicapai dengan menggunakan sumber daya tersebut. Budiardjo Miriam mendefinisikan akuntabilitas sebagai “pertanggungjawaban pihak yang diberi mandat untuk memerintah kepada mereka yang memberi mandat itu. Akuntabilitas bermakna pertanggungjawaban dengan menciptakan pengawasan melalui distribusi kekuasaan pada berbagai lembaga pemerintah sehingga mengurangi penumpukkan kekuasaan sekaligus menciptakan kondisi saling mengawasi (checks and balances sistem). Lembaga pemerintahan yang dimaksud adalah eksekutif (presiden, wakil presiden, dan kabinetnya), yudikatif (MA dan sistem peradilan) serta legislatif (MPR dan DPR). Peranan pers yang semakin penting dalam fungsi pengawasan ini menempatkannya sebagai pilar keempat. Guy Peter menyebutkan adanya 3 tipe akuntabilitas yaitu akuntabilitas keuangan, akuntabilitas administratif, dan akuntabilitas kebijakan publik. Dalam akuntabilitas publik terkandung pengertian bahwa Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434prinsip yang menjamin bahwa setiap kegiatanEnd Match penyeleng- garaan pemerintahan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434dapatEnd Match dipertanggung-jawabkan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434secara terbuka oleh pelaku kepada pihak-pihak yang terkena dampak penerapan kebijakan. Pengambilan keputusanEnd Match didalam Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434organisasi-organisasi publik melibatkan banyak pihak. Oleh sebab itu wajar apabila rumusan kebijakan merupakan hasil kesepakatan antara warga pemilih (constituency) para pemimpin politik,End Match teknokrat, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434birokratEnd Match atau administrator, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434serta para pelaksana di lapangan.End Match Sedangkan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434dalamEnd Match bidang politik, yang juga berhubungan dengan masyarakat secara umum, akuntabilitas didefinisikan sebagai mekanisme penggantian pejabat atau penguasa, tidak ada usaha untuk membangun monoloyalitas secara sistematis, serta ada definisi dan penanganan yang jelas terhadap pelanggaran kekuasaan dibawah rule of law. Sedangkan public accountability didefinisikan sebagai adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien. Akuntabilitas berhubungan dengan kewajiban dari institusi pemerintahan maupun para aparat yang bekerja di dalamnya untuk membuat kebijakan maupun melakukan aksi yang sesuai dengan nilai yang berlaku maupun kebutuhan masyarakat. `Akuntabilitas publik menuntut adanya pembatasan tugas yang jelas dan efisien dari para aparat birokrasi. Karena pemerintah bertanggung gugat baik dari segi penggunaan keuangan maupun sumber daya publik dan juga akan hasil, akuntabilitas internal harus dilengkapi dengan akuntabilitas eksternal , melalui umpan balik dari para pemakai jasa pelayanan maupun dari masyarakat. Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Prinsip akuntabilitasEnd Match publik Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa besar tingkat kesesuaian penyelenggaraanEnd Match pelayanan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434dengan ukuran nilai-nilai atau norma-norma eksternal yang dimiliki oleh para stakeholders yang berkepentingan dengan pelayanan tersebut.End Match Sehingga, berdasarkan tahapan sebuah program, akuntabilitas dari setiap tahapan adalah : 1) Pada tahap proses pembuatan sebuah keputusan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik adalah : a. pembuatan sebuah keputusan harus dibuat secara tertulis . b. tersedia bagi setiap warga yang membutuhkan c. pembuatan keputusan sudah memenuhi standar etika dan nilai-nilai yang berlaku, artinya sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi d. yang benar maupun nilai-nilai yang berlaku di stakeholders e. adanya kejelasan dari sasaran kebijakan yang diambil, dan sudah Begin Match to source 210 in source list: Submitted to London School of Economics and Political Science on 2018-11-29sesuai dengan visi dan misi organisasi, sertaEnd Match standar yang berlaku d. adanya mekanisme untuk menjamin bahwa standar telah terpenuhi, dengan konsekuensi mekanisme pertanggungjawaban jika standar tersebut tidak terpenuhi f. konsistensi maupun kelayakan dari target operasional yang telah ditetapkan maupun prioritas dalam mencapai target tersebut. 2) Pada tahap sosialisasi kebijakan, beberapa indikator untuk menjamin akuntabilitas publik disini adalah: a. penyebarluasan informasi mengenai suatu keputusan, melalui media massa, media nirmassa, maupun media komunikasi personal b. akurasi dan kelengkapan informasi yang berhubungan dengan caracara mencapai sasaran suatu program c. akses publik pada informasi atas suatu keputusan setelah keputusan dibuat dan mekanisme pengaduan masyarakat d. ketersediaan sistem informasi manajemen dan monitoring hasil yang telah dicapai oleh pemerintah. Di Indonesia, sejak berlakunya Undang-Undang Otonomi Daerah pada era reformasi, yaitu UU Nomor Begin Match to source 120 in source list: Hayatun Na'imah. 22 tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah sejak 1 Januari 2001 yang kemudianEnd Match adanya perubahan Begin Match to source 120 in source list: Hayatun Na'imah. denganEnd Match UU Nomor Begin Match to source 120 in source list: Hayatun Na'imah. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahEnd Match sejak 15 Oktober Begin Match to source 152 in source list: https://anzdoc.com/dinamika-demokrasi-dan-perpolitikan-lokal-di-indonesia.html2004, memunculkan banyak harapan akan adanya suatu modelEnd Match pengelolaan Begin Match to source 152 in source list: https://anzdoc.com/dinamika-demokrasi-dan-perpolitikan-lokal-di-indonesia.htmlpemerintahan daerah yang akuntabel.End MatchBegin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfSecara umum prinsip dasarEnd Match UU Nomor Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdf32 Tahun 2004 adalah demokrasi, pemerataan, keadilan, keistimewaan danEnd Match kekhususan Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfsuatu daerah,End Match dan yang paling penting adalah adanya akuntabilitas publik. Begin Match to source 67 in source list: http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011_10_01_archive.htmlOtonomi Daerah menurutEnd Match definisi dalam Begin Match to source 67 in source list: http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011_10_01_archive.htmlpasal 1 UU Nomor 32 tahun 2004End Match adalah Begin Match to source 67 in source list: http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011_10_01_archive.htmlhak, wewenang, danEnd Match kewajiban Begin Match to source 67 in source list: http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011_10_01_archive.htmldaerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. DalamEnd Match penjelasan UU No. 32/2004 disebutkan bahwa: Begin Match to source 103 in source list: Submitted to Institut Pemerintahan Dalam Negeri on 2017-07-07“prinsip otonomi daerah mengunakan otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan diluar yang menjadi urusan Pemerintah yangEnd Match ditetapkan dalam Undang-Undang ini. Daerah memiliki kewenangan membuat kebijakan daerah untuk memberi pelayanan, peningkatan peran serta, prakarsa. dan pemberdayaan masyarakat yang bertujuan pada peningkatan kesejahteraan rakyat”. Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfKebijakan desentralisasi dan otonomi daerah di Indonesia bukan saja telah membawa perubahan terhadap hubungan PusatEnd Match dengan Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfDaerah, tetapi juga diiringi dengan munculnya tuntutan masyarakat yang lebih besar terhadap kinerja pemerintah daerahEnd Match dan DPRD. Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfRuang gerak politik yang diberikanEnd Match pada masyarakat Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfmelalui kebijakan desentralisasiEnd Match ini meyuburkan praktek Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfdemokratisasi di tingkat lokalEnd Match yang menginginkan lahirnya suatu Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfcorak pembangunan baru dimana kebijakan pemerintah daerahEnd Match dan DPRD Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfdituntut lebih terbuka, demokratis, membuka peran serta masyarakat danEnd Match memberi Begin Match to source 51 in source list: http://eprints.upnjatim.ac.id/2414/1/Dra._Ertien_Rining_Nawangsari,_MSi.pdfperhatian kepada kepentingan masyarakatEnd Match yang diharapkan dengan perubahan ini akuntabilitas pemerintahan lokal akan menuju ke arah yang lebih baik. Dengan memperhatikan UU Nomor 32/2004 akan terlihat bahwa Begin Match to source 154 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12dalam undang-undang pemerintahan daerah tersebut,End Match akuntabilitas merupakan salah satu kriteria penting dalam Begin Match to source 154 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12penyelenggaraan urusan pemerintahan di daerahEnd Match dan menjadi Begin Match to source 154 in source list: Submitted to iGroup on 2018-02-12asasEnd Match penting dalam penyelenggaraan pemerintahan. Namun demikian, dalam operasionalnya, akuntabilitas tidaklah disebutkan secara spesifik, tetapi dapat dipahami sebagai” pertanggungjawaban” atas pelaksanaan tugas, wewenang, hak, dan kewajiban daerah dalam Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/penyelenggaraan pemerintahanEnd Match di Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/daerah.End Match Suatu Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/kebijakan desentralisasiEnd Match dalam Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/otonomi daerahEnd Match tidak Begin Match to source 84 in source list: https://agussubagyo1978.wordpress.com/2015/01/akan mencapaiEnd Match hasil optimal, apabila proses akuntabililtas tidak berjalan sebagaimana mestinya (Hoessein dan Hidayat, 2001). Seperti dikemukakan Mawhood (1987) bahwa tujuan utama kebijakan desentralisasi Begin Match to source 67 in source list: http://ruzirahmawati.blogspot.com/2011_10_01_archive.htmladalah sebagai upaya mewujudkan political equality, local accountability, dan localEnd Match responsibility. Selanjutnya dikatakan Begin Match to source 91 in source list: http://artikel-guztea.blogspot.com/bahwa “The spread political maturity can be affected through popular participation and a responsive government that can convert local needs into policies and be accountable to the people”.End Match Dalam kaitannya dengan Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15implementasi kebijakan otonomi daerah,End Match akuntabilitas juga Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15merupakanEnd Match bagian Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15dariEnd Match instrumen lokal dan berdaulat sebagaimana cita-cita luhur dan Begin Match to source 117 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-15tujuan dari kebijakan otonomi daerah itu.End Match Koswara (2001) mengemukakan bahwa otonomi yang luas dan bertanggungjawab ditujukan Begin Match to source 81 in source list: http://pskpm.blogspot.com/2011/04/desentralisasi-otoda-peluang-penataan_12.htmluntuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.End Match Sedangkan Dahl (1985) menyatakan bahwa otonomi dan demokrasi memang berkaitan satu sama lain, Sebab, keduanya berangkat dari tiga asumsi dasar, yakni: penekanan terhadap individu, persamaan umat manusia, dan negara sebagai alat. Dengan demikian, tujuan pokok akuntabillitas publik di dalam konteks otonomi daerah Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfpada hakekatnya adalah menciptakan suatu kondisi dimanaEnd Match kebijakan Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfyang diambil oleh Pemerintah DaerahEnd Match bersama DPRD Begin Match to source 94 in source list: http://eprints.ipdn.ac.id/2490/1/Desentralisasi Demokratis.pdfsesuai dengan aspirasiEnd Match masyarakat. Dengan kata lain, sejauh mana pelaksanaan undang-undang dapat membawa perubahan-perubahan kepada kehidupan pemerintahan daerah yang semata-mata mengatasnamakan kepentingan rakyat, dalam upaya mendekatkan pemerintah dengan rakyatnya, dan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan (Koswara, 2001). Akuntabilitas Publik merupakan salah satu ciri atau karakteristik utama dari penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (Good Governance) (Widodo, 2001). Begin Match to source 76 in source list: http://repository.unair.ac.id/84443/5/JURNAL_THI.01 19 Man i.pdfAkuntabilitas publik adalah kewajiban pihak pemegang amanah (agent) untuk memberikanEnd Match pertanggungjwaban, Begin Match to source 76 in source list: http://repository.unair.ac.id/84443/5/JURNAL_THI.01 19 Man i.pdfmenyajikan, melaporkan dan mengungkapkan segala aktivitas dan kegiatan yang menjadiEnd Match tanggung jawabnya Begin Match to source 76 in source list: http://repository.unair.ac.id/84443/5/JURNAL_THI.01 19 Man i.pdfkepada pihak pemberi amanah (principal) yang memiliki hak dan kewenangan untuk meminta pertanggungjawaban tersebut (Mardiasmo, 2002).End Match Akuntabilitas publik Begin Match to source 76 in source list: http://repository.unair.ac.id/84443/5/JURNAL_THI.01 19 Man i.pdfjugaEnd Match diartikan sebagai Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmpertanggungjawaban pemerintah yang lebih ditekankan pada respon pemerintah atas protes/keluhan masyarakat atas penyimpangan yangEnd MatchBegin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmdirencanakan atau dilaksanakan. Dimana mereka mengadu, apa tindak lanjut atas pengaduan tersebut,End Match dan seterusnya. Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmJika ketiga hal tersebut dapatEnd Match dilakukan Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmmaka: (1) Pemerintah tidak lagi mendominasi kekuasaan pengambilanEnd Match kepatusan, Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htm(2) Kredibilitas pemerintah meningkat sekaligus akan memiliki tingkatEnd Match akseptabilltas Begin Match to source 12 in source list: http://www.kimpraswil.go.id/itjen/ggi/hana.htmyang tinggi di masyarakat, dan (3) Masyarakat juga akan memiliki aksesibilitas yang tinggi terhadap pelayanan prasarana publik.End MatchBegin Match to source 222 in source list: Submitted to Institut Pemerintahan Dalam Negeri on 2020-02-04Akuntabilitas publik yang diharapkanEnd Match masyarakat Begin Match to source 222 in source list: Submitted to Institut Pemerintahan Dalam Negeri on 2020-02-04dapat memberikanEnd MatchBegin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfinformasi danEnd Match disclosure Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfatas aktivitas dan kinerja finansial pemerintah daerah kepadaEnd Match pihakpihak Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfyang berkepentingan dengan laporan. Pemerintah, baikEnd Match pemerintah Begin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfpusat maupun daerah, harus menjadi subyek pemberi informasi dalam rangka pemenuhan hak-hak publik, yaitu hak untuk diberi informasi, didengar aspirasinya dan diberi penjelasan.End Match Sebagai perwujudan pertanggung jawaban pemerintah kepada publik/masyarakat, menurut Krina Loina Lalolo, 2003, maka diperlukan indikator dan alat ukur akuntabilitas yang digambarkan sebagai berikut: Gambar 18 Indikator dan Alat Ukur Akuntabilitas Sumber: Krina Loina Lalolo, 2003 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001), akuntabilitas disamakan dengan pertanggungjawaban yang mempunyai arti, perbuatan (hal) bertanggung jawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Menurut The Oxford Advance Learner’s Dictionary, akuntabilitas adalah “required or expected to given an explanation for one’s action (disyaratkan atau diharapkan mampu menjelaskan perihal tindakan seseorang)” (Hornby, 1985). Dalam The Blackwell Dictionary of Political Science, akuntabilitas disamakan dengan responsibility atau pertanggungjawaban (Bealey, 1999). Dengan demikian ada sejumlah kata yang sering disamakan dengan akuntabilitas, yaitu: responsibility, justification, accounting, dan liability. Meski demikian, kata-kata tersebut pada dasarnya memiliki perbedaan makna yang jelas. Seperti dikatakan Salleh dan Iqbal (1995): “four variants of accountabifity may be distinguished on the following dimensions: who is conside accountable, to whom he is accountable, standard or values he is accountable and the means by which he is accountable (akuntabilitas dapat dibedakan berdasarkan dimensi-dimensi berikut: siapa yang berakuntabel, kepada siapa, standar atau nilai dalam berakuntabel dan cara atau alat yang digunakan untuk berakuntabel”). Untuk dapat memahami konsep akuntabilitas secara lebih baik dan benar, perlu kita lacak terlebih dahulu dari asal katanya. SaIIeh dan Iqbal (1995) mengatakan “the root word of accountability is ‘account’ which suggest that work is not oneself but is also responsibillty to other.” Dalam kalimat ini accountability diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia menjadi akuntabilitas yang berarti pertanggungjawaban. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2001) pertanggungjawaban memiliki arti perbuatan (hal) bertanggungjawab atau sesuatu yang dipertanggungjawabkan. Akuntabilitas sebagai suatu konsep sudah banyak didefinisikan. Hamid (1991) dalam artikelnya berjudul “Accountability in the Public Service” menulis: “accountability can be defined as the obligation to give answer and explanations, concerning one’s actions and performance to those with right to require such answers and expalantions.” Pengertian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas berarti meminta individu dan organisasi bertanggungjawab atas kinerja yang diukur seobyektif mungkin. Dalam Kamus Webster (1966), accountability diartikan “the quality or state of being accountable, liable, or responsible.” Sedangkan dalam Kamus Oxford (1995), disebutkan sebagai “required or expected to given an explanation for one’s action.” Akuntabilitas diperlukan atau diharapkan untuk memberikan penjelasan atas apa yang telah dilakukan. Dengan pengertian demikian, dalam akuntabilitas terkandung kewajiban untuk menyajikan dan melaporkan segala tindak tanduk dan kegiatannya terutama di bidang administrasi keuangan kepada pihak yang Iebih tinggi/atasannya. Dalam kaitan disini, terminologi akuntabilitas dilihat dan sudut pandang pengendalian tindakan dan pencapaian tujuan. Menurut LAN-RI (2001), akuntabilitas adalah kewajiban untuk Begin Match to source 98 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/119941-ID-hubungan-antara-kapabilitas-kepemimpinan.pdfmempertanggungjawabkan atau untuk menjawab dan menerangkan kinerja dan tindakan seseorang/badan hukum/pimpinan kolektif suatuEnd Match organisasii kepada Begin Match to source 98 in source list: https://media.neliti.com/media/publications/119941-ID-hubungan-antara-kapabilitas-kepemimpinan.pdfpihak yang memiliki atau berkewenangan untuk meminta keterangan atau pertanggungjawaban.End Match Chandler dan PIano (1992) mengartikan akuntabilitas (accountability) sebagai “refers to the institution of checks and balances in an administrative system”. Akuntabilitas menunjuk pada institusi tentang “check and balance” dalam sistem administrasi. Akuntabilitas berarti menyelenggarakan penghitungan (account) terhadap sumber daya atau kewenangan yang digunakan. Pandangan lainnya mengatakan “accountability consists in a statuto obligation to provide” (SaIleh dan lqbal, 1995). Dengan pengertian yang demikian, akuntabilitas memungkinkan memberi sanksi disiplin terhadap lembaga akuntabilitas, mengkritik kesalahannya, dan memberi kontribusi terhadap administrasi umum. Dalam bukunya berjudul “Crisis, Accountability and Development in the Third Word’, Ghartey (1987) mengatakan sebagai berikut: Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497“Accountability seeks to provideEnd Match answer Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497to theEnd Match inerrogatory Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497questions related to stewardship - what, why, who, whom, whose, which, and how. Examples of questions that need answers are: what hasEnd Match a Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497to be accounted for, who has to account for it, why should accounts be rendered, to whom shouldEnd Match the account Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497be submitted, who is responsible for various segments of activity inEnd Match the Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497society, does responsibility go with commensurate authority, how areEnd Match government Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497andEnd Match pubilc Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497officers to beEnd Match preemptive, Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497right unilaterally toEnd Match be violent Begin Match to source 46 in source list: https://www.emeraldinsight.com/doi/pdfplus/10.1108/09513559010138497to seize and monopolise power.”.End Match Yaitu akuntabilitas terkait dengan upaya menjawab beberapa pertanyaan bersifat tuntunan, apa, mengapa, kepada siapa, milik siapa, yang mana, dan bagaimana. Pertanyaan yang perlu dijawab tersebut misalnya: apa yang harus diakuntabelkan, siapa yang harus menyampaikan, kenapa harus memberikan akuntabilitas, kepada akuntabilitas harus disampaikan, siapa saja yang harus menyampaikan akuntabilitas dan berbagai segmen kegiatan dalam masyarakat, apakah akuntabiltas sejalan dengan otoritas yang berlaku, bagaimana agar pejabat pemerintah dan pejabat publik bisa dicegah agar tidak bersikap melanggar karena berupaya mendapatkan dan memonopoli kekuasaan. Sementara itu, dalam artikelnya berjudul: “Accountability, Corruption and Democracy,” Carino (1991) menyatakan: “accountability as the evolution of the actions of the appointed, career employers and officials in term of wether their actions are within or outside the bounds of their authority.” Carino juga melihat akuntabilitas sebagai tujuan kinerja, pendapatnya: “It is not ultimate value-one still needs to state for what one is accountable - but it alerts one to be fact that, in a democracy, a person does not act for oneself but must answer to the people. Because of this, actions must be linked with notions of public interests of working for a cause bigger than oneself. Public acceptability underlines a democratic regime in that it underscores the sovereignty of the people.”. Berarti bahwa ini bukan nilai tertinggi, orang akan tetap dituntut untuk menyatakan penilaian atas apa yang diakuntabelkan oleh seseorang, namun itu juga memperingatkan pada kenyataan bahwa dalam sebuah demokrasi, seseorang tidak bertindak untuk dirinya sendiri namun Ia harus mampu menjelaskan kepada orang lain. Karena hal tersebut, perbuatan harus dikaitkan dengan pemikiran kepentingan publik dalam bekerja lebih dari kepentingan sendiri. Penerimaan publik menjadi dasar sebuah rejim demokratis sehingga juga menggarisbawahi kedaulatan rakyat. Pengertian ini menunjukkan bahwa akuntabilitas mencakup kemampuan menjawab, tanggungjawab, demokrasi dan kepentingan publik. Deklarasi Tokyo tentang petunjuk akuntabilitas publik (1985), seperti dikutip Salleh dan lqbal (1995), menyebutkan bahwa akuntabilitas adalah: “it means the obligation of person Begin Match to source 101 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-08-19authorities entrusted with public resources to report on the management of such resources andEnd Match he is answearable Begin Match to source 101 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-08-19for the fiscal, managerial and programme responsibilities that are conferred.”End Match (Itu artinya bahwa Begin Match to source 101 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-08-19kewajibanEnd Match dan otoritas seseorang yang kepadanya dipercayakan sumberdaya publik untuk melaporkan pengelolaan sumberdaya tersebut dan mampu menjelaskan tanggungjawabnya menyangkut fiskal, manajerial dan keprograman). Pengertian akuntabilitas diatas menunjukkan adanya hubungan antara responsibilitas (responsibility) dengan akuntabilitas (accountability). Pengertian akuntabilitas yang lebih luas, yaitu akuntabilitas layanan publik mencakup tingkat pertanggungjawaban pada publik. Dalam hal ini, Paul (1995), dalam artikelnya berjudul “Accountability in Public Service: Exit, Voice and Control” dalam The World Development Journal, memandangnya terkait dengan “the spectrum of approach - mechanisms and practices used by the stakholders concerned with public service to ensure a desired level and type of performance.” Dalam pengertian ini, akuntabilitas publik Iebih relevan pada masyarakat maju dengan tingkat buta huruf yang tinggi dari atmosfir media informasi yang mendukung. Dengan demikian, efektivitas akuntabilitas tergantung pada apakah pengaruh stakeholder terkait tercermin pada sistem pemantauan dan insentif Iayananan publik. Singkatnya, akuntabilitas dapat di pandang sebagai tangungjawab untuk menjalankan aktivitas yang di berikan dengan cara yang bertanggungjawab dan responsif dan dan dapat mempertangung- jawabkan keberhasilan maupun kegagalan. Ketika kita bicara tentang akuntabilitas pada Iayanan publik, kita tidak dapat hanya memikirkan pertanyaan tentang tangung jawab birokrasi (lihat: Hamid, 1991). Sedangkan SalIeh dan lqbal (1995) mengemukakan bahwa: “This, in absolute terms accountability visualises an adherence to the laid down rules and procedures, amenability to performance evaluatIon, transparaency in decision making, stucking to a laid down time schedule and displaying eficiency and cost effectiveness.” (Dengan demikian, secara absolut istilah akuntabilitas menggambarkan keterikatan dengan aturan dan prosedur, penerimaan atas hasil evaluasi kinerja, transparansi dalam pengambilan keputusan, kesesuaian dengan batasan waktu dan menggambarkan efisiensi dan efektifitas pembiayaan). Dengan berbagai pemahaman tersebut diatas dan begitu luasnya penggunaan istilah akuntabilitas, adalah menarik apa yang dikatakan Dubnick (2002) bahwa “accountability needs to be saved”. Menurutnya, sebagai “tanda” semiotik, akuntabilitas mampu memenuhi tiga peran berbeda: 1) Sebagai simbol, yaitu menandai adanya kualitas menjadi bertanggungjawab, kewajiban memberi penjelasan, melaksanakan kewajiban atau tindakan, tanggungjawab, pertanggungjawaban. 2) Sebagai indikator yang sangat tergantung pada faktor budaya dan kontekstual serta sinonim kata, bahwa akuntabilitas dipandang sebagai indikator pertanggungjawaban 3) Sebagai ikon, juga tergantung pada budaya, karena kekuatan kesan kata ini hampir sepenuhnya tergantung pada perspektif audience sasaran. Menurut Swastiono (2003), Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfakuntabilitas publik adalahEnd Match akuntabilitas Begin Match to source 60 in source list: https://pps.moestopo.ac.id/kelola/no2/2016/isi_p208-261.pdfdari organisasi pemerintah yang memiliki kewenangan publik untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat sebagai pemilik kedaulatan. Dengan demikian, akuntabilitas publikEnd Match merupakan landasan bagi proses penyelenggaraan pemerintahan. Hal ini diperlukan karena aparatur pemerintah harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaannya kepada publik dan organisasi tempat dimana Ia bekerja. Sedangkan Jabra dan Dwivedi (1989) mengemukakan bahwa: “Accountability is the foundamental prequisite for Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15preventing the abuse of delegated power andEnd Match for Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15ensurIngEnd Match instead Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15that power is directedEnd Match toward Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15the achievement of broadly accepted nationalEnd Match goal with Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15theEnd Match greatest possible degree Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15ofEnd Match efficiency, effectiveness, probity, Begin Match to source 110 in source list: Submitted to The Robert Gordon University on 2014-04-15andEnd Match produce. (akuntabiltas merupakan prasayarat dasar untuk mencegah penyalahgunaan kekuasaan yang diberikan dan untuk menjamin agar kekuasaan tersebut digunakan untuk mencapai tujuan yang disepakati secara nasional dengan tingkat efisiensi, efektifitas, dan produksi yang sebesar-besarnya). Dalam kaitannya dengan pelayanan publik, Jabbra and Dwivedi (1995) mengatakan:“Public service accountability involved the methods by which a public agency or a public official fulfils its duties and obligations, and the process by which that agency or the public officials is required to account for such actions.” (akuntabilitas pelayanan publik menggunakan beberapa metode yang digunakan oleh lembaga atau pejabat publik untuk memenuhi tugas dan kewajibannya serta proses terkait dengan keharusan untuk pertanggungjawaban dari lembaga atau pejabat tersebut. Ini dapat dimaknai bahwa akuntabilitas pelayanan publik meliputi metodemetode dimana pejabat publik dapat memenuhi tugasnya sesuai aturan serta proses di mana lembaga atau pejabat publik dapat diminta untuk bertanggungjawab atas tindakannya. Senada hal tersebut Spencer (1998) menyatakan bahwa akuntabilitas seringkali dinyatakan sebagi bentuk operasional dan responsibilitas, karena keduanya sangat berkaitan. Artinya, setiap aparat pemerintah harus bertanggung jawab (responsible) atas pelaksanaan tugas- tugasnya secara efektif, efisien, produktif dengan tetap menjaga berlangsungnya tugas-tugas dengan baik dan lancar, mengelolanya secara profesional, dan pelaksanaan berbagal peran yang dapat dipercaya. Sedangkan Miriam Budiardjo mengartikan akuntabilitas, yaitu persoalan seputar pertanggungjawaban yang diberikan mandat untuk memerintah (pemerintah) kepada mereka yang memberi mandat itu (publik) (Budiardjo, 1998). Pada batasan ini, Begin Match to source 82 in source list: http://aipi-politik.org/publikasi-aipi/32-desentralisasi-demokratisasi-akuntabilitasakuntabilitas sangat erat kaitannya dengan kedaulatan rakyat, sebab bertanggungjawabnya penguasa kepada rakyat berarti mengakui bahwa rakyatlah yang memiliki kekuasaan yang sesungguhnya.End Match Aparatur pemerintah dalam pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, perlu diukur kinerjanya dengan jelas. Dalam kaitan ini, Levine, dkk. (1990) mengusulkan ada tiga konsep penting dalam pengukuran kinerja birokrasi publik terkait dengan tugas dan tanggungjawabnya yaitu konsep akuntabilitas (accountability), responsibilitas (responsibility), dan responsivitas (responsiveness). Ketiga konsep tersebut dapat diuraikan sebagai berikut: Pertama, Akuntabilitas (accountability), berkenaan dengan standar eksternal yang menentukan kebenaran suatu tindakan oleh administrasi negara. Akuntabilitas publik menunjuk seberapa besar kebijakan dan kegiatan organisasi publik tunduk pada para pejabat politik yang dipitih oleh rakyat, karena dilihat dari dimensi kinerja birokrasi publik tidak bisa dilihat dari ukuran internal yang dikembangkan oleh birokrasi publik atau pemerintah, tetapi juga dinilai dan ukuran eksternal seperti nilai-nilai dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat. Kedua, Responsibilitas (responsibility) berkenan dengan standar profesional dan kompetisi teknis yang dimiliki administrator negara dalam menjalani tugasnya. Administrator negara dinilai responsible jika perilakunya memiliki standar profesionalisme atau kompetensi teknis yang tinggi. Tiga, Responsivitas, merupakan kemampuan organisasi Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda danEnd Match prionitas Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. pelayananEnd Match dalam pengembangan Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. program-program pelayananEnd Match publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Akuntabilitas adalah Begin Match to source 112 in source list: http://www.iog.ca/publications/policybrief9.pdf“government to explain and justify publicly the wayEnd Match its Begin Match to source 112 in source list: http://www.iog.ca/publications/policybrief9.pdfuses its power, and take prompt corrective action when things go wrong”End Match (Schacter : 2002) (pemerintah menjelaskan dan memberi pembenaran secara terbuka bagaimana Ia menggunakan kekuasaannya dan segera melakukan tindakan koreksi bila ada sesuatu kesalahan). Akuntabilitas merupakan aktivitas untuk memberikan penjelasan dan alasan pembenaran atas tindakan (cara) yang dilakukan dalam menggunakan kekuasaan, dan mengambil tindakan korektif ketika terjadi kesalahan. Pengertian ini memberikan pemahaman yang Iebih luas tentang makna akuntabilitas. Artinya, akuntabilitas tidak sekedar mencakup aktivitas untuk memberikan penjelasan atas tindakan yang telah dilakukan, namun juga mencakup kegiatan melakukan koreksi terhadap tindakan yang dinilai sah atau tidak tepat. Dengan demikan, akuntabilitas pada hakikatnya Iebih sebagai sikius (cycle) yang terdiri atas sejumlah aktivitas fungsional daripada sebagai sebuah aktivitas tunggal (single action) (Schacter, 2000). Akuntabilitas dapat dibedakan atas beberapa jenis atau model. Sheila Elwood dalam Mardiasmo (2002), mengemukakan 4 (empat) jenis akuntabilitas publik, yaitu: (1) accountability for probity and legality (akuntabilitas hukum dan peraturan); (2) process accountability (akuntabilitas proses); (3) program accountability (akuntabilitas program) dan (4) policy accountability (akuntabilitas kebijakan). Pertama, Akuntabilitas hukum dan peraturan (accountability for probity and legality), yaitu akuntabilitas yang Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434terkait dengan jaminan adanya kepatuhan terhadap hukum dan peraturan lain yangEnd Match diisyaratkan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434dalam penggunaan sumber dana publik.End Match Untuk menjamin dijalankannya jenis akuntabilitas ini perlu dilakukan audit kepatuhan (complience audit). Kedua, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Akuntabilitas prosesEnd Match (process Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434accountability),End Match yaitu Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434akuntabilitasEnd Match yang Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434terkait dengan prosedur yang digunakan dalam melaksanakan tugasEnd Match apakah Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434sudah cukup baik.End Match Jenis akuntabilitas ini dapat diwujudkan melalui pemberian Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434pelayanan publik yang cepat, responsif, dan murah biaya.End Match Ketiga, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Akuntabilitas program (program accountability),End Match yaitu Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434akuntabilitasEnd Match yang Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434terkait denganEnd Match perimbangan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434apakah tujuan yang ditetapkan dapat dicapaiEnd Match dengan baik, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434atau apakahEnd Match pemerintah daerah Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434telah mempertimbangkanEnd Match alternatif Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434program yangEnd Match dapat Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434memberikan hasil optimal dengan biaya yang minimal.End Match Keempat, Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Akuntabilitas kebijakan (policy accountability),End Match yaitu Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434akuntabilitasEnd Match yang Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434terkait dengan pertanggungjawaban pemerintah daerahEnd Match terhadap DPRD sebagai legislatif dan masyarakat luas. Ini artinya, perlu adanya transparansi kebijakan sehingga masyarakat dapat melakukan penilaian dan pengawasan serta terlibat dalam pengambilan keputusan. Setelah memperhatikan jenis-jenis akuntabilitas seperti dikemukakan Sheila Elwood dalam Mardiasmo (2002) diatas, maka pejabat publik didalam menjalankan tugas dan tanggungjawabnya disamping harus berakuntabilitas menurut hukum atau peraturan, juga dalam proses pelaksanaan tugas dan tanggungjawabnya, dalam program yang diimplementasikan dan juga Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. dalam kebijakan yang dibuatEnd Match atau dirumuskan. Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. Undang-Undang NomorEnd Match 32 Begin Match to source 130 in source list: Dwi Purnamasari, Ashabul Kahfi, Arief Fatchur Rachman. TahunEnd Match 2004 juga menegaskan bahwa: Begin Match to source 118 in source list: http://04locker.blogspot.com/2009_04_01_archive.html“penyelenggaraan urusan pemerintahan dibagi berdasarkan kriteria eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi dengan memperhatikan keserasian hubungan antar susunan pemerintahan.” (pasal 11End Match UU 32/2004). Sementara dalam pasal 20 UU 32 Begin Match to source 64 in source list: http://verkay11.blogspot.com/2011/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html/2004 disebutkan bahwa: “penyelenggaraan pemerintahan berpedoman pada asas umum penyelenggaraan negara yang terdiri atas: (a) asas kepastian hukum: (b) asas tertibEnd Match penyelenggara Begin Match to source 64 in source list: http://verkay11.blogspot.com/2011/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.htmlnegara; (C) asas kepentingan umum; (d) asas keterbukaan; (e) asasEnd Match proporsionalitas; Begin Match to source 64 in source list: http://verkay11.blogspot.com/2011/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.html(f) asas profesionalitas; (g) asas akuntabilitas; (h) asasEnd Match efisiensi; Begin Match to source 64 in source list: http://verkay11.blogspot.com/2011/12/asas-asas-umum-pemerintahan-yang-baik.htmldan (i) asas efektivitas.” DenganEnd Match rendahnya akuntabilitas penyelenggaraan administratif keuangan pemerintah daerah di era otonomi daerah bukan saja akan berdampak buruk terhadap keseluruhan kehidupan politik dan pemerintahan di daerah, namun juga menghambat terciptanya demokrasi pemerintahan pada tingkatan lokal yang berarti juga menghalangi citacita tercapainya tujuan otonomi daerah. Dengan terjadinya korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) telah menunjukkkan betapa rendahnya akuntabilitas aparat pemerintah. Korupsi yang disebutkan diatas menunjukkan belum terciptanya good governance dan akuntabilitas pada pemerintahan daerah, rendahnya profesionalisme dalam perencanaan, dan implementasi. Plumpter (1981), menyatakan bahwa untuk mencapai akuntabilitas diperlukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Exemplary leadership, dimaksudkan bahwa seorang pemimpin harus sensitif, responsif dan akuntable dan transparan kepada bawahan. 2) Public debate, artinya sebelum kebijakan yang besar disyahkan seharusnya diadakan public debate terlebih dahulu untuk mendapatkan hasil yang maksimaI. 3) Coordination, dimaksudkan bahwa kordinasi yang baik antara semua instansi pemerintah akan sangat baik bagi tumbuh kembangnya akuntabilitas. 4) Autonomy, artinya instansi pemerintah dapat melaksanakan kebijakan menurut caranya sendiri yang paling menguntungkan, paling efisien dan paling efektif bagi pencapaian tujuan organisasi. 5) Explicitness and clarity, artinya standar evaluasi kinerja harus diungkapkan secara nyata dan jelas sehingga dapat diketahui secara jelas apa yang harus diakuntabilitaskan. 6) Legitimacy and acceptance, tujuan dan makna akuntabilitas harus dikomunikasikan secara terbuka pada semua pihak sehingga standar dan aturannya dapat ditentukan dan dapat diterima oleh semua pihak. 7) Negotiation, maksudnya harus dilakukan negosiasi nasional mengenai perbedaan-perbedaan tujuan dan sasaran, tanggungjawab dan kewenangan setiap instansi pemerintah. 8) Educational campaign and publicity, dimaksudkan perlu dibuatkan pilot project pelaksanaan akuntabilitas yang kemudian dikomunikasikan kepada seluruh masyarakat sehingga akan diperoleh ekspektasi mereka dan bagaimna tanggapan mereka mengenai hal tersebut. 9) Feed back and evaluation, yaitu bahwa akuntabilitas harus terus menerus ditingkatkan dan disempurnakan maka perlu informasi sebagai umpan balik dan penerima akuntabilitas serta dilakukan evaluasi perbaikannya. 10) Adaption and recycling, yaitu perubahan yang terjadi di masyarakat akan mengakibatkan perubahan dalam akuntabilitas. Akuntabilitas di Indonesia memang bukan merupakan hal yang baru. Hampir seluruh instansi dan lembaga-lembaga pemerintah menekankan konsep akuntabilitas, khususnya dalam menjalankan fungsi administratif kepemerintahan. Fenomena ini merupakan imbas dari tuntutan masyarakat karena pada masa orde baru konsep akuntabilitas tidak mampu diterapkan secara konsisten di setiap lini kepemerintahan yang pada akhirnya menjadi salah satu penyebab lemahnya birokrasi dan menjadi pemicu munculnya berbagai penyimpangan-penyimpangan dalam pengelolaan keuangan dan administrasi negara di Indonesia. Era reformasi telah memberi harapan baru dalam implementasi akuntabilitas di Indonesia. Apalagi kondisi tersebut didukung oleh banyaknya tuntutan negara-negara pemberi donor dan hibah yang menekan pemerintah Indonesia untuk membenahi sistem birokrasi agar terwujudnya good governance. Good Governance dan Demokrasi T eori demokrasi yang secara normatif bersendikan Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21“pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”End Match (government from Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21the people, by the people,End Match and Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21for the people),End Match pemerintahan Begin Match to source 71 in source list: Submitted to Academic Library Consortium on 2018-09-21yangEnd Match demokratis dan mengutamakan kepentingan rakyat, mensyaratkan tidak terjadinya pemusatan kekuasaan negara dan dominasi Begin Match to source 190 in source list: http://www.kppu.go.id/docs/Jurnal_edisi_1_th_09.pdfsatu lembaga negara atas lembaga negaraEnd Match yang Begin Match to source 190 in source list: http://www.kppu.go.id/docs/Jurnal_edisi_1_th_09.pdflainnyaEnd Match (Legowo, dkk, 2005). Begin Match to source 190 in source list: http://www.kppu.go.id/docs/Jurnal_edisi_1_th_09.pdfDalamEnd Match teori trias-politika menegaskan bahwa pemerintahan yang demokratis akan terwujud jika ketiga cabang kekuasaan negara (legislatif, eksekutif dan yudikatif) dipegang oleh 3 lembaga yang berbeda. Prinsip pemisahan kekuasaan (separation of power), adalah kunci mendasar untuk mewujudkan mekanisme check and balance sebagai cermin dari adanya pemerintahan yang demokratis. Secara normatif demokrasi menurut Robert A. Dahl adalah istem yang benarbenar atau hampir mutlak bertanggung jawab kepada semua warga negaranya. Secara lebih empirik demokrasi menurut Joseph A. Schumpeter adalah sistem, di mana para pengambil keputusan kolektifnyua yang paling kuat dipilih melalui pemilu periodik, di mana para calon bebas bersaing untuk merebut suara dan di mana hampir semua orang dewasa berhak memilih. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa demokrasi mengandung dua dimensi penting, yaitu persaingan dan partisipasi. Sementara leboih dahulu dari mereka, Plato, telah mengingatkan bahwa demokrasi itu penuh sesak dengan kemerdekaan dan kebebasan berbicara dan setiap orang dapat berbuat sekehendak hatinya. Bahkan demokrasi diidentikan dengan cara-cara pemborosan dan membosankan serta mengandung resiko besar. Dengan demokrasi yang diiringi globalisasi perekonomian yang semakin nyata menunjukkan bahwa interdependensi berbagai negara dan masyarakat bangsa-bangsa semakin kuat dan nyata. Kenichi Ohmae (1999) mengingatkan bahwa saat ini kita sedang dan akan memasuki era dunia tanpa batas. Secara ringkas dunia tanpa batas ini ditandai dengan semakin terfokusnya masalah ke dalam 5 C yang strategik: 1) Customer 2) Company 3) Competition 4) Currency 5) Country. Aspek country tetap menempati posisi yang penting dalam lobalisasi nanti sebagai penyiap berbagai lingkungan hidup dan institutional arrrangement yang memungkinkan organisasi-organisasi global dapat berperan di dalamnya. Reasoning di atas mengatakan bahwa negara dianggap berperan pada wilayah akselerator publik, penghubung antara kepentingan masyarakat dengan kepentingan multinasional. Indonesia adalah bangsa yang direkayasa dan diciptakan sedemikian rupa oleh sistem ketidakadilan yang berupa penjajahan, karenanya Indonesia adalah kolektifitas di mana individu bisa hidup (dan berharap untuk hidup) dengan pelbagai kepentingan, bangsa, agama, dan ideologinya. Dengan demikian, jika ada sebuah pemerintahan yang diatur berdasarkan kedzaliman politik, tentu ia adalah pemerintahan yang tidak acceptable oleh rakyatnya. Orde Baru adalah misal dengan sentralisasi rezim dan kekejaman cara memerintahnya, kalaupun toh ia berumur panjang, pastilah ia akan menemui ajalnya juga (dengan tak terhormat). Karena itu, demokrasi di Indonesia menjadi sebuah barang yang mesti ditegakkan dengan segala resikonya, termasuk kealotan penyelesaian persoalan bangsa, ketidakefektifan, keruwetan dan sebagainya. Mau tidak mau, demokrasi menjadi pilihan tak tertolak bagi pemerintahan dewasa ini. Dalam situasi di mana segenap persoalan bangsa meluap dan minta segera diselesaikan, maka konsep demokrasi sesungguhnya merupakan konsep yang paling tidak diminati. Di samping terlalu bertele-tele, tidak efektif dan tidak efisien, demokrasi juga terlalu banyak menyita waktu yang sebenarnya bisa digunakan untuk memikirkan masalah yang lebih urgen lagi. Di sinilah titik nadzir yang paling lemah dari demokrasi. Semua orang dan semua bangsa mengakuinya. Namun kita lantas bertanya, mengapa demokrasi menjadi satu-satunya konsep yang dipilih hampir seluruh bangsa di dunia ini untuk menyelesaikan pelbagai macam persoalannya. Untuk bisa sampai pada jawaban pertanyaan ini, maka satu hal yang mesti kita sadari bahwa alam ini memang sudah ditaqdirkan Tuhan untuk tidak sama. Pluralitas suku-bangsa, pluralitas kepentingan, pluralitas ideologi, pluralitas agama dan pelbagai macam ketidaksamaan yang lain adalah conditio sine qua non. Kondisi inilah yang menginginkan masyarakat dunia untuk segera merombak cara berpikir yang sentralistis, cara berpikir yang otoriter dan semaunya sendiri. Untuk menciptakan demokrasi, tentu tidak hanya melalui jalur kultural seperti paparan di atas, di jalur struktural pun jika kita jujur dan teliti, sesungguhnya ada jalur untuk menciptakan demokrasi itu. Tata bangsa yang sehat dan bersih dari korupsi, kolusi dan nepotisme adalah sesuatu yang pasti dari prinsip good governance ini, dan tentu saja merupakan sesuatu yang sangat dirindukan masyarakat Indonesia. Terpilihnya pemimpin-pemimpin baru merupakan bagian dari kehendak rakyat yang menginginkan terciptanya hal itu. Perdebatan yang sangat sengit ini paling tidak sudah dilakukan di sidang majelis kita selama sepekan kemarin. Dari upaya bagaimana melakukan amandemen UUD 1945 sampai pada tata pemilihan yang demokratis. Harapan-harapan rakyat adalah bagaimana agar mereka bisa hidup lebih sejahtera secara ekonomi maupun politik. Secara ekonomi, rakyat Indonesia menginginkan kenaikan pendapatan perkapita, harga-harga kebutuhan pokok (merit goods) yang tidak mahal, berkurangnya angka kemiskinan, turunnya inflasi dan pelbagai indikasi kemak- muran lainnya. Secara politik, rakyat berkehendak agar demokrasi bisa berjalan sebagaimana mestinya: menghargai hak menyampaikan pendapat, menghormati hak asasi manusia, bebas berkreasi dan berorganisasi, dan penghargaan-penghargaan terhadap kebebasan berpendapat lainnya. Sebagai manifestasi dari harapan dan aspirasi rakyat banyak, terpilihnya mereka (yang dianggap reformis) tersebut tentu saja diiringi oleh berbagai agenda bangsa yang mendesak dan berat. Di sisi ekonomi, keduanya diharapkan agar mampu mengembalikan kepercayaan (trust) terhadap investasi, juga untuk mencegah dan mengantisipasi capital flight. Kepercayaan ini merupakan modal yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia masa depan. Kita tahu bahwa untuk mengembalikan kepercayaan yang hilang, tidak hanya dibutuhkan sosok pemimpin yang tegar, berwibawa dan dikehendaki rakyat, tapi juga sosok yang mampu berkomunikasi dengan baik di dunia internasional. Bersikap jujur pada rakyat adalah titik tolak untuk menciptakan pemerintahan yang tidak hanya kuat (stong government), melainkan juga pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance). Dengan kesadaran baru, Indonesia masa depan harus dibangun dengan mentalitas dan budaya berdemokrasi yang baru pula. Sehingga agenda mendesak pemerintahan kali ini adalah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang bersih dan bertanggung- jawab. Tentu saja bertanggungjawab pada rakyat. Otonomi Daerah adalah “It is a given perception that decentralization is the most popular government system. In the latest annual report, The World Bank stated that 95 percent of democratic nations have now elected sub-national governments, and countries everywhere – large and small, rich and poor are developing political, fiscal and administrative powers to sub-national tiers of government”. Kebijaksanaan pemerintah pusat yang selama ini mengesankan adanya sistem pemerintahan dan pembangunan yang sentralistik, pada dasarnya adalah faktor penjelas berkembangnya keinginan beberapa daerah untuk memisahkan diri dari wilayah NKRI. Seperti yang dijelaskan oleh E. Koswara, dampak dari reformasi total ini, ditinjau dari segi politik dan ketatanegaraan, adalah terjadinya pergeseran paradigma dari sistem pemerintahan yang bercorak sentralistik ke arah sistem pemerintahan yang desentralistik. Kondisi tersebut, tentu bukanlah sesuatu yang berlebihan. Kepemimpinan politik dan pemerintahan yang dijalankan secara sentralistik oleh rezim Orde Baru adalah cikal bakal bagi terselenggaranya sistem pemerintahan yang tidak memberi kesempatan kepada daerah untuk maju dan berkembang. Dalam tataran reformasi, maka wajar bila terjadi perubahan pada salah satu substansi dari sistem pemerintahan sentralistik itu. “Decentralization and local autonomy may be better understood against the opposite tendency of decentralization. Excesessive centralization or centralism is by definition bad for any organism and organization. Decentralization is also a natural tendency that may occur with centralism, simultaneously or alternately….. Under a centralist regime, of course, there is hardly, if any local autonomy. Central control stifles any initiative, discretion or self reliance that to begin with their identity having been suppressed by the dominance or primacy of the central government”. “The decentralization interprets as a bargaining process between central and sub-nation government and in their report, The World Bank describes that one of primary objectives of decentralization is to maintain political stability in the face of pressure for localization. Then it is acknowldged that when a country finds itself deeply divided, especially along geographic or ethnic lines, decentralization provides an institutional mechanism for bringing opposition groups into a formal, rule-bound bargaining process”. Berkembangnya wacana tentang perlunya memikirkan kembali desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Indonesia, dianggap relevan bukan hanya karena faktor reformasi semata. Desentralisasi tidak cuma konsep yang bersifat politis, tapi juga konsep yang anti-sentralistik. Hal inilah yang pada akhirnya membawa kita pada sebuah kesepakatan untuk merealisasikannya dalam wujud otonomi daerah. Berangkat dari argumen bahwa masalah otonomi adalah masalah masyarakat, perilaku hidup, perilaku aspirasi masyarakat setempat, maka apa yang dinamakan sebagai ketegangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah semestinya bukan lagi merupakan fenomena politik yang menarik. Sebagai wujud nyata dari konsep desentralisasi, otonomi daerah adalah topik utama yang wajib dibicarakan dan diimplementasikan sedini mungkin. Mengakhiri ketegangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah tampaknya bukan hanya telah menemukan ruang yang tepat, tapi juga sekaligus menjadikannya sebagai kenangan politis masa lalu yang perlu dicatat oleh sejarah. Karakter hubungan antara pusat dan daerah yang terjadi ketika Orde Baru berkuasa, sangatlah miris. Pada saat itu, pemerintah pusat adalah segala-galanya dan memiliki berbagai senjata untuk mengebiri pemerintah daerah. Dalam pandangan Pratikno, sentralisasi sumberdaya politik dan ekonomi di tangan sekelompok kecil elit di pemerintah pusat adalah konsekuensi yang melekat dari sistem politik otoritarian tersebut.6 Walaupun beberapa penjelasan lain memberikan kesimpulan yang tidak jauh berbeda, karakter ini jelas tidak dapat dibantah lagi kebenarannya. Otonomi daerah yang digembar-gemborkan Orba, kenyataannya belum diikuti political will para aktor pelaksananya. Begin Match to source 36 in source list: http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/search/display/display.w3p;query=Id:“There is no doubt that Indonesia is in a chronic state of crisis. However, the Indonesian nation-state is unlikely to disintegrate at the moment. This situation could change in the future if the authority of the Abdurrahman regime wanes, if the decentralisation laws fail when implemented and if Aceh and Papua succeed in their bids to achieve independence”End MatchBegin Match to source 36 in source list: http://parlinfo.aph.gov.au/parlInfo/search/display/display.w3p;query=Id:“Indonesia has not yet reached the point where it can take its national unity for granted. In reality it is unlikely to arrive at such a point, but it does not follow that Indonesia will fracture and collapseEnd Match (Robert Cribb; 1995) Semangat inilah yang mengongkritkan implementasi otonomi daerah di era reformasi ini, dan selayaknya harus mendapatkan dukungan yang memadai. Begin Match to source 124 in source list: http://jurnal.unikom.ac.id/reinventing.htmUU No. 22/1999 tentang Pemerintahan DaerahEnd Match dan Begin Match to source 124 in source list: http://jurnal.unikom.ac.id/reinventing.htmUU No. 25/1999 tentang Perimbangan KeuanganEnd Match antara Begin Match to source 124 in source list: http://jurnal.unikom.ac.id/reinventing.htmPusat dan Daerah,End Match adalah bukti masih terdapatnya semangat yang kuat dan idealisme yang tinggi dari para penyelenggara negara untuk tidak sekedar mengurusi kekuasaannya semata. Di sisi lain dominasi pemerintah pusat yang selalu berhasil dalam mempolitisasi otonomi daerah, diyakini atau tidak, merupakan salah satu sebab belum terealisasinya otonomi daerah secara empirik. Seperti yang diungkapkan Afan Gaffar, upaya untuk mewujudkan otonomi bagi daerah dalam rangka negara kesatuan sedikit banyak ditentukan oleh “political configuration” pada suatu kurun waktu, menunjukkan betapa kuatnya posisi politik pemerintah pusat dalam mengendalikan jalannya pemerintahan secara nasional. Dalam pemikiran lain yang lebih praktis, Kimura Hirotsune menjelaskan tentang munculnya dua persepsi yang berlawanan tentang otonomi daerah. Pertama, di satu sisi, otonomi daerah dianggap akan memenuhi kebutuhan daerah yang selama ini mengalami kekecewaan akibat praktek sentralisasi kekuasaan birokrasi yang opresif selama masa 32 tahun pemerintahan Presiden Soeharto. Kedua, pada sisi yang lain, otonomi daerah justru sebaliknya dianggap akan membangkitkan semangat separatisme sehingga bila tidak bisa terkendalikan maka akan mengakibatkan krisis politik nasional. Ungkapan bernada pesimis ini tentu bukan tanpa alasan mendasar. Pertama, konfigurasi politik di suatu negara yang tengah menuju demokrasi, hampir selalu didominasi oleh sifat kepemimpinan yang otoriter. Akibatnya, stabilitas politik dan ekonomi tampak selalu dikedepankan, yang pada gilirannya menjadikan segala policy pemerintah selalu pasti bersifat sentralistik. Kedua, konfigurasi politik yang tidak diimbangi oleh adanya lembaga kontrol yang ketat, menjadikan setiap kebijakan pemerintah pusat selalu memperoleh pembenaran absolut. Ini berarti, pandangan Afan Gaffar di atas, membuktikan bahwa “political configuration” benar-benar merupakan faktor yang sangat menentukan terhadap sukses-tidaknya implementasi otonomi daerah. Pemikiran Kimura Hirotsune ini, mungkin bisa mewakili pandangan lain masyarakat tentang otonomi daerah. Dalam tataran praktis, pandangan ini memberikan tawaran kepada kita, apakah otonomi daerah itu merupakan solusi, atau justru sebuah problem. Sebagai konsep yang sejak diberlakukannya UU No. 5 tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah sama sekali belum dioperasionalisasikan, jelas otonomi daerah bisa dikategorikan sebagai sebuah solusi terhadap fenomena penyelenggaraan pemerintahan yang sentralistik. Tetapi pada saat yang berbeda, yakni dengan lahirnya Begin Match to source 81 in source list: http://pskpm.blogspot.com/2011/04/desentralisasi-otoda-peluang-penataan_12.htmlUU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan DaerahEnd Match di mana pemerintah pusat tengah membiarkan proses demokratisasi berlangsung secara terbuka, maka bisa jadi otonomi daerah telah berubah menjadi sebuah problem baru yang perlu segera dipecahkan. Profesionalisme dan Kompetensi P elaksanaan pembangunan nasional selama ini untuk bidang Begin Match to source 42 in source list: https://manfrednabuasa.blogspot.com/2016/05/pengaruh-lingkungan-terhadap-tata.htmlpenciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa telah menunjukkan berbagai kemajuan yang ditandai dengan adanya perbaikan system penyelenggaraan negara dan pemerintahan di pusat maupun daerah yang lebih kreatif, dinamis dan responsif terhadap berbagai permasalahan masyarakat. Namun, kondisi tersebut belum sepenuhnya dalam keadaan ideal dan pemerintah masih dihadapkan pada berbagai permasalahan dan kendala terkait dengan aspek: penerapan tata kepemerintahan yang baik (goodEnd Match public governance Begin Match to source 42 in source list: https://manfrednabuasa.blogspot.com/2016/05/pengaruh-lingkungan-terhadap-tata.html/GPG), sistem pengawasan dan akuntabilitas pemerintah, penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan instansi pemerintah, peningkatan kapasitas dan sistem manajemen pengelolaan SDM aparatur,End Match serta Begin Match to source 42 in source list: https://manfrednabuasa.blogspot.com/2016/05/pengaruh-lingkungan-terhadap-tata.htmlkualitas pelayanan publik.End Match Tata kepemerintahan yang baik merupakan suatu konsepsi tentang penyelenggaraan dan pengelolaan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan efektif yang berlandaskan pada prinsip- prinsip, antara lain transparan, akuntabel, profesional, efisien dan efektif. Upaya membangun tata kepemerintahan yang baik pada hakikatnya merupakan upaya membangun sistem nilai penyelenggaraan administrasi negara yang menyangkut seluruh aspek berbangsa dan bernegara sehingga memerlukan waktu yang relatif lama. Salah satu permasalahan utama yang dihadapi pemerintah dalam penerapan tata kepemerintahan yang baik (GPG) adalah masih perlu ditingkatkannya Begin Match to source 111 in source list: http://a-research.upi.edu/operator/upload/s_pea_0700689_chapter1.pdfpemahaman, kesadaran, dan kapasitas pelaku khususnya sumber daya manusia aparatur dalamEnd Match penerapan Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfprinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baikEnd Match untuk mewujudkan Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdftata pemerintahan yangEnd Match bersih dan berwibawa. Dalam aspek pengawasan, permasalahan utama yang dihadapi adalah belum efektif dan efisiennya sistem pengawasan yang dilaksanakan pemerintah yang menjadi salah satu penyebab masih terjadinya tindak pidana korupsi. Berdasarkan hasil survey Transparency International tahun 2007, Indonesia masih menjadi negara dengan tingkat korupsi yang tinggi, yaitu berada pada peringkat 144 dari 179 negara yang disurvei meskipun terjadi sedikit peningkatan pada indeks persepsi korupsi (IPK) di Indonesia yaitu dari 2,2 (tahun 2005) menjadi 2,4 (tahun 2006) dan 2,3 (tahun 2007). Hal itu juga tergambar pada masih rendahnya Peringkat Kemudahan Berbisnis (The Ease of Doing Bussiness) di Indonesia, yaitu peringkat 123 dari 178 negara berdasarkan survei International Finance Corporation tahun 2007, termasuk masih banyaknya opini disclaimer yang diberikan oleh BPK terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dan Kementerian/Lembaga. Permasalahan lain dalam aspek pengawasan adalah kompetensi SDM aparatur pengawasan yang belum merata, hasil pengawasan dan pemeriksaan belum sepenuhnya ditindaklanjuti, belum konsistennya penerapan sanksi baik administratif maupun hukum kepada para pejabat dan pegawai yang terbukti secara hukum melakukan penyalahgunaan kewenangan, belum efektifnya sistem pengendalian intern pemerintah, dan belum memadainya sistem akuntabilitas kinerja Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdfinstansi pemerintah. Selain ituEnd Match sistem kelembagaan Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdfdanEnd Match ketatalaksanaan Begin Match to source 108 in source list: https://www.bappenas.go.id/files/4014/2056/6881/Lampid_2009.pdfinstansi pemerintah jugaEnd Match masih perlu disempurnakan. Pembentukan lembaga struktural dan lembaga non struktural baru (kuasi birokrasi) telah menyebabkan organisasi pemerintah menjadi lebih gemuk dan kurang efisien. Demikian juga halnya dengan sistem manajemen dalam pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan dan pengelolaan dokumen serta kearsipan negara yang masih perlu disempurnakan dan dikembangkan secara modern. Dalam aspek sumber daya manusia aparatur, beberapa permasalahan yang dihadapi di antaranya perlu ditingkatkannya disiplin dan kinerja pegawai; perlu disempurnakannya system remunerasi pegawai menuju sistem remunerasi yang berbasis kinerja dan dapat mendorong peningkatan kinerja instansi, belum sepenuhnya diterapkan sistem karier berdasarkan kinerja, dan penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) belum sepenuhnya berdasarkan pada kompetensi yang diperlukan. Selain itu, pendidikan dan pelatihan (diklat) belum sepenuhnya dapat meningkatkan kinerja. Dalam aspek pelayanan publik, beberapa permasalahan yang dihadapi di antaranya perlu ditingkatkannya kualitas dalam pelayanan publik agar dapat memenuhi keinginan masyarakat akan pelayanan yang cepat, mudah, murah, dan transparan, terutama di bidang pertanahan, investasi dan perizinan, perpajakan dan kepabeanan, pengadaan barang dan jasa pemerintah/publik, dan sistem administrasi kependudukan; belum meratanya penggunaan teknologi informasi dan komunikasi (e-government) dalam pemberian pelayanan publik di Begin Match to source 206 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08instansi pemerintah, baik di Pusat maupunEnd Match di Begin Match to source 206 in source list: Submitted to Surabaya University on 2011-12-08daerah;End Match belum adanya standar pelayanan minimal (SPM) yang sudah disahkan sebagai penjabaran dari Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Peraturan Pemerintah No.End Match 65 Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434Tahun 2005 tentang PedomanEnd Match Penyusunan Begin Match to source 20 in source list: http://ejournal.unp.ac.id/students/index.php/akt/article/download/677/434danEnd Match Penerapan SPM; belum terintegrasinya sistem koneksi nomor induk kependudukan (NIK) dengan sistem informasi kementerian/lembaga; dan belum disahkannya RUU Pelayanan Publik menjadi UU yang merupakan landasan hukum dalam pelaksanaan pelayanan publik. Jika ditelusuri, sebagian besar organisasi, khususnya organisasi publik semacam instansi pemerintah, menghadapi masalah berkaitan dengan kompetensi SDM. Menghadapi ke- sulitan tersebut, sudah banyak organisasi yang telah mulai menggunakan model-model kompetensi (competency models) untuk membantu mereka mengenali pengetahuan, keterampilan dan karakteristik pribadi yang sangat penting, yang dibutuhkan oleh seseorang mencapai kinerja yang tinggi. Pendek kata, salah satu strategi dalam melakukan perubahan organisasi adalah melalui rekayasa faktor SDM. Makin dirasa pentingnya SDM dalam menciptakan daya saing yang langgeng disebabkan faktor manusia selalu dapat bertahan dalam situasi persaingan usaha seperti apapun. Karena manusia memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berkembang serta mampu menciptakan nilai produk atau jasa yang dihasilkan. Oleh karena itu, setiap organisasi harus mampu merespon perubahan yang terjadi dengan melakukan berbagai inovasi, sehingga organisasi tersebut memiliki SDM yang memiliki kompetensi yang tinggi sesuai dengan yang dipersyaratkan dalam pekerjaannya. Salah satu metode andal yang pada saat ini banyak digunakan oleh berbagai organisasi, khususnya di lingkungan private/bisnis adalah melalui pendekatan manajemen SDM berbasis kompetensi (competency-based human resource management). Konsep manajemen SDM berbasis kompetensi menawarkan pendekatan baru yang dapat menerjemahkan tuntutan kebutuhan kompetensi organisasi ke dalam kebutuhan jabatan dan kebutuhan kompetensi individu (Siswanto, 2003: 1). Selain itu, dengan pendekatan ini banyak fungsi manajemen SDM yang semula sulit untuk dilakukan, menjadi lebih mudah dan praktis, seperti: analisis kebutuhan pelatihan, rencana karier pegawai, pengelompokkan jabatan, dan sebagainya, yang kesemuanya disusun berdasarkan tingkat kebutuhan kompetensi. Dengan kata lain, manajemen SDM berbasis kompetensi merupakan salah satu model yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan tujuan dan sasaran pengembangan SDM dan organisasi berbasis standar kinerja yang telah ditetapkan. Model ini lebih spesifik, fleksibel, mempunyai relevansi dengan tugas dan pekerjaan, lebih bermutu dan memerlukan waktu yang relatif singkat. Jadi, manajemen SDM berbasis kompetensi adalah pengelolaan SDM, di mana seluruh proses manajemen SDM, khususnya penempatan individu pada suatu jabatan tertentu didasarkan pada informasi kebutuhan kompetensi suatu jabatan, yang sebelumnya telah dianalisis dan diukur aspek-aspek yang kemungkinn akan sangat mempengaruhi keberhasilan/efektivitas penyelesaian tugas/pekerjaan uang dibebankan dalam jabatan tersebut. Dari uraian di atas dapat dijelaskan bahwa pada dasarnva, model kompetensi merupakan suatu sistem di mana setiap jabatan dalam suatu organisasi ditentukan profil kompetensi dan disertai dengan tindakan untuk memastikan bahwa suatu jabatan memiliki kompetensi yang diperlukan. Fungsi utama manajemen sumber daya manusia (MSDM) adalah mengurangi kesenjangan (gap) antara kompetensi jabatan yang ditetapkan dengan kompetensi pemegang jabatan. Semua proses MSDM mulai rekrutmen, penempatan, pelatihan, pengembangan, penilaian kinerja, gaji, proses suksesi, pemberian penghargaan, dan sebagainya, dilaksanakan dengan memadukan unsur-unsur kompetensi sebagaimana dijelaskan di atas. Sebagai kesimpulan Begin Match to source 194 in source list: https://www.scribd.com/document/329165408/Metedeologi-kualitatif-pdfdari uraian di atas dapatEnd Match dijelaskan Begin Match to source 194 in source list: https://www.scribd.com/document/329165408/Metedeologi-kualitatif-pdfbahwa untukEnd Match mengetahui dan Begin Match to source 194 in source list: https://www.scribd.com/document/329165408/Metedeologi-kualitatif-pdfmemahamiEnd Match pengelolaan kompetensi SDM, maka terlebih dahulu kita harus mencari tahu bagaimana kompetensi SDM organisasi dikelola, mulai tahap perencanaan, pengorganisasian sampai dengan mengevaluasinya (Herman, 2005 Begin Match to source 173 in source list: http://risage-zeekerz.blogspot.com/2011/06/cara-mengatasi-error-692-pada-saat_686.html).Hal ini bisa dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut: Pertama,End Match merencanakan kompetensi SDM. Artinya, organisasi harus berpijak dari visi dan misi organisasi (instansi), kemudian diterjemahkan ke dalam strategi fungsional yang ada. Visi dan misi organisasi diterjemahkan ke dalam strategi pengelolaan SDM aparaturnya, yang kemudian diterjemahkan menjadi tuntutan kompetensi SDM yang harus dimiliki. Selanjutnya, kompetensi SDM ini harus dipetakan agar lebih mudah dalam pengelolaannya. Pemetaan kompetensi ini akan merupakan rancangan kompetensi yang mau dibangun organisasi, baik yang merupakan kompetensi inti (core competencies) maupun kompetensi pendukung (supporting competencies). Kedua, pengorganisasian kompetensi SDM. Setelah peta kompetensi diketahui, organisasi harus melakukan pengelompokan atas kompetensi tersebut. Upaya pengelompokan ini bisa dilakukan melalui penentuan bidang-bidang kompetensi inti yang merupakan tonggak organisasi, maupun bidang kompetensi pendukung. Tentunya, hal ini akan berlainan untuk organisasi yang berbeda. Melalui pengorganisasian ini, organisasi akan lebih mudah dalam upaya pengembangan kompetensi lebih jauh. Ketiga, pengembangan kompetensi. Upaya ini dimulai dengan penilaian terhadap kompetensi yang saat ini sudah dimiliki oleh SDM yang ada. Kemudian dibandingkan dengan peta kompetensi yang telah disusun, sehingga dapat diketahui gap antara kompetensi yang seharusnya dimiliki dan yang diharapkan. Berangkat dari kondisi ini, selanjutnya organisasi melakukan berbagai upaya pembangunan dan pengembangan kompetensi SDM, sehingga peta kompetensi tadi dapat terisi dengan baik. Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/Komitmen pada Pengurangan Kesenjangan, Lingkungan Hidup, dan Pasar yang FairEnd Match D alam New Public Management (NPM), dikemukakan bahwa dalam konsep persaingan terdapat dua pendekatan yaitu institutional approach and public choice approach considered private service production and delivery, Wegener (1997 : 3). Kedua pendekatan tersebut memiliki fungsifungsi yang masing-masing independen : kekuatan persaingan dalam lingkungan pasar selalu bergerak fleksibel dan memiliki kemampuan melakukan inovasi untuk bersaing dalam kondisi pasar yang cepat berubah. Persaingan dipengaruhi oleh penawaran, di samping pilihan konsumen. Lebih jauh lagi persaingan adalah akibat sistem produksi dan distribusi pendapatan. Apabila fungsi-fungsi tersebut secara independen dapat dipenuhi maka kondisi persaingan dalam suatu daerah dapat berjalan dengan baik. Dalam pendekatan institusional (Wegener, 1997 : 4) dimungkinkan adanya beberapa strategi pelayanan publik yang dapat dilakukan oleh Pemerintahan Daerah dalam menghadapi persaingan yaitu dengan membandingkan antara spesifikasi produksi dan nilai strategisnya : 1) Internal production within the public sector : adalah pelayanan publik yang harus dilakukan melalui produksi secara internal apabila memiliki tingkat spesifikasi dan keterkaitan strategis yang tinggi. 2) Legislation and regulation : adalah pelayanan publik yang dilakukan melalui peraturan dan pengaturan karena tingkat spesifikasinya rendah tetapi relevansi strategisnya tinggi untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, hal ini harus diatur untuk menjamin produksinya. 3) Market : adalah barang atau jasa pelayanan publik yang seharusnya diproduksi oleh produsen swasta karena tingkat spesifikasi dan relevansi strategisnya rendah. 4) Cooperation with external profesional : adalah pelayanan publik yang seharusnya dilakukan oleh Pemerintah Daerah melalui proses produksi yang dilakukan kerjasama dengan kelompok profesional di luar institusi. Hal ini dilakukan karena produksi barang jasa memiliki tingkat spesifikasi yang tinggi akan tetapi relevansi strategisnya rendah. Berdasarkan keempat strategi tersebut tampak bahwa pertimbangan Pemerintah Daerah untuk dapat berperan langsung, menyerahkan pelayanan pada sektor privat, atau mengandalkan berjalannya mekanisme pasar adalah sangat tergantung pada nilai strategis dan tingkat spesifikasinya. Dalam era otonomi daerah ini sering kali muncul pendapat bahwa dalam rangka efisiensi dan penggalian sumber pendapatan daerah yang lebih besar, perlu dilakukan privatisasi dalam berbagai pengelolaan sumber daya. Pendapat demikian tentunya perlu dicermati ulang, sejauh mana pengelolaan sumber daya tersebut terkait dengan relevansi strategis dan spesifikasinya sehingga memang layak untuk diprivatisasikan. Selanjutnya Wegener (1997 : 6) juga merinci bentuk-bentuk persaingan dalam hubungannya dengan pilihan institusional dan situasi pasar; competition arrangements terbagi menjadi bentuk Begin Match to source 187 in source list: Submitted to Coventry University on 2017-05-26market competition, quasi market competition,End Match dan non Begin Match to source 187 in source list: Submitted to Coventry University on 2017-05-26market competition. Market competitionEnd Match terbagi menjadi private-private competition dan public private competition. Quasi market competition terbagi menjadi intra unit competition dan inter unit competition. Non market competition, khususnya apa yang disebut benchmarking dan contests menandai pemerintahan daerah apabila akan merubah peningkatan kualitas pelayanan publik. Bentuk persaingan non pasar adalah menyangkut kompetisi laporan suatu program antar institusi, kompetisi pendanaan, dan performan persaingan yang lebih didasarkan pada indikator-indikator kinerja atau keterwakilan kepentingan publik, ranking dan benchmarking (sering disebut juga dengan beauty contests). Karakteristik dari lingkungan persaingan yang bersifat pseudo competitive ini adalah suatu pilihan yang harus dilakukan oleh Pemerintah Daerah untuk menghindari adanya efek negatif. Karena persaingan jenis ini berkaitan dengan strategi pengembangan spesifik dan maka resiko benchmark adalah legal. Dengan adanya patokan standar yang dianggap terbaik di suatu daerah, dalam jangka panjang apabila terjadi persaingan global tentunya perlu dikembangkan ke bentuk persaingan yang lebih kompetitif. Quasi market competition, adalah dasar pijakan manajemen Pemerintahan Daerah yang mengarah pada persaingan pasar. Quasi pasar dibangun atas dasar transparansi pembiayaan dan kinerja yang jelas. Dalam kondisi ini sudah dimulai adanya persaingan rencana secara artificial dalam internal organisasi penyedia jasa pelayanan publik, khususnya pada unit-unit organisasi Pemerintah Daerah. Kontraktual tentang program-program pembangunan telah dibangun oleh Pemerintah Daerah melalui pembedaan jenis-jenis kontrak, dimana dalam jenis-jenis kontrak tersebut memiliki sejumlah elemen persaingan. Secara umum, tujuan suatu program, anggaran yang dibutuhkan dan tingkat kinerja suatu kualitas pelayanan didiskusikan dan disepakati antara pihak manajemen dan manajer unit dan dievaluasi oleh pengguna jasa pelayanan atau masyarakat sebagai konsumen. Bentuk quasi pasar ini seringkali digunakan untuk menciptakan persaingan diantara fasilitas-fasilitas publik khususnya berkaitan dengan pelayanan sosial dan kebudayaan, seperti : penyediaan fasilitas perpustakaan, penyediaan jasa pelayanan pendidikan, penyediaan jasa layanan rekreasi, dan lain-lain. Market competition, adalah suatu bentuk persaingan murni yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah khususnya persaingan antara produsen publik dan swasta, dan persaingan antar perusahaan swasta (private sector) yang dilakukan dengan cara berbeda. Dalam sejumlah unit jasa pelayanan, sector private mendominasi bidang-bidang pelayanan secara spesifik yang biasanya dilakukan melalui kontrak. Bahkan dalam bidang-bidang pelayanan tertentu dimungkinkan adanya persaingan antara unit-unit jasa pelayanan publik yang dikelola oleh Pemerintah Daerah dengan unit-unit yang dikelola oleh pihak swasta. Pengenalan tipe persaingan ini, persaingan antara publik dengan swasta, adalah dilakukan untuk menciptakan monopoli persaingan pasar. Persaingan antara public dengan swasta ini membutuhkan manajemen kontrak dalam internal organisasi yang jelas, kejelasan kontrak yang legal, spesialisasi yang jelas, sistem monitoring dan evaluasi yang jelas dan praktis. Dalam bentuk persaingan “market competition” ini jelas bahwa sektor private memiliki peluang yang sangat besar dalam memberikan jasa pelayanan publik. Dikemukakan oleh Emanuel Savas (1987 : 7) terdapat beberapa alasan penting mengapa Pemerintah melakukan privatisasi : 1) Dengan privatisasi biaya dapat dikurangi, proyek jangka pendek dapat dioptimalkan secara ekonomis, pelayanan dapat diberikan dengan lebih hemat, sumber-sumber yang terbatas dapat diganti dan beberapa kegiatan Pemerintah dapat ditingkatkan. 2) Pegawai Pemerintah biasanya kurang efisien dan ekonomis, tidak ada kemauan untuk menciptakan dan memberikan pelayanan yang baik dan karena itu Pemerintah mengurangi peran tersebut melalui kerjasama dengan pihak lain. 3) Salah satu bagian terbesar pengeluaran Pemerintah adalah pada bidang ekonomi, oleh karena itu Pemerintah harus secara langsung menyatakan kepemilikan perusahaan dan aset sehingga dapat digunakan pada sector khusus. 4) Masyarakat mempunyai pilihan dalam pelayanan publik. Karena itu sedapat mungkin mereka perlu diberi kebebasan untuk mencari dan menentukan pemenuhan kebutuhannya melalui penyederhanaan struktur birokrasi. Dalam mekanismenya, menurut Grover Starling (1988) terdapat beberapa variasi bentuk privatisasi yang menunjukkan garis kontinum antara peran Pemerintah yang besar dalam mekanisme privatisasi (govermental continum) dengan peran peran Pemerintah yang semakin berkurang dalam mekanisme privatisasi (market continum). Bentuk privatisasi yang menunjukkan mekanisme peran Pemerintah yang besar hingga peran Pemerintah yang minimum secara berurutan adalah mulai dari : intergovermental, contract, grant, franchise, partnership, voucher, voluntary service, dan divest. Bentuk yang terakhir, divest (pelepasan) adalah salah satu bentuk mekanisme privatisasi dimana peran pemerintah paling kecil dibanding bentuk-bentuk lainnya. BAB V GOOD PUBLIC GOVERNANCE DALAM PENYELENGGARAAN PEMERINTAH Prinsip-Prinsip Good Public Governance S ecara umum penerapan prinsip-prinsip good public governance, adalah sebagai berikut: Pertama, meningkatkan komitmen pimpinan dan staf. Peningkatan komitmen untuk mewujudkan good public governance merupakan agenda yang cukup penting. Komitmen ini harus diwujudkan secara nyata melalui berbagai upaya, antara lain perbaikan kualitas hasil kerja; perubahan mindset; penerapan sistem manajemen yang berorientasi kinerja, dan penerapan reward and punishment secara konsisten, transparan dan adil; serta meningkatkan kompetensi aparaturnya. Peningkatan kompetensi aparaturnya, harus diarahkan agar aparatur: Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdf1) Mampu memahami dan mewujudkanEnd Match prinsip-prinsip Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfgoodEnd Match public Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfgovernance dalam pelaksanaan tugas dan tanggungEnd Match jawabnya Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdf2) Mampu memberikanEnd Match pertanggungjawaban atas hasil kerja yang telah dilakukannya 3) Mampu meningkatkan kinerja pelayanan Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfpublik sesuai dengan tugas dan tanggung jawab unit organisasinya 4)End MatchBegin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfMampu mengaktualisasikan kode etikEnd Match birokrasi Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfdalam meningkatkan profesionalisme, moralitas dan etos kerjaEnd Match 5) Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfMampuEnd Match melaksanakan Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfmanajemen perubahanEnd Match (change management) Begin Match to source 68 in source list: http://masrip.sarumpaet.net/wp-content/uploads/2010/03/Standar-kompetensi-jabatan-struktural-kep_bkn_43_2001.pdfdalam rangkaEnd Match mengantisipasi dinamika perubahan lingkungan strategis. Kedua, menyusun rencana tindak. Penyusunan rencana tindak secara rinci, terukur dan aplikatif perlu segera dilakukan dan dimonitor serta dievaluasi secara berkala. Selama ini, banyak rencana tindak yang telah disusun tidak begitu jelas baik dari tujuan, sasaran dan implementasinya, sehingga hasil yang dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Namun tidak tertutup kemungkinan sudah ada rencana tindak yang baik, tetapi terhambat oleh lemahnya kemauan untuk melaksanakannya. Ketiga, menerapkan prinsip-prinsip good public governance secara konsisten dan berkelanjutan baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang. Sebagai contoh, prinsip-prinsip tersebut dapat diterapkan melalui: 1) Penyempurnaan manajemen yang berorientasi pada peningkatan kinerja pegawai dan kinerja instansi atau lembaganya 2) Perbaikan sistem rekrutmen dan promosi pegawai sesuai dengan kecakapan dan kemampuannya 3) Penerapan sistem pemberian penghargaan (reward) kepada aparatur yang berkinerja baik dan hukuman atau sanksi (punishement) bagi aparatur yang berkinerja buruk. Pemberian penghargaan dapat berupa pemberian insentif, kenaikan gaji atau promosi sesuai dengan prestasinya; sebaliknya pemberian sanksi dapat berupa penurunan gaji, penurunan pangkat atau bahkan pemecatan dapat dilakukan sebagai hukuman atau sanksi bagi aparat yang berkinerja buruk atau bahkan “merusak” birokrasi. Keempat, memberdayakan pihak-pihak yang terkait (stakeholders). Pemberdayaan perlu dilakukan kepada stakeholders baik dari lingkungan masyarakat, pengusaha maupun pemerintahan (legislatif, eksekutif, yudikatif) agar terbangun komitmen untuk mewujudkan good public governance. Pemberdayaan juga dapat dilakukan sejak dini kepada para pelajar dan mahasiswa agar kelak jika mereka bekerja di manapun, mereka memiliki wawasan tentang good public governance dan bahkan memiliki komitmen yang kuat untuk turut menerapkannya. Kelima, melakukan evaluasi secara berkala. Melakukan evaluasi secara berkala terhadap program-program yang telah dan sedang dilakukan untuk menilai kemajuan pelaksanaan program pembangunan good public governance. Hasil evaluasi digunakan untuk melakukan penyempurnaan atau langkah-langkah peningkatan yang diperlukan. Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Good public governance tidak akan terwujudEnd Match jika Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/tidakEnd Match adanya dukungan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/danEnd Match sinergi antar Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/tigaEnd Match pilar Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/yaitu pemerintah, dunia usaha dan masyarakat.End Match Membangun good public governance memerlukan pentahapan yang jelas dan harus dilakukan secara konsisten dan berkelanjutan. Disadari, walaupun pada saat ini pemerintah masih terus berupaya melakukan reformasi birokrasi, namun Begin Match to source 181 in source list: https://lib.unnes.ac.id/28916/1/4101411124.pdfhasilnya belum sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu,End Match perlu adanya dukungan, komitmen dan kerjasama yang lebih kuat dari seluruh lapisan masyarakat, perguruan tinggi, lembaga atau instansi permintahan baik di pusat maupun daerah, serta dunia usaha untuk bersama-sama membangun good public governance. Sehingga upaya penerapan prinsip-prinsip good public governance dapat menjadi gerakan nasional yang kuat, dan keberhasilannya di suatu instansi pemerintah atau pemerintah daerah akan diikuti oleh instansi atau pemerintah daerah lainnya. Konsistensi Prinsip-Prinsip Good Public Governance B erbagai kebijakan terkait reformasi birokrasi terus diupayakan untuk disempurnakan dan ditingkatkan dalam rangka Begin Match to source 65 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27931/3/BAB II KAJIAN PUSTAKA.pdfmenciptakan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa.End Match Hal mendasar yang Begin Match to source 65 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27931/3/BAB II KAJIAN PUSTAKA.pdfperluEnd Match segera diselesaikan karena akan sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi ke depan adalah perlunya percepatan penyelesaian dan penetapan beberapa RUU menjadi UU yang menjadi landasan hokum pelaksanaan reformasi birokrasi, antara lain, RUU Pelayanan Publik, RUU Kementerian Negara, RUU Administrasi Pemerintahan, RUUEtika (Kode Etik) Penyelenggara Negara, RUU Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfTata HubunganEnd Match Kewenangan Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfAntara Pemerintah Pusat denganEnd Match Pemerintah Daerah, Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfAntara PemerintahEnd Match Daerah Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfProvinsi denganEnd Match Pemerintah Daerah Begin Match to source 17 in source list: http://diklatpimlan.files.wordpress.com/2010/04/reformasi-birokrasi-ka-lan.pdfKabupaten/Kota,End Match dan RUU Revisi Begin Match to source 164 in source list: Submitted to Universitas Pelita HarapanUndang-Undang Nomor 7 Tahun 1971 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kearsipan.End Match Untuk lebih meningkatkan pemahaman tentang tata kepemerintahan yang baik (GPG) serta mendorong penerapannya secara konsisten dan berkelanjutan, masih dirasakan perlu untuk melakukan fasilitasi dan sosialisasi pedoman penerapan dan indikator tata kepemerintahan yang baik. Fasilitasi diberikan pada berbagai kegiatan yang terkait dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik melalui penyediaan informasi yang diperlukan, sedangkan kegiatan sosialisasi pedoman penerapan dan indikator tata kepemerintahan yang baik dilaksanakan, antara lain, melalui distribusi publikasi, modul, buku pedoman dan indicator penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik, serta melalui pengelolaan website GPG secara rutin. Untuk memantau dan mengukur kinerja pemerintah pusat dan daerah dalam menerapkan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi dilakukan penyusunan good governance index sebagai alat ukur bagi pemerintah pusat dan daerah dalam melakukan self assessment terhadap penerapan tata kepemerintahan yang baik. Sejalan dengan upaya mendorong penerapan tata kepeme- rintahan yang baik, pelaksanaan pengawasan dan akuntabilitas aparatur negara juga terus ditingkatkan melalui kebijakan, antara lain: 1) Mempercepat penyelesaian dan pengesahan RPP tentang Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) 2) Menyelesaikan penyusunan sistem pengawasan nasional 3) Mempercepat penyelesaian dan pengesahan sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 4) Meningkatkan efektivitas pengawasan melalui peningkatan koordinasi dan sinergi antara pengawasan intern, pengawasan ekstern, dan pengawasan masyarakat serta percepatan tindak lanjut atas hasil pengawasan. Dalam upaya penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan, kebijakan yang ditempuh, antara lain, melalui: 1) Penyusunan pedoman penerapan sistem manajemen kinerja untuk instansi pemerintah 2) Penyusunan pedoman penataan kelembagaan kuasi birokrasi dan kelembagaan birokrasi dan 3) Pengembangan serta Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/pemanfaatan e-government dan dokumen/arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.End Match Sedangkan dalam kebijakan pengelolaan sumber daya aparatur diarahkan untuk meningkatkan kinerja dan kesejahteraan PNS melalui langkah-langkah kebijakan, antara lain: 1) Perbaikan sistem remunerasi PNS menuju sistem remunerasi yang adil, layak, dan berbasis kinerja 2) Penyempurnaan sistem penilaian kinerja PNS yang akuntabel untuk menggantikan sistem penilaian melalui DP3 3) Penyempurnaan UU Begin Match to source 189 in source list: https://pt.scribd.com/doc/200832944/ANALISA-JURNALNomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok- Pokok KepegawaianEnd Match dalam rangka Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/penataan dan peningkatan kapasitasEnd Match SDM Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/aparatur agar lebih profesional sesuai dengan tugas danEnd Match fungsinya Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/untuk memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.End Match Kemudian terkait dengan kebijakan dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dititik beratkan pada terselenggaranya pelayanan publik yang cepat, mudah, murah, dan transparan melalui, antara lain: 1) Perbaikan standar pelayanan terpadu samsat 2) Penyederhanaan prosedur perizinan 3) Perbaikan administrasi perpajakan serta administrasi kepabeanan dan cukai 4) Penataan administrasi kependudukan 5) Pemberlakuan sertifikasi bagi pengelola kegiatan pengadaan barang/jasa publik, dan 6) Peningkatan pelayanan di bidang pertanahan. Selama ini telah dilaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka pelaksanaan kebijakan dan program-program Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/yang mendukung penciptaan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawaEnd Match sebagaimana yang telah ditetapkan. Beberapa kegiatan dilaksanakan secara berkesinambungan untuk memperoleh hasil yang maksimal, seperti penyusunan/ penyelesaian peraturan perundang-undangan, perbaikan sistem dan manajemen kinerja, peningkatan kompetensi SDM Aparatur, perbaik- an system penyelenggaraan diklat aparatur, serta peningkatan pemahaman dan keterlibatan aparatur pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung Begin Match to source 129 in source list: https://pt.scribd.com/doc/233904181/SNA-MANADO-SESI-1penerapan prinsip-prinsip tata pemerintahan yang baikEnd Match (GPG). Begin Match to source 129 in source list: https://pt.scribd.com/doc/233904181/SNA-MANADO-SESI-1SedangkanEnd Match menurut Ali Rokhman, prinsip-prinsip dalam good public governance meliputi: 1) Berwawasan ke depan • Pemahaman mengenai permasalahan, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh suatu unit pemerintahan • Mampu merumuskan gagasan-gagasan dengan visi dan misi untuk perbaikan maupun pengembangan pelayanan dan menuangkannya dalam strategi pelaksanaan, rencana kebijakan dan program-program kerja ke depan berkaitan dengan bidang tugasnya 2) Bersifat terbuka • Bersifat terbuka dalam penyelenggaraan pemerintahan di setiap tahap pengambilan keputusan • Adanya aksesibilitas publik terhadap informasi terkait dengan suatu kebijakan publik. • Setiap kebijakan publik termasuk kebijakan alokasi anggaran & pelaksanaannya maupun hasil-hasilnya mutlak harus diinformasikan kepada publik atau dapat diakses oleh publik selengkap-lengkapnyamelalui berbagai media dan forum untuk mendapat respon. 3) Cepat tanggap • Selalu adanya kemungkinan munculnya situasi yang tidak terduga atau adanya perubahan yang cepat dari kebutuhan masyarakat akan pelayanan publik ataupun yang memerlukan suatu kebijakan. • Tidak ada rancangan yang sempurna sehingga berbagai prosedur dan mekanisme baku dalam rangka pelayanan publik perlu segera disempurnakan atau diambil langkah- langkah penanganan segera. • Bentuk kongkritnya dapat berupa tersedianya mekanisme pengaduan masyarakat sampai dengan adanya unit yang khusus menangani krisis, dan pengambilan keputusan serta tindak lanjutnya selalu dilakukan dengan cepat. 4) Akuntabel • Akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut di semua tahap mulai dari penyusunan program kegiatan dalam rangka pelayanan publik, pembiayaan, pelaksanaan, dan evaluasinya, maupun hasil dan dampaknya. • Akuntabilitas juga dituntut dalam hubungannya dengan masyarakat/publik, dengan instansi atau aparat di bawahnya maupun dengan instansi atau aparat di atas. • Penyelenggaraan pemerintahan harus berdasarkan: – – – – – sistem dan prosedur tertentu memenuhi ketentuan perundangan dapat diterima secara politis berdasarkan nilai-nilai etika tertentu dapat menerima konsekuensi bila keputusan yang diambil tidak tepat. 5) Profesionalitas dan kompetensi • Mengisi posisi-posisi dengan aparat yang sesuai dengan kompetensi, termasuk di dalamnya kriteria jabatan dan mekanisme penempatannya. • Terdapat upaya-upaya sistematik untuk mengembangkan profesionalitas SDM yang dimiliki unit ybs melalui berbagai kegiatan pendidikan dan pelatihan 6) Efisien & efektif • Menggunakan struktur dan sumber daya secara efisien dan efektif • Merupakan salah satu respon atas tuntutan akuntabilitas. • Kinerja penyelenggaraan pemerintahan perlu secara terus menerus ditingkatkan dan dioptimalkan melalui pemanfaatan sumberdaya dan organisasi yang efektif dan efisien, termasuk upaya-upaya berkoordinasi untuk menciptakan sinergi dengan berbagai pihak dan organisasi lain. 7) Desentralisasi • Adanya pendelegasian wewenang sepenuhnya yang diberikan kepada aparat dibawahnya sehingga pengambilan keputusan dapat terjadi pada tingkat dibawah sesuai lingkup tugasnya. • Pendelegasian wewenang tersebut semakin mendekatkan aparat pemerintah kepada masyarakat 8) Demokratis dan berorientasi pada Konsensus • Menjunjung tinggi penghormatan hak dan kewajiban pihak lain • Dalam suatu unit pemerintahan, pengambilan keputusan yang diambil melalui konsensus perlu dihormati 9) Mendorong partisipasi masyarakat Partisipasi masyarakat pada hakekatnya mengedepankan keterlibatan aktif masyarakat dalam proses pengambilan keputusan 10) Kemitraan dengan swasta dan masyarakat Pemerintah dan masyarakat saling melengkapi dan mendukung (mutualisme) dalam penyediaan "public goods" dan pemberian pelayanan terhadap publik. 11) Menjunjung supremasi hukum • Penyelenggaraan pemerintahan yang selalu mendasarkan diri pada ketentuan perundangan yang berlaku dalam setiap pengambilan keputusan • Bersih dari unsur “KKN” dan pelanggaran HAM • Ditegakkannya hukum terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan pelanggaran hukum 12) Komitmen pada pengurangan kesenjangan Berpihak kepada kepentingan kelompok masyarakat yang tidak mampu, tertinggal atau termarjinalkan 13) Memiliki komitmen pada pasar Prinsip ini menyatakan dibutuhkannya keterlibatan pemerintah dalam pemantapan mekanisme pasar 14) Komitmen pada lingkungan hidup Prinsip ini menegaskan keharusan setiap kegiatan pemerintahan dan pembangunan untuk memperhatikan aspek lingkungan termasuk melakukan analisis secara konsisten dampak kegiatan pembangunan terhadap lingkungan Dari prinsip-prinsip Good Publik Governance tersebut digambarkan prasayarat dalam good governance yaitu sebagai berikut: Gambar 19 Prasayarat Good Governance • IntPegrraassiSyeakrtoartPugbloiko,SdwagstoavdaenrMnaasynarcaekat • Integrasi sektor publik, swasta, dan masyarkat Et ika Sumber: Begin Match to source 176 in source list: https://anzdoc.com/pengantar-ilmu-hukum-administrasi-negara.htmlSekretariat Pengembangan Public Good Governance, Badan Perencanaan Pembangunan NasionalEnd Match Sinergi Tiga Pilar (Pemerintah, Dunia Usaha dan Masyarakat) U ntuk mewujudkan tata pemerintahan yang bersih dan berwibawa sebagaimana harapan kita semua, langkah-langkah kebijakan dan kegiatan yang mendukung keberhasilan reformasi birokrasi akan terus dilanjutkan. Upaya meningkatkan penerapan tata pemerintahan yang baik akan dilakukan melalui peningkatan kualitas penerapan prinsip- prinsip tata pemerintahan yang baik (good public governance) secara berkelanjutan pada semua tingkat dan lini pemerintahan dan pada semua kegiatan serta melibatkan berbagai pihak termasuk peran aparat pengawasan intern pemerintah (APIP). Di samping itu, upaya yang berkesinambungan untuk terus mengembangkan sinergitas yang solid dan mutualistis antara pemerintah selaku pilar utama pembangunan dan masyarakat, dunia usaha, dan pemangku kepentingan lainnya terus ditingkatkan. Tata pemerintahan yang baik menurut Sukowati Praptining, 2007, terkait erat dengan kontribusi, pemberdayaan dan keseimbangan peran antara 3 (tiga) pilarnya, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat. Pemerintahan (eksekutif, legislatif dan yudikatif) memainkan peran menjalankan dan menciptakan lingkungan politik dan hukum yang kondusif bagi unsur-unsur lain dalam governance. Dunia usaha berperan dalam penciptaan lapangan kerja dan pendapatan. Masyarakat berperan dalam penciptaan interaksi sosial, ekonomi dan politik. Ketiganya memainkan peran masing-masing yang harus sesuai dengan nilai- nilai dan prinsip-prinsip yang terkandung dalam tata kepemerintahan yang baik, yang sekurangnya terdapat 14 nilai indikator yang Begin Match to source 156 in source list: http://tegalkab.go.id/bappeda/data/rpjm/BAB II. GAMBARAN UMUM KONDISI DAERAH.pdfmenjadi prinsip tata kepemerintahan yang baik, yaitu: 1) Wawasan ke depan,End Match dengan indikator minimal adalah: a. Adanya Visi dan strategi yang jelas dan mapan dengan menjaga kepastian hukum Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/b. Adanya kejelasan setiap tujuan kebijakan dan Program c. Adanya dukungan dari pelaku untuk mewujudkan visiEnd Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktornya meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a.End Match Peraturan/ Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/kebijakan yang memberikan kekuatan hukum pada visi dan strategiEnd Match b. Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Proses penentuan visi dan strategi secara partisipatif 2) Keterbukaan dan transparansi,End Match dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/indikator minimalEnd Match adalah: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Tersedianya informasi yang memadai pada setiap proses penyusunan dan implementasi kebijakanEnd Match publik Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/b. Adanya akses pada informasi yang siap, mudah dijangkau, bebas diperoleh, dan tepat waktuEnd Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Peraturan yang menjamin hak untuk mendapatkan informasi b. Pusat/ balai informasi c. Website (e-End Match government, Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/e-procurement,End Match dan sebagainya Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/d. IklanEnd Match e. Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Layanan MasyarakatEnd Match f. Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Media cetakEnd Match 3) Partsipasi Masyarakat, dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/indikator minimalEnd Match adalah: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Adanya pemahaman penyelenggara negara tentang proses/metode partisipatif b. Adanya pengambilan keputusan yang didasarkanEnd Match atas konsensu Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/bersamaEnd Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Pedoman pelaksanaan proses partisipatif b.End Match Forum konsultasi dan temu publik, termasuk forum Stakeholders c. Media massa nasional maupun media lokal sebagai sarana penyaluran aspirasi masyarakat d. Mekanisme/peraturan untuk mengakomodasi kepentingan yang beragam 4) Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxTanggung Gugat,End Match dengan Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxindikator minimalEnd Match adalah: a. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxAdanyaEnd Match kesesuaian Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxantara pelaksanaan dengan standarEnd Match prosusedur Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxpelaksanaanEnd Match b. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxAdanya sanksi yang ditetapkan atas kesalahan atau kelalaianEnd Match dalam pelaksanaan Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxkegiatanEnd Match Dengan Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxperangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: a. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxMekanismeEnd Match pertanggungjawaban b. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxLaporan tahunanEnd Match c. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxLaporan pertanggung jawabanEnd Match d. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxSistem pemantauan kinerja penyelenggara NegaraEnd Match e. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxSistem PengawasanEnd Match f. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxMekanisme RewardEnd Match and Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxpunishment 5)End Match Supremasi Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxHukum,End Match dengan Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxindikator minimalEnd Match adalah: a. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxAdanya kepastian dan penegakanEnd Match hukum b. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxAdanya penindakan terhadap setiap pelanggaran hokumEnd Match c. Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxAdanya pemahaman mengenai pentingnya kepatuhan terhadapEnd Match hukum Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxdan peraturanEnd Match Dengan Begin Match to source 52 in source list: https://www.scribd.com/document/340770568/PENERAPAN-PRINSIP-PRINSIP-GOOD-GOVERNANCE-DALAM-PEMBANGUNAN-DAERAH-docxperangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: a. Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlSistem Yuridis yang terpadu/End Match terintegrasi Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.html(kepolisian, kejaksaan, pengadilan)End Match b. Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlReward and punishment yang jelas bagi aparat penegakEnd Match hukum Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.html(kepolisian, kehakiman, kejaksaan)End Match c. Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlSistem pemantauan lembaga peradilan yangEnd Match obyektif independen, Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmldan mudah diakses (ombudsman)End Match d. Sosialisasi Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlmengenai kesadaran hukum 6) Demokrasi,End Match dengan Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlindikator minimalEnd Match adalah: a. Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlAdanya kebebasan dalamEnd Match menyampaikan Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlaspirasi dan berorganisasiEnd Match b. Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlAdanya kesempatan yang sama bagi anggota masyarakat untuk memilih dan membangunEnd Match konsensus Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmldalamEnd Match pengambilan Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlkeputusan kebijakan PublikEnd Match Dengan perangkat Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlpendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlPeraturan yang menjamin adanya hak dan kewajiban yang sama bagi anggota masyarakat untuk turut serta dalam pengambilanEnd Match keputusan Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlkebijakanEnd Match publik Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.html7)End Match Profesional Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmldan Kompetisi,End Match dengan Begin Match to source 44 in source list: https://vdocuments.site/documents/pengukuran-indeks-pemerintahan-berbasis-governance.htmlindikator minimalEnd Match adalah: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Berkinerja tinggi b. TaatEnd Match azaz Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/c. Kreatif dan inovatif d. Memiliki kualifikasiEnd Match di bidangnya Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Standar kompetensi yang sesuai dengan fungsinya b. Kode etik profesi c.End Match Sistem Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/reward and punishment yang jelas d.End Match Sistem Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/pengembangan sumber daya manusia (SDM); e. Standar danEnd Match indikator Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/kinerja 8) Daya Tanggap,End Match dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/indikator minimalEnd Match adalah: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. TersedianyaEnd Match layanan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/pengaduanEnd Match dengan prosedur yang mudah dipahami oleh masyarakat b. Adanya tindak lanjut yang cepat dari Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/laporan dan pengaduanEnd Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Standar pelayananEnd Match publik Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/b. Prosedur dan layanan pengaduan, hotline c. FasilitasEnd Match komunikasi da n Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/informasi.End Match 9) Keefisienan dan Kefektifan, dengan indikator minimal adalah: a. Terlaksananya administrasi penyelenggaraan negara yang berkualitas dan tepat sasaran dengan penggunaan sumber daya yang optimal b. Adanya perbaikan berkelanjutan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/c. Berkurangnya tumpang tindih penyelenggaraan fungsi organisasi/unit kerja.End Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Standar danEnd Match indikator Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/kinerja untuk menilai efisiensi dan efektivitasEnd Match pelayanan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/b.End Match Survei-survei kepuasan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Stakeholders.End Match 10) Desentralisasi, dengan indikator minimal adalah: Adanya kejelasan pembagian tugas dan wewenang dalam berbagai tingkatan jabatan. Dengan perangkat pendukung faktor meliputi: a. Peraturan perundangan mengenai Struktur organisasi yang tepat dan jelas; b. Job descrition (uraian tugas) yang jelas 11) Kemitraan dengan dunia usaha dan masyarakat, dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/indikator minimalEnd Match adalah: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Adanya pemahaman aparat pemerintah tentang pola-pola kemitraan b. Adanya lingkungan yang kondusif bagi masyarakat kurang mampu (powerless) untukEnd Match bekerja Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/c. Terbukanya kesempatan bagi masyarakat/dunia usaha swasta untuk turut berperan dalam penyediaan pelayanan umum d. Adanya pemberdayaan institusi ekonomiEnd Match lokal Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011//usaha mikro, kecil dan menengah,End Match serta koperasi Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/a. Peraturan-peraturan dan pedoman yang mendorong kemitraan pemerintah-dunia usaha swasta-masyarakat b. Peraturan-peraturan yang berpihak pada masyarakat kurang mampu c. Program-program pemberdayaan 12) Komitmen pada pengurangan kesenjangan,End Match dengan indikator minimal adalah: a. Adanya langkah-langkah atau Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/kebijakan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan dasar bagi masyarakatEnd Match yang kurang mampu Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/(subsidi silang, affirmative action); b. Tersedianya layanan-layanan/fasilitas-fasilitas khusus bagi masyarakat tidak mampu c. Adanya kesetaraan dan keadilan gender d. Adanya pemberdayaan kawasan tertinggalEnd Match Dengan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/perangkat pendukungEnd Match faktor meliputi: a. Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/Peraturan-End Match peraturan Begin Match to source 9 in source list: https://bidangakademikfhuntagsemarang.blogspot.com/2011/yang berpihak padaEnd Match pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan kawasan tertinggal b. Program-program pemberdayaan gender, masyarakat kurang mampu, dan kawasan tertinggal 13) Komitmen pada lingkungan hidup, dengan indikator minimal adalah: a. Begin Match to source 157 in source list: https://www.scribd.com/document/328399892/SANRI-pdfAdanya keseimbangan antara pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan/konservasinya b.End Match Penegakan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan c. Rendahnya tingkat pencemaran dan kerusakan lingkungan d. Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan lingkungan. Dengan perangkat pendukung faktor meliputi: a. Peraturan dan kebijakan yang menjamin perlindungan dan pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup b. Forum kegiatan peduli lingkungan c. Reward and Punishment dalam pemanfaatan sumber daya alam dan perlindungan lingkungan hidup 14) Begin Match to source 218 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2018-12-21Komitmen pada pasar yang fair, denganEnd Match indikator minimal adalah: a. Tidak ada monopoli b. Berkembangnya ekonomi rakyat c. Terjaminnya iklim kompetisi yang sehat d. Rendahnya tingkat pelanggaran perusakan lingkungan Dengan perangkat pendukung faktor meliputi: Peraturan-peraturan mengenai persaingan usaha yang menjamin kompetisi yang sehat. Bila digambarkan maka empat belas prinsip tersebut adalah sebagai berikut: Gambar 20 14 Prinsip dalam Good Public Governance Begin Match to source 169 in source list: http://slidegur.com/doc/1722044/apa-itu-good-governace?---diklatpim-iv-angkatan-54-ppmkpDIAGRAM : EMPAT BELAS (14) PRINSIP TATA KEPEMERINTAHAN YANG BAIK PEnd Match a n s i si Begin Match to source 148 in source list: https://mafiadoc.com/pemerintahan-daerah-dan-masalahnya_598bf6de1723ddd269e54028.htmlh a a nEnd Match g Begin Match to source 148 in source list: https://mafiadoc.com/pemerintahan-daerah-dan-masalahnya_598bf6de1723ddd269e54028.htmla nEnd Match n g Begin Match to source 148 in source list: https://mafiadoc.com/pemerintahan-daerah-dan-masalahnya_598bf6de1723ddd269e54028.htmla n a nEnd Match g Begin Match to source 148 in source list: https://mafiadoc.com/pemerintahan-daerah-dan-masalahnya_598bf6de1723ddd269e54028.htmlp aEnd Match n r y D e r a nspar rakat eten fan Usa Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universiti Kebangsaan Malaysia on 2014-02-21t aEnd Match g Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universiti Kebangsaan Malaysia on 2014-02-21a t mEnd Match p G Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universiti Kebangsaan Malaysia on 2014-02-21uEnd Match u Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universiti Kebangsaan Malaysia on 2014-02-21k uEnd Match i Begin Match to source 188 in source list: Submitted to Universiti Kebangsaan Malaysia on 2014-02-21mEnd Match K o g a p e f e e Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-Governancei n g kEnd Match u Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-GovernanceaEnd Match s Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-Governancea kEnd Match e Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-Governancea nEnd Match T s y Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-Governancea LEnd Match d i M Begin Match to source 149 in source list: https://www.scribd.com/document/372390003/Akuntabilitas-Dan-Good-GovernanceaEnd Match n g asiH kras o e & Tang aP ir n & K Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMa nEnd Match Keluaran Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMaEnd Match s Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMa n aEnd Match n Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMmEnd Match pad Fa Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMaEnd Match w erbu rtis k a ipas nggu prem T Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMa D e n K eEnd Match n Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMe nEnd Match W t P Begin Match to source 125 in source list: https://es.scribd.com/doc/65146264/Himpunan-Produk-Hukum-SPMaEnd Match S u fesio n a lism aya iena D e fis ktiesentralisasnidengstaD&unMiasyapraadkaaPesenengjuarnganpadaHidup D m itraa wa itm e S itm m m itm K e Pro K e K e K o K o m K o P P P P P P P P P P P P P Keberhasilan P P P P P P P P P P P P P Tanpa Arah P P P P P P P P P P P P P Kesalahpahaman P P P P P P P P P P P P P Kurangnya Akomodasi P P P P P P P P P P P P P Penyalahgunaan Wewenang P P P P P P P P P P P P P Ketidakpastian P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Rendahnya rasa memiliki P P Kualitas rendah P P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Lamban P P P P P P P P P P P Pemborosan P P P P P P P P P P P Tidak Proporsional P P P Rapuh P P P P P P P P P P P P P P P P P P P Ketimpangan P P P P P P P P P P P Tidak berkelanjutan P P P P P P P P P P P Daya saing rendah Sumber: Fauzi Azis, 2008 Begin Match to source 123 in source list: http://www.lan.go.id/index.php?module=semuaberita&halberita=6Good Governance dapat diwujudkan apabila terjadi keseimbangan peran dari ketiga pilar yaitu pemerintah, dunia usaha swasta, dan masyarakat.End Match Keberhasilan pembangunan suatu bangsa tidak bisa hanya diukur dari meningkatnya pertumbuhan ekonomi, tingkat kestabilan yang makin mantap, laju inflasi yang terkendali, nilai tukar rupiah yang meningkat, cadangan devisa yang terus meningkat serta menurunnya rasio pinjaman pemerintah, namun lebih dari itu keberhasilan pembangunan atau pertumbuhan tersebut juga harus inklusif dan berkeadilan, artinya harus melibatkan dan bisa dinikmati oleh seluruh rakyat. Begin Match to source 69 in source list: https://www.scribd.com/doc/233573664/YuliUntuk dapat mewujudkan pembangunan yang berkeadilan tersebut diperlukan tatakelola kepemerintahan yang baik artinya tiga komponen atau pilar governance baik pemerintah, dunia usaha maupun masyarakat harus bersinegi, seimbang dan saling mendukung satu sama lain dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkeadilan tersebut.End Match Dalam rangka untuk mewujudkan aparatur public yang memiliki kompetensi dan professional maka perlu pemahaman tentang: 1) Paradigma Pembangunan dan Kepemimpinan Nasional Kajian ini diarahkan pada pembahasan konsep dasar falsafah dan peradaban bangsa serta paradigma pembangunan dan kepemimpinan nasional. 2) Sistem Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Kajian ini diarahkan pada pembahasan konsep dan perkembangan system pemerintahan, perubahan perubahan yang terjadi, dan kemungkinan penyempurnaannya. Disamping itu dibahas pula teori dan praktek manajemen pembangunan serta revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsinya. 3) Strategis dan Kebijakan Pembangunan Kajian strategis dan kebijakan pembangunan diarahkan pada pembahasan konsep dan aplikasi scenario planning, penetapan rencana stategik, pengambilan keputusan strategik, dan manajemen proses kebijakan. Begin Match to source 175 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-04-074) Aktualisasi,End Match yang Begin Match to source 175 in source list: Submitted to Universitas Pendidikan Indonesia on 2014-04-07diarahkan pada pembahasan isu-isu aktual, dan penerapanEnd Match good governance dalam pemerintahan. . Terkait dengan pembangunan yang berkeadilan pemerintah telah memberikan signal untuk memperhatikan 5 kunci sukses dalam melaksanakan pembangunan yaitu : Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahPertama, strategi dan program yang inklusif, merata dan berkeadilan hanya dapat diwujudkan dengan hadirnya kualitas kepemimpinan (leadership) yang efektif danEnd Match bertanggungjawab baik Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahdiEnd Match pusat maupun di daerah. Kedua, kebersamaan serta sinergi positif diantara semua komponen bangsa.Ketiga, dukungan yang luas dari masyarakat karena Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahkontribusi dan dukungan masyarakat luas adalah modal sosial (social capital) yang tidak boleh absen dalam pembangunanEnd Match disegala Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahbidang.End Match Keempat, Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahintegritas dan etikaEnd Match merupakan syarat Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahprofesionalisme bagi para pemimpin dan pelaku pembangunan.End Match Kelima, lingkungan dalam negeri yang kondusif. Dari lima kunci sukses tersebut kunci pertama yang perlu diperhatikan adalah Begin Match to source 55 in source list: http://kepahiangkab.go.id/index.php/berita-artikel/1-berita-terkini/103-tingkatkat-kualitas-otonomi-daerahstrategi dan program yang inklusif, merata dan berkeadilan.End Match Strategi dan program ini dapat diwujudkan apabila para pemimpin dalam suatu Negara telah dapat berjalan efektif dan bertanggungjawab. Dalam hal ini kualitas kepemimpinan diarahkan dengan tujuan untuk: Begin Match to source 48 in source list: http://pusdikmin.com/perpus/file/merancang proyek perubahan pim II.pdf1) Meningkatkan pengetahuan, keahlian, ketrampilan, dan sikap arif dan bijak untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara professional dengan dilandasi kepribadianEnd Match dan Begin Match to source 48 in source list: http://pusdikmin.com/perpus/file/merancang proyek perubahan pim II.pdfetika PNS sesuai dengan kebutuhanEnd Match instansinya. Begin Match to source 48 in source list: http://pusdikmin.com/perpus/file/merancang proyek perubahan pim II.pdf2) Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan perekat persatuan dan kesatuan bangsa. 3) Memantapkan sikap dan semangat pengabdian yang berorientasi pada pelayanan, pengayoman, dan pemberdayaan masyarakat. 4) Menciptakan kesamaan visi danEnd Match dinamika Begin Match to source 48 in source list: http://pusdikmin.com/perpus/file/merancang proyek perubahan pim II.pdfpola pikir dalam melaksanakanEnd Match tuga umum Begin Match to source 48 in source list: http://pusdikmin.com/perpus/file/merancang proyek perubahan pim II.pdfpemerintahan dan pembangunan demi terwujudnya kepemerintahan yang baikEnd Match (good governance). Dengan berbekal pengetahuan dan wawasan tersebut aparatur public diharapkan mampu mengimplementasikan strategi Joined-Up Governance dalam rangka mewujudkan pembangunan yang berkeadilan baik dipusat maupun di daerah. Pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat merupakan tiga pilar utama dalam upaya mewujudkan pelaksanaan kepemerintahan yang baik (good Governance). Pemerintah sebagai organisasi formal memiliki kedudukan dan cara kerja yang terikat dengan peraturan, memiliki kompetensi sesuai jabatan dan pekerjaan, memiliki semangat pelayanan publik, pemisahan yang tegas antara milik organisasi dan individu, serta sumber daya organisasi yang tidak bebas dari pengawasan eksternal. Oleh karena itu, pemerintah yang konsisten seperti itu, dan dapat bekerja dengan baik dan bersih dalam mengemban perjuangan mewujudkan keseluruhan cita-cita dan tujuan bernegara sebagaimana diamanatkan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, yang merupakan harapan seluruh bangsa Indonesia. Dalam konteks pemahaman seperti ini, maka eksistensi pemerintah yang dapat diandalkan memiliki implikasi pada peluang yang lebih besar dalam mengemban misi perjuangan bangsa mencapai tujuan bernegara sesuai dengan amanat UUD 1945, yaitu “memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan mewujudkan keadilan sosial”. Pengertian ini dimaksudkan bahwa pemerintah harus dipahami dalam konteks peran dan kemampuannya dalam menunjang tugas tugas pemerintahan, baik dalam merespon berbagai permasalahan maupun dalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat dan warga dunia. Dengan demikian pemerintah yang mampu merespon dinamika global secara positif, berpeluang akan mampu memfasilitasi kepercayaan dunia internasional untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu tujuan investasi. Implikasinya investasi yang tertuju pada negara Indonesia secara langsung akan memberikan efek dinamis yang baik bagi perekonomian Indonesia. Kondisi dan dinamika global ini sesungguhnya merupakan peluang sekaligus ancaman bagi keberadaan pemerintah di satu sisi dan berimplikasi terhadap eksistensi Indonesia sebagai sebuah bangsa di sisi lainnya. Artinya ketidakmampuan pemerintah merespon dinamika global berimplikasi pada daya saing Indonesia di tingkat internasional. Daya saing yang rendah berpotensi mengucil- kan Indonesia dari dinamika dan persaingan dalam pergaulan dunia. BAB VI MODEL NEW GOVERNANCE Model New Governance T eori the new governance yang memiliki karakteristik yang sama dengan administrasi demokrasi-polisentritas, yang intinya bahwa pelaksanaan kontrol atas alat pelaksana yang sah tidak boleh didominasi oleh struktur otoritas tunggal. Polisentrisitas dan tidak adanya pusat otoritas tunggal yang membedakan administrasi demokrasi dan administrasi birokratris (Ostrom, 1999). Hal ini berarti administrasi demokrasi memiliki asas yang sama dengan the new governance dan dapat dimakanai sebagai koordinasi sosial. Beetham (1996) mengemukakan bahwa koordinasi sosial dalam demokrasi berbeda dengan koordinasi bentuk pasar yang menunjuk pada adanya pertukaran suka rela, berbeda halnya dengan koordinasi tipe hirarki yang menekankan pada otoritas politik. Pada demokrasi, tidak seperti pada hirarki, pelaku dengan status sama berpartisipasi secara aktif dalam menentukan aturan dan kebijakan kehidupan kolektif serta mengokoordinir tindakan mereka secara suka-rela, dan tidak seperti pasar kebebasan mereka dibatasi selama memang dibutuhkan (Betham, 1996). Disini dapat dikatakan bahwa the new governance sebagai koordinasi sosial pada dasarnya adalah bagaimana kekuasaan dilaksanakan, bagaimana warga diberi hak suara, dan bagaimana membuat keputusan tentang isu publik (Amin dan Hauser, 1997; Pierre, 2000; Newman, 2000; Stoker, 2000). Hal inilah yang menandai perubahan konsep administrasi publik dari government ke governance yang mulai berkembang dalam beberapa dekade terakhir ini (lihat: UNDP, 1987, 1997; Bank Dunia, 1992). Konsep the new governance lahir Begin Match to source 202 in source list: Felix Tongian, Jullie J Sondakh, Jenny Morasa. seiring denganEnd Match pesatnya Begin Match to source 202 in source list: Felix Tongian, Jullie J Sondakh, Jenny Morasa. perkembangan paradigma baru dalamEnd Match administrasi Begin Match to source 202 in source list: Felix Tongian, Jullie J Sondakh, Jenny Morasa. publik yangEnd Match dikenal dengan New Public Management (NPM) yang dipopulerkan oleh Begin Match to source 182 in source list: https://www.scribd.com/document/357118818/T-Bryson-1Osborne dan Gaebler (1992), Osborne dan Plastrik (1997),End Match Vigoda (2002): Begin Match to source 182 in source list: https://www.scribd.com/document/357118818/T-Bryson-1danEnd Match New Public Service (NPS) yang dikembangkan oleh Denhardt, J. V., & R. B. Denhardt (2003), McCourt & Minague (2001), Clarke & D. Wood (2001) Manning (2002). Gambar 21 Creating A New Government Model Secara umum new governance mengandung unsur utama yang terdiri dari akuntabilitas (accountability), transparansi (transperency), keterbukaan (opennes) dan aturan hukum (rule of law), menurut Bhatta (lihat Syamsiar, 2007). Dengan pendekatan new governance yang embrionya dari ”benih” NPM yang ditanamkan di Indonesia, menimbulkan masalah baru, yaitu: “betapa susahnya menumbuhkan benih di tanah yang kering”. Artinya, konsep governance dengan pendekatan NPM menghadapi sejumlah kendala dalam pengembangannya di Indonesia, sehubungan dengan hal ini, Rhodes (1997) telah memberi sinyal sebagai berikut: Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdf“NPM has serious problems as follow; NPM adopts anEnd Match intraorganizational Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdffocus, and pays no attention to managing inter- organizational links; NPM is obsessed with objectives, and does not pay attention to the diplomaticEnd Match ski/Is Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfof preserving the relationship between actors, NPM focuses on results, but no one actor is responsible for outcomes in network; and NPM cannot escape from aEnd MatchBegin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfcontradiction between competition and steering which is at the heart of NPM.End Match Walaupun demikian, konsep Begin Match to source 16 in source list: http://www.indiana.edu/~workshop/seminars/papers/y673_spring_2003_lee.pdfgovernanceEnd Match dan good governance dengan prinsip NPM terus berkembang di Indonesia. Dan, salah satu isu utama yang menjadi perhatian publik adalah perlunya menerapkan akuntabilitas publik dalam pemerintahan. Masalah akuntabilitas ini berkaitan dengan adanya pertanggungjawaban dalam pengelolaan pemerintahan khususnya administrator pemerintah dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Pemerintahan merupakan suatu organisasi yang bertanggungjawab keluar, yakni kepada publik, yang sering disebut dengan sistem pertanggung- jawaban publik atau akuntabilltas publik. Dengan demikian, akuntabilitas publik merupakan landasan dalam proses penyelengga- raan pemerintahan. Hal ini diperlukan oleh karena aparatur pemerintah harus mempertanggungjawabkan tindakan dan pekerjaan-nya kepada publik dan organisasi tempat dimana ia bekerja. Model New Governance dalam Kinerja Pemerintah E fektivitas organisasi secara internal mencakup efisiensi dalam penggunaan sumberdaya dan faktor-faktor hubungan manusia (conflic, happy, satisfied) yang akan mempengaruhi produktivitas. Kinerja organisasi bertujuan untuk mencapai specific result (outcomes) yang akan dapat tercapai melalui adanya kebijakan, prosedur dan kondisi lingkungan organisasi. Parameter dalam indikator responsivitas organisasi meliputii kemampuan mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya pengguna Iayanan dan daya tanggap serta kemampuan organisasi mengembangkan program program pelayanan sesuai kebutuhan dan aspirasi masyarakat yang dilayaninya. Dalam indikator akuntabilitas organisasi, parameter yang dipakai adalah: penyesuaian Iayanan yang diberikan dengan yang diharapkan pengguna jasa Iayanan dan penyesuaian kinerja dan pelayanan dengan sikap politik pemerintah. Responsibilitas organisasi merujuk pada persesuaian pelaksanaan kerja organisasi dengan prosedur dan tatakerja yang berlaku. Sedangkan ukuran efektivitas organisasi akan mencakup: penyesuaian pelaksanaan kegiatan kerja organisasi dengan tujuan dan tingkat produktivitas organisasi atau kemampuan pencapaian hasil dibandingkan dengan target. Untuk kualitas layanan dilihat dari kepuasan pengguna layanan terhadap pelayanan yang diberikan. Perbaikan dan peningkatan kinerja organisasi birokrasi publik bukan hanya karena merupakan kebutuhan, guna semakin menjamin untuk pencapaian tujuan seiring dengan berkembangnya tuntutan masyarakat. Dalam memberikan palayanan kepada publik, birokrasi publik hendaknya beronientasi kepada pelanggan, yakni kepuasan pelanggan menjadi orientasi utama pelayanan publik. Birokrasi publik harus menempatkan pelanggan di kursi pengemudi (Customer driven) dan senantiasa terbuka serta mendengarkan suara pelanggan (Osborne & Gaebler, 2000), karena kualitas pelayanan adalah menunjuk pada kemampuan dalam memberikan rasa kepuasan klien sesuai dengan kebutuhannya. Belajar dan pengalaman Malaysia dalam upayanya memperbaiki pelayanan publik, Pemerintah Malaysia melakukannya reformasi pelayanan publik dilakukan dengan melakukan reduksi terhadap bureaucratic red-tape, melalui penyederhanaan regulasi, khususnya yang menyangkut perijinan. Responsivitas pelayanan publik dilakukan dalam rangka mencapai transparansi pelayanan dan peningkatan kualitas layanan. Strategi yang ditempuh oleh Pemerintah Malaysia adalah dengan melakukan: (1) Costumer oriented service (2) Penggunaan teknologi informasi (3) Kerjasama dengan sektor swasta (4) penguatan struktur organisasi dan pengembangan SDM Perlunya perbaikan kualitas pelayanan publik akan menyangkut antara lain: (1) Management of client Expectation (2) Management of perfomance (3) Consumer education (4) Develop of-quality culture and follow up of services. Peningkatan kualitas layanan dapat pula dilakukan dengan cara meningkatkan kualitas skill dari pemberi layanan (service providers) dan kemudahan akses (accessibility to service). Gejala yang lazim hadir dalam kinerja birokrasi pelayan publik di Indonesia adalah rendahnya kualitas dan kelambanan pelayanan hingga sampai sekarang masih menjadi keluhan publik pengguna layanan dan mendapat banyak sorotan darti berbagai pihak untuk segera dan perlu diadakan pembenahan. Organisasi pelayanan publik di Indonesia belum mampu untuk memberikan pelayanan yang cepat, berkualitas tinggi dan merata kepada warga masyarakat yang membutuhkan pelayanan. Faktor-faktor peningkatan kinerja Beberapa faktor penting yang harus diperhatikan bagi peningkatan kinerja aparatur pemerintah adalah: 1. Komitmen pimpinan Komitmen disini diartikan sebagai kemauan yang sungguh- sungguh untuk bekerja secara baik dan benar. Komitmen pimpinan berarti kemauan yang sungguh-sungguh dari pimpinan untuk menjalankan tugas bagi pencapaian tujuan organisasi secara baik dan benar. Adapun tugas utama dari seorang pimpinan menurut saya adalah: Pertama, mengelola dan menggerakkan seluruh sumber daya yang dimiliki secara berkeadilan bagi pencapaian tujuan organisasi. Setiap organisasi dilengkapi dengan segenap sumber daya baik yang tampak maupun tidak tampak. Gedung kantor, notebooks, meja kursi, kendaraan dinas roda empat atau dua, Air Condition (AC), dana, peraturan , kwantitas sumber daya manusia, dan lain lain adalah sumber daya yang tampak, sementara fikiran, ide,dan gagasan-gagasan serta motivasi merupakan sumber daya yang tidak tampak dan tidak kalah penting atau bahkan sama pentingnya dengan sumber daya yang tampak. Tugas pimpinan adalah mengelola, mengarahkan dan mengorganisir segenap sumber daya tersebut agar dapat memberi kemanfaatan optimal bagi pencapaian tujuan organisasi. Banyak kita jumpai sejumlah institusi yang memiliki sumber daya yang luar biasa hebatnya tapi gagal mencapai tujuan organisasi secara efisien karena ketidakmampuan pimpinan mengelola potensi sumber daya yang ada. Sumber daya yang tampak sering tidak terdistribusi dengan baik dan kurang berkeadilan, umumnya organisassi staf (sekretariat) lebih menikmati kemewahan, ruang kerja yang lebih bagus dengan fasilitas ruangan lebih berkualitas, kendaraan dinas yang lebih mahal dibanding organisasi lini. Demikian juga dalam hal dana, organisasi staf (sekretariat) menikmati besaran dana yang lebih dari organisasi lini. Politik anggaran yang dijalankan kurang memperhatikan target dan sasaran yang ingin dicapai lebih mengarah pada kegiatan yang sebenarnya tidak menjadi prioritas. Kedua, melakukan pembinaan, pengembangan, pengka- deran (kaderisasi) calon pimpinan. Sumber daya manusia (staf) merupakan sumber daya yang tampak dan sekaligus tidak tampak. Kuantitas sumber daya manusia relatif dapat dihitung secara tepat besaran jumlah yang dibutuhkan akan tetapi motivasi, gagasan dan cita-cita relatif sulit diperhitungkan secara akurat. Pembinaan dan pengembangan secara sistematis terencana berkesinambungan terhadap sumber daya yang tidak tampak ini dikalangan aparatur negara relatif sulit ditemukan. Setelah diangkat menjadi pegawai, seseorang akan berkembang atau tidak sangat tergantung pada dirinya sendiri. Jika ingin berkembang maka ia harus melanjutkan studi sendiri, kursus sendiri dengan biaya sendiri dan memotivasi diri sendiri. Jenjang karier tidak dapat dirunut secara sequensial tapi mengandalkan keberuntungan, seseorang yang belum pernah menduduki eselon IV tetapi dapat langsung menduduki eselon III atau sebaliknya seseorang yang berhak duduk di eselon II karena secara teknis dan administratif telah memenuhi segala persyaratan tetapi tetap pada eselon III karena ketidakdekatan yang bersangkutan dengan yang memiliki kewenangan menempatkan pegawai pada eselon tertentu. Kaderisasi pada banyak institusi pemerintah tidak pernah terpikir secara serius apalagi terencana secara sistematis, konsekwensi logisnya adalah tidak ada kesinambungan karier staf. Tugas pimpinan adalah membina dan mengembangkan staf melalui penambahan keterampilan teknis, administratif, manajerial maupun motivasi, penempatan pada jenjang jabatan yang sesuai kemampuan dan kepangkatan dimiliki. Ketiga, penegakan hukum /aturan secara adil. Hukum/aturan dibuat dalam rangka ketertiban umum/organisasi, jika hukum tidak diterapkan sebagaimana mestinya maka dapat menimbulkan turunnya semangat (motivasi) kerja karyawan dan yang disebut terakhir akan berdampak pada penurunan kinerja organisasi secara keseluruhan. Penegakan hukum/aturan secara adil dimaksudkan bahwa dalam kondisi normal hukum/aturan harus dijadikan dasar dalam bertindak dan berperilaku oleh semua orang dalam suatu institusi/organisasi. Pimpinan institusi/ organisasi harus berupaya menegakkan hukum/aturan dalam barbagai aspek terutama pelaksanaan aspek keuangan dan personalia secara berkeadilan. Ketidakmampuan pimpinan berlaku adil dalam dua aspek ini dapat menurunkan moril atau daya juang pegawai, bahkan dapat membuat pegawai menjadi frustasi karena terkait dengan masa depan diri dan keluarganya. Memang dalam praktek penyelenggaraan pemerintahan, penegakan hukum/aturan secara ketat dan konsisten tidak menjamin tercapainya tujuan bahkan dalam banyak kasus malah menggagalkan pencapaian tujuan organisasi itu sendiri. Tidak ada anggaran dalam Petunjuk Operasional Kegiatan (POK) untuk menjamu makan minum tamu, atau untuk karangan bunga ucapan selamat maupun duka cita, tetapi tamu harus kita layani dan dalam batas tertentu ucapan selamat atau duka cita disampaikan lewat surat kabar atau karangan bunga. Terdapat aturan dan mekanisme yang jelas dalam pengadaan atau perbaikan barang kantor tapi dalam kondisi tertentu yang sangat mendesak (misalnya atap gedung kantor bocor besar karena hujan) perbaikan segera dilakukan dengan menunjuk langsung pihak tertentu untuk memperbaikinya padahal menurut aturan seharusnya perbaikan dilakukan setelah tender karena besaran nilai dananya termasuk kategori yang harus ditenderkan. Jika mekanisme aturan diterapkan maka perlu waktu berbulan-bulan untuk memperbaiki atap kantor padahal tugas rutin kantor tidak boleh terhenti. Di dalam komitmen juga terkandung kewajiban moral dan tanggung jawab serta konsistensi. Kewajiban moral terkait pelaksanaan tugas utama, tanggung jawab berkaitan dengan kewajiban menyampai-kan laporan ikhwal penyelenggaraan tugas utama kepada pimpinan di atasnya dan konsistensi berhubungan dengan penerapan peraturan perundang-undangan yang melandasi pekerjaan yang diemban. Oleh karena itu komitmen pimpinan untuk melaksanakan tugas utama yang dilandasi kewajiban moral, tanggung jawab dan konsistensi merupakan faktor penting bagi peningkatan kinerja aparatur. 2. Kesiapan individu Keberhasilan seseorang dalam pencapaian suatu tujuan amat tergantungpada tingkat kesiapan bersangkutan dalam menyelesaikan suatu pekerjaan.Tingkat kesiapan meliputi dua hal yaitu kemauan (motivasi) dan kemampuan (capability) yang dimiliki. Hal mutlak yang diperlukan untuk mengerjakan suatu pekerjaan adalah adanya kemauan, keinginan, atau motivasi untuk berbuat. Motivasi ditentukan banyak faktor (lihat teori motivasi), namun secara garis besar motivasi kerja seseorang disebabkan dua tuntutan kebutuhan yaitu kebutuhan physik dan non physik. Dalam hal kinerja aparatur negara, budaya organisasi, gaya kepemimpinan, kecocokan tugas, lingkungan kerja, penghasilan, dan lain-lain merupakan faktor yang berpengaruh dalam menumbuhkan kemauan (motivasi) kerja. Akan tetapi kemauan saja tidak cukup memadai bahkan tidak dapat menyelesaikan masalah pekerjaan. Kemauan yang tinggi tanpa disertai kemampuan/keterampilan memadai tidak akan menjamin pencapaian hasil yang optimal. Sebaliknya, memiliki kemam-puan/keterampilan yang setinggi apapun tanpa diikuti kemauan berbuat juga akan berdampak pada tidak tercapainya tujuan yang dikehendaki. Kemampuan yang saya maksudkan disini kemampuan intelektual, kemampuan teknis dan kemampuan sosial (kemam- puan berinteraksi secara beretika). Ketiga jenis kemampuan tersebut digunakan untuk menyelesaikan tugas-tugas administra- si internal maupun eksternal. Administrasi internal mencakup penggunaan sumber daya, sarana dan teknologi yang diperlukan untuk menjalankan tugas pokok dan fungsi. Sedang administrasi eksternal meliputi kegiatan-kegiatan dan proses administrasi yang diperlukan untuk membentuk dan menggiatkan hubungan- hubungan dengan institusi dan kelompok di luar pengendalian institusi tempat bekerja. 3. Team work (kerjasama kelompok) Membentuk tim kerja tidaklah sulit dan dapat dilakukan oleh banyak orang yang berwenang membuat tim kerja, akan tetapi membangun kerjasama tim adalah pekerjaan yang tidak mudah dan hanya bisa dilakukan oleh sedikit orang. Meskipun membangun kerjasama tim (kerjasama kelompok) bukan pekerjaan mudah, namun dapat diupayakan melalui: Pertama, transparansi pengelolaan segenap sumber daya terutama dana. Kita fahami bahwa aktivitas aparatur Negara selalu dilengkapi dengan sarana/prasarana dan dana bagi pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Ketidaktansparanan pimpinan dalam memanfaatkan segenap sumber daya tersebut akan melemahkan semangat tim yang pada gilirannya dapat menurunkan kinerja. Kedua, menghargai wewenang dan tanggung jawab individu. Dalam timkerja selalu ada pembagian tugas pekerjaan kepada tiap anggota dan pada tugas pekerjaan tersebut melekat kewenangan dan tanggung jawab. Makin besar/luas lingkup tugas pekerjaan, makin besar/luas pula kewenangan dan tanggung jawabnya. Dengan tidak mengambil alih apalagi melangkahi kewenangan dan tanggung jawab sekecil apapun yang dimiliki seseorang akan membantu menumbuhkan dan mengembangkan semangat kerja dalam tim, dan yang disebut terakhir ini memberi peluang bagi peningkatan kinerja. Ketiga, membangun dan mengembangkan etika admi- nistrasi. Etika menyangkut norma, moral, bersumber dari budaya, agama, dan hukum yang dijadikan pedoman dalam berperilaku. Etika berkaitan dengan baik dan tidak baik, pantas dan tidak pantas. Dewasa ini etika menjadi hal penting dalam administrasi publik karena tugas pokok administrasi publik adalah melakukan pelayanan publik. Etika dapat mendukung pencapaian tujuan melalui kerjasama tim akan tetapi dapat pula menggagalkan tujuan jika pelayanan yang diberikan dilakukan secara tidak beretika. Di dalam tim kerja pelanggaran terhadap etika yang tertuang dalam right rule of conduct atau profesional standards akan mengganggu kerjasama tim. Implementasi etika dalam tim kerja terwujud dalam bahasa dan perilaku yang santun , ramah, jujur, saling menghormati, komunikasi terbuka, memiliki integritas, dan lain-lain. Ketiga faktor penting di atas yaitu komitmen pimpinan, kesiapan individu dan kerjasama kelompok (team work) adalah faktor internal yang berhubungan timbal balik. Komitmen pimpinan ber- hubungan dengan (mempengaruhi) kesiapan individu dan kerjasama kelompok (team work), kesiapan individu dan kerjasama kelompok juga berhubungan dengan (mempengaruhi) komitmen pimpinan. Demikian juga kesiapan individu dengan kerjasama kelompok memiliki hubungan (pengaruh) timbal balik. Menurut Safri Wirman, satu faktor eksternal yang penting adalah perlunya dibentuk Komisi Aparatur Negara. Komisi Aparatur Negara ini memiliki tiga tugas khusus yaitu: Pertama, mengawasi pimpinan suatu unit organisasi agar dalam menjalankan tugas selalu berpedoman pada peraturan perundang-undangan tentang kepegawaian yang berlaku Kedua, menerima dan memproses pengaduan aparatur negara yang merasa dirugikan oleh kebijakan pimpinan dalam bidang kepegawaian terutama hal mutasi dan promosi. Ketiga, memutus perselisihan kepegawaian antara pimpinan dan bawahan. Dengan demikian pembentukan komisi aparatur negara dimaksudkan untuk mengawal tegaknya peraturan per- undang-undangan bidang kepegawaian dan tegaknya etika administrasi sehingga dapat mengurangi penyalahgunaan wewenang akibat diskresi berlebihan yang pada gilirannya dapat menumbuhkan komitmen pimpinan, memacu kesiapan individu dan kerjasama kelompok bagi peningkatan kinerja aparatur negara. Atas dasar tersebut maka faktor penting dalam meningkatkan kinerja aparatur negara dapat digambarkan dalam model sebagai berikut: Gambar 22 Model Peningkatan Kinerja Aparatur Negara Sumber: Safri Wirman Keempat faktor tersebut kiranya perlu mendapat perhatian, karena penilaian terhadap kinerja aparatur negara tidak saja dari persfektif/pendekatan perilaku dan hasil kerja yang dilakukan oleh pihak atasan tetapi juga dinilai oleh kelompok masyarakat melalui kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur negara. Kinerja aparatur negara juga berperan penting dalam penciptaan dynamic governance yaitu kemampuan pemerintah dalam menyesuaikan kebijakan, strategi dan program yang akan diambil dengan perubah- an lingkungan global yang cepat dan sulit dipridiksi. Model New Governance dalam Layanan Publik D alam Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlimplementasi penegakan pilar-pilar demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan, pemerintahan daerah/kota dituntut untukEnd Match bias Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlmenerapkan prinsip-prinsip good governance, atau dengan kata lain Pemerintah Daerah/Kota dalam memberikan pelayanan publik harus memberikan ruang bagi masyarakat untuk memberikan aspirasi, akses informasi dan juga melakukan kontrol terhadap jalannya pemerintahan. Untuk itu peranan Pemerintah Daerah/Kota harus terfokus pada upaya meningkatkan pelayanan kepada masyarakat selain pemberdayaan masyarakat danEnd Match pemba- ngunan. Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlKebutuhan akan karakteristik good governance dalam penyelenggaraan pelayananEnd Match public Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmldiantaranya menyangkut efektivitas dan efisiensi pelayanan.End Match Secara sederhana, model New Governance merupakan perkembangan baru dalam literatur manajemen publik yang mengidealkan kerjasama, interaksi atau kemitraan antara pemerin- tah, swasta dan masyarakat dalam proses pemerintahan secara umum, yang dalam tulisan ini dibatasi pada aspek penyelenggaraan pelayanan publik. Metamorfosis model itu dapat ditelusuri dari model administrasi publik klasik (Classical Public Administration) dan model Begin Match to source 92 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-18manajemen publik baru (New Public Management).End Match Model administrasi publik klasik memberikan perhatian pada bagaimana pemerintah melakukan tindakan administrasi secara demokratis, efisien dan efektif, dan bebas dari manipulasi kekuasaan, serta bagaimana pemerintah dapat beroperasi secara tepat, benar, dan berhasil (Wilson, 1887). Fokus perhatiannya adalah interaksi dan kerjasama di dalam organisasi pemerintah yang dibangun melalui hirarki. Model ini memberikan peran yang sangat besar kepada pemerintah, baik dalam perumusan kebijakan maupun penyampaian pelayanan publik. Dengan sifat yang hirarkis dan berpusat pada pemerintah, maka hubungan antara pemerintah dengan swasta dan masyarakat cenderung dimaknai sebagai hubungan yang bersifat atasan dan bawahan, interaksi sepihak dan tidak setara, kerjasama struktural dan formal,atau pada titik yang paling ekstrim, tidak ada kolaborasi sama sekali. Model pertama di atas dicoba disempurnakan oleh model lain yang dikenal sebagai model manajemen publik baru. Fokus perhatian model ini adalah bagaimana mentransformasikan model manajemen sektor swasta ke dalam organisasi publik serta mengembangkan inisiatif pengaturan sistem seperti deregulasi, privatisasi, kontrak manajemen, dan sebagainya (Kooiman & Vliet, 1992). Secara sistematis, model manajemen publik baru dapat ditelusuri dari tipologi yang dikembangkan oleh Ewan Ferlie dan kawan-kawan (1995), yaitu: Model pertama, yaitu model yang menekankan pentingnya efisiensi (efficiency drive). Model ini merupakan model awal yang muncul pada awal dekade 1980-an dengan memberikan perhatian utama agar sektor publik berperilaku seperti layaknya usaha swasta, yang sarat dengan orientasi efisiensi. Tema penting di dalam model ini antara lain adalah peningkatan pengawasan atas manajemen keuangan, penghematan atau efisiensi keuangan, penguatan fungsi penganggaran, serta penciptaan sistem informasi dan anggaran. Di samping itu, model ini juga memberi perhatian pada pentingnya peningkatanperhatianterhadaprespons penyediaan pelayanan kepa- da konsumen dengan memberikan peran yang semakin besar kepada sektor privat atau pasar sebagai penyedia atau produsen pelayanan. Model ini juga menekankan perlunya proses manajemen yang berorientasi pada pemerintahan korporatis, penegakan standar kinerja yang ketat, proses penyelenggaraan pelayanan yang tidak terlalu birokratis dan lebih ke arah manajemen yang berjiwa wiraswasta dengan tetap berpegang pada prinsip akuntabilitas, adopsi bentuk coorporate governance, serta pemberian wewenang operasional ke bawah dan penggeseran kekuasaan penanganan kegiatan yang strategis ke atas. Model ini terkait dengan gaya ekonomi politik pemerintahan Thatcher yang anti dan berupaya mengeliminasi pemborosan, pemerintahan yang birokratis, kinerja birokrasi pemerintahan yang rendah, dan menganggap bahwa birokrasi merupakan bagian dari masalah bukan bagian dari solusi. Model kedua, merupakan model yang menekankan upaya untuk memperkecil lingkup sektor publik (down-sizing), menciptakan fleksibilitas organisasi, menghindari standarisasi organisasi, me- ngembangkan pola pelayanan yang fleksibel dan variatif, memperkuat desentralisasi tanggung jawab kegiatan dan anggaran ke tingkat bawah, pergeseran pola manajemendarisistem hirarkis menuju sistem contracting out, serta pemilahan organisasi puncak dengan organisasi operasional. Model ini sudah memberi perhatian terhadap pentingnya jaringan kerja (network) dengan organisasi lain di luar pemerintah, menekankan pembentukan aliansi strategis dengan badan-badan lain di luar pemerintah sebagai bentuk baru koordinasi yang lebih luas, terbuka, dan inklusif. Model ketiga, dikenal sebagai pola manajemen publik yang menekankan pada pencapaian hasil yang prima (In Search of Excellence ). Model ini merupakan perwujudan dari aliran human relations dalam teori manajemen yang memberikan perhatian pada pentingnya budaya organisasi. Model ini memberi perhatian khusus pada pengaruhnilai,budaya,ritus,dan simbol-simbol yang dapat mempengaruhi perilaku individu dalam bekerja. Model ini dapat dibedakan atas dua pendekatan utama, yaitu pendekatan bottom-up dan pendekatan top-down. Pendekatan bottom-up memberikan penekanan pada pengembangan organisasi sebagai organisasi pembelajaran (learning organization) , pengakuan akan perlunya budaya organisasi sebagai pengikat proses kerja birokrasi, desentralisasi manajemen, serta pengukuran kinerja berdasarkan hasil yang dicapai. Sedangkan pendekatan top-down menekankan upaya-upaya untuk memperlancar perubahan budaya organisasi, proyeksi visi secara top-down, kepemimpinan kharismatik, pemakaian simbol-simbol organisasi dan penetapan misi yang jelas, adanya strategi komunikasi yang jelas, dan penekanan pada fungsi manajemen sumberdaya manusia. Model keempat, merupakan-manajemen publik yang berorien- tasi pada pelayanan publik (public service orientation). Model ini merupakan model yang paling jarang dikembangkan tetapi memiliki manfaat yang besar jika diterapkan dalam manajemen pelayanan publik. Model ini merefleksikan penyelarasan ide-ide dalam manajemen sektor swasta ke dalam manajemen sektor publik serta penguatan kembali peran manajer sektor public dengan menerapkan manajemen yang berkualitas tinggi secara lebih meyakinkan yang sebelumnya telah dirusak oleh berbagai malpraktek dan patologi. Di samping itu, model ini mempunyai beberapa karakter penting seperti pelayanan yang berkualitas tinggi (prima), proses manajemen yang lebih merefleksikan kepentingan pengguna (users) lebih dari sekdar kepentingan konsumen, penekanan pada pembelajaran masyarakat lebih dari sekedar pendekatan penyediaan pelayanan yang dilakukan secara rutin (misalnya manajemen berbasis masyarakat, penilaian kebutuhan nyata masyarakat, dan sebagainya), penekanan peran pasar dan swadaya masyarakat dengan tetap memperhatikan berbagai keterbatasannya, serta menjamin partisipasi masyarakat dan prinsip akuntabilitas sebagai bentuk perhatian terhadap pentingnya legitimasi manajemen pelayanan publik. Walaupun beberapa gagasan diatas nampaknya sangat visioner dalam konteks perbaikan kinerja pelayanan publik, namun upaya mengadopsi paradigma itu masih disertai sejumlah keraguan. Di antaranya adalah sejauh mana prinsip-prinsip manajemen sektor swasta dapat diterapkan ke dalam proses manajemen sektor publik, apakah pemerintah tidak harus mendominasi proses penyelenggaraan manajemen pelayanan publik, dan bagaimana menggeser peran dan logika pemerintah serta mengembangkan hubungan kerja baru antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam kultur yang lebih egaliter dan partisipatif. Pertanyaan pertama muncul karena pada dasarnya terdapat perbedaan karakter antara sektor swasta dan pemerintah (Pollitt, 1990; Hood, 1991). Perbedaan tersebut antara berkaitan dengan masalah pilihan publik (public choice), kepentingan publik (public interest), pemilikan publik (public ownership), pemerataan, kebutuhan kolektif, keadilan, dan nilai-nilai semacamnya (Ranson & Stewart, 1994). Demikian halnya dengan pertanyaan kedua yang menuntut adanya perhatian yang serius seperti efisiensi keuangan, perampingan organisasi, desentralisasi, kualitas pelayanan, partisipasi masyarakat dan sebagainya. Terdapat pendapat yang sangat umum bahwa peran pemerintah seyogyanya hanya dibatasi pada masalah-masalah yang tidak bias ditangani oleh swasta dan masyarakat seperti masalah pertahanan dan keamanan, penegakan hukum, hubungan luar negeri. Sedangkan penyelenggaraan penyediaan pelayanan yang bersifat toll goods dapat diserahkan kepada swasta dan masyarakat. Dalam kondisi ini, pemerintah akan lebih berperan sebagai regulator atau fasilitator, dan bukan sebagai produser (Esman, 1991). Sedangkan pertanyaan ketiga berangkat dari kenyataan bahwa kendati model manajemen publik baru mengakui pentingnya interaksi,kerjasama dan aliansi strategis, namun bentuknya masih berorientasi pada kontrak keluar, kerjasama operasional atau swakelola masyarakat. Bentuk yang demikian masih mangasumsikan pentingnya peran pemerintah dengan terutama mendayagunakan sumberdaya yang dimiliki pemerintah. Keraguan di atas menjadi pintu masuk bagi model “New Governance”. Model ini muncul pada tahun 1990-an bersamaan dengan maraknya gerakan pembaruan sistem pemerintahan sebagai upaya untuk memecahkan berbagai persoalan publik yang juga dikenal dengan istilah “Modern Governance” (Kooiman, 1993) atau “Good Governance” (World Bank, IMF, dan UNDP, 1995). Sistem pemerintahan dikatakan baik jika sistem tersebut dapat mengelola sumberdaya dan masalah-masalah publik secara efektif, efisien dan responsif yang melibatkan lembaga pemerintah, swasta, dan masyarakat yang ada di dalam suatu negara. Dengan kata lain, transformasi sistem pemerintahan diarahkan untuk memfasilitasi transaksi yang luas, bebas dan terbuka antara berbagai elemen didalam sebuah negara untuk memenuhi kebutuhan ekonomi, sosial, politik, dan budayanya (Bank Dunia, 1994). Di dalam model New Governance, penyelenggaraan pemerintahan dibangun berdasarkan pola interaksi baru antara pemerintah dan masyarakat untuk mengembangkan dan menye- diakan kebijakan dan pelayanan publik (Kooiman, 1993). Konsepsi tersebut berkembang dari bentuk-bentuk pengaturan yang dilakukan olek aktor-aktor sosial, ekonomi, dan politik dalam proses interaksi antara pemerintah dan masyarakat. Dengan pemahaman yang demikian, model New Governance identik dengan model pemerin- tahan interaksionis dan model pengelolaan sistem pelayanan publik yang menganut prinsip co-production atau co-arrangement. Kemunculan model manajemen baru itu di latar belakangi oleh suatu kesadaran bahwa sebenarnya kegiatan penyediaan pelayanan publik merupakan proses kegiatan yang dilakukan oleh jaringan kerja (networks) dari berbagai organisasi, baik yang ada di lingkungan pemerintah maupun masyarakat (Aquina & Bekke, 1993). Suatu jaringan kerja pelayanan adalah sistem organisasi yang merangkai- kan hubungan kerja atau interaksi antara kantor atau organisasi yang masing-masing mempunyai fungsi tertentu (Esman, 1991). Hal tersebut sejalan dengan pemikiran yang dikembangkan oleh para pemikir awal teori manajemen bahwa esensi proses manajemen publik sebenarnya adalah interaksi (Mintzberg, 1973). Piere dan Pieters (2000) menyatakan bahwa upaya memper- kenalkan paradigma New Governance diarahkan untuk melengkapi kekurangan paradigma manajemen publik baru yang dianggap kurang efektif dan tidak lagi mendapat dukungan dari berbagai pihak sebagai model kebijakan dan pelayanan publik alternatif. Menurutnya, model tersebut merupakan suatu tawaran baru dalam konteks dan tatanan hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Di dalamnya terdapat beberapa pertanyaan penting seperti bagaimana mendudukkan peran pemerintah di dalam proses pemerintahan dan mengangkat bobot kekuatan masyarakat sipil di dalam proses pengaturannya, serta sejauh mana kapasitas pengaturan yang dilakukan masyarakat sipil itu dilihat sebagai hal yang sama pentingnya dengan kapasitas pengaturan yang dilakukan pemerintah. Gagasan tersebut diperkuat oleh pemikiran Kooiman yang melihat bahwa sistem pengaturan modern harus dilihat sebagai upaya untuk mengaktifkan dan mengkoordinasi aktor-aktor sosial untuk dapat berperan serta dalam menghadapi persoalan kompleksitas, dinamika, dan diversitas. Sistem pemerintahan dalam masyarakat modern, dengan demikian, merupakan proses koordinasi dan bagaimana mempengaruhi interaksi sosial, politik, dan administratif. Dalam perspektif interaktif semacam ini, proses pemerintahan ditujukan untuk menyeimbangkan kepentingan sosial dan menciptakan ruang interaksi antara berbagai aktor (Kooiman, 1993; Dunsire, 1993; Mayntz, 1993) serta bagaimana proses interaksi tersebut dapat membantu perwujudan tujuan kolektif. Berkaitan dengan poin terakhir ini, Kooiman kembali menekan- kan pentingnya kapasitas pengaturan di dalam masing-masing aktor untuk menjalankan koordinasi secara efektif dalam konteks memperkuat lingkungan internal sehingga memiliki kapasitas untuk melakukan transformasi, merubah struktur dan proses, maupun substansi mekanisme dan orientasi organisasi. Secara lebih spesifik, analis ini menyatakan bahwa hubungan kerja antara pemerintah dan masyarakat tidak semata-mata seperti hubungan kerja tradisional antara sektor publik dengan sektor privat, tetapi merupakan suatu modus hubungan yang dapat memperkuat kapasitas pengerahan sumber daya dan koordinasi dengan aktor- aktor terkait dalam bentuk jaringan kerja (net-work) yang lebih informal. Konteks hubungan yang demikian merupakan refleksi saling ketergantungan dalam penyediaan input sumberdaya yang dimiliki masing-masing pihak yang jika diintegrasikan akan sangat penting dalam upaya meningkatkan kinerja penyelenggaraan pelayanan publik (Roses & Lawton, 1999). Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa model New Governance memiliki keunikan jika dibandingkan dengan model manajemen publik baru. Tepatnya,model NewGovernance merupakan pengkayaan terhadap model manajemen publik baru. Keduanya berangkat dari pemikiran yang sama tentang semakin kurang pentingnya kekuatan pemerintah secara legal formal dan semakin pentingnya tatanan kelembagaan lintas batas antara sektor publik dan sektor swasta (Pierre & Peters,2000). Namun, sebagaimana diuraikan King C.S.dan StiversC.(1998), keduanya juga memiliki beberapa perbedaan prin- sipil yang selanjutnya menimbulkan persoalan ideologis dalam proses manajemen publik versus proses kepemerintahan. Secara singkat perbedaan prinsipil tersebut adalah sebagai berikut: 1) Model Manajemen Publik Baru, menekankan ide pembaharuan peran pemerintah secara inkremental melalui peningkatan efi- siensi manajemen sektor publik yang mengandalkan pola hu- bungan kerja antar organisasi di dalam lingkungan pemerintah. 2) Model New Governance menekan ide pembaharuan proses pemerintahan secara transformatif melalui peningkatan kapasitas pemerintahan dan sistem pengaturan yang mengandalkan pola hubungan kerja dan interaksi antara organisasi pemerintah, swasta dan masyarakat secara kooperatif atau kemitraan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model New Governance memiliki keunikan dan kapasitas dalam menjelaskan dan mengarahkan perkembangan pola hubungan kerja antara pemerin- tah, swasta dan masyarakat yang ditujukan untuk memecah-kan berbagai permasalahan yang dihadapi masyarakat termasuk penurunan kinerja pelayanan publik di Indonesia. Model New Governance dalam Layanan Publik dapat terwujud bila terdapat kondisi pemerintah yang bersih, yang digambarkan sebagaimana berikut ini: Gambar 23 Good Governance Menuju Clean Goverment GOOD GOVERNANCE MENUJU CLEAN GOVERNMENT Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-09-04HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGANEnd Match PEMETAAN Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-09-04PEMERINTAH PUSAT TAHUNEnd Match 2004 Begin Match to source 153 in source list: http://www.pdf-txt.com/ppt/praktek-akuntansi-keuangan.htmlPENERAPAN GOOD GOVERNANCE,End Match (DISCLAIMER) Begin Match to source 153 in source list: http://www.pdf-txt.com/ppt/praktek-akuntansi-keuangan.htmlPENINGKATAN PELAYANAN PUBLIK DAN PERCEPATAN PEMBERANTASAN KKN Tahun 2006..End MatchBegin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-09-04HASIL PEMERIKSAAN BPK ATAS LAPORAN KEUANGANEnd Match DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN Begin Match to source 131 in source list: Submitted to Universitas Terbuka on 2017-09-04TAHUNEnd Match 2004 HASIL PEMETAAN NASIONAL.. IMPLEMENTASI SISTEM AKUNTANSI PEMERINTAH PUSAT BELUM BERJALAN SESUAI DENGAN KETENTUAN YANG BERLAKU PENGELOLAAN ASSET TETAP BERUPA BMN YANG MELIPUTI PENCATATAN DAN PELAPORAN BELUM MEMADAI HASIL PEMETAAN DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN RENCANA AKSI PASCA PEMETAAN .. 10 Dalam hal ini untuk mewujudkan clean government maka standart pelayanan harus Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1merupakan ukuran yangEnd Match sudah Begin Match to source 19 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/4627/PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUASAN PELANGGAN PADA PT PLN PERSERO RAYON MAKASSAR BARAT.pdf?sequence=1dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan publikEnd Match dan disusun secara bersama-sama dengan penerima pelayanan serta pihak-pihak yang berkepentingan (Citizen Carter). Setiap instansi yang memberikan pelayanan langsung wajib membuat standart pelayanan, yang setiap daerah berbeda, disesuaiakan dengan kondisi masing-masing. Dalam rangka untuk mencapai standar minimal dalam pelayanan publik, di masing-masing daerah, telah ditetapkan Permendagri No. 79 tahun 2007 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Pencapaian Standar Pelayanan Minimal. Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlAgar dalam penyelenggaraan pelayanan publik dapat terlaksana dengan baik maka terdapat asas penyelenggaraan pelayanan publik yang meliputiEnd Match : (Perda No Begin Match to source 165 in source list: http://www.publiknasional.com/uu_pdf/PERDA 11_2005_penjelasan.pdf11 tahun 2005 tentang Pelayanan Publik di Propinsi Jawa Timur)End MatchBegin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmla) Asas kepastian hukum, adalah adanya peraturan perundang- undangan yang menjamin terselenggaranya pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan rasa keadilan masyarakat. b) Asas keterbukaan, bahwa setiap penerima pelayanan dapat dengan mudah mengakses dan memperoleh informasi mengenai pelayanan yang diinginkan. c) Asas Partisipatif, yaitu untuk mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik denganEnd Match memperhati- kan Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlaspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat. d) Asas Akuntabilitas, bahwa proses penyelenggaraan pelayanan publik harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. e) Asas kepentingan umum, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak boleh mengutamakan kepentingan pribadi dan atau golongan. f) Asas profesionalisme, adalah aparat penyelenggara pelayanan harus memiliki kompetensi yang sesuai dengan bidang tugasnya. g) Asas kesamaan hak, yaitu dalam pemberian pelayanan publik tidak diskriminatif dalam arti tidak membedakan suku, ras, agama, golongan, gender, dan status ekonomi. h) Asas keseimbangan hak dan kewajiban, adalah pemenuhan hak harus sebanding dengan kewajiban yang harus dilaksanakan, baik oleh pemberi maupun penerima pelayanan. i) Asas efisiensi, bahwa yang menentukan tingkat keberhasilan penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikanEnd Match kebu- tuhan Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.htmlpelayanan yang sederhana, cepat dan murah, tidak memberikan pembebanan pembiayaan kepada masyarakat secara tidak wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. j) Asas efektifitas, adalah orientasi penyelenggaraan pelayanan publik untuk mencapai penyelenggaraan pelayanan publik yang tepat sasaran dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai pengguna pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang- undangan yang berlaku. k) Asas imparsial, bahwa yang menjadi pedoman dan arahan bagi penyelenggara pelayanan publik untuk bersikap netral, non diskriminasi dan tidak berpihak sesuai dengan peraturanEnd Match per- undang Begin Match to source 7 in source list: http://orang-one-chee-punya.blogspot.com/2009_05_01_archive.html-undangan yang berlakuEnd Match Terkait dengan pelaksanaan pelayanan minimal yang harus dilakukan oleh pemerintah, maka standarisasi pelayanan minimal harus ditetapkan. Keberhasilan dalam melayani masya- rakat, atau Goals daripada pelayanan publik adalah apa yang dinamakan dengan Good Governance. Dengan makin meningkatnya dinamika masyarakat dalam penyelenggaraan negara dan kegiatan pembangunan, pengem- bangan sistem ketatalaksanaan birokrasi pemerintah perlu diprioritas- kan pada revitalisasi pelaksanaan fungsi-fungsi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik yang berkepastian hukum, kondusif, transparan, dan akuntabel, disertai dukungan sistem informatika yang terarah pada pengembangan e-administration atau e-government. Peran birokrasi lebih difokuskan sebagai agen pembaharuan, sebagai motivator dan fasilitator bagi tumbuh dan berkembangnya swakarsa dan swadaya serta meningkatnya kompetensi dan produktivitas masyarakat dan dunia usaha di seluruh wilayah negara. Dengan demikian, dunia usaha dan masyarakat dapat menjadi bagian dari masyarakat yang terus belajar (learning community), mengacu pada terwujudnya masyarakat maju, mandiri, sejahtera, dan berdaya saing tinggi. Penetapan standar pelayanan dan juga standar operasi sudah saatnya dilakukan secara komprehensif dan terinte- grasi. Peran yang dimainkan pemerintah dalam menuju Indonesia baru perlu di revitalisasi agar pemerintah dapat memberikan kontribusi yang optimal terhadap perwujudan cita-cita bangsa dan negara. Dalam upaya melakukan revitalisasi haruslah disadari bahwa birokrasi pemerintahan pada dasarnya merupakan suatu sistem terbuka (opened system) yang merupakan bagian dari suatu sistem kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, upaya revitalisasi hendaknya mengkaji pula lingkungan internal dan eksternal yang mempengaruhinya. Dengan melihat besar dan kompleksnya tantangan yang dihadapi baik domestik maupun global dalam menuju Indonesia baru, maka upaya revitalisasi birokrasi tentunya tidak dapat dilakukan secara parsial, melainkan perlu untuk dilakukan secara komprehensif. Upaya revitalisasi dengan demikian menghendaki perlunya revitalisasi dari berbagai dimensi, yakni filosofis, paradigma, kelem- bagaan, ketatalaksanaan, sumber daya manusia, dan kesejahteraan. Terdapat Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3syarat dasar untuk mencapai pemerintahan yang bersihEnd Match dan Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3efektif, yakni stabilitas politik, birokrasi yang efektif.End Match Adanya reformasi birokrasi Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3juga menekankan pemberantasanEnd Match korupsi, Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3politik uang, dan aturan yang jelas antara pebisnis dan birokrat.End Match Birokrasi pemerintahan dan institusi di Indonesia masih tersandera oleh dua hal, yaitu karena masa lalu dan deal-deal politik. Di masa lalu, pejabat dan institusi cenderung korup. Dan sampai sekarang pun masih ada pejabat dan institusi yang korup. Birokrasi pemerintahan dan institusi juga tersandra oleh deal-deal politik. Di saat seseorang akan mereformasi sebuah birokrasi, muncullah tawar-menawar politik yang menghambat langkah orang tersebut dalam mereformasi. Pemerintah harus segera Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3mempercepat implementasi reformasi di bidang birokrasi di setiap instansiEnd Match agar Begin Match to source 61 in source list: http://kppn-palangkaraya.net/?pilih=news&aksi=lihat&id=3mampu menekan mafia hukum, korupsi, politik uang serta adanya aturan yang jelas antara pebisnis dan birokrat.End Match Kinerja birokrasi pelayanan publik menjadi isu kebijakan sentral yang semakin strategis karena perbaikan kinerja birokrasi memiliki implikasi dan dampak yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan dapat memperbaiki iklim investasi yang sangat diperlukan bangsa ini. Buruknya kinerja birokrasi publik di Indonesia sering menjadi faktor yang mempengaruhi penurunan minat investasi. Akibatnya pemerintah sangat sulit dalam menarik investasi. Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan memiliki implikasi luas, terutama dalam memperbaiki tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Aspek Etika Dalam Pelayanan Publik P enerapan model demokrasi dalam sistem Pemerintahan Daerah yang sekarang diterapkan belum mencapai hasil yang diharapkan. Perilaku birokrasi dan kinerja Pemerintahan Daerah belum dapat mewujudkan keinginan dan pilihan publik untuk memperoleh jasapelayanan yang memuaskan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Upaya peningkatan kualitas pelayanan publik oleh Pemerintahan Daerah dalam hal ini dapat dilakukan dengan berbagai strategi, diantaranya : perluasan institusionaldan mekanisme pasar, penerapan manajemen publik modern, perluasan makna demokrasi. Upaya ini dapat terwujud apabila terdapat konsistensi dari sikap Pemerintahan Daerah bahwa keberadaannya adalah sematamata mewakili kepentingan masyarakat di daerahnya, otonomi adalah diberikan kepada masyarakat. Sehingga keberadaannya harus memberikan pelayanan yang berkualitas untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang memiliki otonomi tersebut. Perangkat birokrasi yang ada baru dapat memberikan pelayanan publik yang berkualitas apabila kinerjanya selalu didasarkan pada nilai-nilai etika administrasi publik. Sejak diberlakukannya UU No 32 tahun 2004 secara efektif, setiap Daerah telah berusaha untuk mewujudkan otonomi yang diemban atas representasi masyarakat di daerahnya. Lembaga DPRD telahberupaya untuk mengatur atau membuat PERDA, yang mencerminkan kepentingan kesejahtraan masyarakatnya, Pemerin- tah Daerah telah berusaha rnengurus atau mengaplikasikan dalam bentuk pelayanan kepada masyarakatnya. Apabila usaha itu dilakukan dalam konteks negarabangsa, dengan tidak mengabaikan asas desentralisasi dan dekonsentrasi dalam suatu kontinum, tentunya tidak menjadi persoalan. Karena memang merupakan hak dan kuwajiban bagi Pemerintahan Daerah untuk mengurus rumah tangganya sendiri. Akan tetapi fenomena yang muncul ternyata tidak selalu demikian, otonomi seringkali dimaknai menjadi arogansi. DPRD merasa menjadi lembaga yang amat kuat, dengan dalih kepentingan masyarakat dapat membuat keputusan yang mengabaikan kepentingan yang lebih luas, bahkansering kali hanya menguntung- kan kelompok-kelompok, atau pribadi-pribadinya. Suatu daerah yang merasa memiliki sumberdaya berlebih memiliki keinginan yang kuat untuk mengeksploatasi demi kemakmuran sebesar-besar bagi daerahnya, dengan cenderung mengabaikan integrasi negara dan bangsa. Bahkan dalam konteks pelayanan publik ada kecenderungan hanya berfikir efektifitas, efisiensi, dan ekonomis; dengan mengabai- kan prinsip responsibilitas, responsivitas, dan represent-tativitas bagi masyarakat. Dalam konteks inilahpembahasan tentang etika pelayanan publik bagi Pemerintahan Daerah menjadi penting artinya. Dalam era otonomi daerah, tuntutan terhadap kinerja Pemerin- tah Daerah melalui inovasi, integritas, dan akuntabilitas perlu untukditingkatkan, public entrepreneurship diperlukan dan secara potensial sangat menguntungkan. Akan tetapi perlu diperhatikan berkaitan dengan adanya pelanggaran terhadap etika pelayanan publik dan kemungkinan adanya korupsi, karena dengan otonomi peluang melakukan pelanggaran terhadap kedua hal tersebut sangat besar. Dikemukakan oleh Frederickson (1997 : 181) bahwa pemerin- tah seharusnya tidak bersifat bisnis dan entrepeneurship kurang sesuai dengan sikap para pegawai pemerintah dan seringkali bersifat tidak etis bahkan ditegaskan bahwa masalah korupsi dan etika dalam birokrasi pemerintah akan meningkat karena pemerintah kehilangan kemampuan untuk berpikir dan bersikap sebagaimana mestinya. Eimicke dan Cohen (1997) mempunyai pandangan yang berbeda, tetap berpendapat bahwa entrepreneurship dalam pemerin- tahan diperlukan karena sering terdapat tuntutan dari masyarakat dan sifatnyabisa etis. Dalam pandangan mereka, masalahnya bukan pada apakah public entrepreneurship etis atau tidak, melainkan untuk hal itu diperlukan petunjuk yang lebih baik bagi para public official dalam penggunaan dana masyarakat secara efektive dan etis. Hasil-hasil penelitiannya di pemerintahan tingkat lokal membuktikan bahwa para pembuat kebijakan publik dapat bersikap entrepeneurial dan etis secara simultan. Lepas dari pandangan mana yang lebih tepat, tampaknya pandangan Frederickson ada relevansinya untuk fenomena Pemerintahan Daerah di Indonesia khususnya pasca penerapan UU No. 22 tahun 1999 tentang otonomi daerah, korupsi dan sifat yang tidaketis pada Pemerintahan cenderung meningkat; sifat Pemerintah Daerah berubah dari yang semula melayani masyarakat menjadi lebih banyak berorientasi pada keuntungan (profit making), dan fenomena-fenomena lain yang secara etis dalam tata kehidupan bernegara perlu untuk diperbaiki. Berkaitan dengan batasan etika administrasi publik Eimicke dan Cohen (1997 : 21-22) merangkum beberapa pandangan dari para pakar sebagai berikut : 1. Walter Lippman, ciri-ciri etika administrasi publik yaitu : kejelasan, berpikir rasional, bertindak tanpa pamrih, dan baik hati. 2. Michael Josephson, menyempurnakan doktrin Lippman : kerjakan yang lebih dari yang seharusnya anda kerjakan, jangan melampaui yang seharusnya anda boleh lakukan. 3. James Q Wilson, mencirikan etika administrasi publik sebagai sesuatu yang bersifat simpatik, kejujuran, self control, dan mengerjakan tugas. 4. Kode etik ASPA (The American Society for Public Administration) terdapat lima prinsip yaitu : melayani kepentingan masyarakat, melaksanakan konstitusi dan hukum, integritas, organisasi yang beretika, dan bekerja secara profesional. 5. H George Frederickson menyarankan lima komponen etika administrasi publik yaitu : hukum dan aturan yang harus diikuti, mencari uang bukan salah satu tujuan pemerintah, jangan beresiko dengan danamasyarakat, rakyat tidak perlu takut de- ngan pemerintah, tanggung jawab public official dalam melayani masyarakat. Berdasarkan batasan-batasan tersebut setidak-tidaknya dapat dijadikan acuan agar Pemerintahan Daerah di Indonesia dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan publik selalu berpegang atau dilandasi aspek etika, baik menyangkut perilaku individuindividunya maupun kinerja atas dasar institusinya. Banyak aspek yang dapat dijelaskan berdasarkan batasan- batasan tersebut. Patuh pada hukum dan aturan, salah satu aspek etika yang sangat penting, sebagaimana digambarkan dalam hirarki etika berikut ini: Gambar 24 Empat Hirarki Etika Sebagaimana diketahui keberadaan Pemerintahan Daerah adalah merupakan sub ordinasi dari Pemerintahan Pusat yang karena penerapan asas desentralisasi (devolusi) memiliki hak dan kuwajiban atas nama masyarakat di daerahnya untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Hal ini berarti dalam menjalankan tata pemerintahan, memberikan pelayanan publik harus mematuhi hukum dan aturan yang bermakna desentralisasi maupun sentralisasi. Dengan demikian pelayanan yang berkualitas dapat diberikan, dan integrasi negara-bangsa tetap dapat dipertahankan bahkan dalam konteks ini perlu untuk ditingkatkan. Mencari uang bukan salah satu tujuan, adalah merupakan aspek etik yang sangat terkait dengan pelayanan publik. Pelayanan public yang berkualitas diantaranya memang mengadopsi nilai-nilai privat yang berorientasi pada keun- tungan (profit making) ke sektor publik, misalnya efektivitas, efisiensi, ekonomis. Hal ini memang diperlukan, akan tetapi tidak boleh mengabaikan nilai-nilai kepublikan yang lebih berorientasi pada pelayanan (service making), misalnya nilai-nilai akuntabilitas, transparansi, netralitas, responsivitas, representativitas, dan nilai-nilai kepublikan yang lain. Pemerintah Daerah dalam memberikan pelayanan yang berkualitas untuk masa mendatang sudah seharusnya memadukan nilai-nilai privat dan nilai-nilai kepublikan ini. Pelanggaran terhadap resiko penggunaan dana masyarakat, salah satu pelanggaran aspek etika yang sering dijumpai di Pemerintahan Daerah; misalnya adanya penolakan terhadap pertanggungjawaban KepalaDaerah karena di- anggap menyelewengkan dana masyarakat, pemenuhan tuntutan anggaran bagi kesejahteraan anggota dewan yang sudah menjadi wacana publik, penyelewengan penggunaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan masih banyak contoh-contoh penyelewengan dana yang lain. Hal ini tentunya merupakan gejala menurunnya akuntabilitas Pemerintahan Daerah terhadap publik yang pada gilirannya akan menurunkan pula kepercayaan public pemerintahan yang mewakilinya. Tanggung jawab public official dalam melayani masyarakat merupakan aspek etis lainnya yang sangat penting dalam memberi- kan pelayanan publik. Fenomena tentangsulitnya mendapatkan berbagai produk pelayanan yang memuaskan dari birokrasi Pemerintah Daerah, pengurusan IMB, Sertifikat Hak Atas Tanah, pelayanan PDAM, dan lain-lain. Hal ini tentunya merupakan pelanggaran aspek etika yang perlu diperbaiki. Pemerintah Daerah adalah melayani masyarakat, jargon jargon di sektor privat tentang the customer is number one; if the customer is wrong she rule number one, adalahmenggambarkan betapa produsen, dalam hal ini Pemerintah Daerah perlu melayani masyarakat dengan sebaik-baiknya. Rakyat tidak perlu takut dengan pemerintah, juga merupakan aspek penting lainnya dalam etika pelayanan publik. Pelayanan publik yang berkualitas pada dasarnya adalah menempatkan posisi yang seimbang antara provider dengan customer. Pemerintah Daerah dalam hal ini bertindak sebagai pro- vider yang harus meminta pendapat kepada masyarakat sebagai cus- tomer mengenai kualitas pelayanan yang diinginkan. Dalam sektor publik, kebutuhan jasa pelayanan memang amat beragam. Masya- rakat dapat berada pada posisi sebagai user (pengguna), customer (pelanggan), consumer (pemakai), client (nasabah), atau citizen (warga negara) yang sudah seharusnya menerima jasa layanan dari masyarakat. Dalam karakteristik yang beragam tersebut, Pemerintah- an Daerah harus dapat mengakomodasi berbagai kepentingan dan keinginan masyarakat lokal (local voice and local choice) untuk mendapatkan pelayanan secara memuaskan. Model Manajemen Publik Baru D alam model manajemen publik baru tentunya tidk lepas dengan konsep yang ada pada ketaapemerintahan yang yang baik (good governance), yang menurut pemahaman Kei Ho(2002), Begin Match to source 47 in source list: https://hombang.blogspot.com/2010/06/reformasi-kepemimpinan-publik.htmladalah pemerintah yang digerakkan oleh suatu kesadaran baru dan sikap responsif dari para pengguna jasa (government is driven by a new awareness of and responsiveness to customer).End Match Dimana Begin Match to source 47 in source list: https://hombang.blogspot.com/2010/06/reformasi-kepemimpinan-publik.htmluntuk mengelola pemerintahan secara baik dan dapat memperkecil biaya operasional pemerintah (cost of government) maka perlu diperhatikanEnd Match tiga Begin Match to source 47 in source list: https://hombang.blogspot.com/2010/06/reformasi-kepemimpinan-publik.htmlhal sebagai berikut: 1) Mereduksi ukuran dan jumlah lembaga pemerintahan, program dan staf (downsizing). 2) Mempermudah prosedur (steamlining). 3) Mereformasi lembaga-lembaga secara struktural agar dapat menjalankan misinya dengan baik (re-structuring)End Match Dalam model manajemen publik baru ini kita kenal dengan konsep NPM yaitu New Public Manajemen. Dalam konteks globali- sasi Begin Match to source 53 in source list: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/196210011991021-YOYON_BAHTIAR_IRIANTO/MENATAULANG_AKUNTABILITAS_KINERJA_MANAJEMEN_PEMERINTAHAN.pdfgood governance telah menjadi parameter pemenuhan tuntutan masyarakat terhadap kinerja aparatur pemerintahan. Dalam konteks ini pula, aparatur pemerintah sebagai aktor dalam menjalankan proses perumusan, implementasi dan evaluasi kebijakanEnd Match pemba- ngunan Begin Match to source 53 in source list: http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._ADMINISTRASI_PENDIDIKAN/196210011991021-YOYON_BAHTIAR_IRIANTO/MENATAULANG_AKUNTABILITAS_KINERJA_MANAJEMEN_PEMERINTAHAN.pdfsemakin dituntut untuk mewujudkan good governance dan clean governance. Kinerja aparatur yang semula berstandar pada prinsip responsibility (tanggungjawab) dan obligation (kewajiban), kini harus pula perpatokan pada apa yang disebut sebagai accountability. DenganEnd Match adanya model New Public Manajemen merupakan langkah baru dalam rangka mewujudkan tujuan dari ketataperintahan yang baik (Good Governance). Istilah New Public Management (NPM) N ew Public Management (NPM) adalah paradigma baru dalam manajemen sektor publik. Ia biasanya dilawankan dengan Old Publik Managemen (OPM). Konsep NPM muncul tahun 1980-an dan digunakan untuk melukiskan reformasi sektor publik di Inggris dan Selandia Baru. NPM menekankan pada control atas output kebijakan pemerintah, desentralisasi otoritas manajemen, pengenalan pada pasar dan kuasi-mekanisme pasar, serta layanan yang berorientasi customer (warganegara). Di Inggris, meningkatnya tekanan atas pemerintah seputar masalah ekonomi seperti pengangguran dan inflasi memaksa PM Margaret Thatcher meresponnya dengan mereformasi sektor pemerintahan. NPM menjadi popular di awal 1990-an tatkala diadopsi oleh administrasi Clinton di Amerika Serikat. NPM diyakini punya peran efektif bagi reformasi sektor publik. Ini terlihat dari peningkatan jumlah Negara yang mengintroduksikan prinsip-prinsip NPM di dalam pemerintahan mereka. IMF dan World Bank adalah beberapa badan keuangan dunia yang sekaligus merupakan pembela paradigma NPM ini. Tidak hanya itu, NPM juga popular di Negara-negara seperti India, Jamaika, dan Thailand. Pendekatan NPM Pendekatan NPM atas manajemen publik bangkit selaku kritik atas birokrasi. Selama ini, birokrasi erat dikaitkan dengan manajemen sektor publik itu sendiri. Birokrasi dianggap erat berkait dengan keengganan maju, kompleksitas hirarki jabatan dan tugas, serta mekanisme pembuatan keputusan yang top-down. Juga, birokrasi dituduh telah menjauhkan diri dari harapan publik. Fokus dari NPM sebagai sebuah gerakan adalah, pengadopsian keunggulan teknik manajemen perusahaan swasta untuk diimplementasikan dalam sektor publik dan pengadministrasiannya. Sementara pemerintah distereotipkan kaku, birokratis, mahan, dan inefisien, sektor swasta ternyata jauh lebih berkembang karena terbiasa berkompetisi dan menemukan peluang-peluang baru. Sebab itu, sektor swasta banyak melakukan inovasi-inovasi baru dan prinsip-prinsip kemanajemenannya. Dalam NPM, pemerintah dipaksa untuk mengadopsi, baik teknik-teknik administrasi bisnis juga nilai-nilai bisnis. Ini meliputi nilai- nilai seperti kompetisi, pilihan pelanggan, dan respek atas semangat kewirausahaan. Sejak tahun 1990-an, reformasi-reformasi di sektor publik menghendaki keunggulan-keunggulan yang ada di sektor swasta diadopsi dalam prinsip-prinsip manajemen sektor publik. Prinsip-prinsip NPM NPM adalah konsep “payung”, yang menaungi serangkaian makna seperti desain organisasi dan manajemen, penerapan kelembagaan ekonomi atas manajemen publik, serta pola-pola pilihan kebijakan. Telah muncul sejumlah debat seputar makna asli dari NPM ini. Namun, di antara sejumlah perdebatan itu muncul beberapa kesamaan yang dapat disebut sebagai prinsip dari NPM, yang meliputi : 1) Penekanan pada manajemen keahlian manajemen professional dalam mengendalikan organisasi; 2) Standar-standar yang tegas dan terukur atas performa organisasi, termasuk klarifikasi tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilannya 3) Peralihan dari pemanfaatan kendali input menjadi output, dalam prosedur-prosedur birokrasi, yang kesemuanya diukur lewat indikator-indikator performa kuantitatif 4) Peralihan dari system manajemen tersentral menjadi desen- tralistik dari unit-unit sektor publik 5) Pengenalan pada kompetisi yang lebih besar dalam sektor publik, seperti penghematan dana dan pencapaian standar tinggi lewat kontrak dan sejenisnya; 6) Penekanan pada praktek-praktek manajemen bergaya perusaha- an swasta seperti kontrak kerja singkat, pembangunan rencana korporasi, dan pernyataan misi 7) Penekanan pada pemangkasan, efisiensi, dan melakukan lebih banyak dengan sumber daya yang sedikit. Penekanan pertama, yaitu keahlian manajemen professional, mensugestikan top-manager (presiden, menteri, dirjen) harus mengendalikan organisasi-organisasi publik secara aktif dengan cara yang lebih bebas dan fleksibel. Top-top manager ini tidak lagi berlindung atas nama jabatan, tetapi lebih melihat organisasi yang dipimpinnya sebagai harus bergerak secara leluasa bergantung pada perkembangan sektor publik itu sendiri. Sebab itu, para top manager harus punya skill manajerial professional dan diberi keleluasaan dalan memanage organisasinya sendiri, termasuk merekrut dan member kompensasi pada para bawahannya. Lalu, penekanan pada aspek orientasi output menghendaki para staf bekerja sesuai target yang ditetapkan. Ini berbalik dengan OPM yang berorientasi pada proses yang bercorak rule-governed. Alokasi sumber daya dan reward atas karyawan diukur lewat performa kerja mereka. Juga, terjadi evaluasi atas program serta kebijakan dalam NPM ini. Sebelum berlakunya NPM, output kebijakan memang telah menjadi titik perhatian dari pemerintah. Namun, perhatian atas output ini tidaklah sebesar perhatian atas unsure input dan proses. Ini akibat sulitnya pengukuran keberhasilan suatu output yang juga ditandai lemahnya control demokratis atas output ini. NPM justru menitik- beratkan aspek output dan sebab itu menghendaki pernyataan yang jernih akan tujuan, target, dan indikator-indikator keberhasilan. NPM di Indonesia NPM diterapkan tidak hanya di negara-negara dengan level kemakmuran tinggi seperti Inggris, Swedia, ataupun Selandia Baru, tetapi juga di negara-negara dengan tingkat kondisi yang setara Indonesia seperti India, Thailand ataupun Jamaika. Dalam pene- rapannya di Indonesia, satu penelitian yang diangkat oleh Samodra Wibawa dari Fisipol Universitas Gadjah Mada menemukan sejumlah persoalan tatkala konsep-konsep dalam NPM diterapkan di sejumlah kabupaten.Wibawa menemukan sejumlah hambatan tatkala NPM coba diterapkan di kabupaten-kabupaten Indonesia. 1) Pertama, dalam hal manajemen kontrak, DPRD dipandang belum mampu merumuskan produk dan menetapkan standar kualitas bagi setiap instansi pemerintahan. Kedua, pola komando dalam bioraksi masih cukup kuat, di mana komunikasi lebih bersifat atas- bawah ketimbang sebaliknya. 2. Paradigma manajemen terdahulu kurang efektif dalam meme- cahkan masalah dan memberikan pelayan pubilk, termasuk membangun masyarakat. 3. Merupakan pendekatan dalam administrasi publik yang menerap- kan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh dalam dunia manajemen bisnis dan disiplin yang lain untuk memperbaiki efisiensi, efektivitas dan kinerja pelayanan publik pada birokrasi modern 4. Diperlukan model pendekatan baru (NPM), dengan muatan: ? Model tingkah laku ? Pengelolaan manajemen ? Respon perubahan Model New Public Management (NPM) diperlukan menata manajemen pemerintahan Indonesia agar terwujud ketataperintahan yang baik selain tujuan mencapai clean government, yang mefokuskan pada: 1) Organisasi harus memiliki strategi dan obyektivitas 2) Prgram harus ditempatkan untuk menemukan obyektivitas dan strategi yang tepat 3) Susunan organisasi dan pendapatan harus diprogram sejauh mungkin agar berfungsi secara spesifik, dan diarahkan secara bertahap 4) Penekanan pada hasil yang maksimal 5) Diperlukan evaluasi pencapaian obyektivitas Pentingnya NPM digambarkan sebagaimana berikut ini: Gambar 25 Pentingnya NPM (Lester Salamon) Munculnya model Manajemen Publik Baru di Indonesia didasari atas tuntutan adanya Reinventing Government (Osborne & Gaebler, 1992; Osborne & Plastrik, 997), dimana pemerintahan dituntut untuk: 1) Catalytic Begin Match to source 92 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-182) Community Owned 3) Competitive 4) Mission Driven 5) Result Oriented 6)End Match Customer Begin Match to source 92 in source list: Submitted to Universitas Negeri Makassar on 2013-07-18Driven 7) Enterprising 8) Anticipatory 9) Decentralized 10) Market OrientedEnd Match Adapun komponen-komponen dalam NPM meliputi: Begin Match to source 62 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2019-05-271) Pemanfaatan manajemen profesional dalam sektor public 2)End Match Penggunan Begin Match to source 62 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2019-05-27indikator kinerja 3) Penekanan yang lebih besar pada kontrol output 4) Pergeseran perhatian ke unit-unit yang lebih kecil 5) Pergeseran ke kompetisi yang lebih tinggi 6) Penekanan gaya sektor swasta padaEnd Match praktek Begin Match to source 62 in source list: Submitted to Universitas Diponegoro on 2019-05-27manajemen 7) Penekanan pada disiplin dan penghematan yang lebih tinggi dalam penggunaanEnd Match sumberdaya Sedangkan karakteristik dalam NPM meliputi: 1) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPrivatisasi dan kontraktualisasi pelayananEnd Match 2) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlFokus pada pelayanan klien dan standar pelayananEnd Match 3) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPeningkatan solusi teknologiEnd Match 4) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPengabaian kontrol terpusat dan keseragaman standarEnd Match 5) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPenciptaan badan-badan khusus untuk memberikan pelayananEnd Match 6) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPenyampaian pelayanan alternatif untuk menciptakan lebih banyak kemitraan dengan pemerintah lain atau sektor swastaEnd Match 7) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPemerintahEnd Match ke Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlmore ‘business like’End Match 8) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPerubahan-perubahan dalam hal: ? Pemisahan kebijakan dan penyampaian ? Perubahan sistem akuntingEnd Match financial ke Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlprivate sector like ? Kompetisi antara pemerintah dan non pemerintahEnd Match 9) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPeningkatan fokus terhadap akuntabilitas dan pengukuran kinerja: pemerintah harus menciptakan tujuan, standar dan pengukuran kinerja manajerEnd Match 10) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPengubahan rejim tenaga kerja untuk memperbesar fleksibilitas, mis. Peningkatan penggunaan tenaga kerja paruh waktu, kontrak pelayanan, kontrak berbasis tenaga kerja eksekutifEnd Match 11) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlRekonseptualisasi masyarakat sebagai konsumen dan pelangganEnd Match 12) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPengenalan penggunaan jaringan kinerja yang lebih luas untuk pelayanan secara spesifikEnd Match 13) Begin Match to source 29 in source list: http://jarkomini.blogspot.com/2013/11/teori-manajemen-publik.htmlPoliferasi bentuk organisasi yang baru, mis. Agen pemerintahEnd Match Upaya pembenahan sistem manajemen pemerintahan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian, dan evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan perlu dilakukan melalui penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan agar lebih efisien dan efektif dan dapat mendukung pencapaian tujuan dan sasaran pembangunan, antara lain, melalui penyempurnaan struktur organi- sasi agar lebih ramping tetapi kaya fungsi perbaikan sistem dan prosedur kerja yang jelas di lingkungan instansi pemerintah pengembangan budaya kerja yang berorientasi pada pelayanan, dan penerapan indikator kinerja yang terukur di instansi pemerintah. Untuk itu pembenahan Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-10-06manajemen sumber daya manusia aparaturEnd Match atau kepegawaian Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-10-06perlu dilakukanEnd Match adanya perbaikan Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-10-06sistemEnd Match manajemen Begin Match to source 186 in source list: Submitted to Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia on 2015-10-06yangEnd Match adil, layak, dan berbasis kinerja, penyempurnaan sistem penilaian prestasi kerja sumber daya manusia aparatur, pembinaan karier pegawai dan audit kinerja pegawai berbasis prestasi kerja, penerapan sistem reward dan punishment yang memadai dalam pembinaan pegawai, penyempurnaan sistem rekrutmen serta pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi dan mewujudkan sistem informasi manajemen kepegawaian secara terpadu. BAB VII MODEL NEW GOVERNANCE DALAM GOOD GOVERNANCE T erjadinya Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlkrisis ekonomi di Indonesia antara lain disebabkan oleh tatacara penyelenggaraan pemerintahan yang tidak dikelola dan diatur dengan baik. Akibatnya timbul berbagai masalah seperti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sulit diberantas, masalah penegakan hukum yang sulit berjalan, monopoli dalam kegiatan ekonomi, serta kualitas pelayanan kepada masyarakat yang memburuk. Masalah-masalah tersebut juga telah menghambat proses pemulihan ekonomi Indonesia, sehingga jumlah pengangguran semakin meningkat, jumlah penduduk miskin bertambah, tingkat kesehatan menurun, dan bahkan telah menyebabkan munculnya konflik-konflik di berbagai daerah yang dapat mengancam persatuan dan kesatuan negara Republik Indonesia. Bahkan kondisi saat inipun menunjukkan masih berlangsungnya praktek dan perilaku yang bertentangan dengan kaidah tata pemerintahan yang baik, yang bisa menghambat terlaksananya agenda-agenda reformasi.End Match Penyelengga- raan Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlpemerintahan yang baik adalah landasan bagi pembuatan dan penerapan kebijakan negara yang demokratis dalam era globalisasi. Fenomena demokrasi ditandai dengan menguatnya kontrol masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan, sementara fenomena globalisasi ditandai dengan saling ketergantungan antarbangsa, terutama dalam pengelolaan sumber-sumber ekonomi dan aktivitas dunia usaha (bisnis). Kedua perkembangan diatas, baik demokratisasi maupun globalisasi, menuntut redefinisi peran pelaku- pelaku penyelenggaraan pemerintahan. Pemerintah, yang sebelumnya memegang kuat kendali pemerintahan, cepat atau lambat harus mengalami pergeseran peran dari posisi yangEnd Match seba Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlmengatur dan mendikte ke posisi sebagai fasilitator. Dunia usaha dan pemilik modal, yang sebelumnyaEnd Match be- rupaya Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlmengurangi otoritas negara yang dinilai cenderungEnd Match mengham- bat Begin Match to source 6 in source list: http://thedreamers-informatika.blogspot.com/2013/05/makalah-pkn-good-governance.htmlperluasan aktivitas bisnis, harus mulai menyadari pentingnya regulasi yang melindungi kepentingan publik. Sebaliknya, masyarakat yang sebelumnya ditempatkan sebagai penerima manfaat (beneficiaries), harus mulai menyadari kedudukannya sebagai pemilik kepentingan yang juga harus berfungsi sebagai pelaku. Oleh karena itu, tata pemerintahan yang baik perlu segera dilakukan agar segala permasalahan yang timbul dapat segera dipecahkan dan juga proses pemulihan ekonomi dapat dilaksanakan dengan baik dan lancar. Disadari, mewujudkan tata pemerintahan yang baik membutuhkan waktu yang tidak singkat dan juga upaya yang terus menerus. Disamping itu, perlu juga dibangun kesepakatan serta rasa optimis yang tinggi dari seluruh komponen bangsa yang melibatkan tiga pilar berbangsa dan bernegara, yaitu para aparatur negara, pihak swasta dan masyarakat madani untuk menumbuhkembangkan rasa kebersamaan dalam rangka mencapai tata pemerintahan yang baik.End Match Transformasi Government menjadi Good Governance D alam konteks teoritis pembicaraan tentang good governance tidak bisa lepas dari proses transformasi government, karena sebelumnya istilah pemerintahan lebih populer sebagai government, bukan governance. Pandangan ini di dasarkan ulasan Sutoro Eko dalam makalahnya “Mengkaji Ulang Good Governance”. Transformasi government sendiri sepanjang abad ke-20 secara kronologis berlangsung melalui beberapa tahap: 1) Tahap Pertama, adalah era abad ke-20 yang ditandai dengan konsolidasi pemerintahan demokratis (democratic government) di dunia Barat. 2) Tahap Kedua, berlangsung pada pasca Perang Dunia I, yang ditandai dengan semakin menguatnya peran pemerintah. Pemerintah mulai tampil dominan, yang melancarkan regulasi politik, redistri-busi ekonomi dan kontrol yang kuat terhadap ruang-ruang politik dalam masyarakat. Tahap II ini adalah era dimana peran negara dominan untuk membawa perubahan sosial dan pembangunan ekonomi. 3) Tahap Ketiga, era tahun 1960-an sampai 1970-an, yang meng- geser perhatian ke pemerintah di negara-negara Dunia Ketiga. Era itu adalah perluasan proyek developmentalisme (modernisasi) yang dilakukan oleh dunia Barat di Dunia Ketiga, yang mulai melancar-kan pendalaman kapitalisme. Pada saat yang sama pendalaman kapitalisme itu diikuti oleh kuatnya negara dan hadirnya rezim otoritarian di kawasan Asia, Amerika Latin dan Afrika. Perspektif barat mengasumsikan bahwa modernisasi akan mendorong pemba-ngunan ekonomi dan birokrasi yang semakin rasional, partisipasi politik semakin meningkat, serta demokrasi semakin tumbuh berkembang. Perspektif ini kemudian gugur, karena pembangunan ekonomi di kawasan Asia dan Amerika Latin malah diikuti oleh meluasnya rezim otoritarian yang umumnya ditopang oleh aliansi antara militer, birokrasi sipil dan masyarakat bisnis internasional. 4) Tahap Keempat, memasuki dekade 1980-an, yang ditandai dengan krisis ekonomi dan finansial negara yang melanda dunia. Di Amerika ketika Reagan naik menjadi presiden maupun di Inggris ketika diperintah Margaret Tatcher, menghadapi problem serius tersebut. Di Indonesia juga menghadapi krisis ekonomi yang dimulai dengan anjloknya harga minyak. Krisis ekonomi pada dekade 1980-an mendorong munculnya cara pandang baru terhadap pemerintah. Pemerintah dimaknai bukan sebagai solusi terhadap problem yang dihadapi, melainkan justru sebagai akar masalah krisis. Karena itu pada masa ini berkembang pesat “penyesuaian struktural”, yang lahir dalam bentuk deregulasi, debirokratisasi, privatisasi, pelayanan publik berorientasi pasar. Berkembangnya isu-isu baru ini menandai kemenangan pandang- an neoliberal yang sejak lama menghendaki peran negara secara minimal, dan sekaligus kemenangan pasar dan swasta. 5) Tahap Kelima, adalah era 1990-an, dimana proyek demokratisasi (yang sudah dimulai dekade 1980-an) berkembang luas seantero jagad. Pada era ini muncul cara pandang baru terhadap pemerintahan, yang ditandai munculnya governance dan good governance. Perspektif yang berpusat pada government bergeser ke perspektif governance. Sejumlah lembaga donor seperti IMF dan World Bank dan para praktisi pembangunan internasional yang justru memulai mengembangkan gagasan governance dan juga good governance. Kemunculan konsep governance menjadi good governance punya cerita panjang, yang terkait dengan pengelolaan bantuan oleh World Bank. Setelah kemerdekaan, para pemimpin di kawasan Asia dan Afrika konon mengundang hadirnya donor dan agen-agen internasional untuk keperluan asistensi membangun badan-badan pemerintahan dan untuk pelatihan para pejabat publik. Pada waktu itu, tepatnya tahun 1960-an, bantuan-bantuan internasional tersebut dinamai pembangunan kelembagaan (institution building) ketimbang governance. Namun memasuki tahun 1990-an, konsep pembangunan kelembagaan mengalami revitalisasi di bawah kontrol Bank Dunia, sebagai inisiatif “pembangunan kapasitas kelembagaan” (institutional capacity building) di bawah rubrik “governance untuk pembangunan”. Bank Dunia sebagai lembaga yang untuk pertama kalinya telah memperkenalkan konsep ‘public sector management programs’ (program pengelolaan sektor publik) dalam rangka memperlakukan tata pemerintah yang lebih baik, khususnya dalam bingkai persyarat- an bantuan pembangunan, yang dikenal dengan Structural Adjustment Program (SAP, atau program penyesuaian struktural) (Dasgupta 1998; World Bank 1983: 46). Good governance dalam konteks tersebut kemudian maknanya tidak lebih sama dengan a sound of development. Sejak saat itulah awal mula gelombang penyuntikan dalam upaya memberantas ‘penyakit’ di dunia ketiga dilakukan, dengan cara mewajibkan sejumlah persyaratan-persyaratan dari Bank Dunia (yang kemudian diikuti oleh lembaga dan negara donor lainnya). Krisis di Afrika telah membawa pesan yang jelas dalam memperkenalkan sebuah konsep baru untuk melawan apa yang diidentifikasi Bank Dunia sebagai sebuah ‘crisis of governance’ atau ‘bad governance’ (World Bank 1992). Tentu, dalam menyuntikkan ide-ide governance semacam itu, telah diusung pula diskursus sebagai “pemanis” agar bisa diterima dan terlegitimasi oleh kekuasaan diktatorial yang memang banyak berkuasa saat itu, termasuk rezim otoritarian militer Soeharto di Indonesia. Good governance dalam konteks tersebut adalah imposisi politik hukum yang dikendalikan negara-negara industrial dan agen internasional (lembaga maupun negara donor) dalam membentuk ketata-pemerintahan yang berselerakan pasar (Stokke 1995; Gathii 1998). Inilah good governance yang lahir dari rahim agenda besar globalisasi. Dalam cara pandang lama pemerintah (government) sangat identik dengan kekuasaan, penguasaan, kewenangan, dominasi, pemaksaan, pemusatan, dll. Pemerintah adalah segala-galanya dan mahakuasa yang dirasakan langsung oleh masyarakat. Tetapi pada dekade 1990-an, sejumlah pandangan baru terhadap pemerintah bermunculan, meskipun secara empirik pemerintah belum berubah. Pada dekade ini, para ilmuwan politik mempertanyakan dan memikirkan kembali peran pemerintah. Dalam konteks ini berkembanglah pemikiran baru ideal tentang apa itu pemerintahan, apa yang harus ia lakukan, peran pemerintah dan masyarakat, pandangan baru pada isu-isu abadi tentang bagaimana pemerintah yang terpilih dan bertanggungjawab memain- kan peran fasilitasi dalam masyarakat, dan lain-lain. Dari situlah muncul istilah governance, yang lebih menekankan pada interaksi antara negara dan masyarakat sipil. Pemerintah (an) dipandang sebagai proses multiarah, yaitu proses memerintah yang melibatkan pemerintah dengan unsure-unsur di luar pemerintah. Governance tidak sama dengan government (pemerintah) dalam arti sebagai lembaga, tetapi governance adalah proses kepemerintahan dalam arti yang luas. John Pierre dan Guy Peters, misalnya, memahami governance sebagai sebuah konsep yang berada dalam konteks hubungan antara sistem politik dengan lingkungannya, dan mungkin melengkapi sebuah proyek yang membuat ilmu politik mempunyai relevansi dengan kebijakan publik. Berpikir mengenai governance, berpikir mengenai bagaimana semua pihak mencapai tujuan-tujuan bersama. Unsur utama (domains) yang dilibatkan dalam penyelengga-raan kepemerintahan (governance) menurut UNDP terdiri dari state (negara), private sector (sektor swasta) dan civil society organization (lembaga swadaya masyarakat). The State (Negara) Negara adalah organisasi kekuasaan yang didasarkan pada kewenangan tertinggi dalam suatu wilayah tertentu, serta memiliki sekelompok orang yang mengakui dan taat pada kekuasaan yang ada. Dalam pengertian governance, kekuasaan diartikan secara luas yang mencakup kekuasaan legislatif, eksekutif dan yudikatif. Pembagian kekuasaan ini, ditujukan bagi terciptanya pemerintahan yang efisien dan efektif dengan mengandalkan mekanisme cheks and balances. Dengan mekanisme cheks and balances tersebut, kontrol antar kekuasaan yang ada senantiasa tebentuk guna menghindari pemerintahan otoriter yang cenderung mengabaikan kepentingan rakyat dalam penyediaan kebutuhan dan pelayanan publik. The Private Sector (Sektor Swasta) Pendekatan pasar untuk pembangunan ekonomi berkaitan dengan penciptaan kondisi dimana produksi barang dan jasa (goods and services) berjalan dengan baik dengan dukungan lingkungan yang mapan untuk melakukan aktivitas sektor swasta. Sektor swasta dibedakan dengan masyarakat karena sektor swasta mempunyai hubungan dan pengaruh yang sangat besar terhadap kebijakan sosial, politik, dan ekonomi yang dapat menciptakan lingkungan yang lebih kondusif bagi pasar dan perusahaan itu sendiri. Sistem pemerintahan yang baik akan menciptakan lingkungan yang kondusif bagi aktivitas pasar dan sektor swasta untuk menciptakan produksi Begin Match to source 199 in source list: http://www.sukus.net/barang dan jasa, agar kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi.End Match Peme- rintah dan sektor swasta memiliki korelasi yang sangat erat dalam suatu bingkai kerja yang disebut “incentives rewards” yang bermanfaat secara ekonomis bagi individu dan organisasi yang memiliki kinerja baik. Civil Society Organizations Penyelenggaraan kepemerintahan (governance) bukan hanya bergantung pada negara yang mampu memerintah dan sektor swasta yang mampu menyediakan pekerjaan dan pengahsilan, akan tetapi juga bergantung pada masyarakat sipil yang memfasilitasi interaksi sosial dan politik, serta yang memobilisasi berbagai kelompok dalam masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas sosial, ekonomi dan politik. Organisasi sipil tidak hanya melakukan cheks and balances terhadap kewenangan kekuasaan pemerintahan dan sektor swasta, tetapi mereka juga dapat memberikan kontribusi dan memperkuat unsur utama tersebut. Organisasi masyarakat sipil dapat menyalurkan partisipasi masyarakat dalam aktivitas sosial dan ekonomi dan mengorgani- sasinya ke dalam suatu kelompok yang lebih potensial untuk mempengaruhi kebijakan publik dalam mencapai kesejahteraan bersama. Perspektif baru tentang pemerintah-perubahan peran pemerintah dalam masyarakat dan kemampuannya mewujudkan kepentingan bersama di bawah internal maupun eksternal-merupa- kan jantung governance. Intinya adalah melibatkan masyarakat dalam proses pemerintahan. Banyak definisi governance yang dimunculkan oleh berbagai pihak, akan tetapi secara empiric dimensi governance mencakup tiga elemen utama yaitu : 1) Pengaruh warga negara, bisa diukur dari tingkat partisipasi politik, perangkat artikulasi dan agregasi serta metode akuntabilitas publik 2) Resiprositas sosial, menunjuk pada derajat kesetaraan politik dalam masyarakat, tingkat toleransi antar kelompok dan tingkat keterbukaan dalam organisasi-organisasi sosial . 3) Kepemimpinan yang responsif dan bertanggungjawab, me- nunjuk pada sikap pemimpin politik pada perannya sebagai kepercayaan publik. Indikator yang bisa dipakai adalah tingkat penghormatan pe- mimpin pada publik, tingkat keterbukaan pembuat kebijakan publik dan tingkat ketaatan pada rule of law. Perspektif governance mempunyai sejumlah ortodoksi baru dalam mengelola negara yang bersandar pada enam prinsip utama: 1) Negara tetap menjadi pemain kunci bukan dalam pengertian dominasi dan hegemoni, tetapi negara adalah aktor setara (primus inter pares) yang mempunyai kapasitas memadai untuk memobilisasi actor- aktor masyarakat dan pasar untuk mencapai tujuan bersama. 2) Negara bukan lagi sentrum “kekuasaan formal” tetapi sebagai sentrum “kapasitas politik”. 3) Kekuasaan negara harus ditransformasikan dari ”Kekuasaan atas” (power over) menuju ”kekuasaan untuk” (power to). 4) Negara harus berbagai kekuasaan dan peran pada tiga level : ke atas pada organisasi transnasional, ke samping pada NGO dan swasta dan ke bawah pada daerah dan masyarakat 5) Negara harus melonggarkan kontrol politik dan kesatuan organisasinya agar mendorong segmen-segmen di luar negara mampu mengembangkan pertukaran dan kemitraan secara Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. kokoh, otonom dan dinamis.End Match 6) Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. Negara harus melibatkanEnd Match unsur-unsur Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. masyarakatEnd Match dan swasta Begin Match to source 127 in source list: Rahmawati Rahmawati. dalamEnd Match agenda pembuatan keputtusan dan pemberian layanan publik. Penyelenggaraan negara harus mempunyai kemampuan responsif, adaptasi dan akuntabilitas publik.Keenam agenda di atas identik dengan membawa negara lebih dekat kepada masyarakat. Hal tersebut bisa diimplementasikan dengan cara : 1) Peningkatan kapasitas dan efektivitas negara 2) Pencerahan intervensi pemerintah 3) Desentralisasi 4) Akuntabilitas dan transparansi memadukan pelayanan publik dengan preferensi masyarakat local 5) Partisipasi warga Negara 6) Kemitraan antara pemerintah, sektor bisnis dan elemen – elemen masyarakat sipil. Adapaun peranan negara (pemerintah) dalam proses governance adalah: 1) Merumuskan rangkaian tujuan proses memerintah 2) Merumuskan kebijakan publik berdasarkan keinginan dan tuntutan dari masyarakat 3) Bertanggungjawab dalam implementasi kebijakan, terutama bertanggungjawab dalam hal hasil dan dampaknya terhadap masyarakat. 4) Sebagai fasilitator, yakni memudahkan atau menjebatani permainan aktor-aktor politik dan ekonomi dalam masyarakat. Sedangkan peranan masyarakat dalam proses governance adalah: 1) Masyarakat bisa menyalurkan keinginan dan tuntutannya kepada pemerintah . 2) Terlibat aktif dalam proses pembuatan keputusan 3) Pelaksana utama kebijakan Model governance bisa buruk bisa juga baik. Model yang baik kemudian Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. disebut denganEnd Match istilah Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. good governance. Good governanceEnd Match dimaknai secara terbuka Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. danEnd Match beragam Begin Match to source 119 in source list: Joko Setyono. olehEnd Match banyak individu maupun lembaga. Bank Dunia, memberi batasan Begin Match to source 134 in source list: Syarif Budhirianto. good governance sebagai pelayanan publik yang efisien, sistemEnd Match peradilan Begin Match to source 134 in source list: Syarif Budhirianto. yang dapatEnd Match diandal- kan, serta Begin Match to source 134 in source list: Syarif Budhirianto. pemerintahan yang bertanggungjawab pada publiknya.End Match Komunitas Eropa merumuskannya sebagai pengelolaan kebijakan sosial ekonomi yang Begin Match to source 121 in source list: Submitted to Universitas Islam Indonesia on 2018-01-09masuk akal, pengambilan keputusan yang demokratis, transparansi pemerintahan dan pertanggung- jawaban financial yangEnd Match memadai, Begin Match to source 121 in source list: Submitted to Universitas Islam Indonesia on 2018-01-09penciptaan lingkungan yang bersahabat dengan pasarEnd Match bagi pembangunan, langkah-langkah untuk memerangi korupsi, penghargaan terhadap aturan hukum, penghargaan terhadap HAM, kebebasan pers dan ekspresi. Sedangkan UNDP (1997) memberi pengertian good governance sebagai sebuah konsensus yang dicapai oleh pemerin-tah, warga negara dan sektor swasta bagi penyelenggaraan pemerin-tahan dalam sebuah negara. Hal ini merupakan sebuah dialog yang melibatkan seluruh partisipan. Secara tegas UNDP mengidentifikasi 6 karakteristik good governance yaitu: 1) Partisipatif 2) Transparan 3) Efektif dan berkeadilan 4) Mempromosikan supremasi hukum 5) Memastikan bahwa prioritas sosial, ekonomi dan politik 6) didasarkan pada konsensus dalam masyarakat 7) Memastikan bahwa suara penduduk miskin dan rentan didengarkan dalam pengambilan keputusan. Pada hakikatnya, penyelenggaraan pemerintahan ditujukan kepada terciptanya fungsi pelayanan publik (public service). Pemerin- tahan yang baik cenderung menciptakan terselenggaranya fungsi pelayanan publik dengan baik pula. Sebaliknya, pemerintahan yang buruk mengakibatkan fungsi pelayanan publik tidak akan dapat terselenggara dengan baik. Prinsip tata kelola pemerintahan yang baik, tidak hanya terbatas pada penggunaan peraturan perundang- undangan yang berlaku, melainkan dikembangkan dengan menerapkan prinsip penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang tidak hanya meli-batkan pemerintah atau negara (state) semata, tetapi harus melibat-kan sistem birokrasi maupun ekstern birokrasi. Good governance bukan semata-mata mencakup relasi dalam pemerin-tahan, melain-kan Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlmencakup relasi sinergis dan sejajar antaraEnd Match pasar, Begin Match to source 10 in source list: http://docslide.us/documents/implementasi-5-s-inovasi-good-governance-dalam-pelayanan-publik.htmlpemerintah dan masyarakat sipil.End Match Gagasan kesejajaran Begin Match to source 177 in source list: http://digilib.unila.ac.id/25903/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdftersebut mengandung arti akan pentingnyaEnd Match redifinisi Begin Match to source 177 in source list: http://digilib.unila.ac.id/25903/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfperan dan hubunganEnd Match ketiga institusi ini Begin Match to source 177 in source list: http://digilib.unila.ac.id/25903/20/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdfdalamEnd Match mengelola sumberdaya ekonomi, politik, dan kebudayaan yang ter- sedia dalam masyarakat. Para penganjur pendekatan ini mem- bayangkan munculnya hubungan yang sinergis antara ketiga institusi sehingga terwujud penyelenggaraan negara yang bersih, responsive, bertanggungjawab, semaraknya kehidupan masyarakat sipil serta kehidupan pasar (bisnis) yang kompetitif dan bertanggung-jawab. Sound Governance : Paradigma baru Pembangunan di Era Globalisasi B ila kita memahami kembali kutipan diawal pendahuluan pernyataan Presiden Tanzania Julius K. Nyerere di depan Konferensi PBB sepuluh tahun lalu, beliau dengan lantang telah mengkritik habis-habisan good governance yang dikatakannya sebagai konsep imperialis dan kolonialis. Good governance hanya akan mengerdilkan struktur negara berkembang, sementara kekuatan bisnis dunia makin membesar. Terlepas dari benar salahnya kritik sang Presiden, kritik tersebut mengilhami Ali Farazmand (2004) dalam menggagas konsep Sound Governance (SG) yang sekaligus membuka arah baru bagi pembangunan global ke depan. Setelah good governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya dan si miskin di tingkat nasional, maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubungan negara kaya dengan negara miskin melalui agenda Sound Governance. Konsep Sound Governance merupakan konsep baru yang jauh lebih komprehensif dan reliable dalam menjawab kegagalan epistimologis dan solusi atas arus besar kesalah kaprahan dari good governance. Terdapat tiga alasan utama yang muncul dari wacana Sound Governance. Pertama, dari evaluasi terhadap pelaksanaan good governance bahwa aktor kunci yang berperan adalah terfokus pada tiga aktor (pemerintah, pasar dan civil society), dan good governance selama ini lebih merestrukturisasi pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat secara domestik. Sound Governance mempunyai pan- dangan yang jauh komprehensif dengan empat aktor, yaitu tiga aktor sudah diketahui dalam konsep good governance yaitu inklusifitas relasi politik antara negara, civil society, bisnis yang sifatnya domestik dan satu lagi aktor yaitu kekuatan internasional. Kekuatan internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian internasional. Dalam pandangan Sound Governance penerapan good governance kehidupannya hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif, sebab kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan berkuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan. Aktor tersebut adalah dunia internasional. Bahkan Ali Farazmand (2004) secara tegas menyebut good governance sebagai bagian dari praktik penyesuaian struktural (structural adjustment programs/SAPs), berikut pernyataannya: “The concept of “good governance” as espoused and promoted by the United Nations agencies such as the WB, IMF, UNDP, and UNDESD as well as by most Western governments and corporations, became one of the most pressing requirements on third world countries in Asia, Africa, and Latin/Central America as a condition for international assistance. As part of the structural adjustment programs (SAPs), the United Nations agencies, under the instructions and pressures of donor institutions of the North (Western governments and corporations), demanded that developing countries adopt the notion of “good governance” by implementing a number of structural and policy reforms in their governments and society as a condition for international aid. Seminars, workshops, and ferences were held worldwide that stressed the concept and demanded results for sustainable development” (Ali Farazmand, 2004) Kedua, bermula dari kritik terhadap identitas dari good governance kata “good” menjadi sesuatu yang hegemonik, seragam dan juga dilakukan tak jarang dengan paksaan. Term ‘good’ dalam good governance adalah westernized dan diabsolutkan sedemikian rupa. Sound Governance mempunyai pandangan yang berbeda dan justru mengedepankan adanya penghormatan atas keragaman konsepsi birokrasi dan tatapemerintahan, utamanya nilai dasar budaya pemerintahan tradisional yang telah terkubur. Ali Farazmand mencontohkan kebesaran kerajaan Persia, sebelum digulung oleh dominasi budaya barat, memiliki prestasi yang sangat besar dalam pengelolaan pemerintahan, berikut pernyataannya : “The concept of sound governance has ancient origin in the first worldstate empire of Persia with a highly efficient and effective administrative system (Cameron, 1968; Cook, 1985; Farazmand, 1998; Frye, 1975; Ghirshman, 1954; Olmstead, 1948). According to Darius the Great, Cyrus the Great’s successor, “no empire can survive much less prosper without a ‘sound economy and sound governing and administrative system’,” and the Persian Empire needed to rebuild its governing and administrative system with a sound economic, managerial, and organizational policy that not only was efficient in its discharge of the empire’s current affairs with-far flung territories, but also effective in its political control and anticipatory responses to unexpected crises and emergencies (Ali Farazmand , 2004) Berdasarkan apa yang disampaikan Ali Farazmand bahwa pentingnya sistem pemerintahan yang berbasis pada budaya lokal sudah mulai banyak terabaikan dan ini juga terjadi di negara dunia ketiga termasuk di Indonesia (Andi,2007). Hal ini terjadi karena kontruksi konsep birokrasi modern Weber yang mewarnai perkem- bangan ilmu administrasi publik termasuk lahirnya good governance adalah bentuk pembantaian budaya lokal dalam sistem pemerintah- an. Sound governance muncul untuk memberikan peluang dalam menyelamatkan keragaman kebudayaan lokal dalam mewarnai konsep tata pemerintahan. Ketiga, dalam pelaksanaan good governance untuk berjalan- nya proses tata pemerintahan yang baik maka ada satu jalan yaitu bagaimana pemerintahan harus menjalankan prinsip-prinsip yang digariskan dalam good governance yaitu: participation, rule of law, transparancy, responsiveness, consensus orientation, equity, effectiveness and efficiency, accountability, strategic vision. Sound Governance mempunyai pandangan berbeda dan lebih melihat pada proses menuju tercapainya tujuan, dari pada membahas perdebatan soal bagaimana (prinsip-prinsip) dilakukan untuk mencapai tujuan. Kendati demikian di dalam sound governance masih menekankan perlunya prasyarat-prasyrat dasar universal terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas. Untuk itu titik tekan dari sound governance adalah fleksibilitas dan ini dibutuhkan “inovasi” yang kemudian menjadi ruh implementasi sound governance dalam praktek pemerintahan. Pentingnya inovasi dalam Sound Governance, dikatakan Begin Match to source 113 in source list: http://repository.unhas.ac.id/bitstream/handle/123456789/23340/##DISERTASI MUH TANG ABDULLAH.pdf?sequence=1bahwa: “Innovation is key to sound governance, and innovation in policy and administration is central to sound governance as well.End Match Without policy and administrative innovations, governance falls into decay and ineffectiveness, loses capacity to govern, and becomes a target of criticism and failure” Berdasarkan uraian diatas bahwa Sound governance sebagai wacana baru yang muncul sebagai kritik good governance, yaitu memberikan makna term “Sound” menggantikan “Good” adalah dalam rangka penghormatan terhadap kenyataan keragaman (diversity). Untuk itu Sound governance dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat) membuka kembali peluang variable-variable yang absen yaitu kearifan lokal (akibat hegemoni terma ‘good’ oleh Barat) dan dampak dari kekuatan kooptatif internasional. Sound Governance menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-barat sebenarnya banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu Sound governance pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau invoasi lokal tentang bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan, budaya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal tentang kesejahteraan rakyat dan penghormatan hak dasar harus tetap ditegakkan. BAB VIII PENUTUP Faktor-Faktor Penentu S ebagai gagasan visioner yang menawarkan alternatif solusi bagi pemecahan problem penyelenggaraan pelayanan publik di Indoensia, implementasi model New Governance tidak dapat berjalan dengan sendirinya. Diperlukan sejumlah intervensi strategis untuk memungkinkan implementasinya dengan mempertimbangkan secara seksama semua faktor penentu yang melingkupinya. Kritik yang sering dilontarkan berkaitan dengan upaya mengadopsi kerangka kerja baru itu adalah bahwa model New Governance merupakan konstruk ahistoris yang tidak memiliki basis eksistensi Indonesia. Sebagai gagasan yang dikembangkan di negara-negara Barat, model New Governance tidak dapat dengan serta merta diadopsi ke dalam praktek penyelenggaran pelayanan publik di Indonesia. Kekawatiran itu berkaitan dengan sindrom metodologis yang cukup umum dikenal yaitu loncatan normatif (normative leap) atau kegagalan ekologis (Zifcak, 1994). Yang dimaksudkan adalah bahwa adopsi suatu kerangka kerja atau paradigma baru memerlukan sejumlah adaptasi dengan time horizon yang juga panjang, atau proses tersebut akan mengalami kegagalan total. Spencer Zifcak (1994) menyatakan bahwa ada beberapa faktor penentu dalam melakukan transformasi nilai-nilai dalam manajemen pelayanan publik, yaitu : Pertama, faktor lingkungan (environment), yang terdiri dari: 1) Lingkungan ekonomi, berupa kebijakan ekonomi yang dianut dan sedang dipraktekkan, sistem pengelolaan keuangan sektor pemerintah, ketersediaan anggaran pemerintah, dan sebagainya 2) Lingkungan sosial-budaya,berupa sistem nilai, perilaku, kebiasaan dan norma yang dianut suatu masyarakat 3) Perkembangan teknologi yang diadopsi oleh suatu masyarakat 4) Lingkungan politik yang ditandai oleh dinamika kepartaian, kelompok kepentingan, rezim penguasa dan sebagainya 5) Lingkungan administratif berupa kemunculan kepemimpinan dan rezim baru, serta struktur dan proses birokrasi. Kedua adalah faktor isi (content), yang berkaitan dengan pertimbangan nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, dan efisiensi. Upaya transformasi hanya akan berhasil jika perubahan tersebut mengandung atau mempertimbangkan terwujudnya nilai-nilai demokrasi, kesetaraan, dan efisiensi. Ketiga adalah faktor strategi yang dipilih, yaitu strategi yang berwujud: 1) empiris-rasional, yaitu bahwa seseorang atau suatu organisasi dapat dimotivasi untuk melakukan perubahan dengan memberikan contoh atau bukti nyata serta argumen yang kuat 2) normatif-edukatif, yaitu bahwa seseorang dapat diyakinkan untuk melakukan perubahan dengan mengubah perilaku, nilai, norma dan cara berinteraksi yang dianutnya 3) koersif, yaitu pendekatan perubahan dengan menggunakan kekerasan atau daya paksa. Keempat dan terakhir adalah faktor dinamika, yang dapat dikelompokkan ke dalam dinamika sistemik dan dinamika interaksional . Dinamika sistemik berhubungan dengan karakter administrasi, di mana suatu proses tranformasi dianggap berhasil jika ditandai sebagai berikut: 1) perubahan pola pemerintahan yang sentralistis ke pola yang menyebar ( dispersed) 2) profesionalisme praktek administrasi 3) struktur interaksi yang bersifat informal 4) struktur yang dapat disusupi (permeable) 5) lingkup kegiatan yang menjadi relatif lebih kecil dan sederhana (streamlining). Sedangkan dinamika interaksional berkaitan dengan konflik yang timbul antara aktor-aktor yang bersaing dalam arena proses administrasi pengambilan keputusan. Dalam hal ini kepentingan dan orientasi para politisi akan berbenturan dengan prioritas dan logika birokrasi. Konflik yang timbul antara lain berkaitan dengan pertentangan antara orientasi kepentingan “constituent”dengan peran “rationality of planning”, diskriminasi politik berbenturan dengan netralitas birokrasi,dan kontrol politik berbenturan dengan otoritas untuk mencapai rasionalitas manajemen. Dengan memperhatikan dimensi-dimensi dalam dinamika interaksional tersebut, Spencer sampai pada kesimpulan bahwa suatu transformasi atau perubahan hanya akan berhasil bilamana: 1) ada kepentingan dan dukungan politik yang kuat 2) adanya kesamaan wawasan 3) adanyavhorizonvwaktuvyang panjang disertai dengan kontinuitas rejim 4) adanya dukungan pihak legislatif. Sebagai proses transformasi yang berlangsung dalam jangka panjang, adopsi model New Governance yang berbasis interaksi dan jaringan kerja tidak dengan sendirinya menjanjikan efektivitas atau kinerja yang optimal. Sebaliknya, interaksi dan jaringan kerja itu perlu ditumbuh kembangkan minimal melalui strategi berikut. Pertama, melalui penciptaan insentif yang utamanya disediakan oleh pemerintah untuk menarik aktor-aktor lain di luarnya untuk terlibat dalam pengorganisasian kerjasama dalam proses penyeleng-garaan pelayanan publik. Kedua, melalui pengurangan intervensi pemerintah, teruta- ma ketika organisasi usaha swasta dan masyarakat sudah menunjukkan motivasi dan keinginan untuk berkontribusi yang disertai dengan kapasitas yang memadai. Sebaliknya, intervensi pemerintah tetap diperlukan untuk mengisi peran residual dalam rangka memperlancar dan memfasilitasi proses interaksi antar aktor dalam jaringan kerja terutama ketika terjadi kesenjangan proses interaksi akibat hambatan peraturan, perbedaan kepentingan, ketidakseimbangan kekuatan, dan keterbatasan sumberdaya (Esman, 1991). Sejalan dengan hal-hal tersebut di atas, Kooiman (1993) juga menyatakan bahwa proses transformasi nilai-nilai baru dalam sistem pemerintahan dan pengaturan seharusnya dilakukan dengan terlebih dahulu memperhatikan tiga aspek penting yang mempengaruhinya, yaitu dinamika (dynamic),komplekitas (complexity), dan diversitas (diversity) dari kondisi sosial-politik di masyarakat. Dinamika merupakan komposisi kekuatan yang mempengaruhi pola hubungan sebab akibat. Dinamika tersebut dapat berupa perubahan alamiah, perkembangan teknologi, dan perubahan kekuat- an mekanisme sosial, politik, dan ekonomi. Di samping itu dinamika dapat pula berbentuk dinamika internal suatu organisasi dan dinamika eksternal di luarnya. Dalam ilmu sosial, dinamika dapat berwujud diferensiasi dan integrasi, serta konflik dan kerjasama. Kompleksitas berkaitan dengan pola-pola interaksi atau hubungan kerja yang melibatkan banyak aktor yang sekaligus membawa keragaman kepentingan ke dalam suatu sistem. Dalam sistem sosial, interaksi atau hubungan antara elemen atau actor tersebut jauh lebih rumit dibandingkan dengan sistem rekayasa teknis. Diversitas merupakan konsep yang biasanya dihubungkan dengan diferensiasi, spesialisasi, dan variasi dalam kehidupan masyarakat modern, atau dapat pula diartikan sebagai perbedaan kepentingan antara aktor- aktor yang terlibat dalam suatu sistem organisasi yang menentukan pola hubungan kerja, pembagian kewenangan atau kekuasaan, dan kesepakatan atas tujuan yang hendak dicapai. Sejalan dengan konstatansi di atas, Krackhhardt (1994) menyatakan bahwa dalam konteks organisasi publik, biasanya terdapat beberapa faktor yang menghambat enersia sosial untuk melakukan kolaborasi, interaksi, dan koordinasi dengan organisasi lain di luarnya. Faktor-faktor tersebut dikenal sebagai faktor-faktor penghambat yang bersifat kekal (immutable constraints) yang berkaitan dengan kapasitas interaksi. Di antaranya adalah 1) hambatan sebagai implikasi adanya sifat hubungan atasan dan bawahan di mana atasan biasanya selalu memiliki kapasitas, otoritas, dan akses informasi yang lebih 2) hambatan yang muncul akibat batasan geografis atau ruang di mana jarak tetap memberikan hambatan bagi individu untuk melakukan hubungan dan merespon pihak lain sekalipun terdapat teknologi komunikasi yang canggih 3) hambatan sebagai akibat adanya elitisme kekuasaan ketika individu yang berkuasa di dalam suatu organisasi cenderung melakukan polarisasi kekuasaan kepada orang yang dipercaya untuk mempertahankan atau memperluas jangkauan pengaruh- nya maupun untuk menyelesaikan tugas pokok dan fungsinya. Analis ini lebih lanjut mengatakan bahwa terdapat korelasi positif antara derajat interaksi suatu organisasi dengan tingkat efektivitasnya dalam menghasilkan kinerja pelayanan yang optimal. Seorang analis lain, Lawton (1999), menyatakan bahwa kapasitas suatu organisasi untuk dapat melakukan interaksi dengan aktor lain sangat ditentukan oleh adanya saluran kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses tersebut. Saluran tersebut dapat bersifat: 1) informal, personal, dan satu persatu 2) kemitraan antar organisasi 3) kontraktual 4) forum kerjasama lintas pelaku. Dengan demikian, kapasitas organisasi untuk memformat saluran kelembagaan kerjasama dan interaksi merupakan faktor kritis yang menentukan keberhasilan suatu upaya kolaborasi dan interaksi. Selain faktor-faktor di atas, faktor kepemimpinan perlu mendapat perhatian khusus di sini. Kepemimpinan yang baik akan memberikan pengaruh positif bagi terjadinya perubahan sikap dan perilaku dari individu atau kelompok di dalam suatu organisasi, c.q. birokrasi pemerintahan (Adair, 1983; Hopper & Potter, 1997; Cartwright, 1999). Dalam konteks ini, tipikal kepemimpinan yang dibutuhkan adalah kepemimpinan yang transformasional, yaitu seseorang yang memiliki kemampuan untuk mengubah budaya organisasi dengan mencipta- kan visi baru bagi organisasi dan memobilisasi dukungan yang memadai untuk mewujudkan visi tersebut. Dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik secara khusus, kapasitas organisasi untuk melakukan proses interaksi dan kolaborasi sangat dipengaruhi oleh sistem organisasi pemerintahan yang ada. Pada tataran makro, sistem organisasi pemerintahan biasanya mengembangkan pola pembagian tugas dan otoritas dalam suatu struktur yang hirarkis menurut tingkatan administratif, yaitu tingkat pusat, regional, dan lokal dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Semakin rendah tingkat administratif maka semakin dekat pula organisasi pemerintah dengan kelompok yang harus dilayani. Dan idealnya, semakin dekat suatu organisasi dengan unit yang intensitas interaksi dengan pihak lain. Dengan demikian,yang lebih dibutuhkan sebenarnya adalah kemauan politik untuk mengembangkan sistem interaksi serta kapasitas untuk mewujud-kannya, baik kapasitas organisasi, kapasitas politik, kapasitas manajemen maupun kapasitas institusional. Dari uraian diatas dapat dilihat bahwa sebagai sebuah kerangka kerja baru, adopsi model New Governance membutuhkan sejumlah prasyarat dan rakondisi. Dalam penilaian penulis, faktor terpenting terletak pada transformasi peran pemerintah itu sendiri sebagai pelopor perubahan dengan mengadopsi pola kepemimpinan transformasional. Dalam semangat itu, pemerintah harus mampu menyiapkan suatu kerangka kelembagaan yang mampu memfasilitasi proses kolaborasi dan interaksi berbasis jaringan kerja. Hal itu, pertama dan terutama, menuntut adanya perubahan paradigma dan pola pikir . Permasalahan dan Tantangan S etumpuk persoalan yang dihadapi Indonesia saat ini sesungguhnya bukanlah merupakan persoalan yang sederhana dan dapat ditangani dengan cara-cara yang biasa (business as usual). Tidaklah maksud makalah ini untuk menyajikan sederet daftar permasalahan yang dihadapi Indonesia saat ini secara rinci, melain- kan semata sebagai latar belakang yang dihadapi birokrasi Indonesia dan memerlukan penanganan yang serius dan kompleks. Termasuk juga birokrasi yang tidak dapat lagi dijalankan dengan cara-cara biasa, melainkan memerlukan upaya yang serius untuk merevitalisasi birokrasi agar dapat menjalankan peranannya secara signifikan dalam menangani setumpuk persoalan yang berat tersebut. Untuk itu, dalam makalah ini hanya akan disinggung secara garis besar permasalahan yang dihadapi dan menjadi tantangan yang harus dihadapi dalam menuju Indonesia baru. Besarnya jumlah pengangguran merupakan salah satu persoalan berat yang dihadapi bangsa dan negara saat ini. Pada tahun 2003, jumlah pengangguran terbuka mencapai 9,5 persen (9,5 juta jiwa) dengan ditambah sekitar 31,4 persen yang tergolong sete- ngah penganggur. Meningkatnya pengangguran selama bebera-pa tahun ini terutama disebabkan oleh masih rendahnya partum-buhan ekonomi antara lain karena merosotnya kegiatan investasi sejak krisis ekonomi 1997/98. Rendahnya kegiatan investasi yang juga berakibat pada menurunnya daya saing perekonomian Indonesia, merupakan cerminan dari masih buruknya iklim investasi. Berbagai faktor penyebabnya adalah tidak adanya kepastian hukum dan lemahnya sistem hukum secara keseluruhan, munculnya persoalan keamanan, tidak-efesiennya birokrasi termasuk tidak-pastinya hubungan/kewenangan dan tidak sinkronnya kebijakan antara pusat dan daerah, kakunya kebijakan pasar tenaga kerja, rendahnya kualitas dan produktivitas tenaga kerja, serta buruknya infrastruktur. Ke depan, tantangannya lebih besar dengan setiap tahunnya sekitar 2,5 juta angkatan kerja baru menambah jumlah angkatan kerja. Untuk menurunkan tingkat pengangguran terbuka menjadi 5,1 persen pada tahun 2009 harus disusun strategi pembangunan yang tepat yang bertumpu pada kemampuan penciptaan lapangan kerja melalui pertumbuhan ekonomi yang berkualitas (Menneg PPN, 5 Januari 2005). Permasalahan berikutnya adalah masalah kesenjangan yang tercermin dari jumlah penduduk miskin yang masih banyak serta kesenjangan pembangunan antar wilayah yang masih lebar. Meskipun menurun dibandingkan waktu krisis, jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 masih mencakup 36,1 juta jiwa atau 16,6 persen. Dalam kesenjangan wilayah, kegiatan ekonomi terkonsen- trasi di Jawa yang pada gilirannya membuat penduduk menumpuk di Jawa. Ini memberi konsekuensi antara lain meningkatnya konversi lahan pertanian dan defisit air di Jawa yang pada gilirannya mempengaruhi ketahanan pangan nasional. Masih adanya kawasan- kawasan perbatasan masih tertinggal dan melebarnya kesenjangan antara kota dan desa merupakan permasalahan lainnya yang dihadapi saaat ini. Belum terkaitnya kegiatan ekonomi perkotaan dengan perdesaan mengakibatkan perdesaan, yang justru dihuni oleh sekitar 60 persen penduduk, semakin tertinggal. Selain itu, kualitas sumber daya manusia yang relatif masih rendah. Ini tercermin dari tingkat pendidikan, kesehatan, dan sosial lainnya. Pada tahun 2003 rata-rata lama sekolah penduduk berusia 15 tahun ke atas baru mencapai 7,1 tahun. Sementara itu angka buta aksara penduduk usia 15 tahun keatas masih sebesar 10,1 persen. Derajat kesehatan dan status gizi masyarakat masih rendah dengan masih tingginya angka kematian bayi, angka kematian ibu melahirkan dan kurang gizi pada balita. Disamping penyakit menular, penyakit tidak menular seperti penyakit jantung dan pembuluh darah, serta kencing manis juga cenderung meningkat. Pelayanan kesehatan juga dihadapkan pada kekurangan pada hampir semua jenis tenaga kesehatan dan distribusi yang kurang merata. Kualitas hidup sangat dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur yang memadai dengan harga yang terjangkau dan juga oleh tersedianya perumahan dan kualitas permukiman sebagai tempat tinggal yang layak. Kondisi sarana dan prasarana saat ini bukan saja tidak mencukupi untuk menopang kegiatan masyarakat dan perekonomian secara baik, bahkan telah terjadi pemburukan yang memprihatinkan akibat minimnya dana pembangunan pemerintah serta belum pulihnya arus investasi swasta. Juga kita masih menghadapi besarnya backlog ketersediaan rumah yang layak huni yang diperkirakan mencapai sekitar 4,5 juta unit dan meluasnya kawasan kumuh. Kualitas hidup masyarakat juga masih buruk akibat menurunnya pelayanan air minum dan degradasi lingkungan. Masalah lainnya adalah masih tingginya laju pertumbuhan penduduk; kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja akan hak-hak reproduksi serta masih mudanya usia kawin penduduk. Kesejahteraan sosial masyarakat relatif masih rendah antara lain tercermin dari besarnya jumlah anak maupun lanjut usia yang terlantar, kecacatan, ketunasosialan, bencana alam dan sosial. Tantangan berikutnya adalah menurunnya kualitas sumber daya alam dan fungsi lingkungan hidup. Kegiatan perlindungan fungsi lingkungan hidup kurang menyatu dengan pemanfaatan sumber daya alam. Akibatnya sering terjadi konflik kepentingan antara ekonomi dengan lingkungan. Kebijakan ekonomi yang terlalu memihak pada pertumbuhan jangka pendek dengan memberikan insentif terlalu besar terhadap kegiatan eksploitasi sumber daya alam, telah menu- runkan kualitas lingkungan. Ini salah satunya tercermin dari degra- dasi hutan yang terus meningkat dan meluasnya lahan kritis, serta meningkatnya polusi dan limbah. Kecuali itu, masih banyak peraturan perundang-undangan yang belum mencerminkan keadilan, kesetaraan, dan penghormatan serta perlindungan terhadap hak asasi manusia; masih besarnya tumpang tindih peraturan perundangan di tingkat pusat dan daerah yang pada gilirannya menghambat masyarakat untuk membangun. Disamping itu, yang kita rasakan, hukum belum ditegakkan secara tegas, adil dan tidak diskriminatif, serta belum memihak kepada rakyat kecil. Indonesia saat ini juga masih menghadapi persoalan belum tuntasnya penanganan secara menyeluruh terhadap aksi separatis- me yang menghambat bagi terjaminnya integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia serta masih adanya potensi konflik horizontal di beberapa wilayah seperti Maluku, Poso, dan Mamasa. Belum lagi jika berbicara tentang masih tingginya kejahatan konven-sional, trans- nasional, dan masih adanya potensi terorisme. Variasi kejahatan konvensional cenderung meningkat dengan kekerasan yang mere- sahkan masyarakat. Kejahatan transnasional seperti penyelundupan, narkotika, pencucian uang terus meningkat. Luasnya wilayah laut serta lemahnya pengawasan keamanan laut mengakiba-tkan banyaknya gangguan keamanan dan pelanggaran hukum di laut. Disamping itu, kita juga masih merasakan adanya potensi terorisme. Sementara itu efektivitas pendeteksian dini, pengamanan sasaran vital, pengungkapan kasus, dan perlindungan masyarakat umum dari terorisme belum memadai. Ironisnya dengan wilayah yang sangat luas dan potensi ancaman baik dari luar maupun dalam negeri yang tidak ringan, negara RI hanya mempunyai personel dan alutsista (alat utama sistem pertahanan) yang jauh dari mencukupi. Saat ini kemampuan pertahanan TNI AD antara lain yang bertumpu pada kendaraan tempur terbatas hanya sekitar 60 persen dalam kondisi siap. Kondisi Kapal Republik Indonesia (KRI) kekuatan pemukul yang meliputi kapal selam, kapal perusak kawal rudal, dan kapal cepat roket, serta KRI kekuatan patroli dan pendukung sudah relatif tua. Kekuatan pesawat tempur TNI AU juga hanya 28 persen dalam keadaan siap operasi; serta hanya separuh pesawat angkut udara dalam keadaan siap (Menneg PPN/Ketua Bappenas, 5 Januari 2005). Kecuali domestik, secara global Indonesia juga berhadapan dengan dinamika globalisasi yang kompleks. Meminjam pandangan Robertson (2003), globaliasasi saat ini dan masa depan adalah globalisasi gelombang ketiga setelah era globalisasi gelombang per- tama dan kedua. Era globalisasi gelombang pertama dan kedua ini oleh Gelinas (2003) disebut sebagai era merkantilisme dan era ekspansi kapitalisme kolonial, yang memiliki karakter dan dinamika yang sangat berbeda dari karakter dan dinamika globalisasi yang dihadapi Indonesia saat ini dan di masa depan. Logika yang menda- sari ekspansi globalisasi gelombang ketiga diturunkan dari idelologi neo-liberalisme, yang di dalam filsafat politik kontemporer memiliki afinitasnya dengan ideologi libertarianisme yang direntang melam- paui batasnya yang ekstrim. Seperti halnya dengan libertarianisme yang membela kebebasan pasar dan menuntut peran negara yang terbatas (Kymlycka, 1999: 95), neo-liberalisme percaya pada penting- nya institusi pemilikan privat dan efek distributif dari ekspropriasi kemakmuran yang tidak terbatas oleh korporasi-korporasi trans- nasional, pada superioritas hukum pasar sebagai mekanisme distri- busi sumber daya, kekayaan dan pendapatan yang paling efektif, dan pada keunggulan pasar bebas, sebagai mekanisme-mekanisme sangat penting untuk menjamin kemakmuran dan peningkatan kesejahteraan semua orang dan individu (Gelinas, , 2003: 24). Gelinas (2003) memberikan skenario yang cukup menyesak- kan manakala berbicara tentang tahapan perkembangan globalisasi masa kini dan masa depan. Globalisasi menurut Gelinas, bekerja melalui regulasi yang dilakukan oleh tiga lembaga multilateral yang oleh Richard Peet (2003) disebut sebagai The Unholy Trinity (IMF, Bank Dunia, dan WTO), di bawah tekanan ekspansi globalisasi gelombang ketiga, perlahan-lahan akan tetapi pasti, segala sesuatu yang berharga tidak dapat dipertahankan dari komodifikasi dan komersia-lisasi sistem ekonomi global: termasuk air, bahan pangan, kesehatan, karya seni, dan ilmu pengetahuan, apalagi teknologi. Semua itu terjadi terutama melalui proses marjinalisasi kekuasaan dan otoritas negara-negara Dunia Ketiga di dalam pengaturan ekono- mi nasional mereka, yang terjadi dalam lima tahapan perkembangan berikut (Gelinas, 31) : 1) Deregulasi sistem keuangan internasional Bretton Woods, yang terjadi sejak tahun 1971, dan yang telah mengubah semua aset keuangan dunia ke dalam kapital spekulatif. 2) Deregulasi ekonomi Dunia Ketiga secara sistematik dan bertahap, yang terjadi sejak tahun 1980-an melalui program- program penyesuaian struktural (structural adjustment) di bawah pengawalan IMF dan Bank Dunia untuk mengintegrasikan negara-negara sedang berkembang ke dalam sistem pasar global. 3) Deregulasi stock markets yang terjadi sejak tahun 1986 untuk mengatur deregulasi semua stock markets di seluruh dunia. 4) Deregulasi produksi pertanian dan komersialisasi pelayanan- pelayanan yang timbul sebagai konsekuensi dari perjanjian- perjanjian internasional. 5) Proliferasi kemudahan-kemudahan pajak dan perbankan (tax and banking havens) sejak pertengahan tahun 1990-an, yang telah menghasilkan separuh dari seluruh aliran keuangan dunia terjadi melalui kemudahankemudahan bebas hambatan dari semua bentuk kendala legal oleh karena kekuasaan publik mengikuti ketidakpedulian kebijakan-kebijakan publik. Semua itu telah menyebabkan globalisasi neo-liberal secara mendasar memiliki dinamika dan implikasi yang sangat berbeda dari dinamika dan implikasi globalisasi gelombang pertama dan kedua. Jikalau di era globalisasi gelombang pertama dan kedua ekstraksi kekayaan negara-negara sedang berkembang dilakukan dengan menggunakan mekanisme “akumulasi primitif” melalui beragam bentuk kekerasan fisik yang terbuka seperti penaklukan dan kolonisasi, perampokan dan perbudakan, serta ekslpoitasi pertanian dan perdagangan antar benua, maka di era globalisasi gelombang ketiga ekstraksi kekayaan negara-negara Dunia Ketiga dilakukan dengan cara-cara yang sangat lembut dan tersembunyi melalui regulasi sistem perdagangan internasional yang di atas permukaan tampak sangat bebas dan demokratis akan tetapi yang di bawah permukaan sesungguhnya seringkali jauh lebih eksploitatif dan tidak adil. Tidak mengherankan oleh karenanya jikalau keberhasilan globalisasi gelombang ketiga yang telah membawa perkembangan peradaban umat manusia ke tingkat yang selama ini tidak pernah terbayangkan, harus berjalan seiring dengan terjadinya berbagai tragedi kemanusiaan di banyak negara sedang berkembang. Bebera- pa tragedi kemanusiaan yang paling penting diantaranya (Gelinas): 1) 4 sampai 6 milyar penduduk berada di 127 negara terbelakang di dalam kondisi kemiskinan yang berat 2) 49 negara paling terbelakang secara teknologis mengalami kebangkrutan 3) pendapatan per kapita per tahun dari 100 negara di Dunia Ketiga mengalani penurunan dari keadaan 10, 15, 20 dan bahkan 30 tahun yang lalu; 4) 2,8 milyar penduduk di negara-negara Dunia Ketiga hidup dengan pendapatan kurang dari 2 dollar AS (Amerika Serikat) per hari 5) 1,3 milyar penduduk di negara-negara yang sama bahkan hidup dengan tingkat konsumsi kurang dari 1 dollar AS 6) 2,6 milyar penduduk dunia tidak memiliki infrastruktur sanitasi yang memadai 7) 1,4 penduduk dunia tidak memiliki akses terhadap air minum yang bersih. Laporan statistik UN Human Development Report tahun 1996 (Tehranian, 1999: 157) menguatkan semua itu dengan menunjukkan semakin menguatnya tingkat kesenjangan sosial dan ekonomi dunia melalui penyajian statistik berikut: 20 persen penduduk terkaya di dunia menerima lebih dari 82 persen pendapatan dunia, sementara 20 persen penduduk paling miskin hanya menerima 1,4 persen. Mengutip laporan Rummel tahun 1994, Tehranian menyebutkan pula bahwa sepanjang kurun waktu antara tahun 1900 sampai dengan tahun 1990 telah terjadi sekitar 250 perang antar negara dan perang sipil di berbagai negara yang merenggut kematian lebih dari 100 juta tentara dan 100 juta penduduk sipil. Lebih dari itu, jikalau pada abad ke-18 dan abad ke-19 kematian prajurit yang terjadi dalam pepe-rangan hanya mencapai angka 50 dan 60 orang per 1 juta penduduk dunia, angka itu meningkat secara sangat dramatik pada abad 20 menjadi 460 kematian per 1 juta penduduk dunia. Kenyataan-kenyataan itu lah yang antara lain telah menjadi alasan Tehranian (1999: 156) untuk menyebut Abad ke-20 sebagai “abad kematian yang direncanakan” (a century of death by design). Memasuki akhir Abad ke-20 sejumlah cendekiawan terkemuka bahkan telah menengarai terjadinya “kematian” banyak hal yang selama ini menjadi fondasi dari tata kehidupan dunia (Tehranian, op. cit., 1996): mulai dari “the end of ideology” (Bell, 1960), “the end of history” (Fukuyama, 1989), “the end of modernity” (Mowlana dan Wilson, 1990), “the end of journalism” (Katz, 1992), “the end of geography” (Mosco, 1994), “the end of racism” (D‟Souza, 1995), dan “the end of work” (Rifkin, 1995), sampai dengan “the end of university” (Tehranian, 1996). Indonesia kini berada di tengah-tengah pusaran situasi globali- sasi yang cukup menyesakkan tersebut. Termasuk juga jika kita berbicara tentang globalisasi teknologi informasi yang telah dan akan mengakibatkan masyarakat dan ekonomi semakin tumbuh menjadi sebuah “corporate capitalism” yang akan semakin didominasi oleh institusi-institusi korporatis di dalam bentuk organisasi-organsisasi oligopolistis atau bahkan monopolistis. Dalam kaitan dengan sejumlah tantangan yang harus dihadapi dalam menuju Indonesia baru inilah, tak terelakkan keharusan untuk melakukan revitalisasi birokrasi. Sebelum membahsa tentang upaya revitalisasi birokrasi, ada baiknya untuk memotret secara sekilas birokrasi Indonesia saat ini. Good Governance dapat terwujud jika ada kemauan dalam diri individu itu sendiri, walaupun perangkat hukum yang tegas dan kondisi lingkungan yang kondusif sikap aktif dan partisipatif dari masyarakat. Akan tetapi good governance tidak akan terwujud jika dihadapkan kondisi-kondisi yang buruk seperti berikut ini : 1) Masyarakat tidak mandukung dan peduli terhadap hak-hak publiknya dan memberikan toleransi yang tinggi pada kurangnya akuntabilitas pejabat atau sering disebut low literacy percentage. Sikap ini meliputi malpraktek, nepotisme, korupsi, sogok menyogok. 2) Rendahnya imbalan gaji yang diterima oleh para pegawai cenderung mendorong para pegawai untuk mencari penghasilan di luar pekerjaannya dengan cara-cara yang kurang baik. Kondisi inilah yang disebut sebagai Poor Standard of Living. 3) Rendahnya moralitas para pejabat juga menghambat terlaksananya proses akuntabilitas. Rendahnya moral bisa disebabkan oleh sikap hidup yang materialistis dan konsumerisme para pejabat. Dengan moralitas yang rendah mereka menjadi tidak mampu untuk menentukan mana yang baik dan mana yang buruk. Mereka menganggap biasa hal-hal seperti korupsi, sogok menyogok dan memihak walaupun merugikan orang lain. Kondisi semacam ini disebut sebagai General Decline in the moral values. 4) Pengabaian terhadap hak-hak publik dan mengutamakan kepentingan pribadi. 5) Mengutamakan kepentingan kelompok Adanya sentralisasi kewe- nangan menjadikan pejabat negara menjadi sulit, akibat buruknya sistem akuntansi. 6) Kurangnya keinginan untuk memperkuat akun-tabilitas dari semua pihak, baik pejabat itu sendiri maupun masyarakat, penyebab sistem yang buruk. Ada beberapa kondisi lagi yang mengakibatkan buruknya kondisi pemerintahan diantaranya sikap mental terjajah, Iemahnya hukum, instabilitas politik, garis kewenangan tidak jelas dan sebagainya. Dengan dipahaminya konsep-konsep akuntabilitas di atas maka perlu dibuat pula bagaimana prosedur atau tata cara melakukan pelaporannya. Pelaporan akuntabilitas oleh pejabat publik yang sering disebut Begin Match to source 191 in source list: http://www.jembranakab.go.id/files/LAKIP_2013/Lakip_SKPD_Dukcapil_2013.pdfLaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) hal iniEnd Match menunjuk pada proses-proses kelembagaan publik. Perlu pula dibuat indikator-indikator Pengukurannya sehingga kinerja instansi pemerin- tah tidak mengambang. Indikator pengukuran kinerja perlu didasarkan pada masukan (inputs), Proses (process), keluaran (outputs), hasil (outcome), manfaat (benefit) dan dampak (impact). Tanpa memperhatikan hal tersebut maka pengukuran kinerja tidak akan bisa secara komprehensif menilal kinerja instansi pemerintah. Tantangan yang harus dihadapi antara lain: 1) Belum terbangunnya komitmen moral bersama secara utuh dari segenap unsur aparatur negara untuk menciptakan tata pemerintahan yang baik (good governance). 2) Masih lemahnya manajemen internal di ber-bagai instansi pemerintah 3) Belum memadainya upaya peningkatan kesejahteraan PNS 4) Belum terlaksananya penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara secara komprehensif yang berakibat pada belum tercapainya produktivitas, efektivitas dan efisiensi kerja, dan sekaligus berakibat pada rendah-nya mutu pelayanan publik 5) Masih lemahnya pemahaman dan keterampilan para aparatur negara untuk menerapkan nilai-nilai atau prinsip-prinsip good public governance dalam setiap pelaksanaan tugas pemerintahan dan pembangunan 6) Belum terjalinnya sinergitas antara aparatur negara, dunia usaha dan masyarakat dalam upaya membangun tata kepemerintahan yang baik 7) Masih lemahnya koordinasi antar unit pengawasan fungsional internal pemerintah maupun dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sehingga terjadi tumpang tindih (duplikasi pemeriksaan). Di samping itu, birokrasi juga dihadapkan pada perkembangan teknologi informa-si dan komunikasi yang begitu cepat dan ketidakpastian yang terjadi akibat globalisasi yang kemudian mempengaruhi sistem birokrasi pemerintahan saat ini. Untuk itu, dalam menghadapi berbagai permasalahan dan tantangan tersebut, pemerintah terus berupaya untuk meningkatkan komitmen moral segenap aparatur negara dan dunia usaha serta masyarakat untuk mewujudkan tata pemerintahan yang baik; meningkatkan efektivitas sistem pengawasan dan mempercepat tindak lanjut hasil pengawasan dan pemeriksaan; meningkatkan profesionalitas sumber daya manusia aparatur melalui penyeleng- garaan berbagai pendidikan dan pelatihan (diklat) baik struktural, fungsional, maupun diklat teknis yang diikuti dengan peningkatan kesejahteraan PNS dan pembenahan manajemen kepegawaian; melakukan penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan birokrasi pemerintahan; serta mendorong percepatan penerapan dan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (e-services) di setiap instansi pelayanan publik. Semua upaya tersebut harus dilaksanakan dengan baik, terencana, dapat dipertanggungjawabkan dan berkesinambungan agar penciptaan tata pemerintahan yang baik dan berwibawa (good public governance) pada semua tingkatan dan lini pemerintahan dan semua kegiatan baik di pusat maupun daerah dapat segera diwujudkan. Sasaran pembangunan penyelenggaraan negara Begin Match to source 65 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27931/3/BAB II KAJIAN PUSTAKA.pdfadalah mempercepat terwujudnya aparatur negara yang profesional, produktif,End Match bertanggung jawab, Begin Match to source 65 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27931/3/BAB II KAJIAN PUSTAKA.pdfdan bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), terwujudnya sistem pengawasan dan audit publik yangEnd Match akuntabel dan tersedianya pelayanan Begin Match to source 65 in source list: http://repository.unpas.ac.id/27931/3/BAB II KAJIAN PUSTAKA.pdfpublik yang lebih cepat, tepat, adil, murah, transparan dan tidak diskriminatifEnd Match (pelayanan prima). Untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan negara dalam tahun 2007, maka kebijakan penyelenggaraan negara diarahkan untuk: 1) Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfMeningkatkan jumlah aparaturEnd Match negara Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfyang memahami dan menerapkan prinsip-End Match prinsip Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfgoodEnd Match public Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfgovernance secaraEnd Match kon- sisten Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfdan berkelanjutan pada semua tingkat dan liniEnd Match pemerintah- an dan pada semua kegiatan. 2) Mengurangi korupsi di lingkungan birokrasi pemerintahan dengan memberi sanksi yang seberat-beratnya bagi pelaku tindak pidana korupsi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. 3) Meningkatkan efektivitas pengawasan aparatur negara melalui koordinasi dan sinergi pengawasan internal, eksternal dan pengawasan masyarakat, dan mempercepat pelaksanaan tindak lanjut hasil-hasil pengawasan dan pemeriksaan. 4) Pembenahan manajemen pemerintahan meliputi perencanaan, pelaksanaan, pengendalian dan evaluasi kinerja kebijakan dan program pembangunan secara bertahap dan konsisten di pusat dan daerah yang efektif dan efisien serta berorientasi pada peningkatan kinerja instansi dan para pegawainya. 5) Pembenahan manajemen sumber daya manusia aparatur (kepegawaian) Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfmencakup penataan sistem remunerasi,End Match pening- katan kompetensi Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfsumber dayaEnd Match manusia Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfaparatur, pembinaan karier berdasarkan prestasi kerja melalui penyempurnaan DP3, dan penerapan reward dan punishment dalam pembinaan pegawai.End Match 6) Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfMeningkatkanEnd Match kualitas pengelolaan Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfdan akurasi data sumber daya manusia aparatur melalui pengembangan sistem informasi manajemen kepegawaian.End Match 7) Mempercepat penerapan teknologi informasi dan komunikasi (e- Services) di setiap instansi pelayanan publik, dan pemanfaatan dokumen Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com//arsip negara dalam pengelolaan tugas dan fungsi pemerintahan.End Match 8) Begin Match to source 37 in source list: http://irawanto67.blogspot.com/Meningkatkan kualitasEnd Match pelayanan publik di bidang kependudukan dengan menerapkan Sistem Administrasi Kependudukan (SAK) sebagai upaya mendukung terbentuknya Nomor Induk Kependudukan (NIK), dan penataan sistem koneksi (inter-phase) tahap awal NIK dengan sistem informasi di kementerian/lembaga terkait. 9) Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfTersedianya saranaEnd Match dan Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfprasarana pendukung pelaksanaan tugas dan administrasiEnd Match pemerintahan Begin Match to source 49 in source list: http://www.parigimoutongkab.go.id/images/dokumen/RPJMD_BABVII.pdfyang memadaiEnd Match di instansi pemerintahan. 10) Mendorong terselenggaranya pelayanan publik yang lebih cepat, tidak diskriminatif dan memuaskan pada unit-unit kerja pelayanan di lingkungan pemerintah pusat dan daerah. Tidak dapat disangkal dalam sistem administrasi publik yang diterapkan di lndonesia masih dibutuhkan perbaikan untuk menuju sistem administrasi publik yang lebih modem dengan mengakomo- dasi kepentingan-kepentingan publik dengan lebih baik. Sistem administrasi publik yang dijalankan di Indonesia selama ini cenderung menguntungkan dan berpihak pada kelompok kepentingan tertentu, sementara kepentingan-kepentingan rakyat banyak diabaikan dan justru dieksploitasi untuk kepentingan kelompok semata. Kepentingan publik justru dijadikan bahan komoditi untuk mereka mendapatkan berbagai fasilitas-fasilitas negara melalui kemudahan pinjaman/kredit, peraturan perundangan yang longgar. Padahal sesungguhnya yang mereka lakukan hanyalah Begin Match to source 200 in source list: http://ruangkabar.com/info-politik-kpk-kpk-diminta-menuntut-kembali-uang-hasil-korupsi-koruptor/untuk memperkaya diri mereka sendiri, Oleh karena ituEnd Match perubahan sistem administrasi publik mutlak diperlukan. Penerapan konsep good governance merupakan tuntutan bagi terselenggaranya manajemen pemerintahan dan pembangunan yang Begin Match to source 129 in source list: https://pt.scribd.com/doc/233904181/SNA-MANADO-SESI-1berdaya guna, berhasil guna dan bebas KKN.End Match Tanpa penerapan konsep Begin Match to source 129 in source list: https://pt.scribd.com/doc/233904181/SNA-MANADO-SESI-1iniEnd Match maka akan sulit diharapkan meningkatnya kualitas pelayanan dan kinerja aparatur publik. Secara konseptual, seharusnya keberhasilan penerapan good governance di berbagai dunia itu harus juga dibarengi dengan dampak kuatnya fundamental ekonomi rakyat. Kenyataannya, relasi antara kesejahteraan rakyat dengan good governance tidaklah seindah teori. Makin merekatnya hubungan antara negara, bisnis dan rakyat ternyata tidak serta merta menguatkan fundamental ekonomi rakyat. Salah satu kegagalan Good governance adalah tidak memasukkan arus globalisasi dalam pigura analisisnya. Dalam good governance seolah-olah kehidupan hanya berkutat pada interaksi antara pemerintah di negara tertentu, pelaku bisnis di negara tertentu dengan rakyat di negara tertentu pula. Tentulah ini sangat naif. Sebab kenyataan bahwa aktor yang sangat besar dan bekuasa di atas ketiga elemen tersebut tidak dimasukkan dalam hitungan, yaitu aktor tersebut adalah dunia internasional. Sound governance sebagai wacana baru yang muncul sebagai kritik good governance, Setelah good governance berhasil menginklusifkan hubungan si kaya dan si miskin di tingkat nasional, maka fase berikutnya adalah menginklusifkan hubungan negara kaya dengan negara miskin melalui agenda Sound Governance. Formula dasar Sound Governance empat aktor dalam tatalaksana pemerin- tahan, yaitu tiga aktor sudah diketahui dalam konsep good governance yaitu inklusifitas relasi politik antara negara, civil society, bisnis yang sifatnya domestik dan satu lagi aktor yaitu kekuatan internasional. Kekuatan internasional di sini mencakup korporasi global, organisasi dan perjanjian internasional. Sound Governance menyadarkan kembali bahwa konsep-konsep non-barat sebenarnya banyak yang applicable, khususnya di bidang pemerintahan. Selain itu Sound governance pada prinsipnya juga memberikan ruang bagi tradisi atau invoasi lokal dalam tata pemerintahan (pola relasi pemerintah, swasta dan masyarakat) dengan membuka kembali peluang variable-variable yang absen yaitu kearifan lokal bagaimana negara dan pemerintahan harus ditata, sesuai dengan kebiasaan, budaya dan konteks lokal. Tentu ukuran universal tentang kesejah- teraan rakyat dan prasyarat-prasyarat dasar universal lainnya terkait demokrasi, transparansi, dan akuntabilitas harus tetap ditegakkan. Daftar Pustaka Agere S., 2000. Promoting Good Governance : Principles, Practices and Perspectives, Commonwealth Secretariat, London, 1- 11, 66-82. Arifin, Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdf2005. Peran Akuntan dalam menegakkanEnd Match Prinsip Begin Match to source 13 in source list: http://repository.maranatha.edu/6376/3/Bab I sd Bab 5, Daftar Pustaka.pdfGood Corporate GovernanceEnd Match pada Perusahaan di Indonesia. Sidang Senat Guru Besar Universitas Diponegoro Semarang Asian Development Bank.1999. Governance : Sound Development Bernardi R.A. 1994, Fraud Detection: The Effect of Client Integrity and Competence and Auditor Cognitive Style, Auditing : A Journal of Practice and Theory 13 (Supplement), hal. 68- 84 Budiardjo Miriam. 2000. Menggapai Kedaulatan untuk Rakyat, Bandung. Mizan. Begin Match to source 162 in source list: http://ebooks.cambridge.org/chapter.jsf?bid=CBO9780511762734&cid=CBO9780511762734A008Burns, Danny; Robin Hambleton, and Paul Hoggett.1994. The Politics ofEnd Match Decentralization-Revitalizing Local Democracy. London; McMillan. Caiden G.E..1982. Public Administration. Palisades Publisher, California. Catanese, Anthony James. 1984. The Politics of Planning & Development, Sage Library of Social Research, Volume 156, Beverly Hills : Sage Publications Development Assistant Committee. 1997. Evaluation of Programs Cohen, Steven and Eimicke William Begin Match to source 106 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.html.1997. Is PublicEnd Match Entrepeneurship Begin Match to source 106 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlEthical ? : A Second Look;End Match Paper Begin Match to source 106 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlprepared for presentation toEnd Match tha Begin Match to source 106 in source list: http://www.columbia.edu/~sc32/vita.htmlAnnual Meeting of the American Society for Public Administration; Philadelphia, Pennsylvania.End Match Corten, D.C., (ed).1986. Community Management, Asian Experience and Perspectives Kumarian Press, Connecticut. De Asis, Maria Gonzales.2000. Coalition-Building to Fight Corruption, Paper Prepared for the Anti-Corruption Summit, World Bank Institute. Denhart R.B. 1984, Theories of Public Organization, Brooks/Cole Publishing Company, California, 52-66. Dwiyanto Agus, dkk. 2006. Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Esman, M.J.1991. Management Dimensions of Development: Perspectives and Strategies, Kumarian Press, Inc, Connecticut, 113-114, 117-118,122. Etzioni A. 1995. The Spirit of Community: Right, Resposibilities and .the Communitarian, Agenda, Fontana Press, London. Fadjar, Mukti.2002. Korupsi dan Penegakan Hukum dalam pengantar Kurniawan, L, Menyingkap Korupsi di Daerah, Intrans Malang Begin Match to source 167 in source list: http://www.proceedings.univ-danubius.ro/index.php/eirp/article/download/1452/1379Farazmand Ali (ed). 2002. Administrative Reform in Developing Nations.End Match London: Begin Match to source 167 in source list: http://www.proceedings.univ-danubius.ro/index.php/eirp/article/download/1452/1379Praeger.End Match Hamid Edy Suandi dan Malian Sobirin (ed). (2005). Memperkokoh Otonomi Daerah: Kebijakan, Evaluasi, dan Saran. Yogyakarta: UII Press. Cetakan Kedua. Ferlie E., dkk. 1996. The New Public Management in Action, Oxford University Press, Oxford, 9-15. Flyn, Norman. 1990.Public Sector Management; Harvester Wheatsheaf; London. Begin Match to source 100 in source list: Lina Vyas, Yida Zhu. --------------.2000. Managerialism and Public Services: Some International Trends. In J. Clarke. S. Getwirtz & E McLaughlin (Eds.). New Managerialism, New Welfare? London, UK: Sage/Open University.End Match Fontana, A. dan Frey J.H.1994. Interviewing: The Art of Science, dalam Norman K. Denzin dan Yvonaa S. Lincoln (ed.), Handbook of Qualitative Research, sage publication, London, 361-376. F'rederickson, H George. The Spirit of Public Administration; Jossey- Bass Publishers; San Fransisco; 1997. Ganie-Rochman, Meuthia. 2000. Good Governance: Prinsip, Komponen dan Penerapanny, dalam HAM Penyeleng- garaan Negara Yang Baik dan Masyarakat Warga, Jakarta: KOMNAS HAM. Garcia-Zamor, Jean-Claude.1985. Public Participation in Development Planning and Management : Cases from Africa and Asia, London : Westvoiew Press. Begin Match to source 146 in source list: http://www.vm.fi/vm/en/04_publications_and_documents/01_publications/04_public_management/20071019Making/VM_4_QC_Loppuraportti_Nettipdf.pdfGaster, Lucy.1995. Quality in Public Services, Managers Choices; Open University Press; BuckinghamEnd Match - Philadephia Hermien H.K., 1994, Korupsi di Indonesia: dari delik Jabatan ke Tindak Pidana Korupsi, Citra Aditya Bakti, Bandung Hill, Michael & Peter Hupe. 2002. Implementing Public Policy : Governance in Theory and in Practice, London : Sage Publications. ------------------.1997. The Policy Process. London : Prentice Hall/Harvester Wheatsheaf. Begin Match to source 150 in source list: https://mafiadoc.com/fulltext-pdf-jurnal-upi-universitas-pendidikan-indonesia_59cde8151723ddf9655edc29.htmlIslamy M. Irfan. 2003. Dasar-Dasar Administrasi Publik dan Manajemen Publik. Malang:End Match PDIA FIA UNIBRAW. Klitgaard, dkk. 2002. Penuntun Pemberantasan Korupsi dalam Pemerintahan Daerah, Yayasan Obor Indonesia & Patnership for Governance in Indonesia, Jakarta Kooiman, J. (ed).1993. Modern Governance: New Government-Society Interactions. London: Sane Publications. Krina Loina Lalolo. 2003. Indikator & Alat Ukur Prinsip Akuntabilitas, Transparansi dan Partisipasi, Sekretariat Good Public Governance, Jakarta. Leach, Steve; Begin Match to source 85 in source list: Submitted to University of East London on 2010-01-09John Stewart, and Kieron Walsh.1994. The Changing Organization and Management of Local Government; London;End Match McMillan Begin Match to source 85 in source list: Submitted to University of East London on 2010-01-09PressEnd Match Ltd. Leach, Steve; Begin Match to source 85 in source list: Submitted to University of East London on 2010-01-09John Stewart, and Kieron Walsh.1994. The Changing Organization and Management of Local Government; London;End Match McMillan Begin Match to source 85 in source list: Submitted to University of East London on 2010-01-09PressEnd Match Ltd; 1994. Lutrin, Carl E. dan Allen K. Settle. 1985. American Public Administration: Concepts & Cases, USA : Prentice-Hall Inc. Malang Corruption Watch, 2004, Laporan Investigasi kasus APBD Malang Raya, tidak diterbitkan. Management, Archon, Fung & Erik Olin Wright. Begin Match to source 66 in source list: http://unpan1.un.org/intradoc/groups/public/documents/un/unpan028359.pdf2003. Deepening Democracy: Institutional Innovations in Empowered Participatory Governance, The Real Utopias Project IV, London : Verso.End MatchBegin Match to source 33 in source list: http://eprints.ums.ac.id/43364/33/naskah publikasi ROSY.pdfMardiasmo. 2003. Konsep Ideal Akuntabilitas dan Transparansi Organisasi Layanan Publik, Majalah Swara MEP, Vol. 3 No. 8 Maret, MEP UGM,End Match Jogjakarta. Mayerson Begin Match to source 135 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Martin and Banfield Edward C.End Match l985. Begin Match to source 135 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Politics, Planning, and The Public Interest. New York:End Match The Begin Match to source 135 in source list: Rachelle Alterman, Morris Hill. Free Press.End MatchBegin Match to source 116 in source list: SEPTIANA, PANCAWATI. McNabb David E. 2002. Research Methods in Public Administration and Nonprofit Management:End Match Quantitative Begin Match to source 116 in source list: SEPTIANA, PANCAWATI. and Qualitative Approaches. New York: M.End Match E. Begin Match to source 116 in source list: SEPTIANA, PANCAWATI. Sharpe, Inc.End Match Napitupulu Paimin. 2007. Menakar Urgensi Otonomi Daerah. Bandung: PT Alumni. ---------------------- 2007. Pelayanan Publik & Customer Satisfaction. Bandung: Alumni. Begin Match to source 87 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceNasir M. Safar, dkk.End Match (ed). 2003. Begin Match to source 87 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-sciencePengukuran Kinerja Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UAD Press.End Match Cetakan ketiga. Norton Alan.1994. Internastional Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Handbook of Local and Regional Government: A Comparative Analysis ofEnd Match Advenced Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Democracies. Cheltenham:End Match Edward Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Elgar. OsborneEnd Match David and Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/GaeblerEnd Match Ted. 1992. Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Reinventing Government: How theEnd Match Entrepreneural Begin Match to source 18 in source list: https://jurnalskripsitesis.wordpress.com/2008/03/22/new-public-service-dan-pemerintahan-lokal-partisipatif/Spirit is Transforming the Public Sector.End Match United State: David Osborne and Ted Gaebler. Osborne David and Plastrik Peter. 1997. Banishing Bureaucracy: The Five S t r a t e g i e s f o r Reinventing Government. USA: Perseus Books Publishing. Peters, B.Guy. 2000. The Politics of Bureaucracy, Begin Match to source 141 in source list: http://www.ffst.hr/ENCYCLOPAEDIA/doku.php?id=managerialism_and_educationLondon : Routledge. Pollitt, C. 1990. Managerialism and Public Services: The Anglo-End Match Amirican Experiences. Begin Match to source 141 in source list: http://www.ffst.hr/ENCYCLOPAEDIA/doku.php?id=managerialism_and_educationOxford: Basil Blackwell.End Match ---------------- Begin Match to source 147 in source list: http://scholar.sun.ac.za/bitstream/handle/10019.1/1693/Jansen, L.pdf?sequence=12000. Public Management Reform: A Comparative Analysis. New York: Oxford University Press.End MatchBegin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdfPratolo Suryo, 2007. Good Corporate Governance dan Kinerja BUMN di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi X,End Match UNHAS Begin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdfMakasar.End Match Purwanto Erwan Agus Begin Match to source 93 in source list: http://repository.maranatha.edu/9152/9/0751058_References.pdfdanEnd Match Wahyudi Kumorotomo. 2005. Birokrasi Publik: dalam Sistem Politik Semi Parlementer. Yogyakarta: Gava Media. Begin Match to source 142 in source list: Sjoerd Keulen, Ronald Kroeze. Raadschelders Jos C.N.End Match 2000. Begin Match to source 142 in source list: Sjoerd Keulen, Ronald Kroeze. Government: A Public Administration Perspective. New York: M.E. Sharpe,End Match Inc. Sadhana Kridawati. Begin Match to source 203 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-292004. Etika Birokrasi. Universitas Negeri MalangEnd Match (UM Press) Begin Match to source 203 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-29Malang.End Match Saptaatmaja, TS. Begin Match to source 203 in source list: Submitted to iGroup on 2014-12-292004.End Match Korupsi dan Hipokrisi, Kompas, Rabu, 8 September Sattell Begin Match to source 87 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceDavid C. and Basehart Harry.2001. State and Local Government: Politics and PublicEnd Match Policy. Begin Match to source 87 in source list: http://www.slideserve.com/ted/evaluasi-kebijakan-publik-applied-scienceNew York: McGraw-Hill Companies, Inc.End Match Seventh Edition. Savas, E S; Begin Match to source 166 in source list: http://bankskripsi.com/administrasi-pelayanan-publik-sebuah-perbincangan-awal/Privatization, The Key to Better Government; New JerseyEnd Match : Chatham Begin Match to source 166 in source list: http://bankskripsi.com/administrasi-pelayanan-publik-sebuah-perbincangan-awal/House PublisherEnd Match Inc.; 1987. Schmidt, Gregory D.1989. Donors and Decentralization in Developing Sedarmayanti. 2004. Good Governance (Keperintahan yang Baik). Bandung: Mandar Maju. -------------- .2005. Begin Match to source 195 in source list: http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-kmpf44f271c3bfull.pdfDesentralisasi dan Tuntutan Penataan Kelembagaan Daerah. Bandung: Humaniora.End Match Seeta Mishra. 1999. Reforming Public Sector Through Better Citizen Governance-A Case of Andhra Pradesh India, National Institute of Public Administration, Malaysia. Sinambela Lijan Poltak, dkk. 2006. Begin Match to source 81 in source list: http://pskpm.blogspot.com/2011/04/desentralisasi-otoda-peluang-penataan_12.htmlReformasi Pelayanan Publik: Teori, Kebijakan, dan Implementasi. Jakarta: PT Bumi Aksara.End MatchBegin Match to source 161 in source list: http://administrasipublik.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jap/article/download/920/389Sjamsiar Sjamsuddin. 2006. Dasar-Dasar Teori Administrasi Publik. Malang: Yayasan Pembangunan.End MatchBegin Match to source 219 in source list: Submitted to Universitas Brawijaya on 2016-06-15--------------------------.2008. Administrasi Pemerintahan Lokal. Malang:End Match Arsitek Begin Match to source 219 in source list: Submitted to Universitas Brawijaya on 2016-06-15YPN.End Match Sopanah & Wahyudi, Isa. 2004. Analisa Anggaran Publik : Panduan TOT, Malang Corruption Watch (MCW) dan Yappika, Jakarta Begin Match to source 115 in source list: http://apf2019.sis.ac.kr/site/apf/down/APF 2019 Conference Proceeding.pdfStarling, Grover.1998.Managing Public Sector; School of Business and Public Administration; University of Houston; Clear Lake HartEnd Match Cour; College Begin Match to source 115 in source list: http://apf2019.sis.ac.kr/site/apf/down/APF 2019 Conference Proceeding.pdfPublisher USA;End Match 1998. Sukowati Praptining.2007. Reformasi Birokrasi dalam Manajamen Pelayanan Publik. Jurnal Publisia Malang. ---------------.2008. Membangun Tata Keperintahan yang Baik (Good Public Governance) di Birokrasi Pemerintah. Makalah. Begin Match to source 197 in source list: http://ojs.unm.ac.id/iap/indexProgram Doktor Ilmu Administrasi Publik Program Pascasarjana UniversitasEnd Match Brawiyaja Malang. Susanto, AA. 2002. Mengantisipasi Korupsi di Pemerintahan Daerah di ambil dari http://www.transparansi.or.id/artikel/artikelpk/ artikel15.html Sutherland, John W. 1978). Management Handbook for Public Administrators, New York : Van Nostrand Reinhold Company Tamim Feisal. Begin Match to source 180 in source list: https://id.scribd.com/doc/26420882/1-BAB-I-PENDAHULUAN-Akhir-Akhir-Ini-Ramai2004. Reformasi Birokrasi: Analisis Pendayagunaan Aparatur Negara. Jakarta: Belantika.End Match Tanzi, Vito. Begin Match to source 128 in source list: http://www.nepru.org.na/publications/NWP/PDF/NWP95.pdf1998. Corruption Around the World: Causes, Consequences, Scope, and Cures, IMF Working Paper, WP/98/63End Match Tjokroamidjojo, Bintoro. 2001. Reformasi Administrasi Publik, Jakarta: MIA – UNKRIS. Tunggal I.S. dan Tunggal A.W. 2000. Audit Kecurangan dan Akuntansi Forensik, Harvarindo, Jakarta. Wasistiono Sadu. 2003. Kapita Selekta Manajemen Pemerintahan Daerah. Bandung: Fokusmedia. Weneger, Alexander.1997. Competition between public and private service producers, Inovative local governments in international perspective Wibawa Samodra. 2004. Reformasi Administrasi: Bunga Rampai Pemikiran Adminisatrasi Negara/Publik. Yogyakarta: Gava Media. Begin Match to source 96 in source list: Submitted to Universitas Negeri Semarang on 2020-03-16Widodo Joko. 2008. Membangun Birokrasi Berbasis Kinerja. Malang: Bayumedia Publishing.End Match Cetakan Keempat. 1 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95 96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145 146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195 196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214 215 216 217 218 219 220 221 222 223 224 225 226 227 228 229 230 231 232 233 234 235 236 237 238 239 240 241 242 243 244 245 246 247 248 249 250 251 252 253 254 255 256 257 258 259 260 261 262 263 264 265 266 267 268 269 270 271 272 273 274 275 276 277 278 279 280 281 282 283 284 285 286 287 288 289 290 291 292 293 294 295 296 297 298 299 300 301 302